Makalah Hubungan Filsafat dengan Sains

13 min read

Hubungan Filsafat dengan Sains

Bab I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Pembahasan dalam makalah ini adalah tentang hubungan ilmu pengetahuan (sains) dengan filsafat. Sains atau ilmu pengetahuan pada zaman klasik tak terpisah dengan filsafat. Para filsuf terdahulu seperti Aristoteles dan Plato selalu mendasarkan penyelidikannya pada metafisika. Plato misalnya, menyatakan bahwa pengetahuan yang kita punya saat ini adalah bawaan dari alam idea. Proses berfikir ia samakan dengan proses mengingat apa-apa yang pernah dilihat oleh manusia di alam idea dahulu. Baginya, pengetahuan manusia bersifat apriori (mendahului pengalaman). Begitu pula dengan para filsuf-filsuf sebelumnya. Sejak Thales dan para pemikir sebelum Sokrates dan Kaum Shopis, mereka menumpahkan perhatian filsafatnya pada proses kejadian alam semesta, yang berarti objek fisik.

Dalam hubungan ini Harold H. Titus menerangkan : Ilmu pengetahuan mengisi filsafat dengan sejumlah besar materi yang faktual dan deskriptif, yang sangat perlu dalam pembinaan suatu filsafat. Banyak ilmuan yang juga filosuf. Para filosuf terlatih di dalam motede ilmiah, dan sering pula menuntut minat khusus dalam beberapa ilmu.

Tapi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern, yang diawali oleh renaisans yang kemudian disambut hangat oleh kaum empirisme, peta sains mulai bergeser. Namun metodelogi rasionalisme yang dimotori Descrates sebagai penggerak renaisans berbeda dengan empirisme. Jika rasionalisme beranggapan bahwa pengetahuan yang sahih hanya diperoleh melalui rasio, empirisme mengatakan bahwa pengetahuan yang sahih bersumber dari pengalaman. Menurut empirisme, pengetahuan tidak diperoleh secara apriori melainkan aposteriori (melalui pengalaman).

Gejolak renaisains itu pun terus bergulir ke Jerman dengan zaman pencerahannya. Kemudian sampailah kita pada aliran positivisme yang dibangun oleh Agust Comte. Melalui positivismenya, Comte menegaskan pengetahuan tidak melampaui fakta-fakta. Ia kemudian menolak metafisika. Dan pada akhirnya, ia menolak, etika, teologi dan seni, yang dianggap melampaui fenomena-fenomena yang teramati. Menurut Comte, sejarah pengetahuan berkembang melalui tiga tahap. Dari tahap teologis, metafisis dan terahir positifis. Baginya perkembangan ini layaknya perkembangan kehidupan manusia, mulai dari anak-anak, remaja, kemudian dewasa.

Pengertian Filsafat

Filsafat didefinisikan sebagai “kebijaksanaan” . Kata filsafat atau philosophy, berasal dari bahasa Yunani yaitu Sophia yang berarti kebijaksanaan dan Philein yang berarti mencintai. Jadi, filsafat adalah semata-mata mencintai kebijaksanaan. Filsafat merupakan ilmu yang universal. Berfilsafat berarti mempertanyakan dasar dan asal usul dari segala-galanya, ataupun induk dari segala pengetahuan.

Objek Filsafat

Objek penyelidikan filsafat itu sendiri adalah segala yang ada dan yang mungkin ada, tidak terbatas. Inilah yang disebut objek material filsafat. Ada beberapa objek materi filsafat, yaitu :

  • Masalah Tuhan, yang sama sekali diluar atau diatas jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
  • Masalah alam, yang belum atau tidak bisa dijawab dengan ilmu pengetahuan biasa.
  • Masalah manusia

