Sunnah sebagai sumber hukum Islam kedua adalah warisan dari Rasulullah SAW. Hukum ini dianggap berada pada laposan ke dua setelah hukum yang turun melalui Al-Qur’an.
Daftar isi
Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam Kedua
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Sunnah merupakan salah satu sumber Hukum Islam yang sangat penting dalam mengatur syariat islam baik dalam hal ibadah maupun muamalah. Hukum-hukum yang disampaikan melalui sunnah berada pada posisi kedua yang memiliki peran penting seperti menjadi petunjuk teknis dalam implementasi Al-Qur’an ataupun menjadi sumber hukum yang berdiri sendiri.
Hanya saja terdapat masalah dalam menilik keabsahan Sunnah krena proses pencatatan As Sunnah baru dulakukan ratusan tahun setelah Rasulullah Muhammad SAW wafat. Hal ini bertambah rumit ketika dihadapakan dengan kenyataan bahwa ada banyak hadist yang dipalsukan di masa lalu untuk kepentingan kelompok tertentu. Dampaknya dibutuhkan kajian yang dalam untuk memastikan keabsahan dari hadist-hadist yang beredar dikalangan umat Muslim.
Upaya dalam menjaga keabsahan/Sahih dari setiap hadis sudah mulai dilakukan oleh banyak ulama dari zaman islam klasik. Periode tersebut mulai dari tahun 650 M sampai 1250 M. Penelitian dan pengujian hadist dilakukan dengan sangat ketat dan berhati-hati. Mulai dari beberapa pengelompokan seperti Hadist yang benar-benar diucapakan dan dilakukan oleh Rasulullah hingga yang bentuknya hanya dalam bentuk persetujuan. Proses penilikan Hadist dilakukan dengan berbagai metode hingga akhirnya menjadi bidang kajian ilmu tersendiri yang disebut sebagai Ilmu Hadist.
Berdasarkan masalah yang telah diuraikan di atas maka disusunlah makalah ini dengan judul Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam Kedua Setelah Al-Qur’an. Tujuan dari makalah ini adalah membahas pengertian As-Sunnah, Jenis-Jenis, Peran dan Kedudukannya sebagai sumber hukum Islam.
B. Rumusan Masalah
- Apa pengertian dari sunnah?
- Apa saja macam-macam sunnah?
- Apa saja fungi dari sunnah?
- Bagaimana kedudukan sunnah sebagai sumber hukum islam?
Bab II. Pembahasan
A. Pengertian Sunnah
Berdasarkan etimologinya, Sunnah dapat diartikan sebagai perbuatan yang sebelumnya belum pernah dilakukan kemudian diajarkan dan diikuti oleh orang lain. Sunnah dalam Etimologi menyangkut seluruh perbuatan baik dan buruk. Defenisi sunnah menurut terminologi jauh lebih khusus yakni :
- Menurut para ahli hadis sunnah sama dengan hadist, yaitu: suatu yang di nisbahkan oleh rosullullah saw, baik perkataan, perbuatan maupun sikap beliou tentang suatu peristiwa.
- Menurut ahli fiqh makna sunnah mengandung pengertian: suatu perbuatan yang jika dikerjakan mendapat pahala, tetapi jika ditinggalkan tidak mendapat dosa. Dalam pengertian ini sunnah merupakan salah satu dari ahkam al-takhlifi yang lima, yaitu wajib, sunah, haram, makruh, mubah.
B. Pembagian sunnah
1. Pembagian sunnah dalam segi bentuknya
1. Sunnah qauliyah
Yang dikmaksud dengan sunnah qauliyyah yaitu sesuatu yang di ucapkan oleh rosullullah saw melalui lisan beliau yang di dengar dan di pahami oleh para sahabat beliau, kemudian deberitakan dan riwayatkan kepada sahabat yang lain, dan periwayatan itu dilanjutkan dari satu generasi kepada generasi lainnya.
