Daftar isi
Kearifan Budaya Lokal Orang Tegal
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Kebudayaan Daerah bukan hanya terungkap dari bentuk dan pernyataan rasa keindahan melalui kesenian, melainkan segala bentuk dan cara berperilaku, bertindak dan pola pikiran yang berada jauh di belakang apa yang tampak tersebut (Judistira K, Garna,ibid, hlm 13)
Kiranya sedikit gambaran dari makna kebudayaan daerah, yang dalam hal ini akan diulas kebudayaan daerah/lokal daerah Tegal yang khas dan unik.
Tentunya, jika ingin mengulas kebudayaan maka akan ada keterkaitan dengan sejarah, untuk itu penyusun suguhkan pula sedikit sejarah tentang daerah ini (Tegal_red). Aspek lainnya yang perlu diketahui dari kekhasan budaya tegal adalah mengenai Kesenian (tari-tarian, upacara adat, arsitektur bangunan, kepercayaan dll), perilaku, watak khas orang tegal serta bahasa jawa tegalan dengan dialek yang unik bahkan terkenal sampai keluar daerah dan kerap dijadikan bahan lawakan di acara-acara televisi nasional.
Indonesia memiliki lebih dari 300 suku bangsa (etnis) berkembang menjadi ratusan sub-etnis yang memiliki budaya dan tradisi masing-masing. Budaya dan tradisi itulah yang kita sebut budaya lokal. Dalam budaya lokal terkandung nilai-nilai, gagasan dan perilaku yang pas, sesuai dan berguna bagi kehidupan masyarakatnya.
Budaya lokal adalah budaya yang dimiliki masyarakat yang menempati lokalitas atau daerah tertentu yang berbeda dari budaya yang dimiliki oleh masyarakat di tempat lain. Inilah yang kemudian kita kenal sebagai kearifan lokal.
Kearifan lokal dalam budaya Tegal sesungguhnya dapat ditelusuri melalui pelbagai kajian misalnya bahasa, kesenian tradisional, peninggalan sejarah (situs),cerita rakyat, tatacara dan upacara,bahkan makanan dan busana.. Masih banyak kearifan lokal lainnya yang perlu diadakan kajian dan inventarisasi guna menemukan nilai-nilai luhur dan filosofi.
Sayangnya jarang sekali kepustakaan yang bisa dijadikan rujukan mengingat selama ini budaya Tegal tidak memiliki tradisi literasi.Bahkan tradisi lisan-pun sudah sangat sulit kita temukan,mengingat para pelakunya tidak pernah mewariskan kepada generasi penerusnya.
B. Rumusan Masalah
- Bagaimana Asal-Usul dan sejarah daerah Tegal ?
- Apa saja corak macam kebudayaan orang Tegal ?
- Bagaimana bisa dikatan budaya orang Tegal sebagai sebuah kearifan budaya lokal?
C. Tujuan Makalah
Melihat rumusan masalah di atas, penyusun merumuskan tujuan makalah ini adalah untuk,
1. Mendeskripsikan Sejarah Tegal.
2. Mendeskripsikan macam-macam jenis produk budaya tegalan.
3. Mendeskripsikan budaya orang tegal sebagai sebuah kearifan budaya lokal.
Bab II. Pembahasan
A. Sejarah Tegal hingga masa Mataram
egal merupakan penjelmaan dari sebuah desa yang bernama “Teteguall” yang pada tahun 1530 telah nampak kemajuannya dan termasuk wilayah Kabupaten Pemalang yang mengakui Trah (Kerajaan) Pajang. Ada beberapa sumber mengatakan sebutan “teteguall” ini diberikan oleh seorang pedagang asal Portugis yaitu Tome Pieres yang pernah singgah di pelabuhan Tegal sekitar tahun 1500-an. Tome Pieres adalah penjelajah sekaligus saudagar yang menjual hasil-hasil pertanian dan gula. Menurut catatan Tome Pieres, pada waktu itu perdagangan di Tegal didominasi oleh orang-orang India dan Tionghoa. (Soepoetro, 1955)1 yang memiliki arti tanah subur yang mampu menghasilkan tanaman pertanian (Soemarno,Depdikbud Kabupaten Tegal, 1984).