Obyek material filsafat yang diselidiki akan terus berlangsung hingga permasalahannya selesai, dan dapat ditemukan sampai akar-akar permasalahannya. Bahkan filsafat baru menemukan hasil kerjanya manakala ilmu pengetahuan suduh terhenti penyelidikannya, yakni ketika ilmu tidak mampu memberi jawaban atas masalah. Inilah salah satu sifat ciri khas filsafat yang tidak dimiliki ilmu pengetahuan.
Seorang filosuf berfikir dan merenung untuk menemukan persoalan kyang memenuhi benaknya, ia berfikr sedalam dalamnya hingga seakar-akarnya untuk mencari hakikat sesuatu. Hasil penyelidikannya masih bersifat menduga-duga (spekulatif) dan subyektif.[5] Berarti filsafat adalah berfikir, tetapi bukan berarti setiap berfikir adalah berfilsafat. Ada beberapa ciri-ciri berfikir filsafat, antara lain :

  1. Radikal
    Radikal berasal dari bahasa radix (bahasa yunani), berarti akar. Berfikir radikal berarti berfikir sampai keakar-akarnya, tidak tanggung-tanggung, sampai pada konsekuensinya yang terakhir. Tidak ada yang tabu, tidak ada yang suci, dan tidak ada yang terlarang bagi yang berfikir radikal.
    · Sistematis
    Berfikir sistematis ialah berpikir logis, yang bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh kesadaran dangan urutan-urutan yang saling berhubungan dan teratur.
    · Universal
    Berfikir universal berarti pola pikir yang tidak khusus, terbatas dan hanya pada bagian tertentu saja, akan tetapi mencakup keseluruhannya.

A. Pengertian Sains

Sains atau Science berasal dari Bahasa Latin Scientia artinya pengetahuan. Sains adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), terdiri phusical sciences (ilmu astronomi, kimia, geologi, minerologi, meteorology dan fisika) dan life sciences (biologi, zoology, fisiologi).

Secara sederhana sains dapat berarti sebagai tubuh pengetahuan (body of knowledge) yang muncul dari pengelompokkan secara sistematis dari berbagai penemuan ilmiah sejak jaman dahulu, atau biasa disebut sains sebagai produk. Produk yang dimaksud adalah fakta-fakta, prinsip-prinsip, model-model, hukum-hukum alam, dan berbagai teori yang membentuk semesta pengetahuan ilmiah yang biasa diibaratkan sebagai bangunan dimana berbagai hasil kegiatan sains tersusun dari berbagai penemuan sebelumnya. Sains juga bisa berarti suatu metoda khusus untuk memecahkan masalah, atau biasa disebut sains sebagai proses. Metode ilmiah merupakan hal yang sangat menentukan, sains sebagai proses ini sudah terbukti ampuh memecahkan masalah ilmiah yang juga membuat sains terus berkembang dan merevisi berbagai pengetahuan yang sudah ada.

Selain itu sains juga bisa berarti suatu penemuan baru atau hal baru yang dapat digunakan setelah kita menyelesaikan permasalahan teknisnya, yang tidak lain biasa disebut sebagai teknologi. Teknologi merupakan suatu sifat nyata dari aplikasi sains, suatu konsekwensi logis dari sains yang mempunyai kekuatan untuk melakukan sesuatu. Sehingga biasanya salah satu definisi popular tentang sains termasuk juga teknologi di dalamnya. Aspek-aspek lain dari sains dari kemungkinan lainnya pada jawaban pertanyaan di atas adalah: dampak sains melalui teknologi terhadap masyarakat, sifat sains yang terus berkembang, tujuan akhir dari sains, karakteristik seorang ilmuwan dan lainnya.

Sesungguhnya, sains itu sendiri sudah ada sejak awal sejarah manusia ada, demikian juga sejak manusia lahir. Tetapi dalam prosesnya, manusia tidak langsung cepat membaca, memahamai dan menguasainya. Salah satu penyebab utama, mengapa terjadi kelambanan dan keterlambatan penguasaan sains, adalah faktor manusia nya sendiri. Yang di dalam benaknya sudah dipenuhi dengan beragam doktrin, persepsi, keyakinan. mitos yang berlangsung antar generasi terhadap suatu dan kejadian di diri kita dan sekitar kita.

