Makalah Toleransi Menurut Islam dan Implementasinya dalam Kehidupan sehari har

9 min read

Toleransi dalam Islam

Berikut ini adalah contoh makalah untuk mata pelajaran Agama Islam dengan Judul Toleransi menurut Islam dan Implementasinya dalam Kehidupan sehari hari. Makalah ini disusun oleh (1) Aisyah; (2) Ayu Lestari; (3) Khalis Sofi; (4) Luthfia Syahidah Rahmah; (5) Maryam Riani; (6) Nur Ida Marlina dan (7) Yosi Meilianty Husna.

Kata Pengantar

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته السيدات والسادة الجمعة

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan limpahan rahmat dan nikmat kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah “Pendidikan Agama Islam Toleransi Dalam Kehidupan” Insya Allah dengan baik.

Penyusunan ini tentunya bukan hanya hasil pemikiran kami sendiri, banyak orang-orang yang mendukung kami di belakang. Ucapan terima kasih kami haturkan kepada kedua orang tua kami, kepada Bapak Ahmad Labib. S.Pdi selaku guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, dan teman-teman yang selalu menyumbangkan semangatnya. Tanpa mereka kami bukanlah apa-apa.

Dalam makalah ini, kami membahas mengenai toleransi yang Insya Allah akan bermanfaat dan dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk lebih jelasnya, marilah kita baca dan pelajari makalah ini.

Makalah ini hanyalah hasil karya susunan insan yang tak berdaya, yang tak jauh dari khilaf dan salah. Untuk itu kritik dan saran dari para pembaca sangat kami harapkan, agar bisa kami jadikan motivasi untuk kedepannya.

Semoga Allah SWT. selalu menuntun setiap perjalanan hidup kita. Aaamin..

Lemahabang, Oktober 2014

Penyusun

Bab I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, terkadang kita egois, kita mempunyai pendapat namun pendapat kita haruslah diterima oleh orang lain. Atau terkadang kita memaksakan kehendak terhadap orang lain untuk mau melakukan hal yang sama dengan kita.

Untuk menghindari itu semua, kita harus mempunyai sikap toleransi, sikap tenggang rasa, agar tidak terjadi rasa saling tidak suka antar sesama. Jika toleransi ada dalam setiap diri kita, Insya Allah dalam bergaul di lingkungan baik sekolah maupun masyarakat akan menjadi lebih baik.

Untuk itulah kami mengangkat tema toleransi dalam makalah ini. Semoga dapat diterima dan dapat dijadikan inspirasi untuk berbuat lebih baik.

B. Tujuan dan Manfaat

  1. Tujuan
    1. Menambahkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. ;
    2. Agar lebih dapat meneladani sikap Rasulullah SAW. ;
    3. Menambah wawasan ;
    4. Agar mengetahui lebih dalam mengenai toleransi ;
    5. Menerapkan toleransi dalam kehidupan sehari-hari ;
    6. Menghadirkan sikap toleransi dalam bergaul.
  2. Manfaat
    1. Menambah keilmuan tentang ajaran Islam ;
    2. Dapat memahami materi toleransi ;
    3. Hati menjadi tenang dengan adanya sikap toleransi ;
    4. Lebih menghargai suatu hal apapun ;
    5. Mempunyai pendirian kuat dengan tidak merendahkan orang lain ;

Bab II. Pembahasan

A. Pengertian Toleransi

Toleransi adalah sikap tenggang rasa, menghargai, membiarkan, atau membolehkan oran lain untuk berpendapat atau berpendirian yang berbeda dengan dirinya.

Toleransi bahasa Arabnya adalah tasamuh yang artinya sama-sama berlaku baik, lemah lembut, dan saling pemaaf. Dalam pengertian umum, toleransi adalah sikap akhlak terpuji dalam pergaulan.

B. Toleransi Dalam Islam

Toleransi dalam Islam bukan berarti bersikap sinkretis. Pemahaman yang sinkretis dalam toleransi beragama merupakan kesalahan dalam memahami arti tasâmuh yang berarti menghargai, yang dapat mengakibatkan percampuran antar yang hak dan yang batil (talbisu al-haq bi al-bâtil), karena sikap sinkretis adalah sikap yang menganggap semua agama sama. Sementara sikap toleransi dalam Islam adalah sikap menghargai dan menghormati keyakinan dan agama lain di luar Islam, bukan menyamakan atau mensederajatkannya dengan keyakinan Islam itu sendiri.

