Makalah Pengaruh Perang Salib Terhadap Dunia Islam

7 min read

Perang Salib dan Islam

Bab I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Banyak pendapat dari kedua belah pihak, yakni pihak Islam (Timur) dan Kristen (Barat), untuk mendifinisikan sesuatu yang mereka katakana sebagai perang salib. Menurut pihak Islam, perang salib terjadi akibat sikap dan tindakan pihak barat yang memulai nya dengan menyebar dan meniupkan isu busuk bagi dunia timur mengenai adanya perang melawan Islam. Sementara itu, menurut pihak Kristen, sikap dan tindakan Timur yang mempersulit, bahkan mencegah umat Kristen mendatangi kota suci merrka di Jerussalem merupakan sebab satu-satu nya yang menimbulkan reaksi keras dan kobaran semangat perang bagi barat. Namun, di luar semua itu, perang salib merupakan salah satu perang terbesar sepanjang sejarah yang berlangsung kurang lebih dua abad lamanya, yakni sejak tahun 1099 sampai 1291. Perang salib terjadi secara besar-besaran sebagai tragedi berdarah yang memperebutkan satu kota suci agama Ibrohimiyah(Islam, Kristen dan Yahudi), yakni Jerussalem. Namun, karena pada waktu itu kekuatan Yahudi lemah, maka yang kentara ialah perang salib di pawangi oleh eksponen Islam dan Kristen.

Tentunya, untuk mengetahui berbagai hal tentang Perang Salib, sebenarnya selalu tidak bisa mengabaikan peran tokoh-tokoh tersebut. Mereka adalah orang-orang besar yang sangat penting kita ketahui.

Oleh karena itu, buku ini di hadirkan untuk tujuan tersebut. Buku ini berisi semcam biografi singkat tikoh-tokoh terkemuka dan paling terkenal dari kedua belah pihak dalam kesejarahan Perang Salib.

Selain mengetahui secara umum mengenai kehidupan tokoh-tokoh tersebut, kita juga dapat belajar tentang cara mereka menjadi orang besar lantaran sikap mereka yang gagah berani dan pantang sedikit pun mundur dari gejolak di medan perang.

Kita mengetahui bahwa panglima perang tidak hanya merupakan orang-orang yang tidak berprikemanusiaan yang hanya menawan, menyiksa, dan membunuh musuh-musuh mereka. Tetapi, kita juga tau bahwa mereka kerap pula di anggap sebagai orang-orang yang sangat bijaksana, setia pada prinsip, dan bersikap toleran.

Adapun contoh konkrit terkait itu adalah tokoh-tokoh besar, Shalahuddin al-Ayyubi dari pihak Islam ataupun Pangeran Frederick II dari pihak Kristen.[1]

B. Rumusan Masalah

  1. Factor Agama. Sejak Dinasti Saljuk mengambil alih Jerusalem dari Dinasti Fatimiyah pada tahun 1077 M.
  2. Factor politik. Kekalahan Bizantium di Manzikart (Armenia) pada tahun 1071.
  3. Faktor Sosial-Ekonomi pedagang-pedagang Eropa yang berada di Laut Mediterania memiliki ambisi untuk menguasai sejumlah wilayah potensial di Timur.
  4. SertaChristopher Tyerman membagi Perang Salib kedalam 9 periode.

C. Tujuan

  1. Agar Mahasisiwa mengetahui bagaimana proses terjadinya Perang Salib.
  2. mengetahui siapa-siapa saja yang terlibat di dalamnya.
  3. Serta dapat mengambil pelajaran dari apa yang terjadi di dalam perang Salib.
  4. siapa pun yang membaca makalah ini semoga mendapatkan ilmu pengetahuan.