Sebagai gambaran, saat ini kita berkeyakinan dan membuktikan secara sains , bahwa bumi mengelilingi matahari. Namun dulu pernah berabad-abad, manusia berkeyakinan bahwa bumi ini diam dan mataharilah yang mengelilingi bumi. Dan masih banyak lagi keyakinan lama dan mitos-mitos yang berubah karena sains. Mitos dan keyakinan salah di sekitar kita harus diubah persepsinya, bahwa segala kejadian ini sudah sangat teratur melalui hukum-hukum yang pasti yang bisa rasakan, amati, buktikan dan kembangkan. Sains terdiri dari 3 aspek:

  1. Sains adalah alat untuk menguasai alam dan memberikan sumbangan kepada kesejahteraan manusia.
  2. Sains sebagai suatu pengetahuan yang sistematis dan tangguh , merupakan hasil dari berbagai peristiwa.
  3. Sains sebagai metode untuk mendapatkan aturan, hukum-hukum atau teori-teori dari obyek yang diamati.

B. Persyaratan – persyaratan Sains

Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu pengetahuan banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.

  1. Objektif, Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni penyesuaian antara tahu dengan objek, sehingga disebut kebenaran objektif bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
  2. Metodis, adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara uniurn metodis berarti metode tertentu
    yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
  3. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , dan mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
  4. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180.

C. Sumber – Sumber Ilmu Menurut Sains Sekuler dan Sains Islam

C.1. Menurut Sains Sekuler

Sains sekuler melihat ilmu dari dua sumber yaitu rasio dan pengalaman yang diperkenalkan aliran rasionalisme dan emperisme. Menurut rasionalisme dengan pendekatan deduktifnya menyatakan didapatkan ilmu itu dari ide, bukan ciptaan manusia. Faham ini biasa disebut idealisme dan faham ini menyatakan dengan penalaran yang rasional bisa mendapatkan satu kebenaran. Untuk kaum imperealis ilmu itu diketahui lewat satu pengalaman tetapi mereka tidak bisa membuktikan hahekat pengalaman itu, karena alat yang diperoleh manusia itu mempunyai keterbatasan yaitu panca indra yang sangat memiliki keterbatasan.
Selain dua sumber di atas ada juga sumber lain yang berupa intuisi, yaitu suatu proses kebenaran tanpa melalui belajar lebih dahulu. Jadi sumber ilmu menurut sains sekuler diperoleh melalui hasil usaha maksimal manusia dengan melaui pengamatan dan hasil kerja rasio secara maksimal. Menurut Imanuel Kant perlu mengkritisi kedua aliran tersebut agar terdapat kenetralan jangan menjadi berat sebelah maka ia muncul dengan aliran kritisisme. Di samping itu Titus menekankan bahwa perlu digaris bawahi pertentangan filosof sains sekuler tentang sumber ilmu, ia menekankan kedua aliran di atas dinilai sebagai sumber pengetahuan yang mungkin. Menurut filsafat sains sekuler ada empat sumber pengetahuan.

