Daftar isi
Fiqh Wudhu dan Sholat
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Shalat adalah amalan yang pertama akan dihisab pada hari kiamat. Apabila baik shalatnya, maka dianggaplah baik keseluruhan amalannya. Tentulah orang tersebut masuk surga. Inilah anugrah terindah yang bisa didapat oleh siapa saja yang mengerti, memahami dan mau berusaha menggapainya. Jika shalat hanya dijadikan sebagai kewajiban semata, maka keindahan ini tidak akan dirasakan dan kita akan semakin jauh dari surga.
Syariat shalat sudah diajarkan kepada umat Nabi Ibrahim, meski penyempurnaan ajaran itu disampaikan oleh baginda Nabi Muhammad SAW. Ketika Nabi Muhammad SAW mi’raj ke lagit, beliau menerima perintah langsung dari Allah SWT akan kewajiban shalat. Kita, umat beliau di akhir zaman ini tinggal melaksanakan syari’at yang sudah demikian rinci ini, tanpa menambah dan menguranginya. Inilah jalan selamat yang dibutuhkan manusia untuk kebahagiaan dunia akhirat.
Berangkat dari hal diatas maka kami mencoba menjelaskan bagaimana wudhu dan sholat yang yang menjadi kewajiban Muslim sesuai dengan perintah Allah SWT dan tentunya sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW.
B. Syariat Wudhu dan Shalat
1. Definisi Shalat
Shalat secara bahasa berarti berdo’a. dengan kata lain, shalat mempunyai arti mengagungkan. Sedangkan pengertian shalat menurut syara’ adalah ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan tertentu, yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Ucapan di sini adalah bacaan-bacaan al-Qur’an, takbir, tasbih, dan do’a. Sedang yang dimaksud dengan perbuatan adalah gerakan-gerakan dalam shalat misalnya berdiri, ruku’, sujud, duduk, dan gerakan-gerakan lain yang dilakukan dalam shalat.
Sedangkan menurut Hasbi ash-Shiddieqy shalat yaitu beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah, menurut syarat-syarat yang telah ditentukan.
2. Syariat Wudhu
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridhoi Islam menjadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah:3)
Kunci shalat adalah bersuci, apabila kita telah berwudhu dengan baik, maka satu pintu diterimanya shalat telah terbuka. Berikut ini merupakan hal-hal yang berkaitan dengan berwudhu dan shalat.
3. Definisi Wudhu
Wudhu secara etimologi berasal dari shigat, yang artinya bersih.[1] Menurut wahbah Al-Zuhaili pengertian wudhu adalah mempergunakan air pada anggota tubuh tertentu dengan maksud untuk membersihkan dan menyucikan.[2] Adapun menurut syara’, wudhu adalah membersihkan anggota tubuh tertentu melalui suatu rangkaian aktivitas yang dimulai dengan niat, membasuh wajah, kedua tangan dan kaki serta menyapu kepala.[3]
Pensyari’atan wudhu bertitik pijak pada dua dalil, yaitu Al-Qur’an al-Karim dan As-Sunnah.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu degan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Maidah ayat 6).
B. Hukum Wudhu
Hukum wudhu tidak bersifat mutlak tetapi tergantung kondisi dan kebutuhan. Berikut ini adalah hukum-hukum wudhu:
1. Fardhu
a. Apabila ingin melaksanakan shalat dalam keadaan berhadats.
Orang yang berhadats wajib berwudhu ketika hendak melaksanakan shalat, baik wajib maupun sunat, sempurna atau tidak sempurna. Barang siapa berwudhu untuk satu jenis saja maka ia boleh melakukan semuanya.
b. Ketika hendak memegang mushaf Al-Qur’an berdasarkan Al-Qur’an:
“Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan.”
Ulama hanafiah membolehkan menyentuh mushaf atau menuliskannya tanpa berwudhu dengan syarat:[4]
1. Kondisi darurat / terpaksa.
2. Adanya pembungkus yang terpisah atau kulit yang bersambung dengannya.
3. Usia belum baligh, tetapi bagi yang sudah baligh dan wanita haidh tetap tidak boleh menyentuhnya kecuali dengan berwudhu baik dia sebagai guru atau murid.
4. Hendaklah ia seorang Muslim, tidak boleh seorang Muslim membiarkan orang kafir menyentuhnya selagi dia sanggup melarangnya.