Bab II. Pembahasan

A. Faktor Agama

Perang Salib adalah serangkaian ekspedisi militer yang diorganisasikan oleh Eropa Kristen terhadap kekuatan kaum muslimin di Timur Dekat untuk mengambil alih control atas Kota Suci Jerusalem. Perang ini berlangsung sekitar 2 abad lebih, yaitu sejak tahun 1096 M ketika perang pertama diserukan oleh pihak Eropa Kristen hingga tahun 1291 M saat tentara Salib di Timur dipaksa keluar dari Acre-Suriah yang merupakan pertahanan terakhir mereka.

Menurut Hafizh Dasuki, ada tiga faktor penyebab terjadinya Perang Salib. Factor agama. Sejak Dinasti Saljuk mengambil alih Jerusalem dari Dinasti Fatimiyah pada tahun 1077 M, orang Kristen merasa dipersulit dalam melaksanakan ibadah. Hal ini ditunjukkan oleh rombogan peziarah Kristen di bawah pimpinan Mitaz, pada tahun 1064, yang memimpin 7.000 orang peziarah bersenjata lengkap, “termakan” isu bahwa penguasa Jerusalem (Dinasti Saljuk) telah melakukan penganiyayaan terhadap peziarah Kristen terdahulu.

B. Faktor Politik

Faktor politik. Kekalahan Bizantium di Manzikart (Armenia) pada tahun 1071 dam jatuhnya Asia Kecil ke tangan Saljuk mendorong Kaisar Konstantinopel, Alexius I Comnenus II, pada tahun 1095 M, meminta bantuan Paus Urbanus II, Imam Katolik Roma, untuk kembali mengambil alih wilayah tersebut dan berharap menyatukan gereja Yunani  dan Roma. Kesediaan Paus memberikan bantuan ini di dasari keyakinan bahwa ia memiliki kekuasaan dan pengaruh besar terhadap para Raja Eropa. Saat itu, dunia Islam terpecah menjadi empat pusat kekuasaan, yakni Dinasti Fatimiyah di Mesir, Abbasiyah di Baghdad, Umayah di Spanyol, dan Saljuk di Asia Kecil, yang kesemuanya sedang mengalami kekacauan politik, perpecahan antardinasti, dan kegoyahan intern.

C. Factor Sosial Ekonomi

Faktor sosial ekonomi. Pedagang-pedagang Eropa yang berada di laut Mediterania mamiliki ambisi untuk menguasai sejumlah wilayah potensial di Timur. Ketika itu, kekuatan ekonomi Eropa terbagi menjadi tiga, yakni kaum gereja, kaum bangawasan, dan rakyat jelata.

Keadaan kaum rakyat jelata tertindas. Oleh sebab itu, ketika mereka diseru oleh pihak gereja untuk ambil bagian dalam Perang Salib dengan janji akan mendapatkan kebebasan dan kesejahteraan apabila perang dapat dimenangkan, mereka meyambut seruan itu dengan penuh antusias dan suka cita.

D. 9 Periode Perang Salib Christopher Tyerman

Pertama, sejak tahun 1095 M sampai 1099 M. Hal ini ditandai oleh permintaan bantuan dari Kaisar Byzantium, Alexius I Comnenus, kepada Paus Roma untuk menyerang Turki Seljuk yang menguasai Jerusalem dan berbuat sewenang-wenang terhadap sejumlah peziarah Kristen.

Pada tahun itu pula, di Dewan Clarmont, Paus Urbanus II menyerukan kepada umat Kristen untuk bergabung melawan Turki Seljuk. Ia menjanjikan bahwa siapa pun yang meninggal dalam perang ini akan mendapat pengampunan dosa dan balasan surge.

Tentara Salib secara resmi berangkat ke Asia Kecil pada tahun 15 Agustus 1096 M. Kemudian, pada 19 Juni 1097, mereka berhasil menaklukkan Nicea dari kekuasaan Seljuk. Pada tahun 1098 M, mereka mengepung Antiokhia. Lalu, mereka mencapai Jerusalem pada 7 Juni 1099 M. Dan , pada 15 Juli, mereka menaklukkannya. Sepanjang periode ini, mereka telah berhasil membangun 4 kerajaan, yakni Kerajaan Jerusalem, Kerajaan Antiokhia, Kerajaan Edessa, dan Kerajaan Tripoli.