  1. Manusia yang memiliki otoritas. Filsafat sekuler menempatkan adanya manusia yang mendapat otoritas sebagai sumber ilmu yaitu mereka yang karena otoritasnya tepat dan relefan dijadikan sebagai sumber pengetahuan tentang sesuatu hal. Otoritas tersebut didasarkan pada kesaksian yang bisa diberikannya.
    Pada zaman modern ini orang yang ditempatkan mendapat otoritas misalnya dengan pengakuan melalui gelar, ijazah, hasil publikasi resmi, namun penempatan otoritas sebagai sumber pengetahuan tidaklah dilakukan dengan penyandaran pendapat sepenuhnya. Dalam arti tidak dilakukan secara kritis untuk tetap bisa menilai.
  2. Indra, Dalam pandangan filosof sains modern indra adalah peralatan pada diri manusia sebagai salah satu sumber internal pengetahuan. Untuk mengetahui kemampuan indra bisa diajukan pertanyaan, bagaimana bisa mengetahui besi dipanaskan bisa memuai atau air bisa membeku menjadi es, menurut filsafat sains sekuler terhadap pertanyaan seperti ini indra bisa menjawabnya. Ilmu sekuler mengembangkan prinsip tersebut secara metodis melalui pengamatan terarah dan eksperimen untuk mendapatkan data dari fakta emperik. Untuk mewujudkan hal itu, ilmu sekuler menggunakan peralatan teknologis untuk menjalankan prinsip presepsi indra dalam mempresepsi secara terarah terhadap data, fakta yang relefan.
  3. Akal, Dalam kenyataan ada pengetahuan tertentu yang bisa dibangun oleh manusia tanpa harus atau tidak bisa mempresepsinya dengan indra terlebih dahulu manusia bisa membangun pengetahuan. Bertitik tolak dari pandangan seperti ini, maka filsafat ilmu sekuler menempatkan akal adalah salah satu sumber ilmu pengetahuan. Pandangan ini merupakan representasi dari pandangan filsafat rasionalisme yang dalam pandangan moderatnya berpendirian bahwa manusia memiliki potensi mengetahui.
  4. Intuisi, Bahwa suatu sumber pengetahuan yang mungkin adalah intuisi atau pemahaman yang langsung tentang pengetahuan yang tidak merupakan hasil pemikiran yang sadar atau presepsi rasa yang langsung. Memahami istilah intuisi dalam arti kesadaran tentang data-data yang langsung dirasakan. Jadi intuii merupakan pengetahuan tentang diri sendiri. Intuisi ada dalam pemahaman kita tentang hubungan antara kata-kata yang membentuk bermacam-macam langkah dan argumen.

C.2. Sumber ilmu menurut sains Islam

Islam melihat Allah sebagai maha pencipta dan yang diciptakan sebagai hamba, manusia termasuk yang diciptakan. Maka yang dihasilkan oleh manusia adalah memiliki beberapa kelemahan, dengan kekurangan dan kelemahan itu tidak mungkin ia sebagai sumber ilmu. Dan Allah yang mengajarkan kepada manusia tentang apa yang tidak diketahuinya, dan melengkapi manusia segala perlengkapan dan fasilitas mendengar, melihat, dan hati sebagai timbangan atas apa yang hendak dibuat oleh manusia. Dan Allah sudah tegaskan dalam QS. Al- Nahl (16): 78: Bahwa Allah keluarkan manusia dari perut ibunya masih dengan tidak tahu apa-apa. Pada saat itu Allah melengkapi pada manusia pendengaran, penglihatan agar manusia itu menyadari dan bersyukur atas apa yang diberikan dan pada ayat lain Allah menyuruh manusia itu untuk selalu belajar mencari ilmu, melalui pendidikan. Ini menunjukkan bahwa manusia bukan sumber ilmu tetapi sumber ilmu itu dari Allah.

Pandangan bahwa Allah adalah sumber ilmu tidak berarti bahwa manusia tidak memiliki ilmu tetapi Allah sebagai sumber ilmu yang mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tidak diketahuinya, dan Allah melengkapi manusia segala perlengkapan dan jalan yang meniscayakan manusia mengusahakan untuk perolehan ilmu. Dan manusia bisa menjadi jalan bagi manusia lain untuk memperoleh ilmu dan orang seperti adalah orang yang mempunyai otoritas yang diperoleh dari Allah sebagai jalan bagi manusia lain untuk memperoleh bagian kecil dari ilmu Allah yang banyak itu. Maka tidak mungkin manusia menjadi sumber ilmu.

