Daftar isi
Imunisasi dan Vaksinasi
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dalam bidang imunologi, kuman atau racun kuman (toksin) disebut sebagai antigen. Secara khusus antigen tersebut merupakan bagian protein kuman atau protein racunnya. Bila antigen untuk pertama kali masuk ke dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti. Bila antigen itu kuman, zat anti yang dibuat tubuh disebut antibodi Berhasil tidaknya tubuh memusnahkan antigen atau kuman itu bergantung kepada jumlah zat anti yang dibentuk.
Pada umumnya, tubuh anak tidak akan mampu melawan antigen yang kuat. Antigen yang kuat ialah jenis kuman ganas. Karena itu anak akan menjadi sakit bila terjangkit kuman ganas. Salah satu penyebab tingginya angka kematian bayi (AKB) adalah karena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Imunisasi adalah pencegahan penyakit terhadap infeksi yang mutlak harus dilakukan pada bayi sedini mungkin, guna mempertahankan kualitas hidupnya.
Imunisasi atau vaksin merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk memberikan kekebalan pada bayi, anak dan balita dalam keadaan sehat. Secara alamiah tubuh juga memiliki pertahanan terhadap berbagai kuman yang masuk. Hal ini tentunya peran orang tua atau calon orang tua sangatlah penting untuk mengetahui tentang hakekat imunisasi itu sendiri. Atas dasar inilah, maka penyusun menyusun makalah ini dengan tujuan untuk memberikan informasi kepada para calon orang tua maupun orang tua mengenai imunisasi dan vaksin.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan imunisasi dan vaksin?
2. Apa tujuan dan manfaat dari imunisasi?
3. Apa saja jenis-jenis imunisasi?
4. Bagaimana cara imunisasi?
5. Bagaimana efek yang ditimbulkan dari vaksinasi?
6. Bagaimana hubungan antara imunologi dan imunisasi/vaksinasi?
7. Bagaimana hubungan imunisasi/vaksinasi dengan agama?
C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan imunisasi dan vaksin.
2. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat dari imunisasi.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis imunisasi.
4. Untuk mengetahui cara imunisasi.
5. Untuk mengetahui efek yang ditimbulkan akibat dari vaksinasi.
6. Untuk mengetahui hubungan antara imunologi dan imunisasi/vaksinasi.
7. Untuk mengetahui hubungan imunisasi/vaksinasi dengan agama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Imunisasi dan Vaksin
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), imunisasi diartikan “pengebalan” (terhadap penyakit). Kalau dalam istilah kesehatan, imunisasi diartikan pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu. Biasanya imunisasi bisa diberikan dengan cara disuntikkan maupun diteteskan pada mulut anak balita (bawah lima tahun).[1]
Vaksin adalah senyawa antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif dan meningkatkan imunitas tubuh terhadap suatu penyakit. Proses penyuntikan vaksin kedalam tubuh di sebut vaksinasi. Vaksin ditemukan oleh Edward Jenner pada tahun 1796. Vaksin terbuat dari virus yag telah dimatikan atau dilemahkan dengan menggunakan bahan-bahan tambahan lainnya seperti formalaldehid, thymerosal dan lainnya. Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau hasil-hasil pemurniannya seperti dalam bentuk protein, peptida, partikel serupa virus, dsb. Vaksin yang paling terkenal adalah vaksin cacar, polio, dan lain-lain. Saat ini telah tersedia sekitar 23 jenis vaksin, dan masih banyak vaksin baru lain yang sedang dalam proses penelitian dan pengembangan, seperti misalnya vaksin HIV AIDs, vaksin demam berdarah dengue, vaksin malaria, vaksin TBC baru.[2]
Prinsip pemberian imunisasi dalam hal ini adalah memasukkan kuman yang telah dilemahkan ke dalam tubuh yang fungsinya untuk menangkal penyakit. Cara pemberian imunisasi ini adalah melalui suntikan ataupun oral (lewat mulut). Melalui imunisasi, beberapa penyakit bisa dilenyapkan seperti halnya penyakit cacar di tahun 1970-an. Sejarah pun telah mencatat, bahwasannya imunisasi menyelamatkan banyak generasi dan memperpanjang kemungkinan hidup seseorang. Di Indonesia, program imunisasi mulai dikenalkan pada 1956.[3]
B. Tujuan dan Manfaat Imunisasi
1. Tujuan Imunisasi
Tujuan dari imunisasi adalah :[4]
a. Mencegah penyakit difteri. Difteri adalah penyakit yang bermula dari infeksi pada hal ini terkadang nyaris tanpa disertai radang tenggorokan yang menyebabkan saluran pernapasan tersumbat, kerusakan jantung dan kematian. Serta bisa menyebabkan infeksi paru-paru dan kerusakan otak .
b. Mencegah terjadinya pertusis. Penyakit batuk biasanya banyak terjadi pada anak balita. Penyebab penyakit ini adalah kuman Haemophylus pertusis. Kuman ini biasanya berada di saluran pernafasan. Bila anak-anak dalam keadaan daya tahan tubuhnya melemah, maka kuman tersebut mudah sekali
menyerang dan menimbulkan penyakit. Penularannya melalui cairan
yang keluar dari hidung yang tersembur keluar waktu batuk atau
bersin. Perawatan dan pencegahan penyakit ini tidak terlalu sulit. Bila
anak tidak begitu menderita dan cuaca cukup baik, boleh ia dibawa
keluar agar dapat menghirup udara segar dan bersih. Makanan
sebaiknya diberikan yang ringan-ringan dan cukup bergizi.
