Makalah Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

11 min read

Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat

Bab I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

“Saya ingin menanyakan kepada seluruh anggota, apakah usul menggunakan hak angket terhadap tugas dan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dapat disetujui menjadi hak angket DPR? Setuju?” tanya Fahri Hamzah.

Satu detik kemudian, Fahri langsung mengetok palu yang ada di depannya.palu tetap menyambar meja meski terdengar suara interupsi dari para anggota DPR yang hadir. Fahri tak memedulikan.Usulan hak angket dimulai dari protes yang dilayangkan sejumlah anggota Komisi III kepada KPK terkait persidangan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Dalam persidangan, penyidik KPK Novel Baswedan yang dikonfrontasi dengan politisi Hanura Miryam S Haryani, mengatakan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III DPR, agar tidak mengungkap kasus korupsi dalam pengadaan e-KTP. Dalam rapat paripurna, usulan hak angket itu dibacakan anggota Komisi III Teuku Taufiqulhadi. Ia langsung mendapat sambutan tepuk tangan peserta rapat paripurna. Politisi Partai Nasdem itu adalah satu dari 26 nama anggota Dewan dari delapan fraksi yang menandatangani usulan hak angket. Mayoritas adalah anggota Komisi III. Pengambilan keputusan yang berlangsung sangat cepat tersebut membuat sejumlah anggota DPR bingung. Beberapa dari mereka menegok kanan-kiri. Tergambar raut wajah yang heran.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali mengeluarkan suatu keputusan yang kontroversial. Lewat ketok palu Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, paripurna akhirnya menyetujui hak angket terhadap KPK. Paripurna ini diwarnai walk out saat hak angket disetujui.Keputusan yang diambil DPR untuk menggunakan hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan suatu bentuk intervensi politik yang nyata dari anggota dewan kepada KPK sebagai institusi penegak hukum. Hak angket terhadap KPK ini disahkan melalui Sidang Paripurna pada 28 April 2017 silam dan ditandatangani oleh 25 orang anggota DPR RI dari delapan fraksi.Adapun tujuan disahkannya hak angket terhadap KPK ini berkaitan dengan permintaan untuk membuka rekaman pemeriksaan dalam kasus korupsi KTP elektronik.KPK memiliki hak untuk tidak membuka alat bukti pada siapapun, termasuk kepada DPR, demi kelancaran penyidikan. 

Hak angket itu bermula dari protes yang dilayangkan sejumlah anggota Komisi III kepada KPK terkait persidangan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta. Alasannya, dalam persidangan disebutkan bahwa politisi Partai Hanura Miryam S Haryani mendapat tekanan dari sejumlah anggota Komisi III. Komisi III mendesak KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam, yang kini menjadi tersangka pemberian keterangan palsu dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP. 

Hal ini membuat Penolakan masyarakat terhadap rencana hak angket Dewan Perwakilan Rakyat untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin gencar. Berbagai kalangan menggalang dukungan untuk menggugurkan hak angket itu. Para akademikus dan aktivis antikorupsi juga mengecam sikap DPR yang ngotot meloloskan usul hak angket.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.       Apakah KPK dapat menjadi subjek hak angket DPR.?

2.       Apakah syarat formil dan materil dalam penggunaan hak angket.?

PENGGUNAAN HAK ANGKET DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) TERHADAP
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)

Bab II. Pembahasan

A. Hak Angket DPR

Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat adalah sebuah hak untuk melakukan penyelidikan yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang memutuskan bahwa pelaksanaan suatu undang-undang dalam kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam UU Nomor 6 Tahun 1954 tentang Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat, sekurang-kurangnya 10 orang anggota DPR bisa menyampaikan usulan angket kepada Pimpinan DPR. Usulan disampaikan secara tertulis, disertai daftar nama dan tanda tangan pengusul serta nama fraksinya. Usul dinyatakan dalam suatu rumusan yang jelas tentang hal yang akan diselidiki, disertai dengan penjelasan dan rancangan biaya. Dalam pasal 177 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah disebutkan bahwa hak angket harus diusulkan oleh paling sedikit dua puluh lima orang anggota serta lebih dari satu fraksi, disertai dengan dokumen yang memuat sekurang-kurangnya materi kebijakan pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki dan alasan penyelidikannya.

Sidang Paripurna DPR dapat memutuskan menerima atau menolak usul hak angket. Bila usul hak angket diterima, DPR membentuk panitia angket yang terdiri atas semua unsur fraksi DPR. Bila usulan hak angket ditolak, maka usul tersebut tidak dapat diajukan kembali.