2. Wajib
Wudhu wajib hukumnya bagi orang yang akan melaksanakan thawaf. Jumhur Ulama sepakat behwa hukum berwudhu bagi orang yang hendak thawaf adalah wajib.[5]
3. Sunat / Mandub / Mustahab
Hukum wudhu adalah mandub (sunat) dalam banyak kondisi antara lain:
a. Sebelum berdzikir dan berdo’a
b. Sebelum tidur
c. Setiap kali berhadats
d. Setiap kali akan melaksanakan shalat
e. Setelah membawa jenazah
f. Ketika marah
g. Beberapa pekerjaan baik, seperti adzan, iqamat, menyampaikan khutbah, mengkhitbah (melamar) perempuan dan ziarah ke makan Rasulullah.
h. Sesudah melakukan kesalahan
4. Makruh
Wudhu hukumnya makruh dilakukan ketika mengulang wudhu sebelum menunaikan shalat dengan wudhu yang pertama, artinya berwudhu di atas wudhu yang lain hukumnya makruh.[6]
5. Mubah
Wudhu hukumnya mubah, jika wudhu dilakukan untuk kebersihan dan kesegaran.[7]
6. Mamnu’ / Haram
Hanafiah beralasan ketika berwudhu dengan air rampasan dan anak yatim. Pengikut Madzab Hambali mengatakan: Tidak sah wudhu dengan air hasil rampasan (ghasab).[8]
C. Rukun Wudhu
Rukun/fardhu wudhu menurut madzhab Syafi’I ada 6, yaitu:
1) Niat ketika membasuh muka.
2) Membasuh muka.
3) Membasuh kedua tangan sampai sebatas siku.
4) Mengusap sebagian kepala.
5) Membasuh kedua kaki sampai sebatas mata kaki.
6) Tertib (berurutan) sesuai dengan yang diatas.
1. Niat
Niat adalah maksud hati terhadap sesuatu yang disertai dengan pelaksanaannya.[9] Adapun niat wudhu adalah suatu ketetapan hati untuk melakukan wudhu sebagai pelaksanaan dari perintah Allah SWT.[10]
Adapun dalil tentang kewajiban niat berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Sesunggguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya”[11]
2. Mengucap Basmalah
Dengan niat untuk berwudhu didalam hati, Rasulullah SAW memulai berwudhu dengan mengucapkan “Basmallah”. Namun, ada juga yang menganggap bahwa mengucap basmalah bukan merupakan rukun wudhu, melainkan sunat wudhu. “Tidak sempurna wudhu’ yang tidak dimulai dengan membaca asma Alloh (bismillah).” (HR: At-Tirmidzi No:56)
3. Membasuh wajah
Dalil wajibnya membasuh wajah adalah firman Allah SWT:
“Maka basuhlah wajahmu.”[12]
Membasuh (al-ghaslu) adalah mengalirkan air ke anggota tubuh denganmerata. Menurut pendapat yang lain al-ghaslu adalah mengalirkan air ke atas sesuatu dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran atau sejenisnya. Adapun batas membasud wajah adalah tinggi dari tempat tumbuhnya rambut (atas kening) sampai ke bawah dagu, lebar adalah jarak dua daun telinga. Bagi orang yang memiliki jenggot tipis hendaklah membasuh sampai air mengenai kulitnya. Bagi orang yang memiliki jenggot tebal hendaklah ia mentakhlilnya (menyela-nyela)[13]
4. Membasuh kedua tangan sampai siku
Dalil perintah membasuh kedua tangan sampai siku adalah firman Allah:
”Dan membasuh kedua tangan sampai siku”[14]
Tangan adalah organ tubuh antara ujung jari sampai siku. Sedangkan siku adalah sendi yang terletak antara pangkal lengan dengan pergelangan tangan. Oleh sebab itu membasuh dua siku adalah wajib.