Secara historis dijelaskan bahwa eksistensi sejarah Tegal tidak lepas dari ketokohan Ki Gede Sebayu. Namanya dikaitkan dengan trah Majapahit, karena sang ayah Ki Gede Tepus Rumput (kelak bernama Pangeran Onje) ialah keturunan Batara Katong Adipati Ponorogo yang masih punya kaitan dengan keturunan Kerajaan Majapahit .
Penekanan pada bidang pertanian, tak dapat dilepaskan dari kondisi wilayah dan akar kesejarahan Tegal yang mengembangkan kapasitasnya selaku wilayah agraris. Tradisi keagrarisan dimulai dari ketokohan Ki Gede Sebayu juru demung trah Pajang. Bangsawan ini (Ki Gede Sebayu) adalah saudara dari Raden Benowo. Bahkan kalau dirunut keagrarisan itu dimulai semenjak Mataram Kuno. Selain berhasil memajukan pertanian, beliau juga merupakan ahli agama yang telah membimbing warga masyarakat dalam menanamkan rasa keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas keberhasilan usahanya memajukan pertanian dan membimbing warga masyarakat dalam menanamkan rasa keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, beliau diangkat menjadi pemimpin dan panutan masyarakat.
Soepoetro, Tegal dari masa ke masa. 1955
Ki Gede Sebayu, yang masih keturunan trah Majapahit. Beliau memilih diam cegah dhahar lawan guling, karena prihatin. Bahkan pada saat suasana makin kacau karena perang saudara, Ki Ageng Ngunut (kakek Sebayu) mendesak Sebayu agar menyelamatkan Kerajaan Pajang. Namun, Sebayu menolak. Karena tidak merasa tega melihat penderitaan manusia akibat perebutan kekuasaan antar keluarga itu tidak kunjung reda. Beliau melepas atribut kebangsawanannya dan mengembara mencari hakekat hidup. Sampailah dia di sebuah daerah penuh ilalang, padang rumput luas dengan sungai yang dialiri air yang bening sampai muara laut. Sungai itu adalah sungai Gung (Kali Gung). Sungai ini dinamakan Kali Gung sebab bersinggungan dengan mata air yang berasal dari Gunung Agung yakni sebuah nama kuno dari Gunung Slamet dan bermuara ke utara hingga laut jawa.
Beliau terperangah melihat hamparan padang rumput luas yang nyaris tak berpenghuni itu. Ditengah- tengah hamparan padang rumput luas itu, Ki Gede Sebayu temukan Persinggahan disana hanya ada beberapa bangunan semi permanen yang dihuni sejumlah santri dan sebuah makam keramat.
Makam tersebut adalah tempat jenazah Sunan Panggung atau Mbah Panggung dikebumikan (sekarang bernama Kelurahan Panggung). Mbah Panggung yang bernama asli As sayid al habib Abdurrohman Assegaf putra dari Sunan Drajat dan Dewi Condrowati yang merupakan adik dari Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang).
Terbersitlah di benak Sebayu untuk mengajari warga pesisir itu bercocok tanam. Dia merasa menemukan persinggahan yang menjanjikan, sehingga menghentikan pengembaraannya. Diajaknya warga setempat membabat alang-alang agar jadi tegalan. Selain itu, dia juga membuat bendungan di hulu sungai daerah Danawarih untuk dijadikan sumber air irigasi.Kesaksian ini diperkuat denga ditemukannya artefak kuno dan candi di desa Pedagangan. Ditambah tlatah Tegal kerapkali dikaitkan dengan kerajaan Pajang dan Mataram Islam yang cenderung kekuasaan dengan basis pada agraris ( De Graaf, 1986)2.
