Pengertian Kecerdasan Emosional Dalam Pembelajaran

11 min read

Salah satu aspek yang penting dalam menentukan keberhasilan seseorang dalam belajar adalah kecerdasan Emosional. Secara Sederhana, Kecerdasan Emosional dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang mengatur dan mengontrol ekspresi jiwa yang ia tunjukkan.

A. Kecerdasan Emosional

1. Pengertian Kecerdasan

Kata kecerdasan disebut sebagai intelegensi. Intelegensi merupakan transisi dari bahasa Inggris, yaitu intelligence yang berarti kecerdasan. Uno (2012:58) mendefinisikan bahwa kecerdasan merupakan kekuatan atau kemampuan untuk melakukan sesuatu. Masyarakat umum mengenal kecerdasan sebagai hal yang menggambarkan kepintaran, kepandaian ataupun kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Kecerdasan dapat diartikan sebagai kemampuan individu untuk memperoleh pengetahuan, serta mempraktikkannya dalam suatu masalah.

Kecerdasan adalah suatu kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah, menyelesaikan suatu masalah, memperoleh pengetahuan, menguasai lingkungan secara efektif, serta menggunakan pengalaman masa lalu untuk mewujudkan suatu perubahan dalam diri ke arah yang lebih baik. Sukmadinata (2014:93) menyatakan kecerdasan menunjuk kepada cara individu berbuat, apakah berbuat dengan cara yang cerdas atau kurang cerdas atau tidak cerdas sama sekali. Suatu perbuatan yang cerdas ditandai oleh perbuatan yang cepat dan tepat. Cepat dan tepat dalam memahami unsur-unsur yang ada dalam suatu situasi, dalam melihat hubungan antar unsur dalam menarik kesimpulan serta dalam mengambil kesimpulan atau tindakan.

Susanto (2016:15) mengemukakan bahwa kemampuan kecerdasan seseorang sangat mempengaruhi terhadap cepat atau lambatnya penerimaan informasi serta terpecahkan atau tidaknya suatu permasalahan. Selain itu, kecerdasan siswa juga sangat membantu guru untuk menentukan apakah siswa itu mampu mengikuti pelajaran yang diberikan serta untuk meramalkan keberhasilan siswa setelah mengikuti pelajaran yang diberikan meskipun tidak akan terlepas dari faktor lainnya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan kecerdasan merupakan kemampuan individu dalam menghadapi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan secara efektif, mengambil keputusan secara tepat dan cepat, serta berpikir secara rasional. Hal tersebut menjelaskan bahwa dengan adanya kecerdasan, seseorang dapat mewujudkan perubahan dirinya kearah yang lebih baik.

2. Pengertian Emosional

Emosi berasal dari kata movere, yang berarti kata kerja dalam bahasa latin adalah menggerakkan atau bergerak, sehingga dapat disimpulkan emosi merupakan suatu gerakan untuk mengeluarkan perasaan.

Emosi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) didefinisikan sebagai (1) luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat; (2) keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis. Chaplin dalam Dirman dan Juniarsih (2014:31) mendefinisikan emosi merupakan suatu keadaan yang mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya, dan perubahan perilaku.

Tidak jauh berbeda dengan pendapat (Goleman,Uno, 2012:64) emosi didefinisikan setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, dan nafsu; setiap keadaan yang hebat atau meluap-luap. Oleh karena itu, emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis, psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.

Arends (2013:55) emosi berinteraksi dengan kesadaran manusia dalam semua hal fungsi manusia, termasuk cara siswa belajar di sekolah. Sejalan dengan pernyataan tersebut (Dirman, Juarsih 2014:31) menyatakan emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku siswa. Emosi positif seperti perasaan senang, bersemangat, atau rasa ingin tahu tinggi akan mempengaruhi siswa untuk mengkonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar. Sebaliknya, apabila yang menyertai proses belajar itu emosi yang negatif, seperti perasaan tidak senang, kecewa, tidak bergairah, maka proses belajar tersebut akan mengalami hambatan.

