Makalah Model Pembelajaran Problem Based Learning

31 min read

Model Pembelajaran PBL

Bab I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Pada proses pembelajaran di kelas hingga saat ini masih juga ditemukan pengajar yang memposisikan peserta didik sebagai objek belajar, bukan sebagai individu yang harus dikembangkan potensi yang dimilikinya. Hal ini dapat mematikan potensi peserta didik. Dan dalam keadaan tersebut peserta didik hanya mendengarkan pidato guru di depan kelas, sehingga mudah sekali peserta didik merasa bosan dengan materi yang diberikan. Akibatnya, peserta didik tidak paham dengan apa yang baru saja disampaikan oleh guru.

Pada model pembelajaran berbasis masalah berbeda dengan model pembelajaran yang lainnya, Dalam model pembelajaran ini, peranan guru adalah menyodorkan berbagai masalah, memberikan pertanyaan, dan memfasilitasi investigasi dan dialog. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menetapkan topik masalah yang akan dibahas, walaupun sebenarnya guru telah menetapkan topik masalah apa yang harus dibahas. Hal yang paling utama adalah guru menyediakan perancah atau kerangka pendukung yang dapat meningkatkan kemampuan penyelidikan dan intelegensi peserta didik dalam berpikir. Proses pembelajaran diarahkan agar peserta didik mampu menyelesaikan masalah secara sistematis dan logis. Model pembelajaran ini dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan jujur, karena kelas itu sendiri merupakan tempat pertukaran ide-ide peserta didik dalam menanggapi berbagai masalah.

Jika dilihat dari sudut pandang psikologi belajar, model pembelajaran ini berdasarkan pada psikologi kognitif yang berakar dari asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Melalui model pembelajaran ini peserta didik dapat berkembang secara utuh, artinya bukan hanya perkembangan kognitif, tetapi peserta didik juga akan berkembang dalam bidang affektif dan psikomotorik secara otomatis melalui masalah yang dihadapi.

B. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

  1. Untuk mengetahui pengertian dari pembelajaran.
  2. Untuk mengetahui pengertian dari model berbasis PBL (Problem-Based Learning).
  3. Untuk mengetahui tujuan dari model PBL.
  4. Untuk mengetahui karakteristik dari model pembelajaran berbasis PBL.
  5. Untuk mengetahui langkah-langkah dari model pembelajaran berbasis PBL.
  6. Untuk mengetahui kelebihan dari model pembelajaran berbasis PBL.
  7. Untuk mengetahui kekurangan dari model pembelajaran bebasis PBL.
  8. Untuk mengetahui keterkaiatan hasil belajar dengan model pembelajaran berbasis PBL.
  9. Untuk mengetahui peran partisipan di dalam PBL
  10. Untuk mengetahui cara mengevaluasi dalam PBL
  11. Untuk mengetahui komponen-komponen dalam PBL

Bab II. Pembahasan          

A. Pengertian Pembelajaran

Sebagai unsur terpenting dari pendidikan, pembelajaran merupakan upaya untuk menciptakan suatu kondisi bagi terciptanya suatu kegiatan belajar yang memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang memadai. Dalam proses mengajar dan pembelajran, metode mempunyai andil yang cukup besar dalam mencapai tujuan. Kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki peserta didik, akan ditentukan oleh tingkat kerelevansian penggunaan suatu metode yang sesuai dengan tujuan. Karena metode menjadi sarana dan salah satu cara untuk mencapai tujuan. 

Adapun tujuan pembelajaran adalah kemampuam ( kompetensi ) atau ketrampilan peserta didik yang diharapkan dapat dimiliki oleh peserta didik setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu. Pembelajaran yang hanya berorientasi pada penguasaan materi memang terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Dalam praktik pendidikan modern, menjejali pikiran para mahasiswa dengan berbagai konsep dan teori saja tanpa disertai pengalaman di lapangan terbukti kurang  efektif ( Saleh, 2013: 191- 192 ).

Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara guru dan siswa beserta unsur yang ada di dalamnya. Guru merupakan faktor yang paling dominan yang menentukan kua-litas pembelajaran. Kualitas pembelajaran yang baik, tentu akan menghasilkan hasil belajar yang baik pula. Menurut Rusman (2012: 148 ). dalam sistem pembelajaran guru dituntut untuk mampu memilih metode pembelajaran yang tepat, mampu memilih dan mengguna-kan fasilitas pembelajaran, mampu memilih dan menggunakan alat evaluasi, mampu me-ngelola pembel-ajaran di kelas maupun di la-boratorium, menguasai materi, dan memahami karakter siswa.

Salah satu tuntutan guru ter-sebut adalah mampu memilih metode pem-belajaran yang tepat untuk mengajar. Apabila metode pembelajaran yang digunakan guru itu tepat maka pencapaian tujuan pembelajaran akan lebih mudah tercapai, sehingga nilai ke-tuntasan belajar siswa akan meningkat, minat dan motivasi belajar siswa juga akan mening-kat dan akan tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan ( Surjono dan Wulandari, 2013: 179 ).

Menurut Khosim ( 2017 : 5 ), metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran. Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode atau prosedur pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai 4 ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode pembelajaran :

  1. Rasional teoritis yang logis yang disusun oleh pendidik.
  2. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
  3. Langkah-langkah mengajar yang diperlukan agar model pembelajaran dapat dilaksanakan secara optimal.
  4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat dicapai.

B. Pengertian Model PBL ( Problem Based Learning )

Menurut Efendi (2008 : 124- 125), problem based learning adalah lingkungan belajar yang didalamnya menggunakan masalah untuk belajar, yaitu sebelum pembelajar mempelajari suatu hal, meraka diharuskan mengidentifikasikan suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun telaah kasus. Masalah diajukan sedemikian rupa sehingga para pelajar menemukan kebutuhan belajar yang diperlukan agar mereka dapat memecahkan masalah tersebut. PBL dapat juga di definisikan sebagai sebuah metode pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah (problem) dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan ilmu (knowledge) baru. Dengan demikian, masalah yang ada digunakan sebagai sarana agar anak didik dapat belajar sesuatu yang dapat menyokong keilmuan.

Menurut Nata ( 2009 : 243),problem base learning yang selanjutnya disebut PBL, adalah salah satu model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan cara menghadapkan para peserta didik tersebut dengan berbagi masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Dengan model  pembelajaran ini, peserta didik dari awal sudah dihadapkan berbagai masalah kehidupan yang mungkin akan ditemuinya kelak pada saat mereka sudah lulus dari bangku sekolah.

Alder dan Milne (1997) dalam buku Efendi (2008 : 124-125), mendefinisikan PBL dengan metode yang berfokus kepada identifikasi permasalahan serat penyusunan kerangk analisis dan pemecahan. Metode ini dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok kecil, banyak kerja sama dan interaksi, mendiskusikan hal-hal yang tidak atau kurang dipahami, serta berbagi peran untuk melaksanakan tugas dan saling melaporkan.

PBL is a methodology that can ignite that kind of sparke in today’s students. When students are given inadequately constructed problems to solve, they learn to think the way real world professionals such as architerls, archaeologists, engineers, scientists, and historyans think. Such thinking reguires that missing (for example, which learning issues are missing). PBL teaches students that they must first discern exactly what the problem is instead of immediately what they already know about it by constructing hypotheses based upon prior knowledge. They can than identify the learning issues involved, decide what new information is needed. And determine how they must thest this new information to refine their original theirues (Ronis, 2008 : 34).

Menurut Peterson (2004) dalam buku Efendi (2008 : 124-125), metode ini memberikan mahasiswa permasalahan yang tidak terstruktur dengan baik dan pemecahan masalah tidak satu saja karena berfokus pada pembelaran sendiri (self-learning) serat sangat jauh dari penjelasan yang langsung ke inti/jawaban/isi dan atau penjelasan yang langsung diberikan oleh pengajaran.