Panitia angket dalam melaksanakan tugas penyelidikan dengan meminta keterangan dari pemerintah dan penjabatnya, saksi, pakar, organisasi profesi, semua pihak terkait lainnya. Bila dalam Sidang Paripurna DPR memutuskan bahwa pelaksanaan suatu undang-undang dalam kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan maka DPR dapat menggunakan hak menyatakan pendapat kemudian usul hak angket dinyatakan selesai dan materi angket tersebut tidak dapat diajukan kembali.

            2.2 Hak angket DPR terhadap KPK

Hak DPR

Pasal 79

(1) DPR mempunyai hak:

a. interpelasi;

b. angket; dan  

c. menyatakan pendapat.

(2)        Hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(3)        Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

(4)        Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas:

a. kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi  di tanah air atau di dunia internasional;

b. tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dalam pasal 79 UU No.17 Tahun 2014 di atas telah disebutkan bahwa salah satu hak DPR adalah merupakan Hak angket. Namun di dalam kasus antara DPR dan KPK, hak angket tidak bisa dilakukan oleh pihak DPR kepada KPK. Karena hak angket berlaku hanya untuk pemerintah dan yang dimaksud selalu eksekutif. Karena di dalam pasal 79 ayat 3 undang-undang MD3 menjelaskan dan menyebut bahwa hak angket untuk menyelidiki pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah. Itupun kebijakan penting dan luar biasa dan sangat berpengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara.

Pasal 79 ayat 3 undang-undang MD3 di penjelasannya menyebut bahwa hak angket untuk menyelidiki pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah. Kebijakan penting dan luar biasa juga sangat pengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara yang dilakukan oleh presiden, wapres, Polri, jaksa agung dan lembaga pemerintah non departemen.,itu tidak bisa dijadikan subjek untuk diangket temasuk KPK. Hak angket sesuai dengan Pasal 79 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 adalah hak DPR terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal-hal strategis. Karna jika yang melakukan pelanggaran adalah bawahan Presiden sebagai entitas eksekutif, maka laporan pelaksanaan hak angket akan diberian kepada Presiden.

Dalam UU MD3 telah jelas dicantumkan bahwa hak angkat diberikan kepada DPR dalam rangka ‘check and balances’ antara Pemerintah dan DPR. Dan juga hak angket KPK tidak bisa dilanjutkan jika ada fraksi yang tidak setuju. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa tidak semua fraksi menyetujui tentang adanya hak angkaet tersebut Terhadap partai-partai punya integritas sampai hari ini sudah ada 5 partai yang menolak angket yaitu PKS, Gerindra, Demokrat, PAN dan PKB.

hak angket yang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat publik semakin curiga adanya solidaritas untuk melindungi anggota DPR dari kasus dugaan korupsi pengadan KTP elektronik atau e-KTP. Dalam persidangan di pengadilan Tipikor Jakarta, sejumlah nama anggota DPR disebut ikut mengancam anggota DPR Miryam S Haryani agar tidak menyebutkan adanya pembagian uang hasil korupsi e-KTP.

Banyak yang berharap hak angket DPR itu urung terwujud lantaran hanya menghabiskan tenaga, waktu, dan pikiran,karena masih banyak tugas utama KPK dalam pemberantasan korupsi yang masih belum dikerjakan sampai saat ini. Danjuga karena hak angket ini membuat KPK kurang fokus untuk mengusut kasus yang sedang terjadi.

Alasan kenapa hak angket KPK dikatakan tidak sesuai karena:

Penyalahgunaan Wewenang

Tujuan DPR mengajukan hak angket kepada KPK adalah untuk memaksa KPK agar menyerahkan BAP, dan membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam Haryani. Beberapa anggota DPR merasa perlu untuk melakukan investigasi terhadap nama-nama anggota DPR yang disebut oleh Miryam Haryani pada saat yang bersangkutan diperiksa oleh Penyidik KPK dalam kasus korupsi KTP elektronik. Dengan mengacu kepada Pasal 79 ayat (3) UU No.17/2014 tersebut, maka sebetulnya DPR tidak bisa mengajukan hak angket terhadap KPK karena KPK sebagai lembaga negara dan penegak hukum sama sekali tidak melakukan pelanggaran hukum yang bersifat penting, strategis dan berdampak luas dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Selanjutnya, permintaan DPR kepada KPK untuk menyerahkan BAP dan membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam Haryani untuk kemudian di investigasi oleh DPR merupakan suatu permintaan yang berlebihan dan sudah tidak sejalan dengan tugas pokok dan fungsi DPR sebagai lembaga legislatif. Permintaan tersebut berlebihan karena DPR telah meminta KPK untuk menyerahkan dokumen yang terkait substansi pokok perkara. Dokumen tersebut bukanlah merupakan dokumen publik dan bersifat rahasia sebagaimana yang diatur dalam Pasal 17 Undang-undang No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU No.14/2008) maupun Kode Etik KPK. Hal tersebut menunjukkan bahwa DPR masih mengedepankan egoisme lembaganya dan melakukan segala cara termasuk mengintervensi penegak hukum guna membela kolega dan lembaganya.