Sikap toleransi dalam Islam yang berhubungan dengan akidah sangat jelas yaitu ketika Allah SWT. memerintahkan kepada Rasulullah SAW. untuk mengajak para Ahl al-Kitab untuk hanya menyembah dan tidak menye-kutukan Allah swt.

C. Ayat dan Hadis tentang Toleransi

1. Q. S. Al-Kafirun(109) : 1-6

قُلْ يٰٓاَيُّهَا الْكٰفِرُوْنَۙ

لَآ اَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَۙ

وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُۚ

وَلَآ اَنَا۠ عَابِدٌ مَّا عَبَدْتُّمْۙ

وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُۗ

لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ ࣖ

Artinya :

  1. Katakanlah (Muhammad), “Wahai orang-orang kafir !
  2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah,
  3. dan kamu bukan penyembah apa yang kamu sembah,
  4. dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
  5. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah,
  6. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.

Asbabun nuzul

Salah satu riwayat menyebutkan bahwa sekelompok pemuka kafir Quraisy datang menemui Rasulullah SAW.. Kedatangan mereka untuk mengajak Rasulullah bersekutu dalam segala hal, termasuk dalam peribadatan. Mereka akan menyembah apa yang beliau sembah, beliau pun diminta menyembah apa yang mereka sembah. Bahkan mereka akan mengangkat beliau sebagai pemimpin. Dengan adanya peristiwa tersebut, maka turunlah wahyu Allah SWT., yaitu Q.S. Al-Kafirun.

Pada ayat 2 dan 4, Rasulullah SAW. menegaskan bahwa beliau tidak akan pernah menjadi penyembah apa yang disembah orang kafir, yaitu berhala. Dan pada ayat 3 dan 5 Rasulullah SAW., juga menegaskan bahwa orang kafir pun tidak akan pernah menjadi penyembah apa yang beliau sembah, yaitu Allah SWT.

Pada ayat 6 Rasulullah SAW. menegaskan bahwa orang kafir tetap pada agamanya dan beliau bersama kaum muslimin tetap pada agama tauhid. Dengan demikian, ayat 6 ini sebagai landasan hukum adanya tasamuh dalam beragama.

Kandungan Surah

  1. Kebenaran itu sumbernya dari Allah SWT. ;
  2. Manusia diberi kebebasan memilih mau beriman atau kafir bagi orang yang beriman dan beramal sholeh disediakan Surga dan bagi orang yang kafir disediakan neraka ;
  3. Jika manusia memilih kafir dan melepaskan keimanan maka berarti mereka telah melakukan kezhaliman.

2. Q. S. Al-Bayyinah (98) : 1-8

لَمْ يَكُنِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ وَالْمُشْرِكِيْنَ مُنْفَكِّيْنَ حَتّٰى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُۙ

رَسُوْلٌ مِّنَ اللّٰهِ يَتْلُوْا صُحُفًا مُّطَهَّرَةًۙ

فِيْهَا كُتُبٌ قَيِّمَةٌ

وَمَا تَفَرَّقَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَتْهُمُ الْبَيِّنَةُ

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ

اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ وَالْمُشْرِكِيْنَ فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِۗ

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اُولٰۤىِٕكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِۗ

جَزَاۤؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنّٰتُ عَدْنٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًا ۗرَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ ۗ ذٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهٗ ࣖ

Artinya :

  1. Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata,
  2. (yaitu) seorang rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang suci (Al-Qur’an),
  3. di dalamnya terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus (benar),
  4. Dan tidaklah terpecah-belah orang-orang Ahli Kitab melainkan setelah datang kepada mereka bukti yang nyata.
  5. Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata (menjalankan) agama, dan juga agar melaksnakan sholat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar),
  6. Sungguh, orang-orang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka itu adalah sejahat-jahat makhluk.
  7. Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.
  8. Balasan mereka di sisi Rabb mereka ialah surga ‘adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Rabbnya.

Asbabun Nuzul

Sebenarnya, prinsip nabi-nabi terdahulu ialah sama dengan prinsip agama Islam yaitu ketauhidan dengan melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan Allah SWT.. Meskipun agama yang dibawa nabi terdahulu sama dengan Islam, tetapi syariatnya berbeda-beda. Misalnya dalam menjalankan kewajiban dan tata cara beribadah.