Sikap dan ketrampilan umum yang perlu dikembangkan dalam PBL diantaranya :.

  1. Kerja sama tim.
  2. Ketua kelompok.
  3. Mendengarkan.
  4. Menghargai pendapat teman.
  5. Berpikir kritis.
  6. Belajar mandiri dan penggunaan berbagai macam sumber.
  7. Kemampuan berpresentasi.

Menurut Nata ( 2009 : 243-244), model pembelajaran problem base learning adalah dengan cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk analisis dan disintesis dalam usaha mencari pemecahan atau jawabannya oleh siswa. Permasalahan itu dapat diajukan atau diberikan guru kepada siswa, dari siswa bersama guru, atau dari siswa sendiri, yang kemudian dijadikan pembahasan dan dicari pemecahannya sebagai kegiata-kegiatan belajar siswa. Dengan demikian, PBL adalah sebuah metode pembelajaran yang memfokuskan pada pelacakan akar masalah dan memecahkan masalah tersebut.

Menurut Huriah ( 2018 : 9- 10), pembelajaran berbasis masalah masalah merupakan suatu metode untuk membangun dan melatih seseorang belajar dengan menggunakan masalah sebagai stimulus di dalam berpikir dan kegiatan ini focus pada aktivitas mahasiswa. Model problem based learning merupakan pembelajaran dimana masalah digunakan untuk menstimulus kemampuan berpikir mahasiswa. PBL adalah lingkungan belajar yang di dalamnya menggunakan masalah untuk belajar, yaitu sebelum pembelajar mempelajari suatu hal, mereka diharuskan mengidentifikasi suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun telaah kasus.

Menurut Nursalam (2008) di dalam Huriah ( 2018 : 10), memberikan definisi terkait PBL, yaitu lingkungan belajar yang di dalamnya menggunakan masalah untuk belajar, yaitu sebelum pembelajar mempelajari suatu hal,mereka diharuskan mengidentifikasi suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun telaah kasus. PBL memiliki ciri yaitu pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah yang memiliki konteks dengan dunia nyata. Pembelajar secara berkelompok aktif mendiskusikan dan merumuskan masalah dan mengidentifikasi tujuan pembelajaran yang harus mereka capai dari masalah tersebut.

Sage (1946:15). Problem-based Learning is focused, experiental learning (minds-on, hands-on) organized around the investigation and resolution of messy, real-world problems. PBL- which incorporates two complementary processes, curriculum organization and instructional strategy-includes three main characteristics:

  1. Engages students as stakeholders in a problem situation.
  2. Organizes curriculum around a given holistic problem, enabling student learning in relevant and connected ways.
  3. Creates a learning environment  in which teachers coach student thingking and guide student inquiry, facilitating deeper levels of understanding.

Problem Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannay menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan sehari-hari (Harmadi, 2017 : 117).

Ivor K. Davis, seperti dikutip Rusman, mengemukakan bahwa, “Salah satu kecenderungan yang sering dilupakan ialah melupakan bahwa hakikat pembelajaran adalah belajarnya mahasiswa dan bukan mengajarnya dosen.” Dosen dituntut dapat memilih model pembelajaran yang dapat memacu semangat setiap mahasiswa untuk secara aktif ikut terlibat dalam pengalaman belajarnya. Salah satu model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan berpikir mahasiswa (penalaran, komunikasi dan koneksi) dalam memecahkan masalah adalah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang didasarkan pada prinsip menggunakan masalah sebagai titik awal akuisisi dan integrasi pengetahuan baru. PBL adalah salah satu model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan cara menghadapkan para peserta didik tersebut dengan berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Dengan pembelajaran model ini, peserta didik dari sejak awal sudah dihadapkan kepada berbagai masalah kehidupan yang mungkin akan ditemuinya kelak pada saat mereka sudah lulus dari bangku sekolah. Problem Based Learning (PBL) dapat dimaknai sebagai metode pendidikan yang mendorong mahasiswa untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia nyata. Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan mahasiswa sebelum mulai mempelajari suatu subyek. PBL menyiapkan mahasiswa untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan secara tepat sumber-sumber pembelajaran ( saleh, 2013 :  203 – 204 ).

Istilah PBL atau PBM, disinyalir telah dikenal pada masa John Dewey. Pembelajaran ini didasarkan pada kajian Dewey yang menekankan pentingnya pembelajaran melalui pengalaman. Menurut Dewey belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respon yang merupakan hubungan antara dua arah, belajar dan lingkungan. Lingkungan menyajikan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan masalah itu, menyelidiki, menganalisis, dan mencari pemecahannya dengan baik ( Saleh, 2013 : 204 ).

PBL is a student approach that is widely used as a method of instructions. PBL, which focuses on guiding studenta to build self-directed learning skills, is derived from seminal learning theories such as constructivism (Piaget) and constructionism ( papert ) where the learners actively construct new knowledge based on their current knowledge ( Awang and Ramly,2008 ). PBL also helps students develop creative thinking, problem solving, and communication skills ( Awang & Ramly, 2008; Major & Palmer, 2001 ) ( in Blikstein & Chan, 2018 : 2 ).

Model pembelajaran PBL merupakan cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisi dan didintesis dalam usaha mencari pemecahan atau jawabannya oleh mahasiswa. Permasalahan itu dapat diajukan atau diberikan dosen kepada mahasiswa, dari mahasiswa bersama dosen, atau dari mahasiswa sendiri, yang kemudian dijadikan pembahasan dan dicari pemecahannya sebagai kegiatan- kegiatan belajar mahasiswa ( Saleh, 2013 : 204 ).

PBL is defined by Ross (1991) as … the learning which results from the process of working towards the understanding of, or resolution of, a problem (Barrows and Tamblyn 1980, as cited in Ross 1991: 34)in Hilman ( 2003 : 2 ).

PBL is a learner-centered pedagogical approach that affords learners (incluiding prospective and certified  teachers) oppor tunites to engage in goal-directed inquiry. Learners work collaboratively with others as they analyze complex and ill-defined problems (Barrows, 200: Hmelo-Silver,2004). Learners also work independently tocollect information they then bring cak to the group’s functioning. The teacher’s role changes from one of primarily “telling” information to one that facilitates thingking, reflecting and collaborative inquiry, while content decisions are left up to the student. This PBL’sgoals consist of conceptual and pedagogical content knowledge construction, and selfdirected, lifelong learning. These goals are brought to fruition throughlearners’ engagement in the PBL tutorial process and three of the process’s features: the proble-case, learning issues, and the facilitator (Simone, 2014 : 18).

PBL is a methodology that can ignite that kind of sparke in today’s students. When students are given inadequately constructed problems to solve, they learn to think the way real world professionals such as architerls, archaeologists, engineers, scientists, and historyans think. Such thinking reguires that missing (for example, which learning issues are missing). PBL teaches students that they must first discern exactly what the problem is instead of immediately what they already know about it by constructing hypotheses based upon prior knowledge. They can than identify the learning issues involved, decide what new information is needed. And determine how they must thest this new information to refine their original theirues (Ronis,D.L, 2008 : 34).

Barrows dalam Saleh ( 2013 : 204 ). mendefinisikan PBM sebagai sebuah strategi pembelajaran yang hasil maupun proses belajar-mengajarnya diarahkan kepada pengetahuan dan penyelesaian suatu masalah. PBM merupakan strategi belajar yang membelajarkan mahasiswa untuk memecahkan masalah dan merefleksikannya  dengan  pengalaman mereka.

Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah. Menurut Glazer (2001) menyatakan bahwa PBL menekankan belajar sebagai proses yang melibatkan pem- ecahan masalah dan berpikir kritis dalam konteks yang sebenarnya. Glazer selanjutnya mengemukakan bahwa PBL memberikan ke- sempatan kepada siswa untuk mempelajari hal lebih luas yang berfokus pada mempersiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang aktif dan bertanggung jawab. Melalui PBL siswa memperoleh pengalaman dalam menangani masalah-masalah yang realistis, dan menekan- an pada penggunaan komunikasi, kerjasama, dan sumber-sumber yang ada untuk meru- muskan ide dan mengembangkan keterampi- lan penalaran. Hasil penelitian Abdullah dan Ridwan (2008) menyatakan model PBL dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Penelitian Hasrul Bakri (2009), menyatakan bahwa PBL mampu meningkatkan minat belajar praktek menggulung trafo. Hasil penelitian Oon-Seng Tan (2008) menyatakan PBL dapat mengantar kan siswa untuk menyelesaikan permasalahan hidup melalui proses menemukan, belajar dan berpikir secara independen . Melihat karakter- istik dari PBL, model pembelajaran tersebut sesuai jika diterapkan pada pembelajaran ma- teri perbaikan dan setting ulang PC ( Suyanto dan Nafiah, 2014: 127- 128).

Problem Based Learning adalah seoerangkat model mengajar yang menggunakan masalah sebagai focus untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, materi dan pengaturan diri ( Hmelo- Silver, 2004: Serafino dan Cicchelli, 2005 Egen dan Kaucak, 2012 : 307 ) dalam Suyanto dan Nafiah. PBL merupakan suatu pendekatan yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentng cara berpikir kritis dan  keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dankonsep yang esensial dari materi pelajaran. PBL merupakan pembelajaran berdasarkan Teori Kognitif  yang didalamnya termasuk teori belajar konstruktivisme. Menurut teori konstruktivisme keterampilan berpikir dan memecahkan masalah dapat dikembangkan jika peserta didik melakukan sendiri, menemukan, dan memindahkan kekomplekan pengetahuan yang ada ( Suyanto dan Nafiah, 2014 : 129-130 ).

Model PBL merupakanmodel pembelajaran yang berorientasi pada siswa. Dalam PBL atau pembelajaran berbasis masalah ini siswa memegang peran yang dominan dalam pembentukkan pengetahuan mereka dalam pelaksanaan pembelajaran dibandingkan dengan guru ( Abdurrozak,dkk. 2016 : 873 ).

Menurut Barrow ( dalam Huda, 2013, hlm 271 ) ( dalam Abdurrozak, dkk, 2016: 873). Mendefiniskan Problem Based Learning atau PBL  sebagai “ pembelajaran yang diperoleh melalui proses menuju pemahaman atau resolusisuatu masalah”. Sementara itu menurut Sujana (2014, hlm. 134 dalam Abdurrozak, dkk, 2016 : 873 ).“PBL adalah suatu pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan berfungsi bagi siswa, sehingga masalah tersebut dapat dijadikan batu loncatan untuk melakukan investigasi dan penelitian”. Maka dari itu PBL merupakan sebuah pembelajaran yang menuntut siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri melalui permasalahan.

Menurut Arends (2008:41 dalam Surjono dan Wulandari, 2013 :180). PBL merupakan pembelajaran yang memilikiesensi berupa menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna ke-pada siswa. Sebagai tambahan, dalam PBL peran guru adalah menyodorkan berbagai ma-salah autentik sehingga jelas bahwa dituntut keaktifan siswa untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut. Setelah masalah diperoleh maka selanjutnya melakukan perumusan ma-salah, dari masalah masalah tersebut kemu-dian dipecahkan secara bersama sama dengan didiskusikan. Saat pemecahan masalah ter-sebut akan terjadi pertukaran informasi antara siswa yang satu dengan yang lainnya sehingga permasalahan yang telah dirumuskan dapat terpecahkan. Sumber informasi tidak hanya dari guru akan tetapi dapat dari berbagai sumber. Guru disini berperan sebagai fasili-tator untuk mengarahkan permasalahan se-hingga saat diskusi tetap fokus pada tujuan pencapaian kompetensi.

C. Tujuan Problem Based Learning

Tujuan PBL menurut penelitian yang dikembangkan oleh Hmelo-silver (2004) dalamHuriah ( 2018 : 12- 13),  yaitu :

  1. Mengkontruksi luas dan fleksibilitas pengetahuan dasar.
  2. Dalam PBL, mahasiswa termotivasi untuk memperluaskan pengetahuan dasar yang dimiliki dengan memecahkan masalah. Mahasiswa yang mengikuti kegiatan PBL dapat mencapai pengetahuan seluas-luasnya terkait topik pembelajaran yang terdapat dalam kasus.
  3. Mengembangkan efektivitas ketrampilan pemecahan masalah.
  4. Proses diskusi PBL, menjadi mahasiswa belajar bagaimana memecahkan masalah dengan cara berdiskusi dengan anggota lain. Mahasiswa dapat belajar secara efektif ketrampilan  pemecahan masalah.
  5. Mengembangkan pengarahkan diri dan ketrampilan belajar sepanjang hayat.
  6. Pada proses diskusi PBL terjadi interaksi antar anggota. Proses ini menjadikan mahasiswa belajar berkomonikasi yang efektif dan toleransi sesama anggota.
  7. Mahasiswa menjadi kaloborator yang efektif.
  8. Pada saat diskusi PBL, mahasiswa akan belajar bagaiamana menyakinkan anggota lain agar dapat menerima ide-ide yang disampaikan.
  9. Menjadikan motivasi intriksi dalam belajar.
  10. Masalah yang menarik dapat meningkatkan motivasi mahasiswa dalam belajar, dibandingkan dengan metode kuliah kelas dimana mereka hanya duduk mendengarkan (pembelajaran pasif).

D. Karakteristik Model Problem Based Learning ( PBL )

Menurut Saleh (2013:205). Didalam strategi PBM ( pembelajaran berbasis masalah ) terdapat tiga ciri utama:

Pertama, strategi PBM (Pembelajaran berbasis masalah) merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam pembelajaran ini tidak mengharapkan mahasiswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat kemudian menghafal materi pelajaran, akan  tetapi melalui strategi PBM mahasiswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkannya.

Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Strategi PBM menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah tidak mungkin ada proses pembelajaran.

Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris, sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.

Ciri lainnya dalam model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning), dosen lebih banyak berperan sebagai fasilitator, pembimbing dan motivator. Dosen mengajukan masalah otentik/mengorientasikan mahasiswa kepada permasalahan nyata (real world), memfasilitasi/ membimbing dalam proses penyelidikan, menfasilitasi dialog antara mahasiswa, menyediakan bahan ajar mahasiswa serta memberikan dukungan dalam upaya meningkatkan temuan dan perkembangan intektual mahasiswa.

Keberhasilan model PBM sangat tergantung pada ketersediaan sumber belajar bagi mahasiswa, alat-alat untuk menguji jawaban atau dugaan, menuntut adanya perlengkapan praktikum, memerlukan waktu yang cukup apalagi  data  harus diperoleh dari lapangan, serta kemampuan dosen dalam mengangkat dan merumuskan masalah.

Huinchun (2013 : 15-18). lays out eight characteristics  PBL:

  1. An knowledgement of the base of experience of the learners.
  2. An emphasis on students taking responsibility for their own learning
  3. A crossing of boundaries between disciplines
  4. An interwining of theory and practice.
  5. A focus on the process of knowledge acquisition rather than the products of such a process.
  6. A change in staff role from that of instructor to that of facilitator.
  7. A change in focus from staff assement of learning outcomes to students self-and peer assessement.
  8. A focus on communication and interpersonal skills which help students understand that in order to pass on their knowledge, communication skills are necessary and go beyond their area of tecnical expertise.

Berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow, Min Liu (publikasi tahun 2005) ( dalam Saleh, 2013 : 206). menjelaskan karakteristik dari PBL, yaitu :

1. Learning is student-centered

Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada mahasiswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori konstruktivisme dimana mahasiswa didorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri.

2. Authentic problems from the organizing focus for learning

Masalah yang disajikan kepada mahasiswa adalah masalah yang otentik sehingga mahasiswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti.

3. New information is acquired through self-directed learning

Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja mahasiswa belum mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya, sehingga mahasiswa berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik  dari  buku atau informasi lainnya.

4. Learning occurs in small groups

Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaboratif, maka PBL dilaksakan dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas.

5. Teachers act as facilitators.

Pada pelaksanaan PBL, dosen hanya berperan sebagai fasilitator. Namun, dosen harus selalu memantau perkembangan aktivitas mahasiswa dan mendorong mahasiswa agar mencapai target yang hendak dicapai.

Selain itu, Menurut Saleh ( 2013: 206 – 207 ). karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah dapat dirinci sebagai berikut:

  1. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.
  2. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur.
  3. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective).
  4. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh mahasiswa, sikap dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.
  5. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.
  6. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaanya da evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBL.
  7. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif.
  8. Pengembangan ketrampilan inquiry ( menemukan) dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.
  9. Keterbuakaan proses dalam PBL meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.
  10. PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman mahasiswa dan proses belajar.

Menurut Huriah ( 2018 : 13-14), sejumlah karakteristik mengenai problem based learning, yaitu :

  1. Setiap mahasiswa memiliki tanggung jawab terhadap sasaran capaian pembelajaran mereka sendiri.
  2. Triger masalah yang dipakai di dalam problem based learning memberikan gambaran situasi nyata dan memberikan kebebasan pada mahasiswa dalam mencari pemecahannya.
  3. Permasalahan membutuhkan  perspektif ganda memantang  pengetahuan yang dimiliki mahasiswa.
  4. Apa yang terjadi selama belajar mandiri, mahasiswa menerapkan kembali dengan cara menganalisi ulang penyelesaiannya.
  5. Analisis akhir dari kegiatan pemecahan masalah dan diskusi tentang konsep dan prinsip yang dipelajari merupakan hal yang terpenting.
  6. Penilaian individu dan penilaian peer dilakukan setiap akhir kegiatan.
  7. Model pembelajaran yang mencakup keseluruhan, berbagai disiplin ilmu dan subjek belajar.
  8. Hakikat pembelajaran ini adalah kalobarasi, komunikasi dan kooperatif.
  9. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses PBL.
  10. Pengembangan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.
  11. Kegiatan PBL membawa kearah nilau pada situasi nyata.
  12. Ujian mahasiswa harus mengukur kemajuan mahasiswa terhadap tujuan belajarnya.
  13. Kurikulum PBL harus berdasarkan pedagogic dan bukan bagian dari kurikulum didaktik.

Savery (2006: 12-14 ). Each of these essential characteristics has been extended brienfly to provide additional information and resource:.

  1. Student must have the responsibility for their own learning

PBL is a learner-centered approach – students engage with the problem with whatever their current knowledge/experience affods. Learner motivation increases when reponbility for the solution to the problem and the process rests with the learner (Savery & Duffy, 1995) and as student ownership for learning increases (Savery,1998;1999). Inherent in the design of PBL is a public articulation by the learners of what they know and about what they need to learn more. Individuas accept responbility for seeking relevant information and bringing that back to the group to help inform the development of a vible solution.

2)        The problem simulation used in problem-based Learning must be ill-structures and allow for free inquiry.

Problems in the real world are ill-structured (or they would not be problems). A critical skill developed through is the ability to identify the problem and set parameters on the development of a solution. When a problem is well-structured learners are less motivated and less invested in the development of the solution.

3)        Learning should be integrated from a wide range of disciplines or subjects.

       Barrows notes that during self directed learning, students should be ableto access, study and integrate information from all the disciplines that might be related to understanding and resolving a particular problem-just as people in the real world must recall and aplly information integrated from diverse sources in their work. The rapid expansion of information has encouranged a cross-fertilization of ideas and led to the development of new disciplines. Multiple perspectives lead to a more through understanding of the issues and the development of a robust solution.

4)        Collaboration is essential

       In the world after most learners will find themselves in jobs where they need to share information and work productively with others. PBL provides a format for the development of these essential skills. During a PBL session the tutor will ask question of any and all members to ensure that information has been shared between members in relation to the group’s problem.

5)        What student learn during ther self- directed learning must be applied back to the problem with reanalysis and resolution.

       The point of self-firected research for individuals to collect information that will inform the group’s decision-making process in relation to the problem. Is is essential that each individual share coherently what he or she has learned and how that information might impact on developing a solution to the problem.

6)        A closing analysis of what has been learned from work with the problem and a discussion of what concepts and principles have been learned are essential.

       Given that PBL is very enganging, motivating and involving form of experiential learning, learners are often very close to the immediate details of the problem and the proposed solution. The purpose of the post-experience debriefing process (see Steinwachs, 1992; Thiagarajan, 1993 for details on debriefing) is to consolidate the learning and ensure that the experience all facets of the PBL process to better understand what they know, what they learned, and how they perfomed.

7)        Self and peer assessment should be carried out at the completion of each problem and at the end of every curricular unit.

       These assessment activities related to the PBL process are closely related to the previous essential characteristic of refecation on knowledge gains. The significance of this activity is to reinforce the self-reflective nature of learing and sharpen a range of metacognitive processing skills.

8)        The activities carried out in problem-based learning must be those valued in the real world.

       A relation and guidelines for the selection of authentic problems in PBL is discussed extensively in savery & Duffy.

9)        Students examinations must measure student progress towards the goals of problem-based learning.

       The goals of PBL are both knowledge-based and process-based. Students need to be assessed on both dimensions at regular intervals to ensure that they are benefiting as intended from the PBL approach. Students are responsible for the content in the they have “convered” through engagement with problems. They need to be able to recognize and articulate what they know and what they have learned.

10)    problem-based learning must be the pedagogical base in the curriculum and not part of a didactic curriculum.

PBL is based on the principles of adult learning. Knowles, the father os adult learning theory, proposed that a learning environment which is characterized by physical comfort, mutual respect and freedom of expression is accepted, the learners perceive learning goals as their own and accept partial responbility for planning amd conducting the learning sessions and their active participation in the learning process is encouranged. PBL is usually carried out in small groups of 5 to 10 students each, who meet two or three times a week for PBL tutorials. The groups are presented with a clinical problem and in a series of steps, they disuss the possible mechanisms and causes, develop hypotheses and methods to test them, are presented with further information, use this new information to refine their hypotheses and finally, reach a conclusion (Shankar, 2010 : 3249-3250).

Later and Huinchun (1985 : 15-18) lays out eight characteristics  PBL:

  1. An knowledgement of the base of experience of the learners.
  2. An emphasis on students taking responsibility for their own learning
  3. A crossing of boundaries between disciplines
  4. An interwining of theory and practice.
  5. A focus on the process of knowledge acquisition rather than the products of such a process.
  6. A change in staff role from that of instructor to that of facilitator.
  7. A change in focus from staff assement of learning outcomes to students self-and peer assessement.
  8. A focus on communication and interpersonal skills which help students understand that in order to pass on their knowledge, communication skills are necessary and go beyond their area of tecnical expertise.

