Tujuan dari belajar bukan semata mata berorientasi pada penguasaan materi dengan menghafal fakta fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pembelajaran. Menurut Mahfudin dalam makalahnya, model pembelajaran experiential learning merupakan model pembelajaran yang diharapkan dapat menciptakan proses belajar yang lebih bermakna, dimana murid mengalami apa yang mereka pelajari. Melalui model ini, murid belajar tidak hanya belajar tentang konsep materi belaka, hal ini di karenakan murid dilibatkan langsung dalam proses pembelajaran untuk dijadikan sebagai suatu pengalaman.
Pepatah mengatakan bahwa “pengalaman adalah guru yang paling baik”. Maka hal yang sama telah dikemukakan oleh Confucius beberapa abad lalu : “What I hear, I forget; what I hear and I see, I Remember a little, What I hear , see and ask questions about or discuss with someone else, I begin to understand, what I hear, see, discuss and I do, I acquire knowledge and skill, What I teach to another, I master”. Jika pernyataan Confucius tersebut dikembangkan secara sederhana, maka akan didapat suatu cara belajar berupa cara belajar dengan cara mendengar akan lupa, dengan cara mendengarkan dan melihat akan ingat sedikit, dengan cara mendengar, melihat dan mendiskusikan dengan murid lain akan paham, dengan cara mendengar, melihat, diskusi dan melakukan akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan dan cara untuk menguasai pelajaran yang terbaik adalah dengan mengerjakan. Dengan mengalami materi belajar secara langsung, diharapkan murid dapat lebih membangun makna serta kesan dalam memori.
Daftar isi
Konsep Model Experiential Learning
Dikembangkan oleh David Kolb sekitar awal 1980 an. Model ini menekankan pada sebuah model pembelajaran yang holistik dalam proses belajar. Dalam Experiental Learning, pengalaman mempunyai peran sentral dalam proses belajar. Penekanan inilah yang membedakan ELT dari teori teori belajar lainnya. Istilah “experiential” disini untuk membedakan antara teori belajar kognitif yang cenderung menekankan kognisi daripada afektif dan teori belajar behavior yang menghilangkan peran pengalaman subyektif dalam proses belajar (Kolb dalam Baharudin dan Esa,2007:165).
Model experiential learning adalah suatu model proses belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan dan ketrampilan melalui pengalamannya secara langsung. Dalam hal ini, experiential learning menggunakan pengalaman sebagai katalisator untuk menolong pembelajar mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan uraian diatas, Mahfudin menyimpulkan bahwa experintial learning dapat didefinisikan sebagai tindakan untuk mencapai sesuatu berdasarkan pengalaman yang secara terus menerus mengalami perubahan, guna meningkatkan keefektifan dari hasil belajar itu sendiri. Tujuan dari model ini adalah untuk mempengaruhi murid dengan tiga cara yaitu:
- Mengubah struktur kognitif murid
- Mengubah sikap murid, dan
- Memperluas keterampilan keterampilan murid yang telah ada
Ketiga elemen tersebut saling berhubungan dan memengaruhi secara keseluruhan, tidak terpisah pisah, karena apabila salah satu elemen tidak ada, maka kedua elemen lainnya tidak akan efektif. Experiential learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan murid. Kualitas belajar experiential learning mencakup : keterlibatan murid secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh murid sendiri, dan adanya efek yang membekas pada murid.
Model experiential learning memberi kesempatan kepada murid untuk memutuskan pengalaman apa yang menjadi fokus mereka , keterampilan keterampilan apa yang mereka ingin kembangkan, dan bagaimana cara mereka membuat konsep dari pengalaman yang mereka alami tersebut.
Adapun Prosedur pembelajaran dalam experiential learning terdiri dari empat tahapan yaitu :
- Tahapan Pengalaman nyata
- Tahap Observasi refleksi
- Tahap Konseptualisasi dan
- Tahap Implementasi
Dalam tahapan di atas, proses belajar dimulai dari pengalaman konkret yang dialami seseorang. Pengalaman tersebut kemudian direfleksikan secara individu. Dalam proses refleksi seseorang akan berusaha memahami apa yang terjadi atau apa yang dialaminya.
