Daftar isi
Pola Konsumsi Masyarakat
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Perilaku konsumsi konsumen masyarakat menunjukkan perilaku masyarakat dalam jangka panjang terhadap alokasi pendapatannya untuk melakukan konsumsi yang di dalamnya meliputi berapa besar pendapatan mereka yang dialokasikan untuk konsumsi dan pola hasrat untuk mengkonsumsi. Dalam usaha mengalokasikan pendapatannya untuk konsumsi tersebut, konsumen akan dihadapkan pada proses membuat keputusan terhadap produk atau jasa yang akan dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan hidup sekaligus mencapai kepuasan. Pada kondisi inilah sebenarnya perilaku konsumen sudah mulai berjalan. Sehingga perilaku beli konsumen atau disebut perilaku konsumen, bukanlah suatu perkara kecil karena setiap anggota masyarakat merupakan konsumen.
Sejak terjadinya krisis ekonomi tahun 1998, keadaan demografi konsumen, khususnya pendapatan masyarakat mengalami perubahan. Perubahan tersebut tentu akan mempengaruhi gaya hidup. Hermawan Kertajaya mengatakan, bahwa krisis ekonomi di Indonesia telah mengelompokkan konsumen Indonesia ke dalam tiga segmen. Pertama, segmen konsumen
Dumb. Kelompok konsumen ini adalah konsumen yang dalam pengambilan keputusan pembelian hanya memperhatikan harga. Produk dengan harga murah menjadi incaran segmen ini. Kedua, segmen Snob. Segmen ini sangat mengutamakan kualitas produk, dan Ketiga, segmen Smart, yang dikatakannya sebagai segmen yang mengutamakan nilai (value). Value
tersebut, oleh Hermawan diartikan sebagai perbandingan antara manfaat (benefit) dan biaya yang harus dikeluarkan konsumen untuk menikmati manfaat tersebut (Maulana, 1999).
Pola konsumsi sangat dipengaruhi oleh perilaku konsumsi konsumen dalam jangka panjang. Perilaku konsumsi konsumen ini yang akan dijadikan dasar dalam mencari pola konsumsi saat ini. Pola konsumsi masyarakat ini pada akhirnya akan berpengaruh pada kondisi ekonomi makro, seperti pendapatan masyarakat. Oleh karena itu, dalam makalah ini, analisis dilakukan terlebih dahulu terhadap perilaku konsumsi konsumen masyarakat.
B. Permasalahan
Berdasarkan keterangan latar belakang di atas, permasalahan pokok makalah ini yaitu bagaimana pola konsumsi masyarakat?
C. Tujuan
Mencermati permasalahan dalam makalah ini, maka tujuan yang ingin dicapai adalah mengetahui pola konsumsi masyarakat
Bab II. Pembahasan
A. Pengertian Pola Konsumsi
Pola konsumsi masyarakat menggambarkan alokasi dan komposisi atau bentuk konsumsi yang berlaku secara umum pada anggota masyarakat. Konsumsi bisa diartikan sebagai kegiatan untuk pemenuhan kebutuhan atau keinginan saat ini guna meningkatkan kesejahteraannya. Dengan demikian, alokasi konsumsi sangat tergantung pada definisi dan persepsi masyarakat mengenai kebutuhan dan kendala yang mereka hadapi. Dalam penelitian ini dianalisis tiga hal utama, yaitu alokasi konsumsi, frekuensi konsumsi dan lokasi konsumsi.
Menurut Dumairy (1996:114) menyatakan bahwa :
Konsumsi adalah bagain dari pendapatan yang dibelanjakan. Sedangkan menurut Samuelson dan Nordhaus (1995: 123) mendefinisikan konsumsi rumah tangga adalah pengeluaran untuk pembelian barang-barang dan jasa akhir guna mendapatkan kepuasan ataupun memenuhi kebutuhannya.
Menurut Dumairy (1996:117) menyatakan bahwa :
Pengeluaran untuk makanan terdiri atas padi-padian,umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayur-mayur, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, bahan minuman, bumbuan, bahan pangan, makanan jadi, minuman beralkohol, tembakau dan sirih.