2 De Graff, awal kebangkitan Mataram sampai runtuhya istana Mataram. 1986
Sementara itu, setelah perang panjang antar saudara mulai dingin Pangeran Benowo diangkat menjadi raja Pajang. Dia membutuhkan sepupunya. Sebayu, untuk menjadi patih. Dia pun mengutus sejumlah prajurit untuk mencari Sebayu. Di Desa Teteguall, tempat Sebayu bermukim, sepupu Benowo itu ditemukan. Namun, karena Sebayu tidak mungkin meninggalkan rakyat Teteguall, karena alasan tersebut Pangeran Benowo melantik dia menjadi juru demang atau sesepuh Desa Teteguall. Anugerah sebagai sesepuh desa diberikan pada malam Jumat Kliwon, 15 Sapar Tahun 988 Hijriah, atau tahun 588 EHE. Waktu itu bertepatan dengan 12 April 1580 Masehi.
Pengangkatan Ki Gede Sebayu menjadi Pemimpin pertama Tegal dilaksanakan pada perayaan tradisional setelah menikmati hasil panen padi dan hasil pertanian lainnya. Dalam perayaan juga dikembangkan ajaran dan budaya agama islam yang hingga sekarang masih berpengaruh pada kehidupan masyarakat.
Antara abad ke 10 sampai 16 kemungkinan di wilayah tegal ada sistem pemerintahan atau dikuasai kerajaan kecil, sebab menurut catatan Rijklof Van Goens dan data di buku W.Fruin Mees, disebut kalau sekitar tahun 1575 daerah itu termasuk daerah merdeka yang dipimpin oleh raja kecil atau pangeran. Pendapat ini juga di dukung di buku “The History of Java” karya Raffles yang menyatakan kalau ada kerajaan kecil yang benama kerajaan Mandaraka (ada juga yang menyebut kerajaan Salya) di sekitar wilayah Tegal.3
Kerajaan Mataram mulai menguasai Tegal setelah penyerangan pasukan yang dipimpin oleh Pangeran Seda Krapyak. Sebagai bagian dari kerajaan Mataram , wilayah Tegal mendapat status Kadipaten dan Ki Gede Sebayu diangkan oleh Panembahan Senopati (Raja Mataram) menjadi Juru Demung (Setingkat Tumenggung).
Menurut riwayat daerah, pada zaman mataram tiap-tiap kadipaten mempunyai “lambang” yang menggambarkan tabiat penduduknya atau sifat daerahnya. Maka, Kadipaten Tegal memiliki lambang “BANTENG LORENG BINONCENGAN” yang berarti “seekor banteng berwarna belang-belang yang dinaiki oleh seorang anak kecil”. Lambang ini menggambarkan tabiat penduduk tegal yang gagah
berani (banteng) dan agak kasar (loreng), akan tetapi pada hakekatnya dapat dituntun oleh orang/pemimpin yang lemah lembut dan ramah tamah yang ak mempunyai maksud buruk. Dan Adipati Tumenggung Martoloyo dapat dianggap sebagai penjelmaan yang tepat dari lambang tegal “banteng loreng binoncengan” itu.
Selanjutnya tegal menjadi wilayah belanda ditandai dengan adanya pembangunan benteng-benteng VOC di Semarang, Jepara, Pekalongan dan Tegal tahun 1746. Pada tahun 1729 Paku Buwono II raja kesultanan Surakarta (eks mataram) dipaksa menanda tangani perjanjian bahwa kerajaan mataram diserahkan tanpa syarat kepada belanda dengan demikian tegal yang merupakan bagian dari mataram diserahkan pula kepada pemerintah hindia belanda. (G.G Van Imhoff.1749)
Demikian Sejarah Tegal sampai masa penjajahan kolonial Belanda hingga berakhirnya dan Jepang masuk menguasai Indonesia tahun 1940’an.dan era kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945.
3Raffles,Stamford T. The History of Java.narasi.2008
2 . Ragam Kebudayaan Orang Tegal
Seperti yang diungkapkan pada pengantar makalah ini bahwa hakekatnya kebudayaan lokal tegal adalah menginduk ke budaya induknya yaitu budaya/suku jawa, hanya saja ada sedikit perbedaan yang timbul dan menimbulkan kekhasan budaya tegal sendiri. Baik dilihat dari dialek bahasa, tutur kata, kesenian, filosofi dan pandangan hidup serta aspek lainnya.
