Pengetahuan yang diproses berdasarkan metode ilmiah merupakan pengetahuan yang “memenuhi syarat-syarat keilmuan”, dan dengan demikian dapat disebut pengetahuan ilmiah atau ilmu. Pengetahuan ilmiah ini diproses melalui serangkaian langkah-langkah tertentu yang dilakukan dengan penuh kedisiplinan, dan dari karakter inilah maka ilmu sering dikonotasikan sebagai disiplin. Disiplin inilah yang memungkinkan ilmu berkembang relatif lebih cepat bila dibandingkan dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya. Ilmu dapat diibaratkan sebagai “piramida terbalik” dengan perkembangan pengetahuannya yang bersifat kumulatif, dimana penemuan pengetahuan ilmiah yang satu memungkinkan penemuan pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang lainnya.
Sebuah hipotesis yang telah teruji secara formal, diakui sebagai pernyataan pengetahuan ilmiah yang baru, yang dapat memperkaya khazanah keilmuan yang telah ada. Sekranya pengetahuan ilmiah yang baru ini kemudian ternyata salah, disebabkan kelengahan dalam salah satu langkah dalam proses penemuannya, maka cepat atau lambat kesalahan ini akan segera diketahui, dan pengetahuan tersebut akan dibuang dari khazanah keilmuan.1)
Metode ilmiah mempunyai mekanisme “umpan balik” yang bersifat korektif, yang memungkinkan upaya keilmuan menemukan kesalahan yang mungkin diperbuatnya. Sebaliknya, bila ternyata bahwa sebuah pengetahuan ilmiah yang baru itu adalah benar, maka pernyataan yang terkandung dalam pengetahuan ini dapat digunakan sebagai premis baru dalam kerangka pemikiran yang menghasilkan hipotesis-hipotesis baru, yang bila kemudian ternyata dibenarkan dalam proses pengujian akan menghasilkan pengetahuan-pengetahauan ilmiah baru pula.
Pada dasarnya, ilmu dibangun secara “bertahap” dan sedikit demi sedikit”, dimana para ilmuwan memberikan sumbangannya menurut kemampuannya masing-masing. Tidaklah benar bila ada anggapan bahwa “ilmu diembangkan hanya oleh para jenius saja”, yang bergerak dalam bidang keilmuan. Ilmu, secara kuantitatif dikembangkan oleh masyarakat keilmuan secara keseluruhan, meskipun secara kualitatif beberapa orang jenius seperti ISAAC NEWTON (1642-1727) atau ALBERT EINSTEIN (1879-1955), merumuskan landasan-landasan baru yang bersifat mendasar.
Ilmu, pada dasarnya merupakan “kumpulan pengetahuan” yang bersifat menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkan penjelasan yang ada.2) Sekiranya kita mengetahui bahwa banjir disebabkan karena hutan yang ditebang sampai gundul, misal;nya, maka penjelasan semacam ini akan memungkinkan kita melakukan upaya untuk mencegah timbulnya banjir. Penjelasan keilmuan memungkinkan kita untuk meramalkan apa yang akan terjadi, dan berdasarkan ramalan tersebut, kita bisa melakukan upaya untuk mengontrol agar ramalan tersebut menjadi kenyataan atau tidak.
Pengetahuan tentang kaitan antara “hutan gundul” dengan “banjir”, memungkinkan kita untuk bisa meramalkan apa yang akan terjadi sekiranya hutan-hutan terus ditebang sampai tidak tumbuh lagi. Jika kita tidak menginginkan timbulnya banjir, sebagaimana diramalkan oleh penjelasan tadi, maka kita harus melakukan “kontrol” agar hutan-hutan tidak dibiarkan menjadi gundul.
Demikian juga, jika kita mengetahui bahwa hutan-hutan tidak ditebang bila ada pengawasan, maka untuk mencegah banjir, kita harus melakukan kontrol agar kegiatan pengawasan dilakukan, agar dengan demikian hutan dibiarkan tumbuh subur dan tidak mengakibatkan banjir. Jadi, pengetahuan ilmiah pada hakikatnya mempunyai tiga fungsi, yakni menjelaskan, meramalkan dan mengontrol.
