Daftar isi
Filsafat Matematika Logisisme
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Kata filsafat berasal dari kata Yunani filosofia, yang berasal dari kata kerja filosofein yang berarti mencintai kebijaksanaan. Kata tersebut juga berasal dari kata Yunani philosophis yang berasal dari kata kerja philein yang berarti mencintai, atau philia yang berarti cinta, dan shopia yang berarti kearifan. Dari kata tersebut lahirlah kata Inggris philosophy yang biasanya diterjemahkan sebagai “cinta kearifan”.
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan, dan pemikiran manusia secara kritis, dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak di dalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen, dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi, dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika, itu semua mutlak diperlukan logika berpikir, dan logika bahasa.
Filsafat Matematika adalah cabang dari filsafat yang mengkaji anggapan-anggapan filsafat, dasar-dasar, dan dampak-dampak matematika. Tujuan dari filsafat matematika adalah untuk memberikan rekaman sifat dan metodologi matematika dan untuk memahami kedudukan matematika di dalam kehidupan manusia.
Dalam memahami Filsafat Matematika, terdapat tiga aliran yang populer, yaitu logisme, formalisme, dan intuisionisme. Ketiga aliran tersebut memperkaya dan membuat matematika berkembang serta memiliki banyak pengikut.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini memaparkan beberapa rumusan masalah yang ada di antaranya:
- Apa yang melatarbelakangi aliran Filsafat Matematika Logisme?
- Apa yang dimaksud dengan aliran Filsafat Matematika Logisme?
- Siapa saja tokoh-tokoh aliran Filsafat Matematika Logisme?
C. Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan Penulisan Makalah ini adalah sebagai berikut:
- Untuk mengetahui latar belakang aliran Filsafat Matematika Logisme
- Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan aliran Filsafat Matematika Logisme.
- Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh aliran Filsafat Matematika Logisme.
Bab II. Pembahasan
A. Latar Belakang Aliran Filsafat Matematika Logisme
1. Kontradiksi
Pengetahuan matematika diturunkan dengan deduksi logis, sehingga matematika diklaim sebagai ilmu yang sempurna dan suci tak ternoda kesalahan. Namun, sesaat setelah itu bermunculan kontradiksi dalam matematika, sekumpulan obyek matematika yang aneh dan liar, antara lain: tidak mungkin dapat selalu menyatakan panjang diagonal sebuah persegi panjang dalam bentuk bilangan kuadrat, adanya bilangan irasional seperti 2 , adanya bilangan transfinite dan bilangan transendental (pi) yang misterius, dan bilangan imajiner ( i = -1 ).
Dalam matematika hari ini banyak ditemukan sekawanan obyek-obyek matematika yang aneh dan liar –yang belum dapat dijinakkan— meskipun berbagai upaya domestifikasi telah dilakukan. Contoh terbaru adalah penemuan bilangan Q oleh Paul Dirac dalam mekanika kuantum yang melanggar aturan matematika a b ba (Woods, 2006). Kawanan tersebut adalah sejenis kontradiksi dalam matematika, yang jika ditolak akan menyebabkan matematika menjadi mandul. Penerimaan setengah hati yang disertai dengan upaya domestifikasi terhadap sekawanan yang aneh dan liar tersebut justru terbukti memberikan manfaat yang sangat besar bagi matematika.
2. Paradoks
Matematikawan adalah mahluk yang cerdik dan tidak bersedia menerima jika (re)konstruksinya gagal. Memilih menyembunyikan kontradiksi-kontradiksi tersebut dengan sebuah penghalusan atau eufemisne, bahwa yang terjadi bukanlah kontradiksi tetapi paradok, merupakan pilihan cerdas yang dapat dilakukan.