Alasan berikutnya yang menjadi dasar bahwa DPR tidak dapat melakukan hak angket terhadap KPK adalah Pasal 3 Undang-undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU No. 30/2002) yang menyatakan bahwa KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun.

Dengan berpegang pada Pasal 3 UU No. 30/2002 maka intervensi politik yang dilakukan oleh DPR melalui hak angket seharusnya menjadi gugur dan tidak dapat dilanjutkan ke proses berikutnya. Alasan yang dijadikan dasar oleh DPR untuk mengajukan hak angket kepada KPK juga terlalu mengada-ada, dan justru berpotensi menyerang balik DPR karena sebagai lembaga legislatif DPR telah melakukan penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan. Oleh karena itu hak angket yang digunakan oleh DPR terkesan seperti bentuk perlawanan dari DPR terhadap KPK dikarenakan saat ini KPK sedang berusaha untuk mengungkap kasus korupsi KTP elektronik yang diduga melibatkan banyak anggota DPR. Apabila hak angket terhadap KPK tetap dilanjutkan maka akan menjadi contoh buruk bagi dunia hukum dan implementasi demokrasi di Indonesia.Hal itu juga menandakan bahwa saat ini kekuasaan legislatif telah terlampau kuat dan luas, bahkan sampai dapat mengintervensi penegakan hukum di Indonesia.

Menghalangi Pemeriksaan

Hak angket yang diajukan oleh DPR kepada KPK ini mencerminkan bahwa saat ini terdapat kepanikan di Senayan. Para politisi di DPR merasa terganggu dan terancam dengan penyidikan kasus KTP elektronik yang dilakukan oleh KPK. Salah satu upaya yang dilakukan oleh DPR adalah dengan mencoba membawa permasalahan korupsi KTP elektronik dari ranah hukum ke ranah politik dengan menggulirkan hak angket dan menuntut agar KPK membuka BAP serta rekaman pemeriksaan Miryam Haryani.

Manuver politik yang dilakukan oleh DPR dengan menggulirkan hak angket kepada KPK juga dapat dicurigai sebagai upaya untuk menghambat pemeriksaan dan penyidikan kasus KTP elektronik yang dilakukan olek KPK. Tindakan gegabah dan kontroversial yang dilakukan oleh DPR dengan mengajukan hak angket terhadap KPK sebetulnya justru mencoreng muka institusi DPR sendiri. Secara tidak langsung DPR telah mengirimkan pesan bahwa mereka tidak mendukung gerakan pemberantasan korupsi di Indonesia dengan mengajukan hak angket tersebut. Maka, menjadi wajar apabila saat ini akuntabilitas DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat kembali dipertanyakan.

Legalitas pansus hak angket KPK

Pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi di DPR telah memilih empat orang untuk memimpin Pansus Angket KPK, dan Pansus juga sudah menggelar rapat perdana pada Rabu (7/6/2017).Namun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mempertanyakan keabsahan dan independensi Pansus. Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan saat ini formasi pimpinan dan anggta Pansus dari tiap-tiap fraksi diisi orang-orang yang punya kaitan atau namanya disebut dalam berkas perkara dugaan korupsi KTP elektronik. Febri menilai pembentukan Pansus itu hanya untuk kepentingan golongan tertentu. “Memang ada beberapa nama yang masuk Pansus, ada pihak yang diduga menerima sejumlah uang. Publik tentunya bisa menilai itu. Seharusnya lembaga seperti DPR tidak mementingkan kepentingan pribadi. Tapi bagi KPK, kita masih bicara soal keabsahannya saja dulu. Ini kaitannya dengan jika nanti Pansus memanggil KPK,”,

.Febri menambahkan, keabsahan persetujuan penggunaan hak angket di sidang paripurna DPR juga masih dipertanyakan. Menurut Febri, dalam Undang-undang tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (UU MD3) pasal 79, hak angket tidak bisa digunakan kepada lembaga yang sedang menjalankan penyelidikan.UU MD3 Pasal 79 ayat (3) berbunyi: Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.Dalam penjelasan pasal 79 disebutkan: Pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah dapat berupa kebijakan yang dilaksanakan sendiri oleh Presiden, Wakil Presiden, menteri negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian.

