Makalah Ilmu Filsafat Olahraga

9 min read

Ilmu Filsafat Olahraga

Bab I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Dalam sejarah dan perkembangan olahraga di Indonesia kita akan dapat menarik suatu garis yang kian lama kian menanjak masyarakat indonesia yang dinamis akan mengakui bahwa persekutuan hidup itu hidup dan tidak hanya mengalami pengaruh pikiran dan kemampuan manusia individu saja bahkan juga mengalami pengaruh zaman dalam perkembangan ilmu pengetahuan modern seperti sekarang ini. Olahraga memberi kesempatan yang sangat baik untuk menyalurkan tenaga dengan jalan yang baik di dalam lingkungan persaudaraan dan persahabatan untuk persatuan yang sehat dan suasana yang akrab dan gembira.

Tetapi kini kita menghadapi kubu-kubu yang kuat baik yang merupakan alam pikiran, sikap hidup, tradisi dan kebiasaan yang semuanya adalah peninggalan penjajahan ditambah dengan feodalisme semenjak 350 tahun yang lalu. Dan kadang-kadang kubu-kubu itu tidak dapat kita lihat tetapi dapat kita rasakan karena sembunyi di dalam diri manusia. Karena itu kita harus menyelami alam pikiran pandangan dan sikap seseorang untuk dapat membantu dia membuang sisa-sisa penjajahan yang masih bersarang dalam dirinya untuk secara sadar membantu gerakan olahraga.

Dalam hal ini prestasilah yang memegang peranan dan merupakan factor yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Prestasi yang kita miliki selain mengangkat nama dan mengharumkan derajat bangsa Indonesia di dunia, suatu prestasi yang tinggi oleh seorang olahragawan Indonesia dapat membangkitkan dalam diri warga Negara, rasa bangsa yang sebesar-besrnya, semangat kebangsaan yang menyala-nyala dan jiwa persatuan yang sehebat-hebatnya sehingga terbangkit kekuatan-kekuatan baru pada dirinya dan mempunyai hasrat yang benar untuk ikut di dalam gerakan keolahragaan.

Ilmu Keolahragaan memiliki sejarah yang relatif lebih pendek dibandingkan dengan ilmu-ilmu disipliner lain seperti filsafat, hukum, ekonomi, dan sebagainya. Bidang ilmu dibawahnyapun masih tergolong baru. Oleh karena itu, sangat penting bagi Ilmu Keolahragaan untuk membangun dasar-dasar teoritis sebagai sebuah disiplin ilmiah.

“Dasar-dasar teoritis” menunjukkan konsep dasar, persoalan pokok, dan pembenaran umum Ilmu Keolahragaan dengan bantuan prosedur teoritis. “Teori” atau “teoritis” berarti refleksi mendalam yang dikembangkan secara baik dalam standar-standar ilmiah. “Ilmu Keolahragaan” adalah nama bagi wissenschaft yang hasilnya dihubungkan pada sub-sistem sosial yang sangat kompleks yang disebut “olahraga”. Fenomena olahraga sangat beragam, banyak memiliki wajah, dan dilihat dalam multidimensi, oleh karena itulah maka ilmu yang menguraikan masalah ini, yakni Ilmu Keolahragaan, juga memperlihatkan karakter yang amat kompleks. “Disiplin ilmiah” menunjukkan satu cabang dalam bidang luas dunia ilmu. Pengembangan historis ilmu secara umum dapat dikarakteristikkan sebagai proses diferensiasi dan spesifikasi konstan. Jadi, banyak disiplin ilmiah yang eksis sekarang ini yang kelak akan lebih banyak lagi, karena proses diferensiasi menjadi suatu proses yang kontinu (Haag, 1994: 13).

Sesuatu yang sangat penting dan vital bagi Ilmu Keolahragaan – seperti halnya ilmu-ilmu lain seperti ilmu politik, kedokteran, sastra dan lain-lain – adalah bahwa Ilmu keolahragaan menyajikan sistem penelitian ilmiah, pengajaran, latihan, dan integrasi konstruktif ilmu-ilmu lain di dalamnya. Tentu saja, dasar-dasar teoritis-filsafati harus sudah kokoh terbangun sebagai syarat untuk dapat disebut sebagai ilmu mandiri.