Dalam bagian bab ini penyusun menyajikan sedikit gambaran budaya tegalan dilihat dari sisi filosofi sifat watak orang tegal, kebiasaan dan adat istiadat, kesenian serta bahasa jawa berdialek tegal yang khas.
Filosofi dan watak orang Tegal
Menurut Prof.Dr. Suparman Sumamiharja, filosofi watak dan sifat orang Tegal terkandung dalam masing-masing Huruf sehingga membentuk kata “T.E.G.A.L”. berikut penjabarannya:
T : Tatag/Teteg yang berarti penuh percaya diri, tidak mengenal takut atau pakewuh. Mereka (orang tegal) tidak pernah merasa rendah diri bagaimanapun penampilannya. Bahkan kebanyakan mereka merasa tidak perlu menggunakan bahasa kromo (kasta bahasa tertinggi dalam bahasa jawa) dalam komunikasi sehari-hari.
E : Eling yang artinya ingat atau sadar, orang tegal memiliki kesadaran tinggi dalam setiap tingkah lakunya. Mereka mengetahui dalam posisi mana mereka dan akan melakukan tindakan yang sesuai (watak wiraswastawan).
G : Gesit menunjukan sifat orang tegal yang gesit dalam memandang lingkungan. Barang-barang rongsokan yang dianggap tak berguna bagi mereka akan dipandang sebagai barang berpotensi bisnis, sehingga di sepanjang jalan raya Tegal-Slawi berserakan onggokan barang-barang bekas yang diperjual belikan (contoh, pasar loak jalan jati, pasar ireng, pasar loak banjaran dll) maupun yang akan di daur ulang untuk dimanfaatkan kembali menjadi barang yang berguna. Misalnya olahan besi yang dicetak dan di proses dengan mesin akan menjadi barang baru khas produksi home industri, sebabnya tegal di juluki “jepangnya jawa/indonesia”.
A : Alim, berarti taat menjalankan agama. Ada asosiasi bahwa orang tegal itu identik dengan santri. Tegal juga merupakan basis massa dari ormas-ormas keagamaan yang ada di Indonesia, seperti : NU, Muhammadiyyah, Persis, Makin, dll
L : Lugas yang bisa diartikan orang Tegal itu biasa tampil apa adanya, tanpa banyak formalitas. Mereka tidak biasa berbasa-basi, bahkan kadangkala terkesan kasar, primitif dan naif. Sebagai tanda keakraban mereka biasa bersapa dengan makian atau umpatan dengan menyebut nama-nama binatang contoh : (maaf), Kunyuk Raimu, dll. hal tersebut seperti yang kerap di ungkapkan seniman Sudjiwo Tedjo yang tenar dengan kata (maaf) Jancuk’nya. Penampilan dalang wayang golek tegalan Ki Enthus Susmono misalnya merupakan prototipe keramahtamahan orang tegal yang sepintas barangkali terkesan liar.
Adat Kebiasaan pemberian Nama orang Tegal
Adat istiadat yang akhirnya melahirkan kebiasaan yang mengakar yang terkesan primitif. Hal ini pula yang terjadi pada lingkungan masyarakat tegal. Bagi suku jawa umumnya, Nama mermpunyai makna yang penting dan dianggap mempunyai pengaruh pada orang yang menyandang nama tersebut (Kartohadikusumo,Sutardjo, Buku Desa)
Orang tegal pun mempunyai pandangan dan filosofi dalam masalah nama yang tidak jauh berbeda dengan orang jawa pada umumnya, hanya saja terdapat sedikit perbedaan dimana masuknya unsur-unsur mistis, primbon yang berkaitan dengan perhitungan nasib baik dan buruk yang lazim dikenal dengan istilah Petungan.