Pencegahan penyakit ini dengan imunisasi DPT .
c. Mencegah Tetanus. Tetanus adalah manifestasi sistemik tetanus disebabkan oleh absorbs eksotoksin sangat kuat yang dilepaskan oleh clostridiumtetani pada masa pertumbuhan aktif dalam tubuh manusia. Penyebab penyakit ini
adalah clostridiumtetani yang hidup anaerob, berbentuk spora selama
di luar tubuh manusia, tersebar luas di tanah dan mengeluarkan toksin
bila dalam kondisi baik. Toksin ini dapat menghancurkan sel darah
merah, merusak leukosit dan merupakan tetanosporasmin yaitu toksin
yang neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme
otot.
Pada intinya imunisasi memiliki tujuan yaitu untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya.
2. Manfaat Imunisasi
Pemberian imunisasi memiliki manfaat diantaranya yaitu:[5]
a. Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.
b. Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
c. Untuk negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.
C. Jenis-jenis Imunisasi
Dilihat dari cara timbulnya, imunisasi terdiri atas:[6]
1. Imunisasi pasif
Imunisasi pasif adalah pemberian antibodi kepada resipien yang dimaksudkan untuk memberikan imunitas secara langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat aktif tersebut untuk kekebalan tubuhnya.[7] Terdiri atas:
a. Kekebalan pasif alamiah, kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu dan tidak berlangsung lama(difteri, morbili, tetanus).
b. Kekebalan pasif buatan, kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan zat penolak (imunoglobulin).
2. Kekebalan aktif
Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi atau terpajan secara alamiah. Kekebalan aktif biasanya prosesnya lambat tapi dapat berlangsung lama, akibat adanya memori imunologik.
Kekebalan aktif terbagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Kekebalan aktif alamiah, kekebalan yang diperoleh setelah mengalami atau sembuh dari suatu penyakit. Contoh : anak yang pernah menderita campak maka tidak akan terserang campak lagi.
b. Kekebalan aktif buatan, kekebalan yang dibuat oleh tubuh setelah mendapat vaksin atau imunisasi. Contoh : BCG, DPT, polio, dan lain-lain.
Berikut jenis-jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah dan bisa didapat secara gratis di Puskesmas atau Posyandu:[8]
Jenis Vaksin | Keterangan |
BCG | Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin) dapat diberikan sejak lahir. Imunisasi ini betujuan untuk memberikan kekebalan tubuh terhadap penyakit tubercolocis (TBC). Apabila vaksin BCG akan diberikan pada bayi di atas usia 3 bulan, ada baiknya dilakukan dulu uji tuberkulin. BCG boleh diberikan apabila hasil tuberkulin negatif. |
Hepatitis B | Vaksin Hepatitis B yang pertama harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir, kemudian dilanjutkan pada umur 1 bulan dan 3 hingga 6 bulan. Jarak antara dua imunisasi Hepatitis B minimal 4 minggu. Imunisasi ini untuk mencegah penyakit Hepatitis B. |
Polio | Imunisasi Polio diberikan untuk mencegah poliomielitis yang bisa menyebabkan kelumpuhan. |
DPT | Vaksin DPT adalah vaksin kombinasi untuk mencegah penyakit difteri, pertusis (batuk rejan), dan tetanus. Ketiga penyakit ini sangat mudah menyerang bayi dan anak. Imunisasi DPT diberikan pada bayi umur lebih dari 6 minggu. Vaksin DPT dapat diberikan secara simultan (bersamaan) dengan vaksin Hepatits B. Ulangan DPT diberikan pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Usia 12 tahun mendapat vaksin TT (tetanus) melalui program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). |
Campak | Vaksin Campak-1 diberikan pada usia 9 bulan, lalu Campak-2 pada usia 6 tahun melalui program BIAS. |
Menurut anonim, berikut penjelasan mengenai jenis-jenis imunisasi tersebut yaitu:[9]
a. Imunisasi Hepatitis B
Pemberian vaksinasi hepatitis B ini berguna serta bermanfaat dalam rangka untuk mencegah virus Hepatitis B yang dapat menyerang dan merusak hati dan bila hal itu terus terjadi sampai si anak dewasa akan bisa menyebabkan timbulnya penyakit kanker hati.
b. Imunisasi BCG
Pemberian vaksinasi BCG (Bacillus Celmette-Guerin) dan juga imunisasi BCG ini bermanfaat dan berguna dalam rangka untuk mencegah timbulnya penyakit TBC. Dilakukan sekali pada bayi dengan sebelum usia 3 bulan. Biasanya dilakukan bila bayi berusia 1 bulan.
Bila bayi telah berusia lebih dari 3 bulan dan belum mendapat imunisasi BCG maka harus dilakukan uji tuberkulin untuk mengetahui apakah bayi sudah terpapar bakteri TBC. Imunisasi bisa diberikan bila hasil tes tuberkulin negatif.
c. Imunisasi DPT
Diberikan dalam rangka dan bermanfaat untuk pencegahan terjadinya penyakit Difteri, Pertusis dan Tetanus. Penyakit Difteri dapat menyebabkan pembengkakan dan penyumbatan pernafasan, serta mengeluarkan racun yang dapat melemahkan otot jantung. Penyakit Pertusis yang dalam kondisi berat bisa menyebabkan terjadinya pneumonia.
Kuman Tetanus mengeluarkan racun yang menyerang syaraf otot tubuh, sehingga otot menjadi kaku, sulit bergerak dan bernafas. Kalau penyakit campak berat dapat mengakibatkan radang paru berat (pneumonia), diare atau bisa menyerang otak.
d. Imunisasi Polio
Ini adalah jenis vaksinasi yang pemberiannya melalui oral (mulut) dan manfaat imunisasi polio ini untuk mencegah penyakit polio yang dapat menyebabkan kelumpuhan atau kecacatan. Imunisasi diberikan sebanyak 4 kali, yaitu saat bayi berusia 1 sampai 4 bulan.
e. Imunisasi Campak
Tujuan pemberian imunisasi campak ini adalah mencegah penyakit campak. Pemberiannya hanya sekali saja yaitu pada saat anak berusia 9 bulan. Pemberiannya dapat diulang pada saat anak masuk SD atau mengikuti program BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) yang dicanangkan pemerintah.