Kedua, sejak tahun 1147 M sampai 1149 M. Setelah perjanjian damai, pada tahun 1147 M, tentang muslim menaklukkan Edessa. Hal ini memantik tergelarnya kembali Perang Salib. Sementara itu, di barat, tentara salib merebut Lisboa dan Tortosa dari tentara muslim.

Tetapi, hingga tahun 1149 M, tentara Salib tidak dapat menaklukkan satu pun wilayah muslim di Asia Kecil. Bahkan, di antara panglima perangnya saling merebutkan wilayah kekuasaan. Pada periode ini, kemenangan ada di pihak umat muslim.

Ketiga, sejak tahun 1187 M sampai 1192 M. Periode tersebut bisa dikatakan sebagai periode kebesaran Shalahuddin  al-Ayyubi. Pada tahun 1187 M, ia menaklukkan Jerusalem, setelah hampir satu abad Jerusalem dikuasai oleh Kristen, pada Pertempuran Hattin yang terkenal itu. Maka, Paus Roma kembali menyerukan Perang Salib. Selama periode ini, Shalahuddin menjadi tokoh yang tidak hanya dihormati oleh umat Islam, tetapi juga umat Kristen, karena terkenal kebijaksanaannya.

Namun, pada tahun 1191 M, Richard the Lionheart merebut kembali Acre, Arsuf, dan Jaffa, serta menawan ratusan prajurit muslim. Tetapi, ia gagal merebut Jerusalem dari tangan Shalahuddin.

Keempat, sejak tahun 1202 M hingga 1204 M. Perang Salib pada periode ini dimulai oleh Paus Innocent III dengan maksud mengusir Ayyubiyah Mesir. Karena keterbatasan dana, tentara salib saling berebut perlengkapan perang dengan Negara salib yang ada, termasuk Byzantium.

Karena peperangan internal, tentara salib tidak bisa mengambil kembali Jerusalem. Dan, sebagian besar di antara mereka “menelan” kekalahan terhadap tentara muslim. Alih-alih hasil, peperangan mereka itu menimbulkan pertentangan besar antara Gereja Ortodoks di Timur dan Gereja Katolik Roma.

Kelima, sejak tahun 1217 M sampai 1221 M. Pada tahun 1215 M, Dewan Lateran Keempat merumuskan kembali rencana untuk mengambil Jerusalem dari kekuasaan umat muslim. Pada tahun 1219 M, tentara salib merebut Damietta di Mesir. Kemudian, pada tahun 1221 M, mereka melancarkan serangan membabi buta di Kairo, pusat tentara muslim Ayyubiyah. Tetapi, Sultan Ayyubiyah al-Kamil mengembalikan kondisi dengan membabat hampir seluruh tentara salib dan menawan merka.

Maka, sejak tahun  1221 M, pihak muslim dan Kristen menyetujui perjanjian damai selama 8 tahun. Tidak sampai ke tahun itu, tentara salib melanggar janji. Akhirnya, mereka melakukan perlawanan kembali.

Keenam, sejak tahun 1228 M sampai 1229 M. Pada tahun 1228 M, dengan kelihaiannya berperang dan berdiplomasi, Kaisar Frederick II memimpin tentara salib dan berhasil menaklukkan Nazaret, Btlehem, dan Jurusalem.

Pada tahun 1229 M, setelah gagal manaklukkan Mesir, Kaisar Frederick II membuat perjanjian damai dengan Al-Kamil. Perjanjian ini memungkinkan orang Kristen menguwasai sebagian besar Jerusalem, sedangkan orang muslim diberi kekuasaan terhadap Masjid Al-Aqsha. Perjanjian itu berlangsung sekitar 10 tahun. Al-Kamil, karena menyerahkan Jerusalem, banyak menunai kutukan dari pihaknya sendiri.