Berikut adalah cara orang tegal memberikan nama kepada anaknya yang didasarkan pada hari lahir :
Lahir hari Ahad/Minggu : diawali dengan huruf Ka, contoh: Karsid, Karsem, Kasman, Kartono, Kariyah dll
Lahir Hari Senin :diawali huruf Ra, contoh: Rasbun, Raswad, Rasuti Rakijan, Rasmali dll
Lahir Hari Selasa :diawali huruf Ca, contoh: Carmun, Caridah,Casem Carmad dll
Lahir Hari Rabu :diawali huruf Ta, contoh: Taswad, Tanyem, Taridi Tarno, Tareni dll
Lahir Hari Kamis :diawali huruf Sa, contoh: Sayem,Sarjum dll
Lahir Hari Jum’at :diawali huruf Da, contoh: Darmad,Dasman, Darno Danisah, Daslam, Danipah dll
Lahir Hari Sabtu :diawali huruf Wa, contoh: Wasmad, Warsiti, Warjo Wastap, Wasni dll
Pakaian dan Rumah Adat Khas Tegal
Dilihat dari segi wilayah, meskipun tegal masuk ke dalam wilayah mataram namun letaknya jauh dari pusat kerajaan mataram sehingga mendapat pengaruh budaya dari tatar sunda dan etnik pesisir yang identik dengan kesederhanaan rakyat jelata.
Di buku Tegal Stad: Evolusi Sebuah Kota pada halaman 16 terdapat gambar pasangan berbusana pakaian adat khas tegal pada laki-laki menggunakan ikat kepala wulung, celana komprang, dan ikat pinggang sarung. Sedangkan bagi wanita menggunakan kebaya hitam dengan bawahan jarit batik khas Tegal. Namun sekarang ini, pakaian tersebut mengalami beberapa perubahan, pada laki-laki tidak menggunakan sarung, namun batik khas Tegal yang dililitkan ke pinggang. Untuk wanitanya sendiri penggunaan jarik tidak sampai ke bawah, hanya sampai di bawah lutut, tidak sampai menutup mata kaki.
Motif batik yang digunakan pun salah satunya menggunakan motif Parang Akik. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa motif Batik Tegalan didominasi oleh motif flora dan fauna.
Dan rumah adat khas Tegal adalah model potong inten (limasan kilen) (Yono Daryono.2008)4
4 Yono Daryono, Tegal Stad: Elovusi sebuah kota. Hlm 16. 2008
Ragam Kesenian Tegal
Kesenian merupakan salah satu unsur-unsur kebudayaan. (Parsudi Suparlan:2005)
Berikut adalah berbagai jenis kesenian yang hidup dan berkembang di daerah tegal. Seperti; seni tari, seni wayang golek tegalan, Seni musik balo-balo seni sastra, seni batik tegalan, bahasa tegalan, ritual dan upacara adat dll.
Tari Topeng merupakan salah satu warisan seni budaya yang ada di tegal.
Dulu ada sekitar 12 jenis Tari Topeng yang ada di tegal, namun hanya ada 6 yang berhasil di identifikasi yaitu :
Tari Topeng Endhel, Hanya bisa ditarikan oleh perempuan sebab tari ini mempunyai karakteristik lenjeh, gemulai & terampil.
Tari Topeng Panji, menggambarkan tokoh panji gagah berani dan berwatak halus
Tari Topeng Kresna, menggambarkan karakter tokoh pewayangan Kresna yang bersifat cerdik, sakti, berwibawa, tidak sombong, arif dan bijaksana.
Tari Topeng Layapan Alus, menggambarkan tokoh Bambangan seorang ksatria yang gagah berani, cerdik, tangkas, berwatak halus dan berbudi luhur.
Tari Topeng Patih/Ponggawa, menggambarkan seorang patih/ksatria yang gagah berani, cerdik dan berbudi luhur.
Tari Topeng Kelana, mengganbarkan karakter tokoh kelana yang gagah berani, cerdik, tangkas dan baik hati, gerakannya tegap dan lincah.5
Gambar pementasan tari Topeng endhel khas Tegal (budayaindonesia.org)
5 Sumber: Tari Topeng Khas Tegal yang disusun oleh Dra. Wuninggar, Pembayun Sulistyorini, S.S., Yusuf Efendi, M. Hum. Disparbud Kab. Tegal
Tari Kunthulan, tari ini memadukan unsur beladiri, ralat musik rebana dan syair sholawatan.