Sedangkan pengeluaran bukan makanan tediri atas perumahan dan bahan baker, aneka barang dan jasa (bahan perawatan badan, bacaan, komunikasi, kendaraan bermotor, transportasi, pembantu, dan sopir), biaya kesehatan, pakaian, alas kaki, tutup kepala, barang tahan lama, pajak dan premi asuransi, keperluan pesta dan upacara.
Pola konsumsi menurut Samuelson (Makroekonomi: 2002)
Dalam kehidupan sehari-hari tidak pernah ada dua keluarga yang menggunakan uang mereka dengan cara yang tepat sama. Pola konsumsidapat dikenali berdasrkan alokasi penggunaannya. Untuk keperluan analisis, secara garis besar alokasi pengeluaran konsumsi masyarakat digolongkan dalam dua kelompok penggunaan, yauti pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran untuk non- makanan.
Perbandingan besar pengeluaran perkapita penduduk perkotaan terhadap penduduk pedesaan cenderung konstan tahun demi tahun . Pengeluaran rata-rata orang kota selalu dua kalilipat pengeluaran orang desa. Perbandingan pola pengeluarannya juga demikan. Alokasi pengeluaran untuk makanan di kalangan orang desa lebih besar dibandingkan orang kota.
B. Pola Konsumsi Masyarakat
Tabel : Daftar Alokasi Pengeluaran Konsumsi Masyarakat
1.Makanan
• Padi-padian
• Umbi-umbian
• Ikan
• Daging
• Telur dan susu
• Sayur-sayuran
• Kacang-kacangan
• Buah-buahan
• Minyak dan lemak
• Bahan minuman
• Bumbu-bumbuan
• Bahan pagan lain
• Makanan jadi
• Minuman beralkohol
2.Non Makanan
• Perumahan dan bahan bakar
• Aneka barang dan jasa
a. Bahan perawtan badan (sabun, pasta gigi,parfum,sisir,dsb)
b. Bacaan (Koran,majalah, buku)
c. Komunikasi
d. Kendaraan bermotor
e. Transportasi
f. Pembantu dan sopir
• Biaya pendidikan
• Biaya kesehatan
• Pakaian,alas kaki, tutup kepala
• Barang-barang tahan lama
• Pajak dan premi asuransi
• Keperluan pesta dan upacara
Pola konsumsidapat dikenali berdasarkan alokasi penggunaannya. Untuk keperluan analisis, secara garis besar alokasi pengeluaran konsumsi masyarakat digolongkan dalam dua kelompok penggunaan, yauti pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran untuk non- makanan.
Perbandingan besar pengeluaran perkapita penduduk perkotaan terhadap oenduduk pedesaan cenderung konstan tahun demi tahun. Pengeluaran rata-rata orang kota selalu dua kalilipat pengeluaran orang desa. Perbandingan pola pengeluarannya juga demikan. Alokasi pengeluaran untuk makanan di kalangan orang desa lebih besar dibandingkan orang kota. Walaupun demikian,selama kurun waktu 1984-1993, alokasi pengeluaran untuk makanan dikedua kelompok penduduk ini sama-sama berkurang. Disamping itu semua, kenaikan pengeluaran orang kota sedikit lebih cepat / tinggi dibandingkan kenaikan pengeluaran orang desa. Diukur atas dasar harga yang berlaku atau secara nnominal. Sepanjang periode 1988-1993, pengeluaran penduduk perkotaan naik rata-rata 36,63% pertahun. Angka jenis untuk penduduk pedesaan adalah 35,76% . Apabila diyakini pendapat umum bahwa tingkat harga diperkotaan biasanya naik lebih cepat daripada di daerah pedesaan, maka secara riil sesungguhnya kenaikan pengeluaran orang desa justru lebih tinggi daripada orang kota.
Lebih tingginya kenaikan pengeluaran penduduk pedesaan dibandingkan penduduk perkotaan harus dipahami seacara hati-hati. Hal ini tidak berarti bahwa dibandingkan orang kota, orang desa menjadi lebih boros, kian konsumtif, atau semakin makmur. Mengingat jumlah pengeluaran yang menjadi basis perhitungan nilainya jauh lebih rendah untuk penduduk pedesaan, kenaikan pengeluaran yang lebih tinggi itu sesungguhnya barulah sekedar menggambarkan kecapaian orang-orang desa dalam upayanya untuk dapat hidup lebih baik. Kecapaian itu sendiri belum mampu mensejajarkan dengan posisi kemakmuran orang kota.