Cara membasuh kedua tangan sampai siku adalah dimulai dari tangan kanan: ujung jari dengan membersihkan sela-sela jari, menggosok lengan sampai ke siku. Setelah selesai dengan tangan kanan sebanyak 3 kali, dilanjutkan tangan kiri dengan cara yang sama.[15]
5. Menyapu kepala
Menyapu kepala termasuk telinga sebagai rukun wudhu didasarkan atas firman Allah SWT dalam surah Al-Maidah ayat 6:
”Dan sapulah kepalamu”
Menyapu (almashu) adalah melewatkan tangan yang basah di atas anggota tubuh. Sedangkan kepala adalah suatu tempat yang biasa ditumbuhi rambut yang letaknya dari atas kening sampai ke belakang tengkuk dan termasuk kedalamnya adalah pelipis yang letaknya diatas tulang yang biasa timbul di wajah. [16]
Adapun menyapu sebagian kepala baik sedikit atau banyak, diperbolehkan sepanjang ia masih dalam pengertian yang benar tentang menyapu dan tentang menyapu satu atau tiga helai rambut saja hal itu tidaklah benar.[17]
Ada tiga cara mengusap kepala:
a. Pertama, mengusap dengan dua tangan dimulai dari bagian dpan, terus kebelakang, kemudian dari belakang diteruskan ke dapan dan memasukkan jari telunjuk ke dalam kedua telinga, sedangkan ibu jari menggosok telinga bagaian luar.[18]
b. Kedua, apabial seseorang mengenakan serban dikepalanya maka cukup membasuh serbannya.[19] Ketiga, membasuh ubun-ubun dan serban sekaligus.[20]
6. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki
Perintah membasuh kedua kaki sampai mata kaki dalam berwudhu berdasarkan firman Allah SWT:
”Dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.”
Dua mata kaki (ka’bain) adalah dua tulang yang menonol disamping, tepatnya dipersendian betis dengan telapak kaki. Membasuh kaki adalah wajib sesuai dengan kesepakatan umat berdasarkan nash Al-Qur’an dan hadits.
Cara membasuh kedua kaki adlah dimulai dengan membasuh ujung-ujung jari sampai mata kaki, mencuci mata kaki dan membersihkan sela-sela jari kaki. Setelah selesai kaki kanan sebanyak 3 kali, dilanjutkan kaki kiri dengan cara yang sama.
7. Tertib
Tertib dalam melakukan wudhu hukumnya wajib. Artinya jika mendahulukan sebagian anggota dan mengakhirkan yang lain bukan menurut aturan sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Qur’an, maka wudhunya batal atau tidak sah. Praktek wudhu menurut sunah (contoh Rasul) adalah tertib. Tidak terdapat suatu riwayatpun tentang wudhu melinkan beliau melakukannya dengan tertib. Yang dimaksud tertib disini adalah tersusun sebagaimana urutan dalam Al-Qur’an.[21]
8. Membaca doa setelah berwudhu
Adapun riwayat yang menjelaskan tentang berdoa setelah berwudhu adalah hadits riwayat Muslim bahwa setelah berwudhu, nabi berdoa:
”Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang layak disembah kecuali Allah yang tidak pernah ada sekutu bagiNya dan saya bersaksi pula bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya”.
Dalam hadits tersebut dikabarkan bahwa barang siapa berwudhu dengan sempurna, kemudian berdo’a maka akan dibukakan pintu surga yang delapan, ia dapat masuk melalui pintu manapun yang dikehendaki. Subhanallah!
D. Syarat Wudhu
Syarat menurut para ulama fiqh adalah sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar’i dan ia berada di luar hukum itu sendiri. Ketiadaannya, hukum pun tidak ada. Fuqaha membagi syarat wudhu menjadi dua, yaitu syarat wajib dan syarat sah wudhu.
1. Syarat Wajib Wudhu
Wahbah al-Zuhaili, guru besar fiqih Universitas Damaskus mengemukakan bahwa wudhu diwajibkan kepada seseorang apabila ia memenuhi delapan syarat berikut:
a. Muslim, karena yang mendapat perintah dari Allah (Haakim) adalah khusus orang Islam (mahkum ’alaih).
b. Baligh, wudhi tidak wajib bagi anak kecil yang belum baligh, tetapi wudhunya tetap sah.
c. Berakal, wudhu tidak wajib bagi orang gila, pingsan, kesurupan, tidur.
d. Mampu menggunakan air yang suci dan cukup. Kemampuan orang yang menggunakan air menjadi syarat wajib wudhu, maka tidak wajib berwudhu bagi orang sakit karena ia tidak bisa mengunakannya juga ketika air tidak ada dan kalau seseorang mendapatkan sedikit air maka ia boleh membasuh satu kali satu kali.[22]
e. Sedang berhadats kecil, seseorang yang telah berwudhu tidak ada kewajiban untuk mengulang lagi wudhunya.
f. Tidak sedang haid.
g. Tidak sedang nifas.
h. Ketika waktu untu mengerjakan ibadah sudah datang.