Filsafat, dalam hal ini dianggap memiliki tanggung jawab penting dalam mempersatukan berbagai kajian ilmu untuk dirumuskan secara padu dan mengakar menuju Ilmu Keolahragaan dalam tiga dimensi ilmiahnya (ontologi, epistemologi dan aksiologi) yang kokoh dan sejajar dengan ilmu lain. Relevansi filsafati ini pada gilirannya mensyaratkan pula komunikasi lintas, inter, dan multidisipliner ilmu-ilmu terkait dalam upaya menjawab persoalan dan tantangan yang muncul dari fenomena keolahragaan. Dengan kata lain, proses timbal balik yang sinergis antara khasanah keilmuan dan wilayah praksis muncul, dan menjadi tanggung jawab filsafat untuk mengkritisi, memetakan dan memadukan hal tersebut. Filsafat Ilmu Keolahragaan, dengan titik tekan utama pada tiga dimensi keilmuan ini – ontologi, epistemologi, aksiologi – mengeksplorasi Ilmu Keolahragaan ini secara mengakar.

Ilmu Keolahragaan adalah ilmu yang relatif baru dan memiliki sejarah lebih pendek daripada bidang-bidang ilmu lain seperti filsafat, hukum, fisika, biologi dan lain-lain. Oleh karena itu, pendasaran teoritis-filsafati masih terus diupayakan, salah satunya melalui integrasi cabang-cabang Ilmu Keolahragaan (seperti psikologi olahraga, biomekanika olahraga) dan melalui ekstensifikasi dan intensifikasi tema kajian seperti nutrisi, sex, meditasi dan sebagainya.

Analisis pada penelitian ini berupaya memberikan sumbangan ke arah pemahaman yang lebih komprehensif dan intensif dalam membangun dasar-dasar teoritis Ilmu Keolahragaan sebagai suatu disiplin ilmiah. Pembahasan aspek ontologis Ilmu Keolahragaan merupakan satu dari tiga pilar utama selain aspek epistemologi dan aksiologi. Ketiga pilar ini secara integratif harus dipahami oleh akademisi Ilmu Keolahragaan dalam rangka pengakuan yang lebih luas dan mendalam terhadap Ilmu Keolahragaan dari masyarakat ilmiah, dan juga sebagai landasan strategis pengembangan dan interaksi lintas, inter, dan multidisipliner Ilmu Keolahragaan.

Pembahasan dari aspek ontologi berusaha menjawab persoalan apa objek studi Ilmu Keolahragaan yang dianggap unik dan tidak dikaji oleh disiplin ilmu lainnya. Selain itu, perlu juga memetakan medan kajian Ilmu Keolahragaan sebagai suatu rincian objek formalnya, serta pembahasan tentang maksud dan sasaran Ilmu Keolahragaan yang merupakan persoalan atau fokus penting dalam membangun dasar-dasar teoritis Ilmu Keolahragaan dari aspek ontologi ini (KDI Keolahragaan, 2000: 6, 9; Haag, 1994: 9)

B. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini ada beberapa masalah yang akan dibahas, agar pembahasan dalam makalah ini tidak lari dari judulnya ada baiknya jika kita rumuskan masalah-masalah yang akan dibahas, antara lain        :

  1. Pengertian kebenaran
  2. Teori-teori kebenaran filsafat ilmu

C. Tujuan penulisan

Adapun manfaat pembuatan makalah ini adalah :

  1. Agar mahasiswa mampu mengetahui pengertiandan tingkatan-tingkatan ilmu pengetahuan.
  2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang teori-teori kebenaran ilmu pengetahuan.
  3. Mahasiswa mampu menjalankan apa saja tingkatan-tingkatan dan sifat-sifat kebenaran ilmu pengetahuan.

D. Metode penulisan

Metode yang digunakan penulis adalah metode kepustakaan yaitu memberikan gambaran tentang materi-materi yang berhubungan dengan permasalahan melalui literature buku-buku yang tersedia, tidak juga penulis ambil sedikit dari media massa/internet dan diskusi megetahui masalah yang dibahas dengan teman-teman.