Dan berikut beberapa jenis vaksin penting namun belum diwajibkan oleh pemerintah:[10]
Jenis Vaksin | Keterangan |
Hib | Pemberian Vaksin Hib (Haemophilus influenzae tipe B) ditujukan untuk mencegah penyakit meningitis atau radang selaput otak. Vaksin Hib diberikan mulai usia 2 bulan dengan jarak pemberian dari vaksin pertama ke vaksin lanjutannya adalah 2 bulan. Vaksin ini dapat diberikan secara terpisah ataupun kombinasi dengan vaksin lain. |
MMR | Vaksin MMR diberikan untuk mencegah penyakit gondongan (mumps), campak (measles), dan campak jerman (rubela). MMR dapat diberikan pada umur 12 bulan apabila belum mendapat imunisasi campak di umur 9 bulan. Umur 6 tahun diberikan imunisasi ulangannya. |
Hepatitis A | Vaksin ini direkomendasikan pada usia diatas 2 tahun, diberikan sebanyak 2 kali dengan interval 6 sampai 12 bulan. |
Tifoid | Vaksin Tifoid direkomendasikan untuk usia diatas 2 tahun. Imunisasi ini diulang setiap 3 tahun. |
Pneumokokus (PCV) | Apabila hingga usia di atas 1 tahun belum mendapatkan PCV, maka vaksin diberikan sebanyak 2 kali dengan interval 2 bulan. Pada umur 2 hingga 5 tahun diberikan satu kali. |
Influenza | Anak usia dibawah 8 tahun yang diimunisasi influenza untuk yang pertama kalinya direkomendasikan 2 dosis dengan jarak minimal 4 minggu. |
Adapun jadwal pemberian imunisasi yaitu:[11]
D. Cara Imunisasi
Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan mengikuti tata cara sebagai berikut:[12]
1. Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko apabila tidak divaksinasi.
2. Persiapan pelayanan secepatnya bila terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan dan memberi informasi dimana tempat pelayanan seandainya hal itu terjadi.
3. Baca kembali leaflet vaksin yang akan diberikan, tinjau kembali apakah ada indikasi kontra terhadap vaksin yang akan diberikan.
4. Jangan lupa mendapat persetujuan orang tua.
5. Melakukan Tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi.
6. Periksa kembali apakah penerima vaksin dalam keadaan sehat dan berikan antipiretik bila diperlukan.
7. Periksa jenis vaksin yang akan diberikan dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan baik dan apakah tampak tanda-tanda perubahan dari warna atau membeku yang menunjukkan kerusakan.
8. Periksa tanggal kadaluwarsan dan catat hal-hal istimewa.
9. Periksa apakah vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal (catch up vaccination) bila diperlukan.
10. Berikan vaksin dengan teknik yang benar.
11. Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal sebagai berikut:
12. Memberi petunjuk (sebaiknya tertulis) kepada orang tua atau pengasuh apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat.
13. Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis termasuk nomor batch dan jenis vaksin atau merk dagang vaksin.
14. Catatan imunisasi secara rinci harus disampaikan kepada Dinas Kesehatan bidang Pemberantasan Penyakit Menular (P2M).
15. Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk mengejar ketinggalan, bila diperlukan.
Secara umum, tata cara pemberian imunisasi menurut Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia adalah sebagai berikut:[13]
1. Pengenceran
Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan cairan pelarut khusus dan digunakan dalam periode waktu tertentu. Apabila vaksin telah diencerkan, harus diperiksa terhadap tanda-tanda kerusakan (warna dan kejernihan).
2. Pembersihan kulit
Tempat suntikan harus dibersihkan sebelum imunisasi dilakukan, namun apabila kulit telah bersih, antiseptik kulit tidak diperlukan.
3. Pemberian suntikan
Sebagian besar vaksin diberikan melalui suntikan intramuscular atau subkutan dalam.
4. Teknik dan ukuran jarum
Para petugas yang melaksanakan vaksinasi harus memahami teknik dasar dan petunjuk keamanan pemberian vaksin, untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan trauma akibat suntikan yang salah. Pada tiap suntikan harus digunakan tabung suntikan dan jarum baru, sekali pakai dan steril.
5. Arah sudut jarum pada suntikan intramuscular
Jarum suntik harus disuntikkan dengan sudut 600 sampai 900 ke dalam otot vastus lateralis atau otot deltoid. Untuk otot vastus lateralis, jarum harus diarahkan ke arah lutut dan untuk deltoid jarum harus diarahkan ke pundak.
6. Tempat suntikan yang dianjurkan
Sejak tahun 1980, WHO telah memberi rekomendasi bahwa daerah anterolateral paha adalah bagian yang dianjurkan untuk vaksinasi bayi-bayi dan tidak pada pantat (daerah gluteus) untuk menghindari risiko kerusakan saraf iskhiadika (nervus ischiadicus).
7. Posisi anak dan lokasi suntikan
Vaksin yang disuntikkan harus diberikan pada bagian dengan risiko kerusakan saraf, pembuluh vaskular serta jaringan lainnya. Penting bahwa bayi dan anak jangan bergerak saat disuntik, walaupun demikian cara memegang bayi dan anak yang berlebihan akan menambah ketakutan sehingga meningkatkan ketegangan otot.