Semacam anomali. Dengan kecerdikan yang demikian matematika tetap berjaya, terbebas dari segala kesalahan dan tentunya terbebas dari kontradiksi. Paradok antara lain muncul dari dialog Socrates dengan Plato berikut ini (Sembiring, 2010). Socrates: ”Apa yang berikut ini akan dikatakan oleh Plato adalah salah.” Plato mengatakan: ”Yang barusan dikatakan Socrates benar.” Contoh yang cukup populer adalah paradok Zeno ( 450 SM) yang menemukan adanya kesulitan mengenai ide kuantitas kecil tak berhingga sebagai penyusun besaran kontinu. Zeno mencoba membuktikan bahwa pergerakan ke arah kecil tak berhingga adalah khayalan. Paradok Zeno mengenai ’Achiles si Gesit’ begitu terkenal dan memukau ke arah penelusuran konsep ketakberhinggan. Kata Zeno, yang lebih lambat tidak dapat disalip oleh yang lebih cepat, sehingga Achiles si Gesit tidak akan mampu menyalip atau mendahului kuya. Paradok ini tidaklah menyatakan bahwa dalam praktek lomba lari yang sebenarnya Achiles tidak dapat menyalip kura-kura, tetapi memberi gambaran bagaimana terbatasnya pemikiran dalam logika formal matematika.
Upaya menyelesaikan berbagai paradok menyebabkan terpecahnya matematikawan ke dalam beberapa arus pikiran atau filsafat. Lahirlah faksi-faksi dan aliran-aliran dalam filsafat matematika, yang saling berbeda dan saling tidak mau menerima satu sama lain. Menyembunyikan kontradiksi dalam paradok tidak selalu membuat pekerja matematika dapat tidur dengan nyenyak. Matematikawan juga adalah mahluk yang tidak dapat menipu dirinya sendiri. Kontradiksi tetaplah kontradiksi, bersifat mengurangi nilai keindahan matematika, meskipun diperhalus terusmenerus. Secara eksternal matematikawan menyatakan matematika bebas dari kontradiksi, tetapi diam-diam mereka melanjutkan pekerjaan menyelesaikan berbagai kontradiksi tersebut, dan memastikan bahwa penyelesaian yang dilakukannya tidak akan menimbulkan kontradiksi baru, sehingga konsistensi matematika tetap tegak berdiri, bendera matematika berkibar di tiang tertinggi dengan lantang dan gagah berani menatap langit biru, tidak akan pernah berkibar setengah tiang dan malu-malu. Para matematikawan mencoba menyelesaikan masalah-masalah tersebut, membuang kontradiksi dan mengembangkan sistem matematika baru yang kebal salah. Mereka membuat rekonstruksi baru atas struktur logika matematika, dan mulai meninggalkan kepercayaan pada disain alam semesta yang matematis. Meskipun merupakan suatu kebenaran bahwa matematika telah tersedia di alam semesta dan orang tinggal menemukannya, keyakinan tersebut harus ditinggalkan dan beralih pada matematika yang merupakan hasil konstruksi pikiran bebasmanusia yang kebenarannya tidak perlu harus sesuai dengan apa yang terjadi di alam semesta, cukup kebenaran karena kesepakatan. Tetapi, lagi-lagi muncul kontradiksi yang mencemari logika matematika dalam rekonstruksi baru tersebut, misalnya paradok Russel dan paradok Burali-Forti.
3. Krisis Matematika
Munculnya filsafat matematika disebabkan oleh adanya kontradiksi, paradok dan terjadinya krisis dalam matematika. Setidaknya, pernah tercatat tiga kali krisis dalam metamatika: (1) Abad ke-5 SM, tidak semua besaran geometri yang sejenis, tidak memiliki satuan ukuran yang sama (Sukardjono, 2000). Krisis ini menyebabkan teori proporsi Pythagoras harus dicoret dari matematika. Krisis yang disadari sangat terlambat, lima abad kemudian baru dapat diatasi oleh
Eudoxus dengan karyanya yang membahas bilangan irasional, (2) Abad ke-17, Newton dan Leibniz menemukan kalkulus yang didasarkan pada konsep infinitesimal, tetapi tidak dapat dijelaskan dengan baik. Namun, hasil-hasil penerapan kalkulus justru digunakan untuk menjelaskan konsep infinitesimal, suatu penjelasan yang tidak seharusnya dilakukan. Baru awal abad ke-19, Cauchy memperbaiki konsep infinitesimal sebagai landasan kalkulus dengan konsep limit.