Melalui perbandingan-perbandingan perilaku dan pola konsumsi masyarakat, telah disingkat adanya kesenjangan antara masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan. Pengeluaran konsumsi masyarakat dapat pula difungsikan untuk mendeteksi ketimmpangan kemakmuran antar lapisan masyarakat, sebab sebagaimana diketahui kesenjangan kemakmuran dapat diukur baik dengan pendekatan pendapatan maupun dengan pendekatan pengeluaran.
Pola konsumsi masyarakat berbeda antar lapisan pengeluaran. Terdapat kecenderungan umum bahwa semakin rendah kelas pengeluaran masyarakat semakin dominan alokasi belanjanya untuk pangan. Di lain puhak, kian tinggi kelas pengeluarannya kian tinggi besar pula proporsi belanjanya untuk konsumsi bukan makanan. Jenis makanan yang dikonsumsi juga berbeda. Semakin rendah kelas pengeluaran, cenderung semakin dominan jenis padi-padian, umbi-umbian yang dikonsumsi. Dalam kelompok pengeluaran untuk non makanan, terjadi gejala sebaliknya. Semakin tinggi pengeluarannya, semakin besar proporsinya secara umum, dan secara spesifik untuk berbagai jenis pengeluaran non makanan tertentu.
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Masyarakat
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi, diantaranya:
1. Tingkat pendapatan masyarakat yaitu tingkat pendapatan (income=I) dapat digunakan untuk dua tujuan: konsumsi (consuption=C) dan tabungan (saving=S), dan hubungan ketiganya dapat terbentuk dalam persamaan I=C+S, adalah merupakan besar kecilnya pendapatan yang diterima seseorang akan mempengaruhi pola konsumsi.
Semakin besar tingkat pendapatan seseorang, biasanya akan diikuti dengan tingkat konsumsi yang tinggi, sebaliknya tingkat pendapatan yang rendah akan diikuti dengan tingkat konsumsi yang rendah pula.
2. Selera konsumen, setiap orang memiliki keinginan yang berbeda dan ini akan mempengaruhi pola konsumsi. Konsumen akan memilih satu jenis barang untuk dikonsumsi dibandingkan jenis barang lainnya.
3. Harga barang, jika harga suatu barang mengalami kenaikan, maka konsumsi barang tersebut akan mengalami penurunan. Sebaliknya jika harga suatu barang mengalami penurunan, maka konsumsi barang tersebut akan mengalami kenaikan. Kaitan konsumsi dengan harga barang dapat dibedakan apakah barang tersebut bersifat substitusi (barang substitusi adalah barang yang dapat menggantikan fungsi barang lainnya) atau komplementer (barang komplementer adalah barang yang melengkapi fungsi barang lainnya).
4. Tingkat pendidikan masyarakat, tinggi rendahnya pendidikan masyarakat akan mempengaruhi terhadap perilaku, sikap dan kebutuhan konsumsinya. 5. Jumlah keluarga, besar kecilnya jumlah keluarga akan mempengaruhi pola konsumsinya. 6. Lingkungan, keadaan sekeliling dan kebiasaan lingkungan sangat berpengaruh pada prilaku konsumsi masyarakat. Contohnya, Indonesia yang memiliki daerah tropis tidak begitu membutuhkan baju hangat dibandingkan dengan daerah di kutub utara dan kutub selatan.
D. Tabungan Masyarakat
Tabungan adalah bagian dari pendapatan dapat dibelanjakan (disposable income) yang tidak dikeluarkan untuk konsumsi. Ini merupakan tabungan masyarakat. Tabungan pemerintah adalah selisih positif antara penerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin. Kedua macam tabungan ini membentuk tabungan nasional, merupakan sumber dana investasi. Kendati pada dasarnya semua sisa pendapatan yang tidak dikonsumsi adalah tabungan, namun tidak seluruhnya merupakan tabungan sebagaimana yang dikonsepsikan dalam makro ekonomi. Hanya bagian yang dititipkan pada bagian perbankan sajalah yang dapat dinyatakan sebagai tabungan, Karena secara makro dapat disalurkan sebagai dana investasi. Sisa pendapatan tidak dikonsumsi yang disimpan sendiri (celengan) tidak tergolong sebagai tabungan.