Berikut adalah beberapa cara memberikan imunisasi atau vaksin yaitu:[14]
1. Cara Memberikan vaksin DPT, DT, TT
Pemberian vaksin DPT, DT, dan TT dapat dilakukan dengan cara berikut:
a. Kocok flakon sehingga endapan vaksin tercampur dengan sempuma dan dosisnya tepat.
b. Buka tutup metalnya.
c. Ambil semprit 2 ml yang steril dengan pinset.
d. Pasang jarum DPT/DT/TT.
e. Usaplah karet penutup flakon dengan kapas alkohol (tunggu sampai kering).
f. Sedot 0,6 cc vaksin ke dalam spuit.
g. Cabut jarum dari flakon, semprit ditegakluruskan ke atas untuk melihat gelembung udara.
h. Bila ada gelembung udara, ketuklah pelan-pelan supaya gelembung naik ke atas, lalu doronglah udara tadi, dengan piston hingga gelembung udara tadi ke luar.
i. Cara menyuntikan vaksin intramuskular/subkutis. Tepatnya ialah di bagian tengah pangkal paha luar atau bokong harus hati-hati banyak syaraf (untuk DPT), sedangkan untuk TT biasanya subkutan pada pangkal lengan. Bersihkan kulit yang akan disuntik dengan kapas lembab oleh air bersih. Letakan ibu jari dan telunjuk pada sisi yang akan disuntik dan renggangkan kulitnya. Intramuskular, tusukan jarum tegak lurus melalui kulit diantara jari anda sampai masuk ke dalam otot. Subkutan, tusukan jarum membentuk sudut 45° pada tempat yang akan disuntik melalui kulit hingga di bawah kulit. Tarik piston sedikit untuk meyakinkan bahwa jarum tidak mengenai pembuluh darah. Dorong piston dengan ibu jari untuk memasukan vaksin, kemudian cabutlah bila vaksin sudah masuk semua. Menyiapkan vaksin Polio:
1) Buka tutup metal dan tutup karet dengan menggunakan gergaji ampul yaitu angkat tutup metal bagian tengah dari tutup metal dan bengkokan.
2) Ambil pipet dari kantongnya pasang pada bibir flakon tangan anda jangan menyentuh bibir flakon. Dan sisa vaksin yang sudah terbuka harus dibuang.
2. Cara pemberian vaksin Polio
Pemberian vaksin polio dapat dilakukan dengan cara:
a. Dosis: 2 tetes, 3x pemberian, interval waktu 4 minggu.
b. Atur posisi bayi sehingga mulut bayi terbuka, andaikan bayi tidak mau membuka mulut, dapat diatasi dengan cara tekan dagu bayi kebawah sehingga mulutnya terbuka kemudian teteskan vaksin polio di atas lidah bayi sebanyak 2 tetes tanpa menyentuh bibir bayi.
3. Cara pemberian vaksin campak
Pemberian vaksin campak dapat dilakukan dengan cara:
a. Ambil semprit 2 ml dan jarum no. 22 memakai pinset.
b. Bersihkan karet flakon pelarut vaksin, masukan pada flakon vaksin campak, kocok hingga larut benar, kemudian hisap 0,6 ml vaksin kedalam semprit.
c. Kontrol gelembung udara dengan cara semprit ditegakluruskan.
d. Bila ada gelembung udara diketuk-ketuk pelan agar gelembung udara naik ke atas dan ke luar.
e. Bersihkan kulit yang akan disuntik, kemudian direnggangkan dengan ibu jari dan telunjuk.
f. Vaksin disuntikan sampai subkutan dengan sudut 45° dengan dosis 0,5 cc.
g. Setelah vaksinnya masuk semua, jarum diangkat.
E. Efek Samping Akibat Vaksinasi
Berikut adalah beberapa efek samping yang mungkin akan timbul setelah vaksinasi yaitu:[15]
1. BCG
Efek samping akibat pemberian vaksin BCG yaitu:
a. Reaksi normal
Bakteri BCG ditubuh bekerja dengan sangat lambat. Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil merah di tempat penyuntikan dengan garis tengah 10 mm. Setelah 2 – 3 minggu kemudian, pembengkakan menjadi abses kecil yang kemudian menjadi luka dengan garis tengah 10 mm, jangan berikan obat apapun pada luka dan biarkan terbuka atau bila akan ditutup gunakan kasa kering. Luka tersebut akan sembuh dan meninggalkan jaringan parut tengah 3-7 mm.
b. Reaksi berat
Kadang terjadi peradangan setempat yang agak berat atau abses yang lebih dalam, kadang juga terjadi pembengkakan di kelenjar limfe pada leher / ketiak, hal ini disebabkan kesalahan penyuntikan yang terlalu dalam dan dosis yang terlalu tinggi.
c. Reaksi yang lebih cepat
Jika anak sudah mempunyai kekebalan terhadap TBC, proses pembengkakan mungkin terjadi lebih cepat dari 2 minggu, ini berarti anak tersebut sudah mendapat imunisasi BCG atau kemungkinan anak tersebut telah terinfeksi BCG.
2. DPT
Efek samping akibat pemberian vaksin DPT yaitu:
a. Panas
Kebanyakan anak akan menderita panas pada sore hari setelah mendapat imunisasi DPT, tapi panas ini akan sembuh 1 – 2 hari. Anjurkan agar jangan dibungkus dengan baju tebal dan dimandikan dengan cara melap dengan air yang dicelupkan ke air hangat.
b. Rasa sakit di daerah suntikan
Sebagian anak merasa nyeri, sakit, kemerahan, bengkak.
1) Peradangan
Bila pembengkakan terjadi seminggu atau lebih, maka hal ini mungkin disebabkan peradangan, mungkin disebabkan oleh jarum suntik yang tidak steril karena :
a) Tersentuh
b) Sebelum dipakai menyuntik jarum diletakkan diatas tempat yang tidak steril.
c) Sterilisasi kurang lama.
d) Pencemaran oleh kuman.