Serta masih banyak lagi ragam seni tari tegal yang kemungkinan masih belum tercatat dan diketahui khalayak, disamping itu tegal mempunyai upacara dan ritual adat yang kerap digelar secara periodik. Diantaranya yaitu, Sedekah Laut nelayan pesisir, Sedekah bumi, rebo kasan/pungkasan, mantu poci, methikan (manten tebu), ruwat bhumi guci, jamasan pusaka astana amangkurat II dan lain sebagainya.
Bahasa Tegal
Bahasa Tegal adalah alat tutur dan sarana komunikasi yang berakar dari entitas masyarakat Kabupaten/Kota Tegal serta sebagian masyarakat Kab.Brebes dan Pemalang. Bahasa ini hidup dan berkembang selama berabad-abad sebagai turunan dari bahasa Jawa Kuno,sebagaimana bahasa-bahasa Jawa yang lain, yang berada di wilayah Jogyakarta, Surakarta,Semarang,Kedu Rembang, Surabaya, Malang, Banyumas, Cirebon dan Banten (Poerwadarminta 1953/Uhlenbeck
1964).
Bahasa-bahasa tersebut memiliki derajat kerumitan dan keunikan masing-masing.Halus dan kasar sebuah bahasa sebenarnya tergantung siapa penuturnya dan dalam kontek atau suasana apa si penutur berkomunikasi.
Wilayah pengguna Bahasa Tegal karena posisinya yang jauh dari pusat budaya kraton nyaris tidak tersentuh dengan apa yang disebut “budaya adiluhung”.Masyarakat Tegal memiliki bahasa dan budaya Jawa tersendiri yang lebih demokratis dan a-feodalistik.Bahasa Tegal tidak mengenal strata (tingkatan) ketiga yang disebut “kromo inggil”,tetapi hanya mengenal “ngoko” dan “bebasa”. Bahasa Tegal menjadi bahasa yang terbuka dan mudah menerima serapan bahasa asing.Bahasa Tegal juga tidak pernah diajarkan di sekolah,sehingga bahasa ini berkembang dengan liar,tanpa memiliki paramasastra dan ejaan yang baku.
Strata bahasa yang diikuti dengan diskriminasi strata sosial, yakni adanya masyarakat golongan “priyayi” dan golongan “rendah” menyebabkan Bahasa Tegal mengidap beban budaya dengan stigmatisasi sebagai bahasa yang kasar,tidak punya unggah-ungguh dan tatakrama.Padahal setiap etnis dan bahasa ibu memiliki karakter masing-masing, bagaimana bahasa tersebut memiliki ungkapan-ungkapan honorifik,sebagai penghormatan kepada lawan bicara.Bahasa Tegalpun memiliki ungkapan honorifik,yang khas dan spesifik,tidak sama dengan bahasa Jawa baku.*)
*) Disampaikan dalam Seminar Budaya
Kearifan Lokal Dalam Arus Modernisasi
IMT Komisariat IAIN Walisongo Semarang
Di Aula STIBN – Slawi Kabupaten Tegal (2 Juni 2011)
3 . Budaya Orang Tegal Sebagai Sebuah Kearifan Lokal
Dalam subtema ini penyusun mencoba menjelaskan dan memberi gambaran tentang posisi budaya tegal sebagai suatu kearifan budaya lokal yang juga menjadi aset kekayaan budaya bangsa Indonesia. Ada beberapa pengertian kearifan budaya lokal yang dicetuskan oleh beberapa pemikir dan ahli sosial.
Pakar ilmu-ilmu sosial menangkap perilaku pola hidup masyarakat tradisional dengan mendefinisikannya menjadi kearifan budaya lokal. Mereka mengatakan, kearifan budaya lokal adalah cara dan praktik yang dikembangkan oleh sekelompok masyarakat, yang berasal dari pemahaman dan interaksi mendalam akan lingkungan tempat tinggalnya. Kearifan budaya lokal berasal dari masyarakat untuk masyarakat yang dikembangkan dari generasi ke generasi, menyebar, menjadi milik kolektif, dan tertanam di dalam cara hidup masyarakat setempat. Masyarakat memanfaatkan tata atur kearifan lokal untuk menegaskan jatidiri dan bertahan hidup.