Ketujuh, sejak tahun 1248 M sampai 1254 M. Pada tahun 1243 M, kaum Templar Kristen melanggar perjanjian perdamaian dan berkonflik dengan Mesir. Dan, pada tahun kedua, mereka menyerang Jerusalem. Umat muslim marah atas kejadian ini. Baybar, pemimpin pasukan tentara muslim, menghabisi mereka hanya dalam jangka waktu 48 jam.

Oleh sebab itu, Lois IX memimpin tentara salib untuk menyerang Mesir sejak tahun 1248 M sampai 1254 M. Pusat mereka berada di Acre. Tetapi, mereka “menelan” kekalahan, dan tentara muslim pun tetap tak terkalahkan.

Kedelapan, sejak tahun 1270 M hingga 1271 M. Perang Salib ini dimulai lagi oleh Lois IX pada tahun 1270 M. Ia bergabung dengan sisa-sisa Kerajaan Salib di Syria. Tentara salib kali ini hendak menaklukkan Tunisia. Tetapi, hanya 2 bulan berselang, Lois IX meninggal dunia.

Kesembilan, sejak tahun 1271 M sampai 1272 M. Pada periode ini, Edward I memimpin tentara salib berperang dengan Baybar. Namun, usaha tersebut gagal total. Pada tahun beriktnya, mereka bergabung dengan tentara Mongol. Tetapi, tentara gabungan mereka di buat frustrasi oleh tentara muslim. Baybar pun berjanji untuk “membersihkan” Timur Tengah dari tentara salib.

Dengan “jatuhnya” Antiokhia (pada tahun 1268 M), Tripoli (pada tahun 1289 M), dan Acre (pada tahun 1291 M), orang-orang Kristen dibantai oleh tentara muslim sehingga pemerintahan Kristen di Levant “habis kisahnya”.

Namun, periode tersebut hanya satu dari sejumlah perspektif. Kenyataannya, pda tahun 1300-an, tentara muslim yang diwakili oleh Dinasti Turki Utsmani membalas dendam terhadap tentara salib dengan cara balik menjajah sebagai wilayah di Eropa. Hanya saja, hal itu lebih di anggap sebagai invasi politis Turki Utsmani.

Penyerang terhdap Eropa diwakili oleh Siltan Bayazid Yuldrim yang di dalam buku ini juga dimasukkan sebagai tokoh muslim dalam Perang Salib. Pada tahun 1400-an, Turki Utsmani yang di pimpin oleh Mehmed II tidak hanya menjajah sejumlah kerajaan di Eropa, Asia, dan Afrika, tetapi juga berhasil “membersihkan” sisa-sisa tentara salib di Timur Tengah.

Bahkan, Mehmed II berhasil menaklukkan Kekaisaran Byzantium, yang dengan demikian merupakan usaha pertama dari pihak muslim untuk menyudahi kekaisaran Kristen di Daratan Mediterania. Mehmed II dalam periode ini pun dikenal sebagai pembunuh Vlad Dracula, yakni panglima tentara salib yang “haus darah” dan telah membunuh ribuan umat muslim.

E. Pengaruh Perang Salib di Dunia Islam

Perang Salib yang terjadi sampai pada akhir abad XIII memberi pengaruh kuat terhadap Timur dan Barat. Di samping kehancuran fisik, juga meninggalkan perubahan yang positif walaupun secara politis, misi Kristen-Eropa untuk menguasai Dunia Islam gagal. Perang Salib meninggalkan pengaruh yang kuat terhadap perkembangan Eropa pada masa selanjutnya.

Akibat yang paling tragis dari Perang Salib adalah hancurnya peradaban Byzantium yang telah dikuasai oleh umat Islam sejak Perang Salib keempat hingga pada masa kekuasaan Turki Usmani tahun 1453. Akibatnya, seluruh kawasan pendukung kebudayaan Kristen Orthodox menghadapi kehancuran yang tidak terelakkan, yang dengan sendirinya impian Paus Urban II untuk unifikasi dunia Kristen di bawah kekuasaan paus menjadi pudar.