Bab II. Pembahasan

A. Definisi Epistemologi, Ontologi, dan Aksiologi.

I. Epistemologi

Berasal dari kata Yunani, Episteme dan Logos. Episteme artinya adalah pengetahuan. Logos artinya teori. Epistemologi adalah sebuah kajian yang mempelajari asal mula, atau sumber, struktur dan metode pengetahuan. Epistemologi berusaha menjawab bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus di perhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah kriterianya? Cara atau tehnik atau sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?

2. Ontologi

Ontologi adalah analisis tentang objek materi dari ilmu pengetahuan, yaitu hal-hal atau benda-benda empiris. Ontologis membahas tentang apa yang ingin diketahui. Ontologi menganalisa tentang objek apa yang diteliti ilmu? Bagaimana wujud yang sebenar-benarnya dari objek tersebut? bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (misalnya: berpikir, merasa dan mengindera) yang menghasilkan pengetahuan?.

3. Aksiologi

  • Aksiologi membahas tentang manfaat yang diperoleh manusia dari pengetahuan yang didapatkannya. Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan seperti yang dijumpai dalam kehidupan, yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik ataupun fisik material (Koento, 2003: 13).
  • Definisi Kattsoff (2004: 319), aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.
  • Scheleer dan Langeveld (Wiramihardja, 2006: 155-157)

Scheleer mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu teori dasar tentang tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan deontology, yaitu suatu teori mengenai tindakan

Aksiologi menjawab, untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral?  

Baru sebagian warga Indonesia yang menyadari olah raga sebagai sebuah kebutuhan. Kesadaran ini belum merata di semua lapisan masyarakat. Penyebabnya bukan ketidaktahuan akan manfaat olah raga namun lebih karena kebiasaan dan gaya hidup serta perbedaan cara pandang tentang olah raga.

Pergeseran orientasi terhadap jenis dan nilai olah raga terjadi akibat perubahan dalam gaya hidup. Pertama, gaya hidup yang berorientasi mengejar kesenangan dan kenyamanan fisik berpengaruh nyata terhadap perubahan kultur gerak. Banyak karyawan atau pekerja kantoran menghindari naik turun tangga. Mereka lebih suka menggunakan lift. Pada masa usia dini, “kenyamanan” pun secara tidak sadar ditanamkan. Alih-alih harus berjalan kaki, anak-anak berangkat ke sekolah dengan menggunakan kendaraan antar jemput.

Kedua, pergeseran gaya hidup pun memengaruhi masyarakat dalam memandang olah raga. Berolah raga kini tidak selalu dikaitkan dengan kompetisi dan prestasi, tetapi juga karena tujuan lain, terutama sebagai gaya hidup. Itulah sebabnya, klub-klub senam kebugaran, pengobatan, dan kemolekan tubuh marak di mana-mana dan lebih populer dibandingkan senam ritmik dan cabang prestatif lainnya.

Ketiga, pilihan jenis dan tujuan olah raga pun bergeser. Orientasi olah raga yang langsung atau tidak langsung bersifat ekonomi tumbuh semakin tajam. Orientasi ekonomi langsung, terlihat pada “perkawinan” antara olah raga dengan ekonomi. Olah raga pun kini memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.

Bahkan dalam dua dekade terakhir, ekonomi olah raga tumbuh dengan eskalasi makin besar. Kontribusi olah raga bagi pertumbuhan ekonomi tampak dalam pengembangan industri olah raga. Di negara maju olah raga sudah terindustrialisasi secara masif. Perubahan struktur ini juga diikuti dengan penanaman nilai-nilai profesionalisme secara ketat. Semakin besar nilai, kontrak, misalnya, semakin berat beban profesionalisme sang atlet.