2.3 syarat Formil dan materil hak angket DPR

Peneliti ICW, Donal Fariz menilai hak angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara formil dan materil tidak memenuhi syarat sehingga tak layak untuk diteruskan. , dasar hak angket tersebut juga sangat lemah. Padahal kata Donal banyak kasus yang perlu diangketkan namun tak dilakukan oleh DPR.

“Secara syarat formil dan materil tidak memenuhi syarat sehingga tidak layak diteruskan. Kedua dasar angket sangat lemah. Korlantas (Korps Lalu Lintas) ada korupsi, kenapa tidak diangket,”

komisi antirasuah tersebut secara undang-undang tidak melanggar apapun., dasar angket KPK tersebut sangat lemah, hak yang telah disahkan tersebut hanya akal-akalan untuk mengganggu kasus E-KTP yang saat ini menyeret nama ketua DPR RI, Setya Novanto. 

 “Tidak ada UU yang dilanggar. Dasar angket lemah dan hanya akal-akalan untuk menggangku kasus E-KTP. Ada konsekuensi politik di 2019,”

Usulan menjadi hak angket DPR bila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR. Keputusan juga harus diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR yang hadir.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah segera mengetok palu sidang untuk mengambil keputusan. Interupsi dari anggota-anggota yang menolak pengambilan keputusan sidang tersebut justru diabaikan. Alhasil, banyak anggota sidang yang walk out dan tidak turut dalam voting yaitu Fraksi Gerindra, Fraksi Demokrat, dan Fraksi PKB,”. Keputusan ketok palu sepihak Fahri Hamzah tanpa adanya persetujuan anggota disebut ICW tindakan ilegal dan sewenang-wenang “Tindakan wakil ketua DPR yang memutuskan sepihak tanpa adanya persetujuan anggota, merupakan tindakan illegal dan sewenang-wenang. Lebih lanjut lagi, tindakan ini merendahkan hak masing-masing anggota DPR untuk memberikan sikap atas pengajuan hak angket tersebut. Kewenangan pengambilan keputusan bukanlah hak pimpinan, melainkan pada anggota,”. karena prosedur formal tidak terpenuhi, maka hak angket cacat hukum dan tidak bisa dilanjutkan. KPK menurut ICW tidak perlu datang ke forum yang ilegal dan cacat hukum tersebut. Hak angket KPK yang berawal dari penolakan pembukaan rekaman pemeriksaan Miryam S Haryani terkait perkara dugaan korupsi e-KTP. Komisi III melalui perwakilannya membacakan usulan hak angket dalam paripurna penutupan masa sidang.

Hak angket diajukan karena DPR menyoroti kinerja KPK termasuk ketidakpatuhan dalam segi anggaran.

“Seperti Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dan Surat Cegah-Tangkal (Cekal) seperti yang juga dimuat dalam berbagai media. Selanjutnya juga terdapat dugaan ketidakcermatan dan ketidakhati-hatian dalam penyampaian keterangan dalam proses hukum maupun komunikasi publik,”

Pakar Hukum Tata Negara, Mahfud MD menilai sidang paripurna DPR terkait hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara formal itu sah jika telah memenuhi korum. Ukuran korum ini tidak bisa dengan melihat berapa banyak yang walk out, tapi diukur dari jumlah kehadiran anggota dalam daftar hadir.

“Kalau di bawah korum ya tidak sah. Tapi kan itu korum,” kata dia saat dihubungi, Senin (1/5).

Mahfud menjelaskan, rapat paripurna dikatakan korum dengan diukur dari daftar hadir, yakni saat anggota dewan menandatangani daftar hadir. Artinya, rapat paripurna tidak bisa disebut tidak memenuhi korum karena banyak fraksi parpol yang walk out.