E. Langkah – Langkah Model PBL

Terdapat beberapa langkah, protokol dan prosedur PBM. Barret (2005 dalam Saleh, 2013 : 210 – 211) menjelaskan langkah-langkah pelaksanaan PBL sebagai berikut:

  1. Mahasiswa diberi permasalahan oleh dosen ( atau permasalhan diungkap dari pengalama mahasiswa ).
  2. Mahasiswa melakukan diskusi dalam kelomok kecil melakukan  hal-hal berikut:
    1. Mengklarifikasi kasus permasalahan yang diberikan
    2. Mendefinisikan masalah
    3. Melakukan tukar pikiran berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki.
    4. Menetapkan hal-hal yang diperlukan untuk enyelesaikan masalah.
  3. Mahasiswa melakukan kajian secara independen berkaitan dengan masalah yang harus diselesaikan. Mereka dapat melakukannya dengan cara mencari  sumber di perpustakaan, database, internet, sumber personal atau melakukan observasi
  4. Mahasiswa kembali kepada kelompok PBL untuk melakukan tukar informasi, pembelajaran teman sejawat, dan bekerjasama dalam menyelesaikan masalah.
  5. Mahasiswa menyajikan solusi yang mereka temukan
  6. Mahasiswa dibantu oleh dosen melakukan evaluasi berkaitan dengan seluruh kegiatan pembelajaran. Hal ini meliputi sejauhmana pengetahuan yang sudah diperoleh oleh mahasiswa serta bagaimana peran masing-masing mahasiswa dalam kelompok.

Sedangkan Menurut Arends (2008:55 dalam Suyanto dan Nafiah, 2014: 130). langkah-langkah dalam melaksanakan PBL ada 5 fase yaitu:

  1. Mengorientasi siswa pada masalah.
  2. Mengorganisasi siswa untuk meneliti
  3. Membantu investigasi mandiri dan berkelom­pok
  4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
  5. Menganalisis dan mengevalu­asi proses pemecahan masalah.

Permasalahan yang digunakan dalam PBL adalah permasala­han yang dihadapi di dunia nyata. Meskipun kemampuan individual dituntut bagi setiap siswa, tetapi dalam proses belajar dalam PBL siswa belajar dalam kelompok untuk memaha­mi persoalan yang dihadapi. Kemudian siswa belajar secara individu untuk memperoleh in­formasi tambahan yang berhubungan dengan pemecahan masalah. Peran guru dalam PBL yaitu sebagai fasilitator dalam proses pembe­lajaran.

Tabel 1. Langkah-langkah PBL menurut Abdurrozak, dkk (2016 : 874).

No.FasePerilaku Guru
1Fase 1:a.Membahas tujuan pembelajaran.
Memberikan orientasi mengenai permasalahan kepada siswab.Mendeskripsikan berbagai kebutuhan penting.
c.Memotivasi siswa agar dapat terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.
2Fase 2:
Mengorganisasikan siswa agar dapat melakukan penelitiand.Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahan yang dihadapi
3Fase 3:
Membantu siswa melakukan investigasi secara mandiri dan Kelompoke.Mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, serta mencari penjelasan dan solusi.
4Fase 4:
Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibitf.Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak yagn tepat seperti laporan, rekaman video, serta model-model.
.g.Membantu siswa untuk menyampaikannya kepada orang lain.
5Fase 5:
Menganalisis dan mengevaluasi proses-proses dalam mengatasi masalahh.Membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya serta proses-proses yang mereka gunakan.

Menurut Efendi (2008 : 125- 126), problem based learning merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru. Dalam metode ini, peserta didik diberikan suatu permasalahan. Selanjutnya secara berkelompok (disarankan kelompok kecil : 8-10 orang) mencari solusi atas permasalahan tersebut. Untuk mendapatkan solusi, mereka diharapkan secara katif mencari informasi yang dibutuhkan dari berbagai sumber. Informasi dapat diperoleh dari bahan bacaan (literature), narasumber, dan sebagainya.

Untuk dapat memperoleh hasil yang diharapkan, maka terdapat langkah-langkah yang dilakukan dalam metode PBL.

1. Identifikasi masalah

Mahasiswa membaca masalah yang diberikan dan mendiskusikannya. Mereka dapat terstimulus untuk “mendiagnosis” masalah tersebut dengan segera. Mereka harus didorong untuk berpikirkan lebih dalam pertanyaan “apa”, “mengapa”, “bagaimana”,”kapan”, dan sebagainya.

2. Ekplorasi pengetahuan yang telah dimiliki

Klarifikasi istilah yang digunakan dalam masalah beserta maknanya. Mahasiswa datang dengan pengetahuan yang mereka miliki sebelumnya, termasuk dari pengalam hidup. Kita tahu bahwa seseorang dapat memahami materi atau pengetahuan baru jika telah pernah tahu tentang topik tersebut.

3. Menetapkan hipotesis

Pada tahap ini diharapkan mahasiswa dapat membangun hipotesis dari permasalahan yang diberikan.

4. Identifikasi isu-isu yang dipelajari

Isu pembelajaran dapat didefinisikan sebagai pertanyaan yang tak dapat dijawab dengan pengetahuan yang masih dimiliki mahasiswa. Pada tahap ini mahasiswa harus menyadari apa yang menjadi isu pembelajaran, baik bagi kelompok maupun tiap individu.

5. Belajar mandiri

Pada tahap ini harus jelas isu pembelajaran yang menjadi tujuan bagi tiap mahasiswa. Pada area tertentu, perlu ditentukan bagian yang merupakan bagian dari belajar mandiri mahasiswa. Hal ini bermanfaat sebelum masuk pertemuan (tutorial) berikutnya.

6. Re-evaluasi dan penerapan pengetahuan bary terhadap masalah

Mahasiswa berkumpul kembali setelah membahas isu pembelajaran pada tahap sebelumnya. Pada tahap inilah ilmu atau pengetahuan yang beru diterapkan pada permasalahan yang diberikan diawal.

7. Pengkajian dan refleksi

Hal ini termasuk melakukan review terhadap pembelajaran yang telah diraih, sekaligus kesempatan bagi kelompok untuk memberikan umpan balik mengenai proses yang telah berlangsung.

Jensen And Mostrom (2002: 21)Steps in the based learning tutorial process

  1. Step one: identify and elarify terms in the case scenario that are unfamiliar
  2. Step two: define the problem or problems to be discussed (all views should be considered)
  3. Step three: discuss the problem at brainstroming sesions suggest possible explanations based on prior knowledge students draw on etch others knowledge, identify areas of incomplete knowledge
  4. Step four: review move expanations to tentative solutions, record explanations and restructure if needed
  5. Step five: formulate learning objectives group works toword consensusof learning objectives tutor make sure learning abjectives are focused, achievable, comprehensive, and appropriate.
  6. Step six: private (all students gather information related to each learning objective)
  7. Group shares results of private study (students identify their learning resources and share their results) tutor checks learning and assesses group (scribe records key findings during each of the process).

F. Kelebihan Model Pembelajaran Berbasis PBL

Menurut Huriah ( 2018 : 22-23),  problem based learning merupakan bagian dari strategi pembelajaran student center. Terdapat beberapa kelebihan dalam metode PBL, yaitu :

Kelebihan Problem Based learning

  1. PBL berpusat pada mahasiswa : memotivasi pembelajaran aktif, meningkatkan pemahaman, dan stimulus seseorang untuk terus belajar selama hidupnya.
  2. Kompentensi umum : PBL memfasilitasi mahasiswa untuk mengembangkan sikap dan ketrampilan umum yang dikehendaki di masa mendatang.
  3. Intgrasi : PBL memfasilitasi integrasi kurikulum inti.
  4. Motivasi : PBL menyenangkan bagi tutor dan mahasiswa dalam proses melibatkan mahasiswa dalam proses pembelajaran.
  5. Pembelajaran mendalam : PBL meningkatkan kemampuan pemahaman mendalam bagi mahasiswa.
  6. Pendekatan konstruktif : mahasiswa aktif berdasarkan pengetahuan dan membangun kerangka konseptual dari pengetahuan tersebut.