B. Olahraga Sebagai Pemberdayaan Masyarakat

Olah raga telah lama menjadi instrumen pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa.Peran ini bukan hanya diperlihatkan dalam ajang Pekan Olah Raga Nasional (PON) yang terkesan heroik, tetapi juga diperlihatkan dalam berbagai even olah raga yang digelar sebelumnya. Kini, lingkungan strategis olah raga telah berubah. Tantangan yang dihadapi bangsa-bangsa bukan melepaskan diri dari belenggu kolonialisme, tetapi memacu persaingan dan mengejar kesetaraan dalam hubungan antarbangsa. Dalam lingkup global, terjadi peningkatan kesadaran akan saling ketergantungan antarbangsa melalui difusi kultur olah raga. Dalam konteks ini, permasalahan sistem keolahragaan nasional tidak terlepas dari tekanan politik, ekonomi, dan budaya global.

Sementara dalam skala nasional, perubahan paradigma pembangunan nasional ke arah desentralisasi diikuti pula perubahan dalam kebijakan pembinaan olah raga yang searah dengan demokratisasi dalam segala bidang. Pembinaan olah raga akan lebih banyak melibatkan partisipasi dan prakarsa masyarakat. Perubahan ini semestinya diikuti oleh pemberdayaan masyarakat di bidang olah raga.

Selaras dengan semangat zaman, derajat partisipasi masyarakat dalam pembangunan olah raga akan menentukan postur dan kemajuan pembangunan olah raga suatu daerah. Masyarakat bukan hanya perlu didorong dalam menjadikan olah raga sebagai kebutuhan, tetapi juga mengambil peran dalam memajukan olah raga daerah.

Pembangunan olah raga yang bertumpu pada peran serta masyarakat dulu telah dicoba dalam kemasan gerakan memasyarakatkan olah raga dan mengolah ragakan masyarakat. Gerakan ini memerlukan revitalisasi sehingga menjadi focal concern baru. Hal ini bukan tidak mungkin, karena tekanan hidup menuntut masyarakat mengubah pola hidup. Pilihan pola hidup sehat dapat menjadi solusi di saat krisis. Tentu saja kebijakan ini memerlukan instrumen pendukungnya.
            Pembangunan sarana prasarana olah raga selain harus memperhatikan sebaran demografis juga tidak melupakan kebutuhan penyediaan pelayanan olah raga bagi anggota masyarakat yang memiliki keterbatasan khusus.

Pengembangan pelayanan olah raga untuk untuk kelompok khusus, terutama untuk orang cacat masih membutuhkan peningkatan dalam berbagai aspek. Untuk pembinaan kelompok khusus ini, kita masih kekurangan tenaga pembina yang kompeten maupun sarana dan prasarana untuk mendukung pelaksanaan pembinaan.

Sedangkan dalam hal pembinaan olah raga prestasi perlu didukung peningkatan sarana prasaran olah raga dan sumberdaya manusia yang kompeten. Pembinaan olah
raga prestasi diletakkan di atas landasan pendidikan jasmani dalam berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Pembinaan dilakukan dengan memperhatikan beberapa kecenderungan berikut. Pertama, introduksi dan penerapan teknologi olah raga untuk mendorong efisiensi pembinaan olah raga prestasi. Sayangnya industri olah raga dalam negeri baru sebatas memperoleh hak paten untuk memproduksi peralatan olah raga. Hal ini menunjukkan betapa tertinggalnya riset dan pengembangan dalam bidang keolah ragaan, baik di perguruan tinggi maupun di lembaga riset swasta dan milik pemerintah.

Prioritas riset dan pengembangan bisa diletakkan dalam upaya reservasi jenis olah raga tradisional yang menjadi bagian dari pranata sosial budaya masyarakat namun mulai ditinggalkan pendukungnya. Selain itu, riset dan pengembangan pun perlu diarahkan pada penyediaan peralatan dan perlengakapan olaharaga sehingga tidak sepenuhnya bergantung kepada produk luar negeri yang mahal.

Pemajuan aspek-aspek di atas membutuhkan keterlibatan semua pihak. Tidak hanya keterlibatan jajaran pemerintahan daerah, tetapi juga keterlibatan dan prakarsa para pengusaha, tokoh masyarakat, dan elemen lain.