“Jadi bukan diukur dari yang walk out. Daftar hadirnya berapa dulu. Ukurannya daftar hadir. Bukan daftar hadir sesudah walk out lalu tidak korum,” Karena itu, jika seorang anggota hadir lalu walk out dari rapat tersebut, maka tetap dinyatakan hadir. Hanya, sikap politiknya saja yang jelas, yakni menolak hak angket karena telah walk out.”Kalau dia hadir dalam rapat lalu dia walk out ya itu dianggap hadir. Tapi sikap politiknya jelas. Tapi sudah disahkan begitu, ya formalnya sudah sah,” Seperti diketahui, sidang paripurna pada 28 April lalu memutuskan untuk terus menggulirkan hak angket terhadap KPK. Namun, dari sidang paripurna tersebut, tidak diketahui secara pasti total anggota dewan yang menyatakan setuju.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang saat itu memimpin rapat langsung mengetuk palu meski belum ada kejelasan soal berapa anggota yang setuju menggulirkan hak angket untuk KPK. Karena sudah diketuk palu, sejumlah fraksi keluar dari sidang. Hingga kini hanya diketahui bahwa hak angket KPK tersebut diusulkan oleh 26 anggota DPR dan belum jelas berapa anggota dewan yang saat itu menyatakan setuju.

Dari situs resmi DPR RI, disebutkan bahwa kehadiran anggota DPR dalam sidang tersebut sebanyak 324 orang. Adapun syarat sahnya hak angket yaitu jika lebih dari setengah anggota yang hadir menyatakan persetujuannya.

                                               PENUTUP

·         Kesimpulan

Secara hukum, hak angket yang dikeluarkan oleh DPR itu tidaklah sah, karena bertentangan dengan UU No.17 tahun 2014 tentang MD3. , hak angket tidak bisa dilakukan oleh pihak DPR kepada KPK. Karena hak angket berlaku hanya untuk pemerintah dan yang dimaksud selalu eksekutif. Karena di dalam pasal 79 ayat 3 undang-undang MD3 menjelaskan dan menyebut bahwa hak angket untuk menyelidiki pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah. Itupun kebijakan penting dan luar biasa dan sangat berpengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara.

Jadi menurut saya KPK dalam kasus ini tidak bisa menjadi subjek dari hak angket DPR tersebut. Banyak anggota DPR mengatakan bahwa hak angket ini untuk menguatkan KPK, tapi tidak menjelaskan menguatkan KPK dalam hal dan bidang apa. Hal ini juga memberikan kekeliruan terhadap siapa subjek yang sebenaranya, dan juga termasuk dalam pembuatan pansus yang dimana tidak diketahui jumlah yang setuju dan yang tidak setuju.. DPR juga mengeluarkan hak angket karena KPK terbentuk berdasarkan Undang-undang. Jadi saya berpendapat bahwa DPR dapat membuat hak angket terhadap lembaga yang berada dibawah/terbentuk oleh undang-undang.

Namun dalam sisi lain saya juga mengambil kesimpulan bahwa kita melihat bahwa lembaga KPK ini terlalu bebas, seperti o[erasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK, sedangkan operatsi tangkap tangan itu sendiri tidak berlaku untuk pihak komisioner KPK, karena dalam hal ini yang berhak untuk melakukan penyadapan adalah cumin dari pihak KPK, namun kita tidak mengetahui SOP dari cara penyadapan yang dilakukan oleh KPK. Dan bukan tidak mungkin di tubuh KPK bisa juga terjadi tindak suap-menyuap, belum lagi konflik yang terjadi ditubuh KPK yang dimana kurang mempercayai hasil audit BPK di beberapa kasus yang terjadi. Hal lain juga yang membuat KPK istimewa adalah Gaji yang tinggi dan uang oprasional yang Unlimited

SYARAT FORMIL DAN MATERIL HAK ANGKET

–      Harus sesuai dengan kesepakatan bersama, tidak boleh denagn keputusan sepihak.

–      Tidak boleh cacat hukum/ harus sesuai denagn ketentuan undang-undang yang berlaku

–      Memiliki objek dan subjek yang jelas

–      Penyususnan dan pembuatan pansus harus jelas

–      Tiidak ada indikasi penyalahgunaan wewenang

Laporan Hasil Praktikum – Kerja Otot Gastrocnemius

Kerja Otot Gastrocnemius Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang Otot dirangsang dengan rangsangan maksimal secara beruntun (multiple) dan frekuensi ditinggikan berpotensi menimbulkan beberapa gambaran...
Ananda Dwi Putri
8 min read

Laporan Praktikum Fluida Statis dan Hukum Archiemedes

Fluida Statis dan Hukum Archiemedes Bab. Pendahuluan A. Latar Belakang Fluida adalah zat yang dapat mengalir. Kata Fluida mencakup zat car, air dan gas...
Ahmad Dahlan
7 min read

Laporan Agroklimatologi – Pengukuran Kelembaban

Pengukuran Kelembaban Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang Dalam atmosfer (lautan udara) senantiasa terdapat uap air. Kadar uap air dalam udara disebut kelembaban (lengas udara)....
Ananda Dwi Putri
9 min read

Leave a Reply