2) Kejang-kejang
Reaksi yang jarang terjadi sebaliknya diketahui petugas reaksi disebabkan oleh komponen dari vaksin DPT.
3. Polio
Bila anak sedang diare ada kemungkinan vaksin tidak bekerja dengan baik karena ada gangguan penyerapan vaksin oleh usus akibat diare berat.
4. Hepatitis B
Pada pemberian vaksin ini, tidak tampak adanya efek akibat pemberian vaksin.
5. Campak
Efek samping vaksin campak : panas dan kemerahan. Anak-anak mungkin panas selama 1 – 3 hari setelah 1 minggu penyuntikan, kadang disertai kemerahan seperti penderita campak ringan.
F. Hubungan antara Imunologi dan Imunisasi/Vaksinasi
Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respons imun yang timbul. Misalnya vaksin polio oral akan menimbulkan imunitas lokal di samping sistemik, sedangkan vaksin polio parenteral akan memberikan imunitas sistemik saja.[16]
1. Dosis vaksin
Dosis vaksin terlalu tinggi atau terlalu rendah juga mempengaruhi respons imun yang terjadi. Dosis yang terlalu tinggi akan menghambat respons imun yang diharapkan, sedangkan dosis terlalu rendah tidak merangsang sel imunokompeten. Dosis yang tepat dapat diketahui dari hasil uji coba, karena itu dosis vaksin harus sesuai dengan dosis yang direkomendasikan.
2. Frekuensi pemberian
Frekuensi pemberian juga mempengaruhi respons imun yang terjadi. Sebagaimana telah kita ketahui, respons imun sekunder menyebabkan sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi produksinya, dan afinitasnya lebih tinggi. Di samping frekuensi, jarak pemberian pun akan mempengaruhi respons imun yang terjadi. Bila vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi spesifik masih tinggi, maka antigen yang masuk segera dinetralkan oleh antibodi spesifik tersebut sehingga tidak sempat merangsang sel imunokompeten, bahkan dapat terjadi apa yang dinamakan reaksi Arthus yaitu bengkak kemerahan di daerah suntikan antigen akibat pembentukan kompleks antigen-antibodi lokal sehingga terjadi peradangan lokal. Oleh sebab itu, pemberian ulang (booster) sebaiknya mengikuti apa yang dianjurkan sesuai dengan hasil uji coba.
3. Ajuvan
Ajuvan adalah zat yang secara nonspesifik dapat meningkatkan respons imun terhadap antigen. Ajuvan akan meningkatkan respons imun dengan cara mempertahankan antigen pada tempat suntikan, dan mengaktivasi sel APC untuk memproses antigen secara efektif dan memproduksi interleukin yang akan mengaktifkan sel imunokompeten lainnya.
4. Jenis vaksin
Vaksin hidup akan menimbulkan respons imun lebih baik dibandingkan vaksin lainnya seperti vaksin mati atau yang diinaktivasi (killed atau inactivated), atau komponen dari mikroorganisme. Rangsangan sel Tc memori membutuhkan suatu sel yang terinfeksi sehingga dibutuhkan vaksin hidup. Sel Tc dibutuhkan pada infeksi virus yang pengeluarannya melalui budding. Vaksin hidup diperoleh dengan cara atenuasi. Tujuan atenuasi adalah untuk menghasilkan organisme yang hanya dapat menimbulkan penyakit yang sangat ringan. Atenuasi diperoleh dengan cara memodifikasi kondisi tempat tumbuh mikroorganisme, misalnya suhu yang tinggi atau rendah, kondisi anaerob, atau menambah empedu pada media kultur seperti pada pembuatan vaksin TBC yang sudah ditanam selama 13 tahun. Dapat pula dipakai mikroorganisme yang virulen untuk spesies lain tetapi untuk manusia avirulen, misalnya virus cacar sapi.
G. Hubungan Imunisasi/Vaksinasi dengan Agama
Selama ini banyak pembahasan tentang pro dan kontra mengenai vaksinasi jika dikaitkan dengan agama. Namun dalam makalah ini, penyusun menyajikan beberapa fatwa mengenai imunisasi/vaksinasi yang dihimpun dalam suatu artikel terbaru (14 April 2012), yakni:[17]
1. Fatwa-fatwa ulama dunia
a. Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah (Mufti Besar Kerajaan Arab Saudi ketua Lajnah Daimah dan Mantan Rektor Universitas Islam Madinah)
Ketika beliau ditanya ditanya tentang hal ini,
ما هو الحكم في التداوي قبل وقوع الداء كالتطعيم؟
“Apakah hukum berobat dengan imunisasi sebelum tertimpa musibah?”
Beliau menjawab,
لا بأس بالتداوي إذا خشي وقوع الداء لوجود وباء أو أسباب أخرى يخشى من وقوع الداء بسببها فلا بأس بتعاطي الدواء لدفع لبلاء الذي يخشى منه لقول النبي صلى الله عليه وسلم في الحديث الصحيح: «من تصبح بسبع تمرات من تمر المدينة لم يضره سحر ولا سم (1) » وهذا من باب دفع البلاء قبل وقوعه فهكذا إذا خشي من مرض وطعم ضد الوباء الواقع في البلد أو في أي كان لا بأس بذلك من باب الدفاع، كما يعالج المرض النازل، يعالج بالدواء المرض الذي يخشى منه
“La ba’sa (tidak masalah) berobat dengan cara seperti itu jika dikhawatirkan tertimpa penyakit karena adanya wabah atau sebab-sebab lainnya. Dan tidak masalah menggunakan obat untuk menolak atau menghindari wabah yang dikhawatirkan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis shahih (yang artinya), “Barang siapa makan tujuh butir kurma Madinah pada pagi hari, ia tidak akan terkena pengaruh buruk sihir atau racun””
Ini termasuk tindakan menghindari penyakit sebelum terjadi. Demikian juga jika dikhawatirkan timbulnya suatu penyakit dan dilakukan imunisasi untuk melawan penyakit yang muncul di suatu tempat atau dimana saja, maka hal itu tidak masalah, karena hal itu termasuk tindakan pencegahan. Sebagaimana penyakit yang dating diobati, demikian juga penyakit yang dikhawatirkan kemunculannya.