Sudah saatnya prestasi olah raga beranjak pada level yang lebih bergengsi. Hal ini bukan perkara yang absurd, mengingat potensi yang dimiliki masyarakat lebih dari memadai. Bukan hanya potensi atlet, tetapi juga potensi dalam pembinaan. Karena itu, kata kunci pemajuan olah raga di adalah membangun sinergi, dalam menjadikan olah raga sebagai budaya masyarakat dan pembinaan olah raga prestasi di Indonesia

C. Filsafat Ontologi, Aksiologi dan Epistemologi  Dalam Cabang    Olahraga Tenis Meja di Tinjau Dari Keberadaanya di Indonesia.

1. Sejarah Tenis Meja

Tenis meja dibuat di Inggris sekitar abad ke-19, di mana dimainkan oleh orang kelas atas sebagai permainan indoor setelah makan malam. Tenis meja mempunyai beberapa nama, salah satunya “whiff-whaff”, dan disarankan bahwa permainannya pertama kali dikembangkan oleh tentara Inggris di India atau  Afrika Selatan, di mana mereka membawanya kembali ke Inggris. Sebaris buku disusun ditengah meja sebagai net, di mana dua bukunya berfungsi untuk memukul bola golf. Nama “ping-pong” digunakan hampir semua negara sebelum perusahaan Inggris J. Jaques & Son Ltd menjadikannya merek dagang pada tahun 1901. Nama “ping-pong” kemudian lebih digunakan untuk permainan yang dimainkan peralatan Jaques, dengan perusahaan lain menyebutnya tenis meja. Situasi yang sama terjadi juga di Amerika Serikat, di mana Jaques menjual hak nama “ping-pong” kepada Parker Brothers. Parker Brothers lalu menjadikannya merek dagang tahun 1920-an, membuat organisasi lainnya mengubah nama menjadi “tenis meja” dibanding menggunakan nama yang lebih umum, namun dengan merek dagang.

Inovasi besar berikutnya dilakukan oleh James W.Gibb, pencinta tenis meja, yang menemukan bola seluloid dalam perjalanan menuju AS tahun 1901 dan  menurutnya cocok untuk permainan. Ini diikuti E.C. Goode yang, pada tahun yang sama, menciptakan versi modern dari raket dengan  memasang selembar karet yang diberi bintik, ke kayu yang sudah diasah. Tenis meja mulai terkenal pada tahun 1901 disebabkan  turnamen yang dibuat, buku yang menuliskan tentang tenis meja, dan kejuaraan dunia tidak resmi pada tahun 1902. Pada awal 1900an, permainan  ini dilarang di Russia karena penguasa pada masa itu percaya bahwa memainkan tenis meja memiliki efek yang buruk pada penglihatan pemain

Tahun 1921, Asosiasi Tenis Meja (TTA) dibuat di Inggris, dan diikuti Federasi Tenis Meja Internasional (ITTF) pada tahun 1926. London  menjadi tuan rumah Kejuaraan Dunia resmi pertama tahun 1926. Tahun 1933, Asosiasi Tenis Meja Amerika Serikat, sekarang disebut, Tenis Meja Amerika, dibentuk.

Tahun 1930, Edgar Snow berkomentar di Red Star Over China bahwa pihak Komunis di Perang Saudara China mempunyai “hasrat untuk Tenis Meja asal Inggris” yang menurutnya “ganjil”.

Tahun 1950an, raket yang menggunakan lembaran karet digabung dengan lapaisan spons di dasarnya mengubah permainan secara dramatis, meningkatkan kecepatan dan perputaran bola. Ini diperkenalkan perusahaan alat olahraga Inggris S.W. Hancock Ltd. Penggunaan lem cepat dapat meningkatkan kecepatan dan perputaran lebih jauh, yang menghasilkan perubahan peralatan untuk “menurunkan kecepatan permainannya”. Tenis meja diperkenalkan sebagai cabang Olimpiade pada tahun 1988.

2.   Perkembangan Tenis Meja di Indonesia.

Permainan tenis meja di Indonesia baru dikenal pada tahun 1930. Pada masa itu hanya  dilakukan di balai-balai pertemuan orang-orang Belanda sebagi suatu permainan rekreasi.Hanya golongan tertentu saja dari golongan pribumi yang boleh ikut latihan, antara lain keluarga pamong yang menjadi anggota dari balai pertemuan tersebut.Sebelum perang dunia ke II pecah, tepatnya tahun 1939, tokoh-tokoh pertenismejaan mendirikan PPPSI (Persatuan Ping Pong Seluruh Indonesia).Pada tahun 1958 dalam kongresnya di Surakarta PPPSI mengalami perubahan nama menjadi PTMSI (Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia).