Surah Al-Bayinah yang berkaitan dengan toleransi adalah ayat 1-2 . Kedua ayat ini menjelaskan sikap tegas yang dimiliki oleh orang-orang kafir dari golongan ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) dan orang-orang musyrik. Mereka menyatakan tidak akan meninggalkan ajaran agama mereka sampai datang keterangan yang nyata. Keterangan itu adalah nabi akhir zaman yang mereka dambakan akan memancarkan lembaran-lembaran suci sebagai pedoman hidup. Mereka menganggap bahwa peribadatan yang mereka lakukan saat itu benar sehingga mereka mempertahankannya. Dengan demikian, sikap tegas mereka sebagai bukti dimilikinya fanatisme beragama.

Mereka sangat berharap nabi akhir zaman yang mereka tunggu-tunggu itu berasal dari golongan mereka, yaitu bani Israil. Akan tetapi, Allah SWT. mengutus nabi yang terakhir bukan dari golongan bani Israil, muncullah rasa iri pada diri mereka. Upaya untuk membunuh Rasulullah SWT. dan menghancurkan umat Islam selalu mereka lakukan. Hal ini akan berlangsung hingga akhir zaman.

3. Q. S. Al-Kahfi(18) : 29

وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّكُمْۗ فَمَنْ شَاۤءَ فَلْيُؤْمِنْ وَّمَنْ شَاۤءَ فَلْيَكْفُرْۚ اِنَّآ اَعْتَدْنَا لِلظّٰلِمِيْنَ نَارًاۙ اَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَاۗ وَاِنْ يَّسْتَغِيْثُوْا يُغَاثُوْا بِمَاۤءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِى الْوُجُوْهَۗ بِئْسَ الشَّرَابُۗ وَسَاۤءَتْ مُرْتَفَقًا

Artinya :

Dan katakanlah (Muhammad), “Kebenaran itu datangnya dari Rabbmu, barangsiapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barangsiapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir. “Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.

Kandungan Surah

  1. Kebenaran itu sumbernya dari Allah SWT. ;
  2. Manusia diberi kebebasan memilih mau beriman atau kafir bagi orang yang beriman dan beramal sholeh disediakan Surga dan bagi orang yang kafir disediakan neraka ;
  3. Jika manusia memilih kafir dan melepaskan keimanan maka berarti mereka telah melakukan kezaliman.

4. Q. S. Yunus(10) : 40-41

وَمِنْهُمْ مَّنْ يُّؤْمِنُ بِهٖ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّا يُؤْمِنُ بِهٖۗ وَرَبُّكَ اَعْلَمُ بِالْمُفْسِدِيْنَ ࣖ

وَاِنْ كَذَّبُوْكَ فَقُلْ لِّيْ عَمَلِيْ وَلَكُمْ عَمَلُكُمْۚ اَنْتُمْ بَرِيْۤـُٔوْنَ مِمَّآ اَعْمَلُ وَاَنَا۠ بَرِيْۤءٌ مِّمَّا تَعْمَلُوْنَ

Artinya :

40. Dan diantara mereka ada orang-orang yang beriman kepadanya (Al-Qur’an), dan diantaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Sedangkan Rabbmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.

41. Dan jika mereka (tetap) mendustakanmu (Muhammad), maka katakanlah “Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu tidak bertanggung jawab terhadap yang aku kerjakan dan aku pun tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan.

Kandungan surah

  1. Ada golongan umat manusia yg beriman terhadap al-qur’an dan ada yg tdk beriman kepada Al-Qur’an ;
  2. Allah SWT. mengetahui sikap dan perilaku orang-orang  yang beriman yang bertakwa kepada Allah SWT. dan orang-orang yang tidak beriman yang berbuat durhaka kepada Allah SWT. ;
  3. Orang-orang  yang beriman kepada Allah SWT. harus yakin bahwa Tasul Allah SWT. yang terakhir adalah Nabi Muhammad SAW. dan Al-Qur’an adalah kitab suci yg harus dijadikan pedoman umat manusia sampai akhir zaman.

5. Hadits

Di dalam salah satu hadis Rasulullah saw., beliau bersabda :

 حَدَّثَنِا عبد الله حدثنى أبى حدثنى يَزِيدُ قَالَ أنا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ عَنْ دَاوُدَ بْنِ الْحُصَيْنِ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ اْلأَدْيَانِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ.

[Telah menceritakan kepada kami Abdillah, telah menceritakan kepada saya Abi telah menceritakan kepada saya Yazid berkata; telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ishaq dari Dawud bin Al Hushain dari Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata; Ditanyakan kepada Rasulullah saw. “Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah?” maka beliau bersabda: “Al-Hanifiyyah As-Samhah (yang lurus lagi toleran)]”

D. Toleransi antar Umat Beragama

1. Kaitan toleransi dengan persaudaraan sesama Muslim

Berkaitan dengan hubungan toleransi dengan persaudaraan sesama Muslim, dalam hal ini Allah SWT. Berfirman :

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

[Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat].