Dapat diartikan siswa tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk belajar, sehingga kemungkinan besar siswa akan mengalami kegagalan dalam belajarnya. (Goleman,Uno 2012:64) mengungkapkan bahwa ada ratusan emosi, bersama dengan campuran, variasi, mutasi, dan kuasanya. Sejumlah teoritikus mengelompokkan emosi dalam golongan golongan besar, meskipun tidak semua sepakat tentang penggolongan ini. Golongan utama emosi dan beberapa anggota kelompoknya sebagai berikut.

  1. Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, dan barang kali yang paling hebat, dan tindak kekerasan.
  2. Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa, dan kalau menjadi patologis, depresi berat.
  3. Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, perasaan takut sekali, khawatir, waspada, sedih, tidak tenang, ngeri, kecut, sebagai patologi, fobia dan panik.
  4. Kenikmatan: bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang, senang sekali, dan batas ujungnya, mania.
  5. Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih.
  6. Terkejut: terkejut, terkesiap, takjub, terpana.
  7. Jengkel: hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah.
  8. Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.

Berdasarkan uraian tersebut, emosi adalah perubahan perilaku pada diri  individu yang merujuk pada suatu ungkapan perasaan berupa rasa marah, bahagia, sedih, cinta, benci, takut, dan lain sebagainya. Emosi merupakan suatu keadaan psikologis, serta kecenderungan untuk bertindak akibat adanya situasi atau rangsangan tertentu.

3. Kecerdasan Emosional

Goleman (2017:512) kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (tomanage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression)

Melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah kemampuan siswa untuk mengenali emosi diri terhadap keadaan yang sedang terjadi dalam dirinya, baik mengenai perasaan yang muncul pada diri siswa atau suasana hati ketika menanggapi sebuah rangsangan yang datang.

Kecerdasan emosional yang baik ditunjukkan dengan kemampuannya dalam mengelola emosi, memberikan respon dengan tindakan yang tepat. Selain itu kemampuan memotivasi diri sendiri agar selalu berpikir positif terhadap diri sendiri sangat diperlukan dalam mengembangkan kecerdasan emosional agar menjadi siswa yang lebih produktif, termasuk kemampuan dalam mengenali emosi orang lain yakni dengan menunjukkan sikap empati terhadap orang lain, sehingga mampu memiliki kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain yang merupakan kecakapan emosional untuk mencapai keberhasilan dan perkembangan kecerdasan emosional.

Deflia dkk (2013) mengatakan bahwa Kecerdasan emosional diperlukan apabila individu menghadapi masalah yang dapat menimbulkan tekanan untuk individu tersebut sehingga dapat mengendalikan emosi yang dimilikinya agar dapat menghadapi masalah dengan baik. Ketatnya persaingan d ibidang pendidikan, membuat sebagian besar siswa menempuh segala macam cara untuk dapat bersaing pada keadaan tersebut.

Misalnya dengan mengikuti pelajaran tambahan baik itu privat maupun les yang diadakan oleh pihak sekolah. Hal tersebut bertujuan untuk menambah pengetahuan intelektual siswa. Padahal kemampuan intelektual saja tidak cukup untuk mengikuti persaingan tersebut. Tetapi dengan kemampuan mengelola emosi, individu akan mampu mengelola emosinya dan mampu memahami orang lain. Dengan begitu, individu akan mampu bersaing dan kemampuan intelektual yang ia miliki akan semakin berkembang.

Sebaliknya individu yang tidak mampu mengelola emosi dirinya dan tidak mampu memahami orang lain, dengan sendirinya ia akan merasakan tekanan, akan mudah putus asa, menjadi pribadi yang tidak percaya diri, sehingga kemampuannya tidak akan berkembang. Beberapa penelitian menunjukkan pentingnya seseorang memiliki kecerdasan emosional. Hasil penelitian Gottman. menunjukkan fakta bahwa pentingnya kecerdasan emosional dalam berbagai aspek kehidupan.