2. Syarat Sah Wudhu
Fuqaha madzhab Hanafi mengemukakan syarat sah wudhu ada tiga, sementara menurut jumhur ada empat, yaitu:
a. Menyiramkan air secara merata ke semua anggota tubuh yang dibasuh.
b. Menghilangkan apa-apa yang dapat menghalangi sampainya air ke anggota tubuh yang dibasuh.
c. Berhentinya segala yang membatalkan wudhu ketika wudhu dimulai, seperti haid, nifas dan hadats kecil
d. Berwudhu setelah masuk waktu seperti halnya orang yang bertayamum dan bagi yang memiliki udzur selalu berhadats seperti menetesnya air seni. Syarat keempat ini menurut jumhur fuqaha selain Hanafiah.[23]
3. Pembatal Wudhu
Hal-hal yang dapat membatalkan wudhu adalah sebagai berikut:
a) Segala sesuatu yang keluar dari dubur atau qubul.
b) Melahirkan.
c) Tidur lelap.
d) Muntah.
e) Hilang akal.
f) Bersentuhan kulit pria dan wanita tanpa penghalang.
g) Menyentuh kemaluan, qubul atau dubur.
h) Tertawa dalam shalat.
i) Makan daging unta.
j) Memandikan mayat.
k) Ragu berhadats atau tidak.
l) Sesuatu yang mewajibkan mandi.[24]
E. Syariat Shalat
Menegaskan kembali bahwa tata cara sahalat kita harus sesuai dengan tuntunan Nabi SAW. Segala bentuk penambahan dan pengurangan dari tata cara shalat adalah tidak baik.
Rukun shalat menurut Madzhab Syafi’i
1. Niat.
2. Berdiri jika mampu.
3. Takbiratul Ihram.
4. Membaca al-Fatihah diawali dengan Basmallah kecuali ada uzur seperti terlambat mengikuti imam (masbuq).
5. Ruku’
6. Thumani’ninah dalam ruku’.
7. I’tidal
8. Thumani’ninah dalam I’tidal.
9. Sujud.
10. Thumani’ninah dalam sujud.
11. Duduk diantara dua sujud.
12. Thumani’ninah ketika duduk di antara dua sujud.
13. Duduk terakhir.
14. Tasyahud dalam duduk terakhir.
15. Membaca shalawat dan salam kepada Nabi SAW.
16. Salam pertama.
17. Berniat selsai dari sholat.
18. Mengerjakan rukun secara tertib.
Berikut adalah tata cara shalat yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW:
1. Niat
Yaitu niat dari hati untuk melaksanakan shalat tertentu, hal ini berdasarakan sabda Rasulullah SAW bahwa sesungguhnya segala amal perbuatan itu tergantung pada niatnya. (Muttafaq ’alaih). Dan niat itu dilakukan bersamaan dengan melaksanakan takbiratul ihram dan mengangkat kedua tangan, namun tidak masalah jika niat lebih dahulu dari keduanya.
2. Berdiri
Shalat dilakukan berdiri bagi yang mampu. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:
”Peliharalah segala shalat(mu) dan (peliharalah) shalat wustha (Ashar). Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.” (Al-Baqarah: 238)
Dan berdasarkan sabda Rasulullah SAW kepada Imran bin Hushain: ” Shalatlah kamu dengan berdiri, apabila tidak mampu maka dengan duduk, dan jika tidak mampu juga maka shalatlah dengan berbaring ke samping.” (H.R. Bukhori).
3. Takbiratul Ihram
Yaitu dengan lafadz: ”Allahu Akbar”. Takbiratul Ihram tersebut harus diucapkan dengan lisan, tidak hanya di dalam hati. Juga disunahkan untuk mengangkat kedua tangan. Setelah takbiratul ihram, disunahkan bersedekap dengan cara menggenggam pergelangan tangan kiri dengan tangan kanan dan meletakannya di atas dada (Hadits An Nasa’i). Atau meletakkan telapak tangan kanan di atas telapak tangan kiri kemudian meletakkan di atas dada(Hadits riwayat Abu Dawud).