Tahun 1960 PTMSI telah menjadi anggota federasi tenis meja Asia, yaitu TTFA (Table Tennis Federation of Asia).Perkembangan tenis meja di Indonesia sejak berdirinya PPPSI hingga sekarang bisa dikatakan cukup pesati. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya perkumpulan-perkumpulan tenis meja yang berdiri, serta banyaknya pertandingan tenis meja yang dilakukan, misalnya dalam arena : PORDA, PON, POMDA, POSENI di tingkat SD, SLTP, SLTA serta pertandingan-pertandingan yang diselenggarakan oleh perkumpulan-perkumpulan tenis meja, instansi pemerintah atau swasta atau karang taruna dll.
            Indonesia selalu di undang dalam kejuaraan-kejuaraan dunia resmi setelah Indonesia terdaftar sebagai anggota ITTF pada tahun 1961.Selain kegiatan-kegiatan pertandingan tersebut, hal lain yang patut dicatat dalam perkembangan pertenismejaan nasional adalah berdirinya Silatama (Sirkuit Laga Tenis Meja Utama) yang dimulai pada awal tahun 1983, yang diiselenggarakan setiap 3 bulan sekali serta Silataruna yang kegiatannya dimulai sejak 1986 setiap 6 bulan sekali.

BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

            Dalam kehidupan modern saat ini banyak orang yang melupakan pentingnya olahraga untuk tubuh. Padahal olahraga merupakan cara untuk sehat yang paling murah dengan hasil yang mengagumkan untuk kebugaran badan. Selain itu olahraga dapat dilaksanakan kapanpun dan dimanapun kita suka melakukannya baik siang maupun malam sesuai keinginan

            Ilmu Olahraga merupakan pengetahuan yang sistematis dan terorganisir tentang fenomena keolahragaan yang memiliki obyek, metode, sistematika ilmiahdan sifat universal yang dibangun melalui sebuah sistem penelitian ilmiah yangdiperoleh dari macam-macam penyelidikan, yang produk nyatanya tampak dalambatang tubuh pengetahuan ilmu olahraga dengan pendekatan pengembangankeilmuan yang multidisipliner sehingga secara aksiologis pemaknaan domainperilaku gerak – olahraga – membuka spektrum nilai yang normatif-teoritis(etika, estetika, kesehatan eserta pengembangannya) dan nilai-nilai yang praktisprofesional(pengajaran dan pelatihan, manajemen, rehabilitasi ataupun rekreasiolahraga beserta pengembangannya.

DAFTAR PUSTAKA

http://herawantodikromo.blogspot.co.id/2015/05/analisis-dampak-olahraga-modern.html (diakses pada 14 desember 2016).

https://id.wikipedia.org/wiki/Tenis_meja (diakses pada 14 desember 2016).

http://penjaskes-pendidikanjasmanikesehatan.blogspot.co.id/2010/12/penjaskes.html (diakses pada 14 desember 2016).

Laporan Praktikum Efek Fotolistrik

Efek Fotolistrik Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang Efek fotolistrik adalah fenomena terlepasnya elektron logam akibat disinari cahaya. Ditinjau dari perspektif sejarah, penemuan efek...
Ananda Dwi Putri
9 min read

Laporan Praktikum Tetes Minyak Milikan

Tetes Minyak Milikan Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang Elektron merupakan suatu dasar penyusun atom. Inti atom terdiri dari elektron (bermuatan negatif) dan proton...
Ahmad Dahlan
7 min read

Makalah Sifat Fantasi Dalam Tinjauan Psikologi

Sifat Fantasi Bab I. Pendahuluan Pada dasarnya psikologi mempersoalkan masalah aktivitas manusia. Baik yang dapat diamati maupun tidak secara umum aktivitas-aktivitas (dan penghayatan) itu...
Wahidah Rahmah
4 min read

Leave a Reply