Dengan mengaplikasikan kecerdasan emosional dalam kehidupan akan berdampak positif baik dalam kesehatan fisik, keberhasilan akademis, kemudahan dalam membina hubungan dengan orang lain, dan meningkatkan resiliensi.

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan merasakan, memahami dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional dapat diartikan kemampuan mengenali, mengelola dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan dengan orang lain.

B. Dimensi Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional terbagi dalam beberapa wilayah kemampuan yang membentuknya. (Peter, dkk 2017:57) memaparkan lima wilayah kecerdasan emosional dan dapat digunakan untuk melihat bagaimana kecerdasan emosional. Kelima wilayah tersebut adalah

a. Mengenali Emosi Diri

Kesadaran diri mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Sebagaimana akan kita lihat, kemampuan memantau perasaan dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan pemahaman diri.

Ketidakmampuan mencermati perasaan kita yang sesungguhnya membuat kita berada dalam kekuasaan perasaan. Orang yang memiliki keyakinan yang lebih tentang perasaannya adalah pilot yang andal bagi kehidupan mereka yang sesungguhnya atas pengambilan keputusan-keputusan masalah pribadi, mulai dari masalah siapa yang akan dinikahi sampai ke pekerjaan apa yang akan diambil.

2. Mengelola Emosi

Mengenali perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan pas adalah kecakapan yang bergantung pada kesadaraan diri. Akan meninjau kemampuan menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan, atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang timbul karena gagalnya keterampilan emosional dasar ini. Orang – orang yang buruk dalam keterampilan ini akan terus-menerus bertarung melawan perasaan murung, sementara mereka yang pintar dapat bangkit kembali dengan jauh lebih cepat dari kemerosotan dan kejatuhan dalam kehidupan.

3. Memotivasi Diri Sendiri

Sebagiana akan diperlihatkan dalam, menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kendali diri emosional – menahan diri terhadap kepuasaan dan mengendalikan hati – adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. Dan, mampu menyesuaikan diri dalam “flow” memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Orang – orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apa pun yang mereka kerjakan.

d. Mengenali Emosi Orang Lain

Empati, kemampuan yang juga bergantung pada kesadaran diri emosional, merupakan “keterampilan bergaul” dasar akan meneliti akar empati, biaya sosial akibat ketidak pedulian secara emosional, dan alasan-alasan empati memupuk altruisme. Orang yang empatik lebih mampu menangkap apa-apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain. Orang- orang seperti ini cocok untuk pekerjaan-pekerjaan keperawatan, mengajar, penjualan dan manajemen.

f. Membina Hubungan

Seni membina hubungan, sebagaian besar, merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain. Meninjau keterampilan dan ketidak terampilan social, dan keterampilan- keterampilan tertentu yang berkaitan. Ini merupakan keterampilan yang menunjang popularitas, kepemipinan, dan keberhasilan antar pribadi. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan ini akan sukses dalam bidang apa pun yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain; mereka adalah bintang-bintang pergaulan. 

Daniel Goleman (2017:50) kecerdasan antar pribadi adalah kemampuan untuk memahami orang lain: apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja, bagaimana bekerja bahu-membahu dengan mereka. Tenaga-tenaga penjualan yang sukses, politik, guru, dokter, dan pemimpin keamanaan cenderung merupakan orang-orang yang mempuanyai tingkat kecerdasaan antar pribadi yang tinggi.

Kecerdasan antar pribadi adalah kemampauan yang korelatif, tetapi terarah kedalam diri. Kemampuan tersebut adalah kemampuan membentuk suatu model diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk meggunakan model-model sebagai alat untuk menempuh kehidupaan secara efektif.