Dalam ayat ini, Allah menyatakan bahwa orang-orang mukmin bersaudara dan memerintahkan untuk melakukan islah (mendamaikannya  untuk perbaikan hubungan) jika seandainya terjadi kesalahpahaman di antara mereka atau kelompok umat Islam.

Untuk mengembangkan sikap toleransi secara umum,  terlebih dahulu dengan menyikapi perbedaan (pendapat) yang (mungkin) terjadi pada keluarga dan saudara  sesama muslim. Sikap toleransi dimulai dengan cara membangun kebersamaan atau keharmonisan dan menyadari adanya perbedaan dan menyadari bahwa semua adalah bersaudara, maka akan timbul rasa kasih sayang, saling pengertian yang pada akhirnya akan bermuara pada sikap toleran. Dalam konteks  pengamalan agama, Al-Qur’an secara tegas memerintahkan orang-orang mukmin untuk kembali kepada Allah SWT.  dan sunnah Rasulullah SAW..

2. Kaitan toleransi dengan mu’amalah antar umat beragama

Toleransi antar umat beragama dapat dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama masyarakat penganut agama lain dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsip-prinsip keagamaan (ibadah) masing-masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan, baik untuk beribadah maupun tidak beribadah dari satu pihak ke pihak lain. Sebagai implementasinya dalam praktek kehidupan sosial dapat dimulai dari sikap bertetangga, karena toleransi yang paling hakiki adalah sikap kebersamaan antara penganut keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.

Sikap toleransi antar umat beragama bisa dimulai dari hidup bertetangga baik dengan tetangga yang seiman dengan kita atau tidak. Sikap toleransi itu direfleksikan dengan cara saling menghormati, saling memuliakan dan saling tolong-menolong. Hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. saat beliau dan para sahabat sedang berkumpul, lewatlah rombongan orang Yahudi yang mengantar jenazah. Nabi Muhammad saw. langsung berdiri memberikan penghormatan. Seorang sahabat berkata: “Bukankah mereka orang Yahudi, ya Rasul?” Nabi saw.. menjawab “Ya, tapi mereka manusia juga”. Hadis ini hendak  menjelaskan bahwa, bahwa sisi akidah atau teologi bukanlah urusan manusia, melainkan urusan Allah SWT. dan tidak ada kompromi serta sikap toleran di dalamnya. Sedangkan urusan mu’amalah antar sesama tetap dipelihara dengan baik dan harmonis.

Saat Umar bin Khattab ra. memegang amanah sebagai khalifah, ada sebuah kisah dari banyak teladan beliau tentang toleransi, yaitu saat Islam berhasil membebaskan Jerusalem dari penguasa Byzantium pada Februari 638 M. Tidak ada kekerasan yang terjadi dalam ‘penaklukan’ ini.  Singkat cerita, penguasa Jerusalem saat itu, Patriarch Sophorinus, “menyerahkan kunci” kota dengan begitu saja. Suatu ketika, khalifah Umar dan Patriarch Sophorinus menginspeksi gereja tua bernama Holy Sepulchre. Saat tiba waktu shalat, beliau ditawari Sophronius shalat di dalam gereja itu. Umar menolak seraya berkata, “Jika saya shalat di dalam, orang Islam sesudah saya akan menganggap ini milik mereka hanya karena saya pernah shalat di situ.” Beliau kemudian mengambil batu dan melemparkannya keluar gereja. Di tempat batu  jatuh itulah beliau kemudian shalat. Umar kemudian menjamin bahwa gereja itu tidak akan diambil atau dirusak sampai kapan pun dan tetap terbuka untuk peribadatan umat Nasrani.

3. Tidak ada toleransi dalam akidah

Mengenai sistem keyakinan dan agama yang berbeda-beda, Al-Qur’an menegaskan:

  قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ  لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ  وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ  وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ  وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

[Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan untukku agamaku].

Latar belakang turunnya ayat ini (asbấb an-nuzủl), ketika kaum kafir Quraisy berusaha membujuk Rasulullah saw., “Sekiranya engkau tidak keberatan mengikuti kami (menyembah berhala) selama setahun, kami akan mengikuti agamamu selama setahun pula.” Setelah Rasulullah SAW. membacakan ayat ini kepada mereka maka berputus-asalah kaum kafir Quraisy, sejak itu semakin keras sikap permusuhan mereka kepada Rasulullah SAW.. Dua kali Allah swt. memperingatkan Rasulullah SAW. : “Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak menyembah Tuhan yang aku sembah.” Artinya, umat Islam sama sekali tidak boleh melakukan peribadatan yang diadakan oleh non-muslim, dalam bentuk apapun.