4. Membaca Al-Fatihah
Sebelum membaca Al-Fatihah disunahkan membaca doa isti’adzah dan basmallah. Membaca surat Al-Fatihah termasuk rukun shalat, tidak sah shalat jika tidak membacanya.[25] Setelah membaca Al-Fatihah disunahkan untuk membaca ”amin” (HR Bukhari dan Muslim) dan suart lain yang dihafal. Boleh dibaca satu surat secara utuh atau hanya beberapa ayat dalam Al-Qur’an.
5. Rukuk
Perintah untuk rukuk terdapat dalam firman Allah SWT:
”Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Rabbmu dan perbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan.”[26](QS. Al-Hajj: 77).
Rukuk dilakukan seraya mengucapkan takbir, mengangkat kedua tangan sebagaimana pada waktu takbiratul ihram. Nabi meletakkan kedua tangannya di atas kedua lutut menggenggamnya. (H.R Abu Dawud dan Al Hakim).Posisi punggung pada waktu rukuk dijelaskan dalam hadits: Wabisyah bin Ma’dab berkata: ”Aku pernah menyaksikan Rasulullah mengerjakan shalat, dimana ketika rukuk, beliau meluruskan punggungnya sehingga apabila dituangkan air diatasnya, air akan tetap di tempat (hR Ibnu Majah).
6. I’tidal
Bangkit dari rukuk seraya mengucapkan ”Sami’allahu liman hamidah”, disunahkan mengangkat tangan seperti ketika takbiratul ihram. Hendaknya dilakukan sampai tegak lurus berdiri.[27] Setelah tegak berdiri, hendaknya membaca do’a i’tidal.
7. Sujud
Gerakan sujud dimulai dengan mengucapkan takbir ”Allahu Akbar”, turun dengan mendahulukan kedua lutut kemudian kedua tangan.[28] Sujud dilakukan dengan tujuh anggota badan, yaitu jari jemari kedua kaki, kedua lutut, kedua tangan dan di atas dahi.[29] Kedua tangan diletakkan dengan menghadapkan jari-jari ke arah kiblat, tanpa menggenggam dan tidak pula mengembangkannya.[30]
8. Duduk antara dua sujud
Ketika bangkit dari sujud, disunahkan membaca takbir kemudian duduk di antara dua sujus dengan bertumpu di atas telapak kaki kiri dan menegakkan telapak kaki kanan (duduk iftirasyi). Tangan diletakkan di atas paha dan ujung jari-jari tangan di atas lutut. Tangan kanan diletakkan di atas lutut kanan, tangan kiri di atas lutut kiri, seolah-olah menggenggamnya seraya mengucapkan do’a. Kemudian dilakukan sujud yang kedua, sebagaimana yang dilakukan pada sujud pertama.
9. Tuma’ninah ketika rukuk, sujud, berdiri, dan duduk.
Tuma’ninah ditegaskan pada saat rukuk, sujud dan duduk, sedang i’tidal pada saat berdiri. Hakikattuma’ninah ialah orang yang rukuk, sujud, duduk atau berdiri itu berdiam sejenak. Lamanya sekedar waktu yang cukup untuk membaca bacaan yang dituntunkan sebanyak satu kali setelah semua anggota tubuhnya berdiam. Adapun selebihnya dari itu adalah sunah hukumnya.
10. Bangkit dari sujud
Selesai sujud kedua kemudian bangkit untuk mengerjakan raka’at kedua dengan bertumpu kepada kedua lutut seraya mengucap takbir. Raka’at kedua dilaksanakan sebagaimana raka’at pertaman, hanya tidak perlu membaca do’a iftitah dan isti’adzah.
11. Tasyahud Awal
Duduk tasyahud awal dilakukan sebagaimana cara duduk di antara dua sujud, yaitu duduk iftirasy. Adapun posisi tangan kanan di atas paha kanannya, mengisyaratkan jari telunjuk yang dekat dengan ibu jari ke arah kiblat sambil mengarahkan pandangan padanya atau ke arahnya (HR Nasa’i). Adapun tangan kiri tetap diletakkan di atas lutut kiri seolah menggenggamnya atau boleh juga membentangkan tanpa menggenggamnya seraya mengucapkan doa.
12. Tasyahud Akhir
Cara Rasulullah SAW duduk tawarruk dalam raka’at terakhir shalatnya, beliau memajukan kaki sebelah kiri dan menegakkan kaki kanan, serta duduk di atas bokongnya.[31] Posisi tangan sama dengan pada tasyahud awal. Doa yang dibaca sama dengan tasyahud awal ditambah membaca shalawat kepada nabi dan keluarganya.