Secara garis besar, ada empat jenis pola penjelasan, yakni deduktif, probabilistik, fungsional atau teleologis, dan genetik.
- Deduktif menggunakan cara berpikir deduktif dalam menjelaskan suatu gejala dengan menarik kesimpulan (natijah) secara logis dari premis-premis yang telah ditetapkan sebelumnya.
- Probabilistik merupakan penjelasan yang ditarik secara induktif dari sejumlah kasus, yang dengan demikian tidak memberikan kepastian seperti penjelasan deduktif, tetapi penjelasan yang bersifat peluang, seperti “kemungkinan”, “kemungkinan besar”, atau “hampir dapat dipastikan”, dan sebagainya.
- Fungsional atau Teleologis merupakan penjelasan yang meletakkan sebuah unsur dalam kaitannya dengan sistem secara keseluruhan, yang mempunyai karakteristik atau arah perkembangan tertentu.
- Genetik menggunakan faktor-faktor yang timbul sebelumnya dalam menjelaskan gejala yang akan muncul kemudian.
Dalam mencari penjelasan mengenai tingkah laku seorang dewasa, misalnya, maka ilmu jiwa (psychology) memberikan penjelasan genetik dengan mengkaitkannya pada pengalaman orang tersebut sewaktu masih kanak-kanak. Tidak satu pun dari pola-pola tersebut yang mampu menjelaskan secara keseluruhan suatu kajian keilmuan. Dan oleh sebab itu lah, dipergunakan pola yang berbeda untuk menjelaskan masalah yang berbeda pula.
Teori, merupakan “pengetahuan ilmiah” yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan.3) Misalnya dalam ilmu Ekonomi, dikenal yang namanya teori Ekonomi Makro dan teori Ekonomi Mikro. Sedangkan dalam ilmu Fisika, dikenal teori Mekanika Newton dan teori Relativitas Einstein. Sebenarnya tujuan akhir dari tiap-tiap disiplin keilmuan adalah mengembangkan sebuah teori keilmuan yang bersifat utuh dan konsisten, namun hal ini baru dicapai oleh beberapa disiplin keilmuan saja, seperti Fisika.
Fisika Teoritis (Theoretical Physics), merupakan disiplin keilmuan yang benar-benar mencerminkan penjelasan teoritis dari gejala-gejala fisik, namun bahkan disiplin keilmuan seperti Fisika Teoritis ini pun, yang dapat dianggap sebagai disiplin keilmuan yang termasuk paling maju, belum merupakan suatu teori yang utuh dan konsisten.
Fisika Toeritis terdiri dari berbagai teori yang dikembangkan oleh ISAAC NEWTON (1642-1727), JAMES CLERK MAXWELL (-), ALBERT EINSTEIN (1879-1955), SCHRODINGER (-) dan ahli-ahli fisika lainnya; yang dalam sektornya masing-masing dapat memberikan penjelasan teoritis secara ilmiah, namun secara keseluruhan teori-teori tersebut belum membentuk sebuah teori yang utuh. Einstein mencoba mengembangkan teori yang bersifat menyeluruh ini, namun dia terburu meninggal sebelum upayanya berhasil (1955). Seperti halnya dalam teori evolusi, maka Fisika sebenarnya masih mencari mata rantai yang hilang (missing link)4), untuk dapat menyatukan keseluruhan teori-teori fisika yang ada.
Bila pada Fisika saja keadaannya sudah seperti ini, maka dapat kita bayangkan bagaimana situasi perkembangan penjelasan teoritis pada disiplin-disiplin keilmuan dalam bidang sosial. Ilmu sosial pada kenyataannya terdiri dari berbagai teori yang tergabung dalam suatu disiplin keilmuan yang satu sama lainnya belum membentuk suatu perspektif teoritis yang bersifat umum.
Teori-teori ini sering mempergunakan postulat dan asumsi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Mungkin inilah yang menyebabkan MAX PLANCK (-) menganggap ilmu Ekonomi itu sulit, dan mengalihkan bidang studinya ke Fisika. Sedangkan BERTRAND RUSSELL (-) berpendapat sebaliknya, Ekonomi baginya dianggap terlalu mudah, mungkin inilah yang menyebabkan dia beralih kepada Filsafat dan Matematika.