Kearifan budaya lokal adalah sumber pengetahuan yang diselenggarakan dinamis, berkembang dan diteruskan oleh populasi tertentu yang terintegrasi dengan pemahaman mereka terhadap alam dan budaya sekitarnya. (Caroline nyamai-kisia. 2010)
Kearifan budaya lokal (local genius) adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan budaya lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan budaya lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan budaya lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung didalamnya dianggap sangat universal. (Gobyah. 2003)
Kearifan lokal dalam budaya Tegal dapat ditelusuri melalui pelbagai kajian misalnya bahasa, kesenian tradisional, peninggalan sejarah (situs),cerita rakyat, tatacara dan upacara,bahkan makanan dan busana.. Masih banyak kearifan lokal lainnya yang perlu diadakan kajian dan inventarisasi guna menemukan nilai-nilai luhur dan filosofi yang terkandung di dalamnya. (M Hadi Utomo. 2011).6
6 M Hadi Utomo adalah pemerhati budaya lokal dan penyusun kamus bahasa tegal. naskah ini disampaikan dalam sarasehan budaya tegal yang berkarakter, tanggal 25 Juli 2011 di Auditorium UPS Tegal
BAB III
KESIMPULAN
Demikianlah sedikit informasi gambaran tentang budaya tegal sebagai sebuah kearifan budaya lokal. Dari penjabaran yang ada di makalah ini maka dapat ditarik kesimpulan bahwa memang benar bahwa budaya orang tegal adalah sebuah kearifan lokal dan menjadi bagian budaya nasional yang perlu tetap dilestarikan keberadaannya agar tidak hilang di telan perubahan zaman.
Patut kita apresiasi berbagai upaya yang dilakukan para seniman budaya tegal dan pemerintah daerah untuk tetap mempertahankan eksistensi budaya tegal sebagai kearifan lokal dan menjadikannya modal sebagai modal dalam membangun daerah tegal. Baik upaya konkret seperti; keberadaan gedung kesenian tegal, taman budaya tegal, upacara dengan menggunakan bahasa tegal, peluncuran kamus tegal, penebitan buku-buku sejarah dan budaya tegal dan bahkan upaya ini tak berakhir disitu saja, sejumlah sastrawan dan seniman tegal mengusulkan adanya Perda Kearifan Lokal Tegal. Seperti yang disampaikan Ketua Kampung Budaya Sakila Kerti Dr. Yusqon,MPd “Perda kearifan lokal saya kira itu penting untuk menghindari dari ancaman kepunahan” (Radar Tegal, 1 Desember 2014).
DAFTAR PUSTAKA
Abidin ZA & Saebani AB. 2013. Pengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesia. Bandung: CV Pustaka Setia.
Daryono, Yono dkk. 2008. Tegal Stad Evolusi Sebuah Kota. Tegal: Kantor Informasi dan Humas Kota Tegal
Graff, HJ. De. 1986, 1987. Awal Kebangkitan Mataram sampai Runtuhnya Istana Mataran (5 jilid) dan Terbunuhnya Kapten Tack. (terjemahan dalam bahasa Indonesia). Jakarta: Grafiti Press dan KITVL
Harian Pagi Radar Tegal. edisi 1 Desember 2014
Judistira K Garna. 2008. Budaya Sunda: Melintasi Waktu Menantang Masa Depan. Bandung: Lemlit Unpad
Raffles, Thomas Stamford. 2008, The History of Java. Yogyakarta: Narasi
Soemarno. 1984. Tegal Sepanjang Sejarah. Tegal: Kantor Debdikbud Kabupaten Tegal
Soepoetro. 1959. Tegal dari masa ke masa. Jakarta: Bagian Bahasa Djawatan Kebudajaan Kementrian PP dan K
Su’ud Abu, 2003. Semangat Orang-orang Tegal. Tegal: Pemerintah Kota Tegal dan Masscom Media.
Dan sejumlah sumber visualisasi gambar dari internet (infotegal.com.google dll)
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.