13. Salam
Sebagai penutup shalat adalah salam. Apabila seseorang menyalahi urutan rukun shalat sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh Rasulullah SAW, seperti mendahulukan yang semestinya diakhirkan atau sebaliknya, maka batallah shalatnya.
A. Kesimpulan
Shalat adalah amalan yang pertama akan dihisab pada hari kiamat. Apabila baik shalatnya, maka dianggaplah baik keseluruhan amalannya. Kunci shalat adalah bersuci, apabila kita telah berwudhu dengan baik, maka satu pintu diterimanya shalat telah terbuka. Pengertian shalat menurut syara’ adalah ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan tertentu, yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Sedangkan wudhu menurut syara’, adalah membersihkan anggota tubuh tertentu melalui suatu rangkaian aktivitas yang dimulai dengan niat, membasuh wajah, kedua tangan dan kaki serta menyapu kepala.
Untuk melaksanakan ibadah agar dapat diterima oleh Allah maka kita harus tahu ilmunya terlebih dahulu. Oleh karena itu sebagai seorang muslim kita harus terus belajar dan menggali lebih dalam berbagai kajian ilmu agama khususnya Ilmu Fiqh agar kita tahu bagaimana beribadah yang benar kepada Allah dan segala ketentuannya sesuai dengan yang disunahkan Rasulullah SAW sehingga kita menjadi muslim yang lebih baik.
B. Saran
Dalam menjalankan shalat, hendaknya kita menjalankannya dengan khusyuk, ikhlas dan senang hati, karena dengan hal itu kita akan lebih merasakan manfaat dari shalat itu. Dalam setiap gerakan shalat, jangan terlalu terburu-buru, laksanakanlah tuma’ninah supaya manfaat dari setiap gerakan shalat dapat lebih terasa. Selalu bersyukur, atas semua yang telah Allah perintahkan, niscaya semua ada hikmah dan manfaatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Muthafa Dib Al-Bugha.2009.Fiqh Islam Lengkap, Penjelasan Hukum-Hukum Islam Madzhab Syafi’i. Solo: Media Zikir
Hasanudin, Oan. 2007. Mukjizat Berwudhu. Jakarta: Qultummedia.
Husnan, Djaelan, dkk. 2009. Islam Integral Membangun Kepribadian Islami. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
[1] A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,Cet. Ke-4, (Surabaya:Pustaka Progressif, 1997), hlm. 1564
[2] Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, (Mesir: Daar al-Fikri), hlm.359-360.
[3] Ibid. Abdu al-Rahman al-Jaziri, Silsilah –Arba’ah, Juz 1, (Mesir: Dar al-Fikr, 1996), hlm. 44.
[4] Ibid, hlm.203
[5] Wahbah Al-Zuhaily, op. cit, hlm.361
[6] Ibid, hlm.364
[7] Ibid, hlm.365
[8] Ibid, hlm.364
[9] Ibid, hlm. 211
[10] Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Minhaj Al-Shahih Muslim, (Daar Al-Fikr: Beirut, 1995), hlm. 167. Sayyid Sabiq, op. cit., hlm.53
[11] Bukhari
[12] QS. Al-Maidah: 6
[13] Wahbah Al-Zuhaili, Tafsir munir, loc.cit.
[14] QS Al-Maidah: 6
[15] Sagiran. 2007.Mukjizat Gerakan Shalat. Qultummedia: Jakarta. Hlm.10.
[16] Wahbah A-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam Wa adilatuhu, op.cit., hlm. 371
[17] Wahbah Al-Juhaily, Al-Fiqh Wa Adilatuhu, op.cit., hlm.374
[18] Hadits shahih diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i.
[19] Hadits yang diriwayatkan dari Amru bin Umayyah.
[20] Hadits yang diriwayatkan dari Al Mughirah bin Syubah Ibnu Baz dan Ibnu Taimiyyah.
[21] Ibid, hlm. 215
[22] Ibid, Wahbah Al-Zuhaily, op. cit.,
[23] Wahbah, op. cit., hlm. 391-392.
[24] Ibid, hlm. 418-436
[25] HR Bukhari
[26] Al-Hajj: 77
[27] HR Bukhari Muslim
[28] HR Hakim
[29] H.R Bukhari Muslim
[30] HR Abu Dawud
[31] HR Bukhari