Contoh sunnah qaulillah:
Yang artinya: “dari annas ra. Dari nabi, beliau bersabda: belum beriman salah seorang dari kamu sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya”
2. Sunnah fi’liyyah
Sunnah fi’liyyah ialah, semua perbuatan dan tingkah laku rosullallah saw yang dilihat dan diperhatikan oleh para sahabat beliau, yang kemudian diberitakan dan diriwayatkan kepada para sahabat lainnya secara berkelanjutan dari satu generasi kepada generasi lainnya.
Contohnya:
“dari ubbad bin tamim, dari pamannya, ia berkata: saya melihat rosullullah saw pada hari beliau keluar untuk melaksanakan shalat gerhana matahari, katanya: maka beliau membalikan tubuhnya membelakangi jamaah dan menghadap kiblat dan berdoa, kemudian beliau membalikan selendangnya, kemudian beliau shalat besama kami dua rakaat dengan menjaharkan bacaannya pada kedua rakaat itu”
Sunnah fi’liyyah dibagi menjadi tiga bagian sebagai berikut:
- Gerak gerik, perbuatan, dan tingkah laku rosullullah saw yang berkaitan dengan hukum. Misalnya tatacara shalat, haji dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah ibadah dan muamalah pada umumnya.
- Perbuata yang khusus berlaku bagi rosullullah saw, seperti beristri lebih dari empat orang, wajib melaksanakan shalat tahajud, shalat dhuha dan berqurban.
- Perbuatan dan tingkahlaku rosullullah sebagai manusia biasa. Misalnya cara makan, cara berpakaian, berdiri, berjalan dan sebagainya.
3. Sunnah taqririyyah
Sunnah taqririyyah adalah, sikap persetujuan rosullullah saw mengenai suatu peristiwa yang terjadi atau dilakukan sahabat beliau, dimana terdapatpetunjuk yang menggambarkan bahwa beliau menyutujui perbuatan tersebut.
Contoh sunnah taqririyyah: dari khalid bin walid ra. Katanya:
“kepada nabi saw. dihidangkan makanan dhabb (sejenis biawak) yang dipanggang untuk dimakan beliau. Kemudian ada yang berkata pada beliau : “itu adalah dhabb”, maka beliau menahan tangannya, maka khalid berkata: “apakah haram memakannya?” beliau menjawab: ”tidak, tetapi binatang jenis itu tidak biasa ditemukan di daerah saya, maka saya tidak suka dan menghindarinya”. Maka khalid memakannya, sedang rasulullah saw memandanginya”.
b. Pembagian sunnah dari segi kualitasnya
Ditinjau dari segi jumlah perawi yang meriwayatkan suatu sunnah, para ulama membagi kalitas suatu sunnah pada tiga tingkatan yaitu:
- Mutawatir: yaitu sunnah yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi secara berkesinambungan dari satu generasi ke generasi lainnya, banyaknya jumlah perawi pada masingmasing generasi tidak memungkinkan mereka bersepakat untuk berbohong.
- Masyhur: yaitu sunnah yang diriwayatkan pada generasi-generasi secara berkesinambungan dimana pada generasi awal jumlah perawinya hanya beberapa orang, tetapi pada generasi berikutnya jumlah perawi menjadi banyak hingga mencapai tingkat mutawatir.
- Ahad: yaitu sunnah yang diriwayatkan secara berkesinambungan dari generasi awal sampai generasi akhir, tetapi sejak generasi awal, jumlah perawinya hanya beberapa orang saja sehingga tidak mencapai tingkat masyhur apalagi mutawatir
Ditinjau dari keterpercayaan pada perawinya, kualitas suatu sunnah dapat dibedakan menjadi empat tingkatan yaitu:
- Shahih yaitu, sunnah yang diriwayatkan secara kesinambungan dari satu perawi kepada perawi lainnya, dimana setiap perawi memiliki sifat adil (al-adil) dan kuat ingatannya (ad-dhabith).
- Hasan yaitu suatu sunnah yang diriwayatkan oleh perawi yang adildan kuat ingatan, tetapi tingkat kekuatan ingatan rawi lebih rendah dari pada tingkat kekuatan ingatannya perawi sunnah shahih.