Dalam rumusan, Garden mencatat bahwa inti kecerdasan antar pribadi itu mencakup “kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi, dan hasrat orang lain”. Dalam kecerdasan antar pribadi yang merupakan kunci menuju pengetahuan diri, ia mencantumkan “akses menuju perasaan-perasaan diri seseorang dan kemampuan untuk membedakan perasaan-perasaan tersebut serta memanfaatkannya untuk menuntun tingkah laku”. 

Daniel Goleman (2017:7) semua emosi, pada dasarnya, adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan secara berangsur-angsur oleh evolusi. Akar kata emosi adalah movera, kata kerja bahasa latin yang berarti “menggerakkan, bergerak “. Ditambah awalan “e” untuk memberi arti “bergerak menjauh”, menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlah dalam emosi.

Bahwasanya emosi memancing tindakan tampak jelas bila kita mengamati bintang atau anak-anak; hanya pada orang-orang dewasa yang “beradab” kita begitu sering menemukan perkecualian besar dalam dunia makhluk hidup, emosi- akar dorongan untuk mertindak- terpisah dari reaksi-reaksi yang tampak di mata. Dalam reporter emosi, setiap emosi memainkan peran khas, sebagaimana diungkapkan oleh ciri-ciri biologis mereka. Dengan menggunakan metode-metode baru untuk meneliti tubuh dan otak, para peneliti menemukan lebih banyak detail-detail fisiologi tentang bagaimana masing-masing emosi mempersiapkan tubuh untuk jenis reaksi yang sangat berbeda.

Daniel Goleman (2017:42) Salah satu rahasia psikologi telah menjadi makana umum adalah ketidakmampuan rekatif nilai-nilai IQ, atau niai SAT (school Aptitude Test, tes bakat), kendati daya tarik tes-tes tersebut amat besar, untuk meramalkan dengan tepat siapa-siapa akan berhasil dalam kehidupan. Yang jelas, ada suatu kaitan antara IQ dan lingkungan tempat tinggal bagi kelompok-kelompok besar secara keseluruhan: banyak orang ber-IQ amat rendah pada akhirnya mendapat pekerjaan-pekerjaan kasar, dan orang-orang ber-IQ tinggi menjadi pegawai bergaji besar tetapi selalu demikian.

Ada banyak perkecualian terhadap pemikiran yang menyatakan bahwa IQ meramalkan kekuasaan- banyak (atau lebih banyak) perkecualian dari pada kasus yang cocok dengan pemikiran itu. Sehingga-tingginya, IQ menyumbang kira-kira 20% bagi faktor-faktor yang menentukan sukses dalam hidup, jadi yang 80% diisi oleh kekuatan-kekuataan lain.

Seorang pengamat menyatakan, “status akhir seseorang dalam masyarakat pada umumnya ditentukan oleh faktor-faktor bukan IQ, melaikan oleh kelas social hingga nasib baik.

Bahkan Richard Herrnstein dan Chales Murray, yang dalam buku mereka The Bell Curve menaruh bobot penting pada IQ, mengakui hal ini; seperti yang mereka uraikan, “Berangkali seorang mahasiswa tingkat satu dengan nilai matematika 500 pada SAT lebih tidak memutskan untuk menjadi ahli matematika, tetapi sebagai gantinya menjalangkan usaha sendiri, menjadi senator Amerika Serikat, atau meraup sejuta dolar, ia sebaiknya tidak mengesampingkan impian-impiannya itu….. kaitan antara nilai tes dan tingkat prestasi menjadi sempit mengingat keseluruhan ciri-ciri lain yang dibawahnya dalam kehidupan.”