Menurut Saleh (2013 : 209–210). Sebagai suatu strategi pembelajaran, metode PBL memiliki beberapa keunggulan di antaranya:

  1. Pemecahan masalah ( problem solving ) merupakan teori teknik yang cukup bagus untuk memahami suatu pelajaran.
  2. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan mahasiswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi mahasiswa.
  3. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran mahasiswa.
  4. Pemecahan masalah dapat membantu mahasiswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
  5. Pemecahan masalah dapat membantu mahasiswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu pemecahan masalah itu juga dapat mendorong mahasiswa untuk melakukan evaluasi baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
  6. Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada mahasiswa bahwa setiap mata pelajaran (matematika, IPA, sejarah dan sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh mahasiswa, bukan hanya  sekedar beajar dari dosen atau dari buku-buku saja.
  7. Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai mahasiswa.
  8. Pemecahan maslah dapat mengembangka kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
  9. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata
  10. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat mahasiswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah  berakhir.

Menurut Wasonowati, dkk (2014: 68). Model PBL dipilih karena mempunyai beberapa kelebihan, antara lain adalah:

  1. Pemecahan masalah yang diberikan dapat menantang dan membangkitkan kemampuan berpikir kritis siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan suatu pengetahuan baru.
  2. Pembelajaran dengan model PBL dianggap lebih menyenangkan dan lebih disukai siswa.
  3. Model PBL dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran, dan
  4. Model PBL dapat memberikan kesempatan siswa untuk menerapkan pengetahuan yang mereka miliki ke dalam dunia nyata.

G. Kelemahan Model Berbasis PBL

Menurut Huriah ( 2018 : 22-23),  problem based learning merupakan bagian dari strategi pembelajaran student center. Terdapat beberapa kekurangan dalam metode PBL, yaitu :

Kekurangan Problem based learning :

  1. Tutor tidak dapat mengajar : tutor merasa nyaman dengan metode tradisional sehingga kemungkinan PBL akan terasa membosankan dan sulit.
  2. Sumber daya manusia :  lebih banyak staf yang terlibat dalam proses tutorial.
  3. Model peran : kemungkinan mahasiswa mengalami kekurangan akses pada dosen yang berkualitas di mana dalam kurikulum tradisional memberikan kuliah dalam kelompok besar.
  4. Sumber-sumber lain : sebagaian  besar mahasiswa memerlukan akses pada perpustakaan yang sama dan internet secara bersamaan pula.
  5. Informasi berlebihan : mahasiswa kemungkinan tidak yakin dengan seberapa banyak belajar mandiri yang diperlukan dan informasi apa yang relavan dan berguna.

Menurut Saleh ( 2013: 209-210 ) Beberapa kelemahan strategi pembelajaran berbasis masalah antara lain:

  1. Manakala mahasiswa tidak memilikiminat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan measa enggan untuk mencoba.
  2. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memcahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari.
  3. PBL tidak dapat diterapkan untuk setaiap materi pelaran ada bagian dosen berperan aktif dalam menyajikan materi. PBL lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntu kemampuan tertentu yang kaitannya dengan pemecahan masalah.
  4. Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman mahasiswa yang tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembangian tugas.
  5. Kurang cocok untuk diterapka di Sekolah Dasae Karena masalah kemampuan bekerja dalam kelompok PBL sangat cocok untuk mahasiswa perguruan tinggi atau paling tidak untuk sekolah menengah.
  6. PBL biasanya membutuhkan waktuyang tidak sedikit sehingga dikhawatirkan tidak dapat menjangkau seluruh konten yang diharapkan walaupun PBL berfokus pada masalah bukan konten materi.
  7. Membutuhkan kemampuan dosen yang mampu mendorong kerja mahasiswa dalam kelompok secara efektif, artinya dosen harus memiliki kemampuan memotivasi mahasiswa dengan baik.
  8. Adakalanya sumber yang dibutuhkan tidak tersedia dengan lengkap.

H. Keterkaitan PBL dan Hasil Belajar

Menurut Orhan & Ruhan (2007 dalam Suyanto dan Nafiah, 2014 : 130-131). Menyatakan bahwa model PBL memberikan dampak posi­tif pada prestasi akademik siswa dan sikap siswa terhadap sains. Dalam pelaksanaan PBL di sekolah kesehatan, PBL memberi dampak positif terhadap kompetensi dokter dalam di- mensi sosial dan kognitif (Gerald Choon-Huat Koh, Hoon Eng Khoo, Mee Lian Wong & David Koh,2008). Dalam penelitian yang di- laksanakan oleh Hasrul Bakri (2009), menun- jukkan bahwa penerapan PBL di SMK dalam pembelajaran praktek dapat meningkatkan minat dan kemampuan praktek siswa dalam praktek menggulung trafo. Penelitian Ade Gafar Abdullah dan Taufik Ridwan (2008), menyatakan bahwa dalam penerapan PBL ter- dapat peningkatan hasil belajar siswa.

I. Peran Partisipan Dalam Problem Based Learning

Menurut Suradijono (2009) di dalam Efendi (2008 : 127- 128), selama berlangsungnya proses belajar dalam PBL, mahasiswa akan mendapatkan bimbingan dari  narasumber atau fasilitator, bergantung pada tahapan kegiatan yang dijalankan. Tiap tiap elemen dalam PBL memiliki peran spesifik sebagai berikut :

1. Narasumber

Peran narasumber dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut.

  1. Menyusun kasus pemicu (trigger problems)
  2. Sebagai sumber pembelajaran untuk informasi yang tidak ditemukan dalam sumber pembelajarab berupa bahan cetak atau elektronik.
  3. Melakukan evaluasi hasil pembelajaran.
2. Tutor/ fasilitator

Secara umum peran fasilitator adalah memantau dan memastikan kelancaran kerja kelompok serta melakukan evaluasi terhadap efektivitas proses belajar kelompok. Secara lebih rinci peran fasilitator adalah sebagi berikut :

  1. Pada pertemuan pertama, mengatur kelompok dan menciptakan suasana yang nyaman.
  2. Memastikan bahwa sebelum proses pembelajaran dimulai setiap kelompok telah memiliki seorang anggota yang bertugas membaca materi dengan suara dikeraskan. Sementara itu teman-teman yang lain mendengarkan da nada seorang anggota yang mencatat informasi yang penting sepanjang jalannya diskusi.
  3. Memberikan materi atau informasi pada saat yang tepat, sesuai dengan perkembangan kelompok.
  4. Memastikan bahwa setiap sesi diskusi kelompok diakhiri dengan self-evaluation.
  5. Menjaga agar kelompok terus memusatkan perhatian  pada pencapaian tujuan.
  6. Memantau jalannya diskusi dan membuat  catatan tentang berbagi masalah yang muncul dalam proses belajar, serta menjaga agar proses belajar terus berlangsung, agar tidak ada fase dalam proses pembelajaran yang terlewati atau terabaikan dan agar setiap fase dilakukan dalam urutan yang tepat.
  7. Menjaga motivasi mahasiswa dengan mempertahankan unsur tantangan dalam penyelesaian tugas.
  8. Memberikan pengarahan agar dapat membantu mahasiswa keluar dari kesulitannya.
  9. Membimbingan proses belajar mahasiswa dengan mengajukan pertanyaan yang tepat pada saat yang tepat. Pertanyaan-pertanyaan ini hendaknya merupakan pertanyaan tentang berbagai konsep, ide, penjelasan, dan sudut pandang.
  10. Mengevaluasi kegiatan belajar mahasiswa, termasuk pertisipasinya dalam proses kelompok. Pengajar perlu memastikan bahwa setiap mahasiswa terlibat dalam proses kelompok serta berbagi pemikiran dan pandangan.
  11. Mengevaluasi penerapan PBL yang telah dilakukan.