b. Fatwa Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafidzahulla (Imam masjid dan khatib di Masjid Umar bin Abdul Aziz di kota al Khabar KSA dan dosen ilmu-ilmu keagamaan, pengasuh situs www.islam-qa.com)
Dalam fatwa beliau mengenai imunisasi dan valsin beliau menjawab. Rincian bagian ketiga yang sesuai dengan pembahasan imunisasi dengan bahan yang haram tetapi memberi manfaat yang lebih besar. Syaikh berkata,
لقسم الثالث : ما كان منها مواد محرَّمة أو نجسة في أصلها ، ولكنها عولجت كيميائيّاً أو أضيفت إليها مواد أخرى غيَّرت من اسمها ووصفها إلى مواد مباحة ، وهو ما يسمَّى ” الاستحالة ” ، ويكون لها آثار نافعة
وهذه اللقاحات يجوز تناولها لأن الاستحالة التي غيَّرت اسم موادها ومواصفاتها قد غيَّرت حكمها فصارت مباحة الاستعمال .
“Rincian ketiga: vaksin yang terdapat didalamnya bahan yang haram atau najis pada asalnya. Akan tetapi dalam proses kimia atau ketika ditambahkan bahan yang lain yang mengubah nama dan sifatnya menjadi bahan yang mubah. Proses ini dinamakan “istihalah”. Dan bahan (mubah ini) mempunyai efek yang bermanfaat. Vaksin jenis ini bisa digunakan karena “istihalah” mengubah nama bahan dan sifatnya. Dan megubah hukumnya manjadi mubah/boleh digunakan”.
c. Fatwa Majelis Majelis Ulama Eropa untuk Fatwa dan Penelitian [المجلس الأوربي للبحوث والإفتاء] memutuskan dua hal:
أولا: إن استعمال هذا الدواء السائل قد ثبتت فائدته طبيا وأنه يؤدي إلى تحصين الأطفال ووقايتهم من الشلل بإذن الله تعالى، كما أنه لا يوجد له بديل آخر إلى الآن، وبناء على ذلك فاستعماله في المداواة والوقاية جائز لما يترتب على منع استعماله من أضرار كبيرة، فأبواب الفقه واسعة في العفو عن النجاسات – على القول بنجاسة هذا السائل – وخاصة أن هذه النجاسة مستهلكة في المكاثرة والغسل، كما أن هذه الحالة تدخل في باب الضرورات أو الحاجيات التي تن-زل من-زلة الضرورة، وأن من المعلوم أن من أهم مقاصد الشريعة هو تحقيق المصالح والمنافع ودرء المفاسد والمضار.
ثانيا: يوصي المجلس أئمة المسلمين ومسئولي مراكزهم أن لا يتشددوا في مثل هذه الأمور الاجتهادية التي تحقق مصالح معتبرة لأبناء المسلمين ما دامت لا تتعارض مع النصوص القطعية
Pertama:
Penggunaan obat semacam itu ada manfaatnya dari segi medis. Obat semacam itu dapat melindungi anak dan mencegah mereka dari kelumpuhan dengan izin Allah. Dan obat semacam ini (dari enzim babi) belum ada gantinya hingga saat ini. Dengan menimbang hal ini, maka penggunaan obat semacam itu dalam rangka berobat dan pencegahan dibolehkan. Hal ini dengan alas an karena mencegah bahaya (penyakit) yang lebih parah jika tidak mengkonsumsinya. Dalam bab fikih, masalah ini ada sisi kelonggaran yaitu tidak mengapa menggunakan yang najis (jika memang cairan tersebut dinilai najis). Namun sebenarnya cairan najis tersebut telah mengalami istihlak (melebur) karena bercampur dengan zat suci yang berjumlah banyak. Begitu pula masalah ini masuk dalam hal darurat dan begitu primer yang dibutuhkan untuk menghilangkan bahay. Dan di antara tujuan syaria.’at adalah menggapai maslahat dan manfaat serta menghilangkan mafsadatdan bahaya.
Kedua:
Majelis merekomendasikan pada para imam dan pejabat yang berwenang hendaklah posisi mereka tidak bersikap keras dalam perkara ijtihadiyah ini yang Nampak ada maslahat bagi anak-anak kaum muslimin selama tidak bertentangan dengan dalil yang definitif (qoth’i).
2. Fatwa Lembaga dan Organisasi Islam di Indonesia
Berikut adalah beberapa lembaga terkait yang memberikan tanggapan mengenai imunisasi atau vaksinasi:
a. Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia)
Fatwa MUI 4 Sya’ban 1431 H/16 Juli 2010 M (Fatwa Terabru MUI) No. 06 Tahun 2010 tentang, Penggunaan vaksin meningitis bagi jemaah haji atau umrah menetapkan ketentuan hukum:
1) Vaksin MencevaxTM ACW135Y hukumnya haram.
2) Vaksin Menveo meningococcal dan vaksin meningococcal hukumnya halal.