D. Sejarah Singkat Filsafat Sains

Pada awalnya filsafat sains lebih berupa metodologi atau telaah tentang tata kerja atau metode dalam berbagai sains serta pertanggungjawabanya secara rasional. Dalam logika sains biasa dibedakan ada yang disebut dengan konteks penemuan sains (context of scientific justification).

Tradisi sains, sebenarnya telah dimulai sejak filsafat itu lahir, yaitu sejak atau sekitar abad ke 6 SM. Thales, yang disebut-sebut sebagai bapak filsafat telah mengutarakan dengan mencari tahu tentang bahan dasar alam semesta ia menyimpulkan bahwa bahan dasar alam semesta itu adalah air. Jawaban ini tidak memuaskan murid dan pemikir setelahnya. Anaximenes misalnya mengatakan bahwa bahan dasar yang membangun alam semesta itu adalah udara. Anaximandros mengatakan suatu prinsip yang tidak terbatas(to Apeiron). Penyelidikan para pendahulu filsafat ini lebih bersifat kosmologi-ontologis, belum epistemologis, artinya belum begitu serius. Baru setelah Aristoteles (1384-322 SM) membahas epistemologis mulai dipertanyakan.Arisoteles mengemukakan acuan untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, yaitu dengan menggunakan pengamat induktif dan metode deduktif.

Dari kedua metode yang nampak bertolak belakang itu, Aristoteles mengusulkan bahwa untuk mencapai pengetahuan yang solid, kedua metode tersebut mesti sama-sama digunakan, artinya apa yang kita pikirkan itu harus bisa dibuktikan atau berhubungan dengan realitas dan kenyataan konkret.

Zaman semakin maju, revolusi terjadi dalam berbagai bidang, maka arah kajian filsafat sains berkembang ke zaman yang lebih baru dan lebih positive. Agar nampak tidak terlalu naf, tampilah para tokoh filsafat sains yang menberikan landasan filsafat bahasa pada positivme hingga tampil menjadi logis gerakan ini muncul setelah didirikan kelompok kajian filsafat sains yang disebut dengan, lingkaran wina.aliranya disebut positivisme logis. Pada awal abad ke 20 inilah filsafat sains mencapai puncaknya.

E. Hubungan Antara Filsafat dan Sains

Pada akhirnya kita memang melihat adanya sebuah hubungan antara filsafat dengan sains. Mereka memiliki spirit dan tujuan yang sama yaitu jujur dan mencari kebenaran. Dalam pencarian kebenaran ini sais menentukan dalam dirinya sendiri tugas khas tertentu dan tugas ini memerlukan batas-batas tertentu. Tetapi penyelidikan pikiran manusia yang selalu ingin tahu, melukai batas-batas ini dan menuntut perembesan terhadap wilayah yang berada di balik bidang sains, dengan demikian lalu filsafat muncul.

F. Perbandingan Antara Filsafat Dan Sains

Dalam hal ini tidak salah bahwa keduanya memiliki persamaan, dalam hal ini bahwa keduanya merupakan hasil ciptaan kegiatan pikiran manusia, yaitu berfikir filosofi spekulatif dan berfikir empiris ilmiah. Perbedaan antara keduanya, terutama untuk aliran filsafat pendidikan tradisional, adalah bahwa filsafat menetukan tujuan dan science manentukan alat sarana untuk hidup.

Untuk lebih jelas dan untuk lebih mengetahui tentang perbandingan antara filsafat dan sains, maka di bawah ini akan dijelaskan tentang persamaan dan perbedaan antara keduanya, yaitu :

F.1. Persamaan :

Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya.
Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukan sebab akibatnya.
Keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
Keduanya mempunyai metode dan system.
Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat manusia (obyektifitas) akan pengetahuan yang lebih mendasar.