J. Evaluasi Dalam Problem Based Learning

Menurut Efendi (2008 : 127- 128), tidak selamanya proses belajar dengan metode PBL berjalan dengan lancar. Ada beberapa hambatan yang dapat muncul. Hal yang paling sering terjadi adalah kurang terbiasanya peserta didik dan pengajajar dengan metode ini. Peserta didik dan pengajar masih terbawa kebiasaan materi konvensional, di mana pemberian materi hanya terjadi satu arah saja. Faktor penghambat lain adalah kurangnya waktu. Proses PBL terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak. Peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi persoalan yang diberikan. Sementara itu, waktu pelaksanaan PBL harus disesuaikan dengan beban kurikulum. Untuk mengetahui apakah metode PBL berhasil atau tidak, maka dilakukan proses evaluasi/penilaian. Dalam pembelajaran yang berorientasi pada proses, terdapat dua komponen pokok yang perlu diperhatikan dalam proses evaluasi.

1.      Pengetahuan yang diperoleh mahasiswa

2.      Proses belajar yang dilakukan oleh mahasiswa

2.1.11 Komponen – Komponen Model PBL

  1. Sintaks Model PBL.

Syntac pembelajaran merupakan langkah- langkah operasional pembelajaran yang sifatnya baku. Langkah langkah ini dipilihb sesuai dengan modek yang di kembangkan. Syntax diperlukan dalam pengembangan sebuah model pembelajaran supaya langkah-langkah yang dirancang tersebut dapat dijadikan pedoman bagi guru yang akan menerapkannya (Andayani, 2015 :136).

Menurut Japar ( 2015:16 ).Sintaks model PBMSK yang dikembangkan terdiri atas tujuh fase, yaitu:

  1. fase-1 menyampaikan tujuan dan orientasi siswa pada masalah,
  2. fase-2 mengorganisasikan siswa dalam kelompok belajar,
  3. fase-3 membimbing penyelidikan individual maupun kelompok,
  4. fase- 4 mengembangkan dan menyajikan hasil karya,
  5. fase-5 menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah,
  6. fase-6 evaluasi, dan
  7. fase-7 memberi penghargaan,
  8. Sistem Sosial Model PBL.

Social system atau sistem sosial ialah proses belajar mengenali, menganalisis dan mempertibangkan eksistensi dan perilaku siswa dan guru sebagai sebuah istitusi sosial dalam berbagai ranah dan pebelajaran. Peran guru dn siswa disini lebih dilihat sebagai makhluk sosial dan bagian dari kelompok kepentingan, bukan sebagai idividu (Andayani, 2015 :136).

Menurut Suradi (2005: 39-40) dalam Japar (2015: 16). Komunikasi antara guru dengan siswa dapat dibagi dalam lima pola, yaitu:

  1. pola ”Guru (G) – Siswa (S)”,
  2. pola ” Guru (G) – Siswa (S) – Guru (G),
  3. pola ”Guru (G) – Siswa (S) – Siswa (S)”,
  4. pola ”Guru (G) – Siswa (S), Siswa (S) – Guru (G), Siswa (S) – Siswa (S), dan
  5. pola melingkar,
  6. Sistem Reaksi Model PBL

Principles of reaction atau prinsip reaksi adalah suatu prinsip yang menggambarkan bagaimana reaksi siswa terhadap aktivitas pembelajaran yang diterapkan guru. Dalam penerapan sebuah model pembelajaran, reaksis siswa menjadi aktivitas yang terencana, tidak terjadi secara serta merta. Karena itu guru di tuntut agar mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran  sehingga tercapai secara tuntas perilaku-perilaku, sikap-sikap yang akan diperoleh pada saat dan setelah pembelajaran berlangsung. Demikian pula sebaliknya, guru harus bereaksi terhadapa aksi siswa dalam semua peristiwa serta tidak mengrahkan aspek yang sempit melainkan ke suau kesatuan yang utuh dan bermakna (Andayani,2015 : 137).

Prinsip reaksi model PBMSK. Menurut Joyce, Weil, & Shower (2009) dalam japar (2015:16). bahwa prinsip reaksi merupakan pedoman bagi guru dalam menghargai dan merespons stimulus berupa prilaku-prilaku siswa dalam proses pembelajaran.

4.      Sistem pendukung model PBL.

Support System atau sistem pendukung adalah komponen-komponen yang menjadi pendukung dalan penerapan sebuah model pembelajaran. Sistem pendukung ini merupakan sebuah sistem yang menyediakan kemampuan untuk penyelesaian masalah dan menjamin terjadinya interaksi guru siswa untuk menyelesaikan permasalahan pembelajaran. Bentuk sistem pendukung dapat berupa sekumpulan prosedur berbasis model untuk membantu guru dalam mengambil keputusan dalam pembelajaran (Andayani,2015 : 137-138).

Menurut Joyce & Weil (2009) dalam Japar (2015:16). bahwa yang dimaksud sistem pendukung adalah segala sarana, bahan, dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model tersebut (Japar,2015:16).

  1. Dampak instruksional dan dampak pengiring.

Menurut Joyce & Weil (2009) dalam Japar (2015:16). Bahwa dampak instruksional adalah tujuan utama yang bersifat segera/mendesak untuk dicapai (instructional effect) yaitu hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan sedangkan dampak pengikut/pengiring yaitu hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran,  sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh para siswa tanpa pengarahan langsung dari guru.

Menurut Huriah (2018 : 19-20),di dalam aktivitas diskusi tutorial problem based learning terdapat tutor dan mahasiswa, juga dibutuhkan beberapa sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan pembelajaran. Beberapa fasilitas yang diperlukan, diantaranya :

1.             Ruang diskusi tutor yang berfungsi  sebagai tempat transit  dan apersepsi antara penanggung jawab  mata kuliah/blok dan tutor. Ruang tutor dilengkapi meja, kursi dan perlengakapan lainnya yang menunjang kegiatan persiapan tutorial bagi tutor.

2.             Buku penilaian kegiatan tutorial yang berfungsi mengevaluasi kesiapan dan keaktifan dalam pelaksanaan diskusi. Selesai proses diskusi, tutor harus  selesai menilai setiap mahasiswa di buku penilaian tutorial sehingga admin dapat langsung menginput nilai.

3.             Sesorang petugas yang bertugas untuk mempersiapkan kebutuhan terkait pelaksanaan tutorial dan bertugas menginput nilai kegiatan tutorial.

4.             Ruang kecil yang cukup nyaman untuk 8 sampai 10 orang, lengkap dengan meja, kursi, papan tulis, dan penerangan yang cukup. Kondisi ruangan 

5.             Seperangkat komputer untuk petugas admin yang akan melakukan input nilai kegiatan tutorial.

6.             Perpustakaan mini yang harus dilengkapi dengan referensi baru, sesuai  dengan materi yang dibahas dalam diskusi kelompok. Referensi dapat berupa buku, jurnal, CD-ROM, kaset video, akses internet. Setelah selesai diskusi kelompok mahasiswa diberi kesempatan untuk penelusuran pustaka guna mencari informasi terkait dengan modul.

7.             Ruang diskusi diluar gedung akan sangat membantu, misalnya taman yang rindang, sejuk, tidak bising dan dilengkapi dengan tempat duduk melingkar, akan sangat mendukung tugas mahasiswa dalam upaya self directed learning.

8.             Fasilitas wifi atau internet di dalam ruang diskusi yang memungkinkan mahasiswa maupun dosen untuk mengakses jurnal.

9.             E-learning system untuk mengupload kuis atau mini kuis pada pertemuan kedua. E-Learning juga digunakan untuk mengupload laporan tutorial mahasiswa. Hal ini sangat penting dalam meningkatkan keaktifan mahasiswa terkait keterlibatab dalam e-learning.