- Dhaif yaitu, sunnah yang diriwayatkan oleh perawi yang tidak memenuhi keriteria perawi sunnah yang shahih dan hasan. Sunnah dhaifadalah sunnah yang tidak memenuhi salah satu syarat untuk dapat diterima. Dengan demikian sebuah sunnah dinilai dhaif karena disebabkan tidak terpenuhinya syarat ittishal (sanadnya tidak bersambung), atau perawinya tidak dhabit, atau karena tidak memenuhi syarat mu’allil (cacat).
- Maudhu’ yaitu, khabar yang direkayasa dan dipalsukan oleh pemalsu sunnah, sehingga seolah-olah berasal dari rasulullah saw, baik dengan iktikad baik maupun karena sengaja hendak merusak ajaran islam dari dalam. Mengingat bahaya yang ditimbulkan sebagian ulama tidak mengelompokkan kedalam tingkatan sunnah atau hadits atau khabar.
C. Fungsi Sunnah
Fungsi sunnah yang utama adalah untuk menjelaskan Al-Qur’an. Dengan demikian, bila Al-Qur’an disebut sebagai sumber asli bagi hukum fiqh, maka sunnah disebut sebagai bayani. Dalam kedudukannya sebagai bayani dalam hubungannya dengan Al-qur’an, ia menjalankan fungsi sebagai berikut:
- Menguatkan dan menegaskan hukum-hukum yang disebut dalam Al-Qur’an atau disebut fungsi ta’kid dan takrir. Dalam bentuk ini sunnah hanya sebagai mengulangi apa-apa yang tersebuut dalam Al-Qur’an.
- Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam Al-Qur’an dalam hal:
- Menjelaskan arti yang masih samar dalam Al-Qur’an
- Merinci apa-apa yang dalamAl-Qur’an disebutkan secara garis besar.
- Membatasi apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara umum.
- Memperluasmaksud dari suatu yang tersebut dalam A-Qur’an
- Menetapkan suatu hukum dalam sunnah yang secara jelastidak terdapat dalam Al-Qur’an. Dengan demkian kelihatan bahwa sunnah menetapkan sendiri hukum yang tidak ditetapkan dalam al-qur’an.
D. Kedudukan Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam
Sunnah berfungsi sebagai penjelas terhadap hukum-hukum yang terdapat dalam al-qur’an, sebagaimana disebutkan sebelumnya. Dalam kedudukannya sebagai penjelas, sunnah kadang-kadang memperluas hukum dalam al-qur’anatau menetapkan sendiri hukum diluar apa yang ditentukan Allah dalam al-qur’an.
Kedudukan sunnah sebagai bayani atau menjalankan fungsi yang menjelaskan hukum al-qur’an, tidak diragukan lagi dan dapat diterima semua pihak, karena memang untuk itulah nabi ditugaskan Allah SWT. Namun dalam kedudukan sunnah sebagai dalil yang berdiri sendiri dan sebagai sumber hukum kedua setelah al-qur’an, menjadi bahan perbincangan dikalangan ulama.
Bab III. Penutup
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan :
- Sunnah merupakan seluruh hal yang dinisbatkan oleh Rasulullah Muhammad SAW yang terkait dengan hukum baik dalam bentuk perkataan, perbuatan dan persetujuan akan suatu peristiwa.
- Pembagian jenis sunnah dibagi berdasarkan tiga hal yakni bentuk sunnah, kualitas dan tingkatan sunnah.
- Berdasarkan bentuk terdiri dari qauliyyah, sunnah fi’liyyah, dan sunnah takririyah
- Berdasarkan kualitasnya terdiri dari mutawatir, masyhur dan Ahad.
- Berdasarkan tingkatannya terdiri dari shahih, hasan, dhaif, dan maudhu’.
- Fungsi sunnah merupakan sumber hukum sendiri dan penjelas dari hukum yang berasal dari Al-Qur’an.
- Sunnah memiliki kedudukan sebagai hukum kedua setelah Al-Qur’an.
B. Kritik dan Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami buat, kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi pemakalah pada khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh, Kencana, Jakarta : 2008
Dahlan, Abd Rahman, Ushul Fiqh, Amzah, Jakarta : 2014
Suparta,Munzier, Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta : 1993