Perubahan nyata yang merupakan akibat dari proses panjang Perang Salib ialah bahwa bagi Eropa, mereka sukses melaksanakan alih berbagai disiplin ilmu yang saat itu berkempang pesat di dunia Islam, sehingga turut berpengaruh terhadap peningkatan kualitas peradaban bangsa Eropa beberapa abad sesudahnya. Mereka belajar dari kaum muslimin berbagai teknologi perindustrian dan mentransfer berbagai jenis industri yang mengakibatkan terjadinya perubahan besar-besaran di Eropa, sehingga peradaban Barat sangat diwarnai oleh peradaban Islam dan membuatnya maju dan berada di puncak kejayaan.

Bagi umat Islam, Perang Salib tidak memberikan kontribusi bagi pengebangan kebudayaan, malah sebaliknya kehilangan sebagian warisan kebudayaan. Peradaban Islam telah diboyong dari Timur ke Barat. Dengan demikian, Perang Salib itu telah mengembalikan Eropa pada kejayaan, bukan hanya pada bidang material, tetapi pada bidang pemikiran yang mengilhami lahirnya masa Renaisance. Hal tersebut dapat dipahami dari kemenangan tentara Salib pada beberapa episode, yang merupakan stasiun ekspedisi yang bermacam-macam dan memungkinkan untuk memindahkan khazanah peradaban Timur ke dunia Masehi-Barat pada abad pertengahan.

Di bidang seni, kebudayaan Islam pada abad pertengahan mempengaruhi kebudayaan Eropa. Hal itu terlihat pada bentuk-bentuk arsitektur bangunan yang meniru arsitektur gereja di Armenia dan bangunan pada masa Bani Saljuk. Juga model-model arsitektur Romawi adalah hasil dari revolusi ilmu ukur yang lahir di Eropa Barat yang bersumber dari dunia Islam.

Perang Salib memberi kontribusi kepada gerakan eksplorasi yang berujung pada ditemukannya benua Amerika dan route perjalanan ke India yang mengelilingi Tanjung Harapan. Pelebaran cakrawala terhadap peta dunia mempersiapkan mereka untuk melakukan penjelajahan samudera di kemudian hari. Hal tersebut berkelanjutan dengan upaya negara-negara Eropa melaksanakan kolonisasi di berbagai negeri di Timur, termasuk Indonesia.

Bagi dunia Islam, Perang Salib telah menghabiskan asset kekayaan bangsa dan mengorbankan putera terbaik. Ribuan penguasa, panglima perang dan rakyat menjadi korban. Gencatan senjata yang ditawarkan terhadap kaum muslimin oleh pasukan salib selalu didahului dengan pembantaian masal. Hal tersebut merusak struktur masyarakat yang dalam limit tertentu menjadi penyebab keterbelakangan umat Islam dari umat lain.

Walaupun demikian, di sisi lain Perang salib membuktikan kemenangan militer Islam di abad pertengahan, yang bukan hanya mampu mengusir Pasukan Salib, tetapi juga pada masa Turki Usmani mereka mampu mencapai semenanjung Balkan (abad ke-14-15) dan mendekati gerbang Wina (abad ke-16 dan 17), sehingga hanya Spanyol dan pesisir Timur Baltik yang tetap berada di bawah kekuasaan Kristen.[4]

Bab III. Penutup

A. Kesimpulan

Dari kajian di atas dapat di simpulkan bahwa Perang Salib adalah Perang yang terjadi karena factor-faktor agama, politik dan sosial ekonomi. Dan perang ini sangat berpengaruh sekali terhadap dunia Islam.

B. Saran

Setelah membaca, mempelajari, dan memahami isi makalah ini diharapkan seluruh pembaca mengaplikasikan ilmu yang didapat.