2.2 KAJIAN KRITIS

Siswa dapat dikatakan belajar apabila terjadi proses perubahan tingkah laku. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuan dari pembelajaran tersebut tercapai dengan baik. Untuk mengetahui  tercapainya tujuan dari sebuah proses pembelajaran maka perlu dilakukan evaluasi atau penilaian pada akhir proses pembelajaran. Dalam mencapai tujuan tersebut maka diperlukan sebuah model pembelajaran yang tepat dan efektif.

Model PBL (Problem-Based Learning) adalah model pembelajaran yang melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi. Dalam model pembelajaran ini, peranan guru adalah menyodorkan berbagai masalah, memberikan pertanyaan, dan memfasilitasi investigasi dan dialog. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menetapkan topik masalah yang akan dibahas, walaupun sebenarnya guru telah menetapkan topik masalah apa yang harus dibahas. Hal yang paling utama adalah guru menyediakan perancah atau kerangka pendukung yang dapat meningkatkan kemampuan penyelidikan dan intelegensi peserta didik dalam berpikir. Kondisi yang tetap harus dipelihara dalam model pembelajaran PBL (Problem-Based Learning) ini adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokrasi, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal.

Tidak selamanya proses belajar dengan metode PBL berjalan dengan lancer. Ada beberapa hambatan yang dapat muncul. Hal yang paling sering terjadi adalah kurang terbiasanya peserta didik dan pengajajar dengan metode ini. Peserta didik dan pengajar masih terbawa kebiasaan materi konvensional, di mana pemberian materi hanya terjadi satu arah saja. Faktor penghambat lain adalah kurangnya waktu. Proses PBL terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak. Peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi persoalan yang diberikan. Sementara itu, waktu pelaksanaan PBL harus disesuaikan dengan beban kurikulum. Untuk mengetahui apakah metode PBL berhasil atau tidak, maka dilakukan proses evaluasi/penilaian.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pembelajaran merupakan upaya untuk menciptakan suatu kondisi bagi terciptanya suatu kegiatan belajar yang memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang memadai. Untuk mengetahui  tercapainya tujuan dari sebuah proses pembelajaran maka perlu dilakukan evaluasi atau penilaian pada akhir proses pembelajaran. Dalam mencapai tujuan tersebut maka diperlukan sebuah model pembelajaran yang tepat dan efektif.

Model PBL (Problem-Based Learning) adalah model pembelajaran yang melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi. Dalam model pembelajaran ini, peranan guru adalah menyodorkan berbagai masalah, memberikan pertanyaan, dan memfasilitasi investigasi dan dialog. Model pembelajaran berbasis  masalah adalah pembelajaran yang menekankan padaproses penyelesaian masalah.

Ciri- ciri dari model pembelajaran berbasis PBL ini anatar lain: aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Strategi PBM menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. strategi PBM (Pembelajaran berbasis masalah) merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam pembelajaran ini tidak mengharapkan mahasiswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat kemudian menghafal materi pelajaran, akan  tetapi melalui strategi PBM mahasiswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkannya. pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.

Pembelajaran berbasis masala melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran yang aktif, kolaboratif, berpusat kepada peserta didik, yang mengembangkan kemampuan belajar mandiri yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan dan karir, dalam lingkungan yang bertambah kompleks sekarang ini.

3.2 Saran

Adapun beberapa saran dari penulis adalah sebagai berikut:

1)      Bagi guru mata pelajaran Fisika, penerapan model pembelajaran Fisika berdasarkan masalah pada proses pembelajaran di kelas, dapat ditrapkan  untuk membantu siswa dalam memahami materi secara lebih mudah dengan cara berdiskusi dan bekerja sama dalam kelompok.

2)      Guru dapat menerapkan model-model pembelajaran yang inovatif yang disesuaikan dengan materi pembelajaran Fisika.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrozak, dkk. 2016. Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. Jurnal pena ilmiah. Vol. 1, No. 1.

Andayani. 2015. Problema dan Aksioma : Dalam Metodologi Pembelajaran Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Deepublish.

Blikstein, Paulo and Chan, Monica M. 2018. Exploring Problem- Based Learning for Middle School Design and Engiineering Education in Digital Fabrication Laboratories. Interdisciplinary Journal of Problem- Based Learning. Volume 12, issue 2.

Dwi,A.Gunawan,R.Sadirman.2014. Sejarah Indonesia. Jakarta : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Efendi, F. N. 2008. Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Harmadi.2017. pengembangan model dan metode pembelajran dalam dinamika belajar siswa. Yogyakarta : Deepublish.

Hilman, Wendy. 2003. Learning How To Learn: Problem Based Learning. Australian Journal of Teacher Education. Volume 28. Issue 2.

Huriah, T. 2018. Metode Student Center Learning. Jakarta : Prenada Media Group.

Japar. 2015. Model Pmbelajaran Berbasis Masalah Setting Kooperatif Untuk Meningkatkan Daya Matematis Dan Keterampilan Sosial. Journal of EST. ISSN : 2460-1497. Vol.1. No.1.

Jensen, G. M. And Mostrom, E. 2002. Handbook of Teaching and Learning for Physical Therapists. United states: Gayle May.

Khosim, N. 2017. Model model pembelajaran. Bandung : Sang Surya.

Li, Huinchun. 2003. Educational Change Towards Problem Based Learning: An Organizational Perspective. Denmark: River Publishers.

Nafiah, Yunin Nurun dan Suyanto, Wardan. 2014. Penerapan model problem-based learning untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar siswa. Jurnal pendidikan vokasi. Vol 4, nomor 1.

Nata,A. 2009. Perspektif islam tentang starategi pembelajaran. Jakarta : Kencana.

Ronis, D. L. 2008. Problem-Based Learning For Math & Science Integrating Inquiry and the Internet. California: Corwin Press A Sage Publications Company.

Sage, S. T. S. 2002. Problems As Possibilities Problem-Based Learning for K-16 Education. Virginia USA: Association for Supervicion and Curriculum Development.

Saleh, Marhamah. 2013. Strategi pembelajaran Fiqh dengan Problem- Based Learning. Jurnal ilmiah didaktika. Vol XIV. No,1.

Savery, John R. 2006. Overview of Problem-based Learning: Definitions and Distinctions. Journal of Problem-based Learning. Volume 1, no.1.

Shankar, P R. 2010. Problem-based Learning: A Review. Journal of Clinical and Diagnostic Research. ISSN: 3249-3254.

Simone, Chistina De. 2014. Problem-Based Learning in Teacher Education: Trajectories of Change. International Journal of Humanities and Social Science. Vol. 4, No. 12.

Surjono, Herman dwi dan Wulandari, Bekti.. 2013. Pengaruh Problem-Based Learning Terhadap Hasil Belajar Ditinjau Dari Motivasi Belajar Plc Di Smk. Jurnal penidikan vokasi. Vol 3, Nomor 2.

Wasonowati, R.R.T, Dkk. 2014. Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Pada Pembelajaran Hukum – Hukum Dasar Kimia Ditinjau Dari Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Kelas X Ipa Sma Negeri 2 Surakarta Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 3 No. 3.

Laporan Praktikum Efek Fotolistrik

Efek Fotolistrik Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang Efek fotolistrik adalah fenomena terlepasnya elektron logam akibat disinari cahaya. Ditinjau dari perspektif sejarah, penemuan efek...
Ananda Dwi Putri
9 min read

Laporan Praktikum Tetes Minyak Milikan

Tetes Minyak Milikan Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang Elektron merupakan suatu dasar penyusun atom. Inti atom terdiri dari elektron (bermuatan negatif) dan proton...
Ahmad Dahlan
7 min read

Makalah Sifat Fantasi Dalam Tinjauan Psikologi

Sifat Fantasi Bab I. Pendahuluan Pada dasarnya psikologi mempersoalkan masalah aktivitas manusia. Baik yang dapat diamati maupun tidak secara umum aktivitas-aktivitas (dan penghayatan) itu...
Wahidah Rahmah
4 min read

Leave a Reply