F.2. Perbedaan :

obyek material (lapangan) filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada (realita) sedangkan obyek material ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris. Artinya ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing secara kaku dan terkotak-kotak sedangkan kajian filsafat tidak terkokta-kotak dalam disiplin tertentu. Obyek formal (sudut pandang) filsafat itu bersifat fregmentaris, karena mencari pengertian dari segala sesuatu ada itu secara luas, mendalam dan mendasar, sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Di samping itu, obyek formal itu bersifat teknik yang berarti bahwa cara-cara ide manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan realita. Filsafat dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang menonjol daya spekulasi, kritis dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan tital dan error. oleh karena itu, nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat timbul dari nilainya.

Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir, mutlak, dan mendalam sampai mendasar (primary cause) sedangkan ilmu menunjukan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, lebih dekat, yang sekunder (secondary cause).

Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan secara logis yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.

Sekarang, filsafat sama dengan sains dalam menemukan pengetahuan yang seksama dan terorganisir dengan baik. Tapi filsafat tidak puas dengan definisi semacam ini. Filsafat mencari pengetahuan yang juga konprehensif. Pikiran manusia tidak puas semata-mata dengan menyusun rangkaian yang tetap tentang fenomena dan sekedar merumuskan cara-cara mereka bertingkah-laku. Pikiran manusia sangat membutuhkan beberapa penjelasan akhir berkenaan dengan berbagai fenomena dengan perilaku.

G. Sekilas Sejarah Sains Dalam Peradaban Islam

Kontribusi Ilmuwan Muslim dalam bidang sains, khususnya ilmu alam (natural science) amatlah besar, sehingga usaha menutupinya, memperkecil perannya, mengaburkan sejarahnya tidak sepenuhunya berhasil. CIPSI (Center for Islamic philosophical studies and information) sebuah lembaga penelitian yang dipimpin oleh Prof. Mulyadhi Kartanegara telah meninventarisasi setidaknya ditemukan tidak kurang dari 756 ilmuwan Muslim terkemuka yang memiliki konstribusi dalam perkembangan sains dan pemikiran filsafat. Daftar ini baru tahap awal, dan tidak termasuk di dalamnya ribuan ulama dalam disiplin ilmu-ilmu shariyyah.

Sebut saja beberapa sainitis muslim seperti; Ibn al-Haitam, seorang pakar optik dan pencetus metode eksperimen. Dalam bidang Fisika-Astronomi, Ibnu Qatir, ilmuwan Muslim yang mempelajari gerak melingkar planet Merkurius mengelilingi matahari. Karya dan persamaan Matematikanya sangat mempengaruhi Nicolaus Copernicus yang pernah mempelajari karya-karyanya. Ibn Firnas dari Spanyol sudah membuat kacamata dan menjualnya keseluruh Spanyol pada abad ke-9. Christoper Colombus ternyata menggunakan kompas yang dibuat oleh para ilmuwan Muslim Spanyol sebagai penunjuk arah saat menemukan benua Amerika. Ilmuwan lain, Taqiyyuddin (966 M.) seorang astronom telah berhasil membuat jam mekanik di Istanbul Turki. Sementara Zainuddin Abdurrahman ibn Muhammad ibn al-Muhallabi al-Miqati, adalah ahli astronomi masjid (muwaqqit penetap waktu) Mesir dan penemu jam matahari. Ahmad bin Majid pada tahun 9 H. atau 15 Masehi, seorang ilmuwan yang membuat kompas berdasarkan pada kitabnya berjudul Al-Fawaid.

H. Faktor-Faktor Pendorong Tumbuhnya Sains Dalam Peradaban Islam

Ada banyak aspek yang menyebabkan sains atau komunitas ilmuwan berkembang, namun sekurangnya dapat dirangkum pada tiga faktor utama yang saling berkaitan: pertama, adanya suatu worldview dari masyarakatnya yang mendukung, worldview ini dapat berupa suatu pandangan hidup, agama, filosofi, dan lain-lain. Kedua, apresiasi dari masyarakat, yakni sikap dan penghargaan masyarakat terhadap para ilmuwan. Ketiga, adanya patronase dan dukungan dari penguasa.