Menurut experiential learning theory, agar proses belajarmengajar efektif, seorang murid harus memiliki empat kemampuan (Nasution dalam Baharuddin Esa,2007:167). Empat kemampuan tersebut yaitu :
Kemampuan | Uraian | Pengutamaan |
---|---|---|
Concrete Experience / CE | Murid melibatkan diri sepenuhnya dalam pengalaman baru | Feeling/Perasaan |
Reflection Observation / RO | Murid mengobservasi dan merefleksikan atau memikirkan pengalaman dari berbagai segi | Watching/ Mengamati |
Abstract Conceptualization / AC | Murid menciptakan konsep konsep yang mengintegrasikan observasinya menjadi teori yang sehat | Thinking/ Berfikir |
Active Experimentation / AE | Murid menggunakan teori untuk memecahkan masalah masalah dan mengambil keputusan | Berbuat |
Siklus Pembelajaran Experience
Menurut Kolb (1984) model Action Research and Laboratory Training yang dikemukakan oleh Lewin menyebutkan bahwa belajar, perubahan dan pertumbuhan terjadi melalui penghayatan pengalaman”sekarang dan disini”, yang diikuti oleh pengumpulan data dan observasi terhadap pengalaman serta analisis data. Hasil dari analisis data inilah yang digunakan untuk memperbaiki pengetahuan dan memilih pengalaman baru.
Model pembelajaran Dewey sangat mirip dengan Lewin, tetapi ia membuat lebih eksplisit sifat perkembangan belajar yang tersirat dalam model Lewin, sebagai proses umpan balik yang menggambarkan bagaimana belajar mengubah impuls, perasaan dan keinginan dari pengalaman nyata ke urutan yang lebih tinggi. Menurut Dewey, belajar merupakan proses yang mengintegrasikan pengalaman dengan konsep, pengamatan dan tindakan. Impuls/ dorongan pengalaman melahirkan pengetahuan/ knowledge untuk bertindak/ judgement. Penundaan tindakan sangat penting untuk melakukan observasi / pengamatan dan penilaian dalam pencapaian tujuan. Proses ini terjadi melalui integrasi pengalaman, pengetahuan, observasi dan tindakan.
Piaget menyebutkan bahwa belajar merupakan siklus interaksi antara individu dengan lingkungan, dengan unsur pokok terletak pada interaksi yang menguntungkan antara proses akomodasi konsep terhadap pengalaman nyata dengan proses asimilasi pengalaman terhadap konsep yang dimiliki. Piaget dalam Piaget’s Model of Learning and Cognitive Development ﴾ Piaget dalam Kolb, 1984﴿ menyebutkan bahwa perkembangan kognitif bergerak dari konkret menuju abstrak dan dari aktif menuju reflektif tergantung pada proses asimilasi dan akomodasi.
Pembelajaran Kontekstual
Salah satu unsur terpenting dalam penerapan pendekatan kontekstual adalah pemahaman guru untuk menerapkan strategi pembelajaran kontekstual dalam kelas. Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey ﴾1916) yang menyimpulkan bahwa murid akan belajar dengan lebih baik jika apa yang dipelajari terkait apa yang telah diketahui, dan dengan kegiatan atau peristiwa yang akan terjadi disekelilingnya. Pembelajaran ini menenkankan pada daya pikir yang tinggi , transfer ilmu pengetahuan, mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah masalah tertentu baik secara individu maupun kelompok (Badruzaman,2006).
Strategi pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik, dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan metari tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari hari, sehingga siswa memiliki kemampuan atau ketrampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan/ konteks lainnya.
Dalam kelas kontekstual tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas/ siswa.
Pembelajaran Kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendororng siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari hari dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran yang efektif yakni : kontruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan dan penilaian sebenarnya.
A. Elemen Belajar yang Konstruktif
Menurut Zahorik﴾1995:14-22) terdapat lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktetk pembelajaran kontekstual yaitu :
- Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada/ activating knowledge
- Pemerolehan pengetahuan baru / acquiring knowledge dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detainya.
- Pemahaman pengetahuan/ understanding knowledge yaitu dengan cara menyusun konsep sementara, melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan atau validasi dan atas dasar tangapan itu, konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
- Mempraktikan pengatahuan dan pengalaman tersebut/ applying knowledge
- Melakukan refleksi/ reflecting knowledge terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
B. Langkah Langkah Contextual Teaching and Learning/ CTL
- Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengontruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilannya
- Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
- Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
- Ciptakan masyarakat belajar
- Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
- Lakukan refleksi diakhir pertemuan
- Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
C. Karakteristik Pembelajaran CTL
- Kerjasama
- Saling menunjang
- Menyenangkan, tidak membosankan
- Belajar dengan bergairah
- Pembelajaran terintegrasi
- Menggunakan berbagai sumber
- Siswa aktif
- Sharing dengan teman
- Siswa kritis guru kreatiif
- Dinding dan lorong penuh dengan hasil kerja siswa
- Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetpi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa dan lain lain.