Ayat ini menegaskan, bahwa semua manusia menganut agama tunggal merupakan suatu keniscayaan. Sebaliknya, tidak mungkin manusia meng-anut beberapa agama dalam waktu yang sama atau mengamalkan ajaran dari berbagai agama secara simultan. Oleh sebab itu, Al-Qu’ran menegaskan bahwa umat Islam tetap berpegang teguh pada sistem ke-Esaan Allah secara mutlak, sedangkan orang kafir pada ajaran ketuhanan yang ditetapkannya sendiri.

Dalam kondisi sekarang, maka melakukan do’a bersama orang-orang non-muslim (istighasah), menghadiri perayaan Natal, mengikuti upacara pernikahan mereka atau mengikuti pemakaman mereka merupakan cakupan dari surah Al-Kafirun. Semua hal itu tidak boleh diikuti umat Islam, karena berhubungan dengan akidah dan ibadah. Orang-orang non-muslim juga tidak ada gunanya mengikuti peribadatan kaum muslimin, karena sama sekali tidak ada nilainya dihadapan Allah SWT.

Dalam memahami toleransi, umat Islam tidak boleh salah kaprah. Toleransi terhadap non-muslim hanya boleh dalam aspek muamalah (perdagangan, industri, kesehatan, pendidikan, sosial, dan lain-lain), tetapi tidak dalam hal akidah dan ibadah. Islam mengakui adanya perbedaan, tetapi tidak boleh dipaksakan agar sama sesuatu yang jelas-jelas berbeda.

Dalam sejarah Islam, Nabi Muhammad SAW. merupakan teladan yang baik dalam implementasi toleransi beragama dengan merangkul semua etnis, dan apapun warna kulit dan kebangsaannya. Kebersamaan merupakan salah satu prinsip yang diutamakan, yang terkait dengan karakter moderasi dalam Islam, di mana Allah swt berkeinginan mewujudkan masyarakat Islam yang moderat, sebagaimana firman-Nya :

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً

[Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu].

E. Toleransi dalam Kehidupan Sehari-hari

  1. Tidak memaksakan keyakinan kepada orang lain kerena tidak dibenarkan oleh agama dan akal sehat
  2. Sabar dalam menghadapi sikap orang-orang yang mendustakan Islam, sebagaimana rasul terdahulu
  3. Bersahaja dalam melaksanakan dakwah, tidak mengikuti jalan pikiran objek dakwah
  4. Bebas menjalin hubungan dengan non muslim selama tidak menyangkut masalah akidah dan ibadah.

F. Hikmah Toleransi

  1. Menghargai kepada sesama ciptaan Allah SWT.
  2. Menghindari terjadinya perpecahan
  3. Memperkokoh silaturahmi dan menerima perbedaan
  4. Tenggang rasa dan suka menolong kepada orang lain
  5. Menciptakan kehidupan masyarakat yang aman dan damai ;

Bab III. Penutup

A. Kesimpulan

Berdasarkan apa yang sudah dijelaskan pada pembahasan, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan, antara lain :

  1. Toleransi adalah sikap memberikan kemudahan, berlapang dada, mendiamkan, dan menghargai
  2. Islam merupakan agama yang menjadikan sikap toleransi sebagai bagian yang terpenting, sikap ini lebih banyak teraplikasi dalam wilayah interaksi sosial sebagaimana yang ditunjukkan dari sikap Rasulullah SAW. terhadap non muslim pada zaman beliau masih hidup
  3. Sikap toleransi dalam beragama adalah menghargai keyakinan agama lain dengan tidak bersikap sinkretis yaitu dengan menyamakan keyakinan agama lain dengan keyakinan Islam itu sendiri, menjalankan keyakinan dan ibadah masing-masing
  4. Sikap toleransi tidak dapat dipahami secara terpisah dari bingkai syariat, sebab jika terjadi, maka akan menimbulkan kesalahpahaman makna yang berakibat tercampurnya antara yang hak dan yang batil
  5. Ajaran toleransi merupakan suatu yang melekat dalam prinsip-prinsip ajaran Islam sebagaimana terdapat pada iman, islam, dan ihsan.

B. Saran

Terapkan sikap toleransi pada setiap diri kita agar terciptanya kerukunan dan kedamaian dalam lingkungan kehidupan.

Bertoleransi bukan berarti kita tidak peduli terhadap orang lain, melainkan menanamkan sikap yang positif untuk menghargai orang lain.