Pertama, dorongan sebuah worldview dalam kemajuan sains merupakan unsur paling penting. Dalam Islam, worldview ini terpancar dari sumber utamanya yakni al-QurAn dan Sunnah. Motif agama dalam mempelajari sains ini dapat kita temui dari pengakuan seorang ilmuwan terkemuka al-Khawarizmi: Agamalah yang mendorong saya menyusun karya tulis singkat dalam hal hitungan dengan memakai prinsip operasi hitung seperti penambahan dan pengurangan, yang bermanfaat untuk pengguna aritmatika, yang biasa digunakan para pria yang terlibat dalam persoalan benda pusaka, warisan, perkara hukum, dan perdagangan serta dalam segala kesepakatan kerja atau yang bertalian dengan pengukuran dalamnya tanah, penggalian kanal, perhitungan geometri dan segala jenis objek dan yang ditekuninya.

Para ilmuwan muslim pada umumnya tidak pernah menjadikan harta dan jabatan sebagai tujuan untuk pencarian ilmu. Sebaliknya, harta dan jabatan adalah sarana untuk pencarian ilmu. Ibnu Rusyd, Ibn Hazm, dan Ibn Khaldun adalah ilmuwan yang berasal dari keluarga kaya. Kekayaannya tidak menghentikan mereka dalam pencarian ilmu. Sebaliknya, al-Jahid, Ibn Siddah, Ibn Baqi, all-Bajji, adalah beberapa contoh ilmuwan yang miskin, namun kemiskinan tidak menghalangi kegairahan mereka terhadap ilmu. Jadi jelas bahwa harta dan kekayaan bukan tujuan mereka, ada dan tidak adanya harta tidak mengurangi gairah mereka terhadap ilmu. Ada suatu motif yang lebih luhur dalam pencarian mereka terhadap ilmu. Sikap dan pandangan para ilmuwan Islam ini tentu lahir dari sebuah konsep tentang ilmu, lebih luas lagi dari sebuah pandangan hidup, yakni worldview Islam.

Kedua, sikap masyarakat yang menghargai ilmu dan ilmuwan sesungguhnya lahir dari masyarakat yang sadar akan pentingnya ilmu. Sekali lagi, dorongan ini pun lahir dari motif agama. Penghormatan (adab) mereka yang khas terhadap ulamA merupakan sesuatu yang unik dan sulit ditemui dalam masyarakat manapun, penghormatan yang bukan berasal dari pengkultusan individu, namun berasal dari suatu kesadaran akan mulianya ilmu dan mereka yang membawanya. Sebagai contoh ketika Imam al-RAzi mendatangi Herat untuk berceramah, seluruh penduduk kota menyambutnya dengan sangat meriah bagaikan suatu hari raya, dan masjid raya pun penuh sesak dipenuhi jamaah yang hendak mendengarkannya. Ini menunjukkan betapa besar penghargaan masyarakat kepada seorang ilmuwan. Masyarakat pada umumnya sangat antusias menyaksikan suatu ceramah umum, diskusi, debat terbuka, dan forum-forum ilmiah yang dibuka untuk umum. Para orang tua sangat ingin menjadikan anaknya sebagai ulamA, dan hal itu merupakan cita-cita yang paling mulia. Banyak diantara para ulamA yang sudah dititipkan kepada ulamA terkemuka sejak mereka masih sangat kecil dengan harapan agar anaknya menjadi seorang ilmuwan terkemuka.