3) Vaksin yang boleh digunakan hanya vaksin yang halal
Ketentuan dalam fatwa MUI nomor 5 tahun 2009 yang menyatakan bahwa bagi orang yang melaksanakan wajib hajib atau umrah wajib, boleh menggunakan vaksin meningitis haram karena Al-hajah (kebutuhan mendesak) dinyatakan tidak berlaku lagi.
b. Fatwa dari Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Pertanyaan dari Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Majelis Kesehatan dan Lingkungan Hidup, tentang status hukum vaksin, khususnya untuk imunisasi polio yang dicurigai memanfaatkan enzim dari babi.
Jawaban:
Sebagai kesimpulan, dapatlah dimengerti bahwa vaksinasi polio yang memanfaatkan enzim tripsin dari babi hukumnya adalah mubah atau boleh, sepanjang belum ditemukan vaksin lain yang bebas dari enzim itu. Sehubungan dengan itu, kami menganjurkan kepada pihak-pihak yang berwenang dan berkompeten agar melakukan penelitian-penelitian terkait dengan penggunaan enzim dari binatang selain babi yang tidak diharamkan memakannya. Sehingga suatu saat nanti dapat ditemukan vaksin yang benar-benar bebas dari barang-barang yang hukum asalnya adalah haram.
c. Fatwa LBM-NU (Lembaga Bahtsul Masa’il Nahdlatul Ulama) Indonesia
Pengurus besar Nahdlatul Ulama akan menindaklanjuti hasil sidang Lembaga Bahtsul Matsail NU (LBM-NU). Kesimpulan sidang menyatakan secara umum hokum vaksin meningitis suci dan boleh dipergunakan.
Menurut Katib Aam Suriah PBNU, Malik Madani, keputusan tersebut merupakan kesimpulan di internal LBM-NU. Secara pasti, hasilnya akan segera dibahas di kalangan suriah. ‘Tunggu hasilnya bisa disetujui dan bisa tidak,’ ujar dia kepada Republika di Jakarta, Rabu (1/9).
Apapun hasilnya kelak, ungkap Malik, PBNU merekomendasikan ke pemerintah agar melakukan vaksinasi kepada para jamaah haji dengan memakai vaksin yang halal berdasarkan syari’i. Hal ini penting, agar jamaah haji mendapat rasa nyaman dan kekhidmatan beribadah. Selain itu, masyarakat dihimbau tidak terlalu resah dengan informasi apapun terkait vaksin meningitis yang belum jelas.
Ketua LBM-NU, Zulfa Musthafa, mengemukakan berdasarkan informasi dan pemaparan sejumlah pakar dalam sidang LBM-NU diketahui bahwa semua produk vaksin meningitis pernah bersinggungan dengan enzim babi. Termasuk produk yang dikeluarkan oleh Novartis Vaccine and Diagnostics S.r.i dan Meningococcal Vaccine produksi Zheijiang Tianyuan Bior Pharmaceutical Co. Ltd. Akan tetapi, secara kesuluruhan hasil akhir produk-produk tersebut dinilai telah bersih dan suci.
Zulfa menuturkan, dalam pembahasannya, LBM-NU tidak terpaku pada produk tertentu. Tetapi, pembahasan lebih menitik beratkan pada proses pembuatan vaksin. Hasilnya, secara umum vaksin meningitis suci dan boleh dipergunakan. ”Dengan demikian, vaksin jenis Mancevax ACW135 Y, produksi Glaxo Smith Kline (GSK), Beecham Pharmaceutical, Belgia pun bisa dinyatakan halal,” tandas dia.
Berdasarkan beberapa uraian fatwa di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum imunisasi dipandang boleh dengan alasan:
1. Imunisasi ini sangat dibutuhkan sekali sebagaimana penelitian ilmu kedokteran
2. Bahan haram yang ada telah lebur dengan bahan-bahan lainnya.
3. Belum ditemukan pengganti lainnya yang mubah.
4. Hal ini termasuk dalam kondisi darurat.
5. Sesuai dengan kemudahan syari’at di kala ada kesulitan.
BAB III
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada Bab II, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Imunisasi diartikan pemberian vaksin atau senyawa antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif dan meningkatkan imunitas tubuh penyakit untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu.
2. Tujuan diberikannya imunisasi pada anak adalah untuk mencegah timbulnya berbagai macam penyakit yang dimungkinkan dapat menyerang system kekebalan tubuh anak sehingga dapat memberikan manfaat untuk menghilangkan kecemasan terhadap anak untuk terjangkit penyakit.
3. Jenis-jenis imunisasi terdiri atas imunisasi pasif yaitu pemberian antibodi kepada resipien yang dimaksudkan untuk memberikan imunitas secara langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat aktif tersebut untuk kekebalan tubuhnya, dan imunisasi aktif yaitu kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi atau terpajan secara alamiah.
4. Pemberian imunisasi harus dilakukan dengan cara yang benar untuk menghindari efek samping yang tidak diharapkan.
5. Efek yang dapat ditimbulkan setelah pemberian vaksin atau imunisasi berbagai macam mulai dari peradangan, demam, sampai pada kerusakan system saraf.
6. Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respons imun yang timbul yang dapat dipengaruhi oleh dosis vaksin, frekuensi pemberian vaksin, ajuvan, dan jenis vaksin.
6. Imunisasi menurut agama hukumnya adalah boleh dengan alasan: Imunisasi ini sangat dibutuhkan sekali sebagaimana penelitian ilmu kedokteran, bahan haram yang ada telah lebur dengan bahan-bahan lainnya, belum ditemukan pengganti lainnya yang mubah, hal ini termasuk dalam kondisi darurat, dan sesuai dengan kemudahan syari’at di kala ada kesulitan.