Tabungan masyarakat bersama-sama tabungan pemerintah dan dana dari luar negerimerupakan sumber pembiayaan investasi. Dalam rangka menggalakkan peran serta masyarakat dalam pembangunan, tabungan masyarakat senantiasa diupayakan untuk terus meningkat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pola konsumsi masyarakat dapat dikenali berdasarkan alokasi penggunaannya. Untuk keperluan analisis, secara garis besar alokasi pengeluaran konsumsi masyarakat digolongkan ke dalam dua kelompok besar yaitu, pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran untuk non-makanan. Pengeluaran masyarakat Indonesia banyak pada makanan. Akan tetapi terdapat ketimpangan dalam hal pengeluaran konsumsi antara penduduk pedesaan dan penduduk perkotaan, misalkan dari besarnya pengeluaran dan juga pola konsumsinya. Perbandingan besar pengeluaran antara penduduk pedesaan dan penduduk perkotaan cenderung konstan tahun demi tahun. Melalui perbandingan perilaku dan pola konsumsi, terdapat kesenjangan antara masyarakat pedesaan dan masyarkat perkotaan. Pengeluaran konsumsi dapat pula difungsikan untuk mendeteksi ketimpangan kemakmuran antar lapisan masyarakat, yang dapat diukur baik dengan pendekatan pendapatan maupun pendekatan pengeluaran. Bagian dari pendapatan yang dapat dibelanjakan tapi tidak dikeluarkan untuk konsumsi merupakan tabungan masyarakat. Penggabungan antara tabungan masyarakat dan tabungan pemerintah dapat membentuk tabungan nasional yang merupakan sumber dana investasi. Untuk mendapatkan gambaran fungsional tabungan dan konsumsi digunakan suatu fungsi yaitu fungsi konsumsi dan fungsi tabungan.
B. Saran
Pengeluaran konsumsi masyarakat di Indonesia dewasa ini semakin besar tergunakan untuk keperluan pembentukan modal atau investasi serta ekspor dan impor. Itu menunjukkan bahwa Indonesia akhir-akhir ini sudah memiliki bekal kemandirian. Bekal kemandirian tersebut dapat dikonfirmasi melalui tinjauan pengeluaran konsumsi masyarakat sesuai dengan proporsinya dalam pembentukan permintaan agregat. Apabila penurunan permintaan agregat menurun dapat menyiratkan dua hal, pertama peran tabungan masyarakat terhadap pendapatan nasional semakin besar. Kedua, peran sector-sektor penggunaan lain dalam membentuk permintaan agregat semakin besar, khususnya sector pembentukan modal atau investasi dan sector ekspor-impor.
DAFTAR PUSTAKA
Dharmmesta, B. S. (1993), ”Perilaku beli Konsumen Era 90an dan Startegi Pemasaran,”
Journal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. VIII, No. 1, pp. 29-41.
Dharmmesta, B. S. (1994), ”Perilaku Konsumen Indonesia Tahun 2000,” Kelola, Vol. III, No. 6,
pp. 83-93.
Dinas Pendidikan DIY (2006), Direktori Potensi Pendidikan DIY Tahun 2006, Pemerintah
Propinsi DIY-Dinas Pendidikan, Yogyakarta.
Maulana Agus, Perilaku Konsumen di Masa Krisis Implikasinya terhadap Stategi Pemasaran,
Majalah Usahawan, No.1, Tahun XXVIII, Januari 1999.
Susenas, Modul Konsumsi tahun 1990, 1993, 1996, 1999 dan 2002
http://juliaperezhot.blogspot.com/p/tugas-makalah.html
http://khairilanwarsemsi.blogspot.com/2011/03/analisis-pola-konsumsi-masyarakat.html
http://library.um.ac.id/free-contents/index.php/pub/detail/pola-konsumsi-masyarakat-kotamadya-kedirioleh-endang-tri-windusari-4442.html
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.