Ketiga, peran dukungan atau patronase dari penguasa, misalnya berupa dana, merupakan hal yang tidak bisa diabaikan. Imam Asy-SyAfii dalam ad-DiwAn pun menegaskan bahwa salah satu syarat untuk memperoleh ilmu adalah adanya harta untuk memenuhi fasilitas penuntut ilmu. Bentuk-bentuk patronase yang dialami oleh ilmuwan muslim adalah : undangan untuk memberikan orasi ilmiah di istana dan didengarkan oleh para penguasa; pembangunan sarana pendidikan seperti akademi, observatorium, perpustakaan, rumah sakit, madrsah, dll; penyelenggaraan event ilmiah seperti seminar; pemberian beasiswa; pemberian insentif pada karya-karya para ilmuwan.

Ketiga faktor di atas, jika ditelisik lebih dalam sebenarnya bermuara pada suatu semangat ilmiah yang bersumber dari suatu pandangan hidup tertentu. Suatu pandangan hidup yang meletakkan ilmu di posisi yang amat mulia, sehingga tak pantas jika seseorang melakukan pencarian ilmu semata-mata untuk mencari harta dan jabatan. Pandangan hidup itu ialah tidak lain dari Islam.

Bab III. Kesimpulan

Sistematika filsafat membicarakan masalah sains atau pengetahuan tentang apa yang telah diketahui dan sejauh mana kebenaran pengetahuan yang dimaksudkan. Hakikat tahu, mengetahui, dan pengetahuan dengan segala kaitannya meliputi hal-hal yang dimaksud dengan tahu atau mengetahui suatu hal. Kemudian, setiap tahu dan mengetahui akan melibatkan suatu gagasan dalam pikiran dan pengalaman indrawi, sehingga pengetahuan itu mengandung kriteria kebenaran filosofis.

Dalam hal ini tidak salah bahwa keduanya memiliki persamaan, dalam hal bahwa keduanya merupakan hasil ciptaan kegiatan pikiran manusia, yaitu berpikir filosofis spekulatif dan berpikir empiris ilmiah. Perbedaan antara keduanya, terutama untuk aliran filsafat pendidikan tradisional adalah bahwa filsafat menentukan tujuan dan sains memberikan alat sarana untuk hidup.

Islam menempatkan sains dengan segala aspeknya pada posisi yang sangat terhormat memandang sains pebagai sebuah keharusan bagi setiap umat manusia sebab dengannya manusia dapat bertahan hidup dan mengerti tujuan hidup.

Istilah sains dalam Islam, sebenarnya berbeda dengan sains dalam pengertian Barat modern saat ini, jika sains di Barat saat ini difahami sebagai satu-satunya ilmu, dan agama di sisi lain sebagai keyakinan, maka dalam Islam ilmu bukan hanya sains dalam pengertian Barat modern, sebab agama juga merupakan ilmu, artinya dalam Islam disiplin ilmu agama merupakan sains.

Pandangan Islam tentang sains, dan adanya keselarasan antara kitab yang diturunkan dengan kitab ciptaan akan memberikan dampak dan akibat, baik secara teoretis maupun praktis, terhadap tujuan utama pendidikan dan pembelajaran sains dalam suatu masyarakat Muslim. Inilah mengapa para saintis muslim, seperti yang sudah kita ulas di atas, menjadikan aktivitas ilmiahnya sebagai ibadah, bukan hanya suatu jargon dan basa-basi belaka, namun dilandasi suatu pemahaman mendalam.

Makalah Monarki Dalam Islam

Monarki Dalam Islam Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang ­­­Belakangan ini, jarang kita temui Negara yang menganut system kepemerintahan yang berlandaskan agama Islam. Padahal...
Wahidah Rahmah
4 min read

Makalah Analisis Bahasa

Analisis Bahasa Bab I. Pendahuluan      A. Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kemauan yang murni manusia dan...
Wahidah Rahmah
4 min read

Makalah Mazhab Hanafi – Imam Abu Hanifah

Mazhab Hanafi Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang  Mengenal biografi tentang para imam mazhab merupakan manfaat besar bagi umat muslim. Kerena biografi beliau (para ulama)...
Wahidah Rahmah
7 min read

Leave a Reply