  Perhatian saya tertuju pada frase “ciri-ciri lain”, kecerdasan emosional: kemampuan seperti :

  1. Kemampuan untuk memotifasi diri sendiri
  2. Bertahan untuk menghadapi frustasi
  3. Mengendalikan dorongan hati
  4. Tidak melebih-lebihkan kesenangan
  5. Mengatur suasana hati dan menjaga agar bebas stress
  6. Tidak melupakan kemampuan berfikir
  7. Berempati dan berdoa

Berbeda dengan IQ, yang penelitian mengenalinya telah berumur hampir seratus tahun atas ratusan ribu orang, kecerdasan emosional merupakan konsep baru. Sampai sekarang belum ada yang dapat mengemukakan dengan tepat sejauh mana variasi yang ditimbulkan atas perjalanan hidup seseorang. Tetapi, data yang ada mengisyaratkan bahwa kecerdasan emosional dapat sama ampuhnya, dam terkadang lebih ampuh daripada IQ. Meskipun ada orang-orang yang mengatakan bahwa IQ tidak dapat banyak diubah oleh pengalaman atau kemampuan emosional yang penting itu benar-benar dapat dipelajari dan dikembangkan pada anak-anak apabila kita berusaha mengajarkannya.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional memiliki beberapa faktor yang dapat mempengaruhi. (Goleman, Casmini, 2017:23) menjelaskan bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional. Faktor tersebut terbagi menjadi faktor internal dan faktor eksternal, yaitu sebagai berikut.

1. Faktor internal

Aktor internal merupakan faktor yang timbul dari dalam diri yangdipengaruhi oleh keadaan otak emosional individu dan hal-hal lainyang berada pada otak emosional.

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang datang dari luar individudan mempengaruhi individu untuk mengubah sikap. Pengaruh luaryang bersifat individu dapat secara perorangan, dan secarakelompok.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor internal ini membantu individu dalam mengelola, mengontrol, dan mengendalikan emosinya agar dapat terkoordinasi dengan baik dan tidak menimbulkan masalah bagi dirinya dan orang lain. Sedangkan, faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu. Faktor eksternal membantu individu untuk mengenali emosi orang lain, sehingga individu dapat belajar mengenai berbagai macam emosi yang dimiliki orang lain, membantu individu untuk merasakan emosi orang lain dengan keadaan yang menyertainya.

D. Perkembangan Kecerdasan Emosional pada Siswa

Setiap individu pasti mengalami perkembangan yang diakibatkan adanyaproses pertumbuhan dan perubahan tingkah laku. Pertumbuhan mendasariperkembangan, sedangkan perkembangan berhubungan dengan fungsifungsitubuh dan jiwa, sehingga terjadi diferensiasi. Hal ini, siswa kelas X SMA termasuk pada tahap perkembangan kecerdasan operasional konkret.(Piaget,Slameto, 2013:116) bahwa operasional konkretumur 7.0 sampai 11.0 tahun, yaitu pada tahap ini anak sudah mulai dapat20 berpikir lebih dulu akibat-akibat yang mungkin terjadi dari perbuatan yangakan dilakukannya, anak tidak lagi bertindak coba-coba lalu kemudiansalah (trial and eror). Menjelang akhir periode ini anak telah menguasaiprinsip menyimpan dan juga anak masih terikat pada objek-objek konkret.Sementara itu, (Wintre, dkk 2013:18)menjelaskan beberapa perkembangan kecerdasan emosional pada anak diantaranya sebagai berikut.

  1. Memiliki kemampuan untuk memahami emosi diri yang kompleks,misalnya kebanggaan dan rasa malu. Memiliki pemahamanmengenai berbagai macam emosi yang dialami oleh orang lain.
  2.  Memiliki pertimbangan terhadap kejadian-kejadian yang dapatmenyebabkan reaksi emosi tertentu.
  3. Memiliki kemampuan untuk menekan atau menutupi reaksi emosiyang negatif.
  4. Memiliki kemampuan untuk dapat mengelola emosi, sepertimengalihkan atensi atau pikiran ketika mengalami emosi tertentu.

(Thomson, dkk 2013:18) berpendapat bahwa ketika anak-anak mencapai masa pertengahan, seorang anak menjadi lebih reflektif dan strategis dalam kehidupan emosinya. Anak-anak dalam usia ini juga memiliki kemampuan menunjukkan empati yang tulus dan pemahaman emosional yang lebih tinggi dibandingkan masa sebelumnya.