B. Saran
Saran yang dapat penyusun sampaikan dalam makalah ini yaitu:
1. Sebaiknya pembaca dapat mengambil hal-hal positif yang tercantum dalam makalah ini.
2. Segala saran kritik yang bersifat membangun senantiasa penyusun harapkan demi perbaikan makalah ini selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. “Cara Vaksinasi/Imunisasi Vaksin DPT, DT, TT dan Polio”. http://e-medis.blogspot.com/2013/05/cara-vaksinasiimunisasi-vaksin-dpt-dt.html. 21 November 2014.
Anonim. “Ilmu Kesehatan Anak-Dian Husada Tujuan Imunisasi” http://dwimery-dianhusada.blogspot.com/p/tujuan-imunisasi.html. 21 November 2014.
Anonim. “Kontroversi Imunisasi Bayi–Masukan Bagi Ummat Islam” http://www.tipsbayi.com/kontroversi-imunisasi-bayi-masukan-bagi-ummat-islam.html. 21 November 2014.
Anonim, “Manfaat Imunisasi bagi Bayi” http://cardiacku.blogspot.com/2013/06/manfaat-imunisasi-bagi-bayi.html. (21 November 2014).
Anonim, “Pengertian, Tujuan dan Jadwal Imunisasi Lengkap” http://www.medkes.com/2014/01/pengertian-tujuan-dan-jadwal-imunisasi-lengkap.html. 21 November 2014.
Bahraen, Raehanul. “Fatwa-Fatwa Ulama, Keterangan Para Ustadz dan Ahli Medis di Indonesia Tentang Bolehnya Imunisasi-Vaksinasi”. http://moslemsunnah.wordpress.com/2012/04/14/fatwa-fatwa-ulama-keterangan-para-ustadz-dan-ahli-medis-di-indonesia-tentang-bolehnya-imunisasi-vaksinasi/. (22 November 2014).
Indonesia Medicine. “Aspek Imunologi Vaksinasi – Imunisasi”, http://allergycliniconline.com/2013/11/02/aspek-imunologi-vaksinasi-imunisasi/. 22 November 2014.
Lenteraimpian, “Imunisasi” http://lenteraimpian.wordpress.com/2010/03/02/imunisasi/. 22 November 2014.
Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. “Pedoman Imunisasi di Indonesia”. Cetakan I; Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI, 2011.
Timbang Rasa. “Dosis, Jumlah dan Waktu Pemberian Serta Efek Samping Imunisasi”. http://timbangrasaclinic.blogspot.com/2011/10/dosis-jumlah-dan-waktu-pemberian-serta.html. 21 November 2014.
[1] Anonim, “Kontroversi Imunisasi Bayi–Masukan Bagi Ummat Islam” http://www.tipsbayi.com/kontroversi-imunisasi-bayi-masukan-bagi-ummat-islam.html. (21 November 2014).
[2] Anonim, “Vaksin” http://ipdia.blogspot.com/2013/09/vaksin.html. (21 November 2014).
[3] Anonim, “Manfaat Imunisasi bagi Bayi” http://cardiacku.blogspot.com/2013/06/manfaat-imunisasi-bagi-bayi.html. (21 November 2014).
[4] Anonim, “Ilmu Kesehatan Anak-Dian Husada Tujuan Imunisasi” http://dwimery-dianhusada.blogspot.com/p/tujuan-imunisasi.html. (21 November 2014).
[5] AnonIm, http://www.google.com
[6] Lenteraimpian, “Imunisasi” http://lenteraimpian.wordpress.com/2010/03/02/imunisasi/, (22 November 2014).
[7] Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia, “Pedoman Imunisasi di Indonesia” (Cet. I; Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI, 2011), h. 202.
[8] Anonim, “Pengertian, Tujuan dan Jadwal Imunisasi Lengkap” http://www.medkes.com/2014/01/pengertian-tujuan-dan-jadwal-imunisasi-lengkap.html. 21 November 2014.
[9] Anonym, “Manfaat Tujuan Imunisasi Lengkap Anak Bayi” http://www.newsfarras.com/2014/10/Manfaat-Tujuan-Imunisasi-Lengkap.html. (21 November 2014).
[10] Anonim, “Pengertian, Tujuan dan Jadwal Imunisasi Lengkap” http://www.medkes.com/2014/01/pengertian-tujuan-dan-jadwal-imunisasi-lengkap.html. 21 November 2014.
[11] Anonim, “Pengertian, Tujuan dan Jadwal Imunisasi Lengkap” http://www.medkes.com/2014/01/pengertian-tujuan-dan-jadwal-imunisasi-lengkap.html. 21 November 2014.
[12] Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia, “Pedoman Imunisasi di Indonesia”, h. 140.
[13] Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia, “Pedoman Imunisasi di Indonesia”, h. 143-152..
[14] Anonym, “Cara Vaksinasi/Imunisasi Vaksin DPT, DT, TT dan Polio” http://e-medis.blogspot.com/2013/05/cara-vaksinasiimunisasi-vaksin-dpt-dt.html. (21 November 2014).
[15] Timbang Rasa, “Dosis, Jumlah dan Waktu Pemberian Serta Efek Samping Imunisasi” http://timbangrasaclinic.blogspot.com/2011/10/dosis-jumlah-dan-waktu-pemberian-serta.html, (21 November 2014).
[16] Indonesia Medicine, “Aspek Imunologi Vaksinasi – Imunisasi”, http://allergycliniconline.com/2013/11/02/aspek-imunologi-vaksinasi-imunisasi/, (22 November 2014).
[17] Raehanul Bahraen, “Fatwa-Fatwa Ulama, Keterangan Para Ustadz dan Ahli Medis di Indonesia Tentang Bolehnya Imunisasi-Vaksinasi”, http://moslemsunnah.wordpress.com/2012/04/14/fatwa-fatwa-ulama-keterangan-para-ustadz-dan-ahli-medis-di-indonesia-tentang-bolehnya-imunisasi-vaksinasi/, (22 November 2014).