Berdasarkan pendapat tersebut perkembangan kecerdasan emosional pada siswa kelas X termasuk pada tahap kecerdasan operasional konkret. Pada tahap ini anak tidak lagi bertindak coba-coba lalu kemudian salah. Tahap ini anak juga memiliki kemampuan untuk memahami emosi diri yang kompleks, memahami berbagai macam emosi orang lain, dan mempertimbangkan kejadian-kejadian yang akan menimbulkan reaksi

emosi tertentu, serta dapat menekan dan menutupi emosi negatif, sehingga siswa memiliki kemampuan untuk mengelola emosi diri.

Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan sikap, usaha untuk mencapai kepandaian atau ilmu merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya, mendapatkan ilmu atau kepandaian yang belum dipunyai sebelumnya. Sehingga dengan belajar manusia menjadi tahu, memahami, mengerti, dapat melaksanakan dan memiliki tentang sesuatu.

Fitriani nur, dkk (2014) mengatakan bahwa Belajar dinyatakan sebagai peristiwa perkembangan intelektual, khususnya peningkatan kemampuan seseorang dalam mengintegrasikan dan menggunakan informasi baru. Belajar melibatkan tiga proses yang terjadi dalam waktu hampir bersamaan, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi, dan evaluasi. Berkaitan dengan informasi baru, Brunner dalam menyatakan bahwa.

Pengetahuan yang dimiliki seseorang sebelum mengalami proses belajar tertentu disebut kemampuan awal. Secara sederhana, istilah pembelajaran (instruction) bermakna sebagai “upaya untuk (effort) dan berbagai strategi, metode dan pendekatan kearah pencapaian tujuan yang telah direncanakan”. Pembelajaran dapat pula dipandang sebagai kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.

Pembelajaran dapat diartikan sebagai perubahan dalam kemampuan, sikap, atau perilaku peserta didik relatif permanen sebagai akibat dari pengalaman atau pelatihan. Perubahan kemampuan yang hanya berlaku sekejap dan kemudian kembali ke perilaku semula menunjukkan belum terjadi peristiwa pembelajaran, walaupun mungkin terjadi pengajaran. seorang guru adalah membuat agar proses pembelajaran pada siswa berlangsung efektif.

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan paling pokok. Hal ini berarti bahwa keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan bergantung pada proses belajar yang dilakukan peserta didik sebagai anak didik.

(Gagne,Thobroni, 2015:18) berpandangan bahwa “Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan memengaruhi siswa sehingga perbuatannya berubah dari waktu ke waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.

Istilah hasil belajar tersusun dari 2 kata, yakni “hasil” dan “belajar”.Menurut kamus umum bahasa Indonesia, hasil diartikan sebagai suatu kegiatan yang telah dicapai dari yang telah dilakukan sebelumnya. Jadi hasil tidak lain dari kegiatan yang telah dikerjakan. Diciptakan baik secara individu maupun secara kelompok dalam satu bidang tertentu.

(Suprijono,Thobroni, 2015:20) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan.Merujuk pemikiran gagne, hasil belajar berupa hal-hal berikut.

  1. Informasi verbal, yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah, maupun penerapan aturan.
  2. Keterampilan intelektual, yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintetis fakta-konsep, dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.
  3. Strategi kognitif, yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitif. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
  4. Keterampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi sehinggga terwujud otomatisme gerak jasmani.
  5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

Berdasarkan pengertian di atas hasil belajar adalah perubahan perilaku kejiwaan yang terdiri dari tiga aspek yaitu kognitif, psikomotorik dan afektif. Dengan demikian, hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik atau perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensial kemanusiaan saja yang berupa pengetahuan, keterampilan, sikap maupun perilaku yang diperoleh peserta didik setelah berinteraksi dengan sesamanya atapun dengan lingkungannya.

Leave a Reply