Weierstrass membuat konsep limit menjadi lebih kokoh, (3) Georg Cantor menemukan teori himpunan yang digunakan secara luas pada cabang-cabang matematika dan menjadi landasan matematika. Namun demikian, penemuan ini juga menghasilkan paradok misalnya paradok Burali-Forti dan paradok Russel.
B. Aliran Filsafat Matematika Logisme
Logicsm adalah sekolah pemikiran yang menganggap matematika murni sebagai bagian dari logika. Pendukung utama pandangan ini adalah G. Leibniz, G. Frege (1893), B. Russell (1919), AN Whitehead dan R. Carnap (1931). Di tangan Bertrand Russell klaim logicism menerima perumusan secara terbuka dan paling eksplisit. Ada dua klaim:
- Semua konsep matematika akhirnya dapat direduksi menjadi konsep logis, asalkan ini diambil untuk memasukkan konsep teori himpunan atau system yang mirip seperti Teori Russell.
- Semua kebenaran matematika dapat dibuktikan dari aksioma dan aturan inferensi logika sendiri.
Tujuan dari klaim ini jelas. Jika matematika dapat dinyatakan dalam istilah murni logis dan terbukti dari prinsip-prinsip logis saja, maka kepastian pengetahuan matematika dapat dikurangi dengan logika. Logika dianggap untuk memberikan landasan tertentu untuk kebenaran, terlepas dari upaya untuk memperluas logika, seperti Hukum Frege Kelima. Jadi jika dilakukan melalui, program logicist akan memberikan dasar-dasar logis tertentu untuk pengetahuan matematika, membangun kembali kepastian yang mutlak dalam matematika.
Sebuah keprihatinan keberatan ketiga mungkin kepastian dan kehandalan dari dasar logika. Hal ini tergantung pada teruji dan, seperti yang akan dikatakan, asumsi beralasan. Jadi program logicist mengurangi kepastian pengetahuan matematika dengan logika gagal pada prinsipnya. Logika tidak memberikan dasar tertentu untuk pengetahuan matematika.
C. Tokoh Aliran Filsafat Matematika Logisme
1. B. Russel dan AN Whitehead
Russell menemukan bahwa Basic Law V tidak konsisten. (disebut dengan paradox Russell). Setelah frege meningggalkan ahli-ahli program logikanya, kemudian diteruskan oleh Russell dan Whitehead dengan menghubungkan paradoks “lingkaran setan” tersebut dan kemudian membangun apa yang mereka sebut dengan jenis teori yang bercabang (ramified type theory) untuk menanganinya. Dalam system ini, mereka akhirnya mampu membangun banyak matematika modern, tetapi bentuknya berubah dan kebanyakkan kompleks (sebagai contoh, ada bilangan asli yang berbeda dalam setiap jenis, dan banyak jenis yang tak hingga). Mereka juga telah membuat beberapa kompromi untuk mengembangkan begitu banyak matematika, seperti “axiom of reducibility”. Bahkan Russell mengatakan bahwa aksioma ini tidak benar-benar termasuk logika.
2. Frege
Penemu logisisme. Dalam tulisannya Die Grundgesetze der Arithmetik (Basic Laws of Arithmatic) ia membangun aritmetika dari suatu system logika dengan prinsip pemahaman yang umum, yang disebut “Basic Law V” (untuk konsep F dan G, perluasan dari F sama dengan perluasan G jika dan hanya jika untuk semua objek a, Fa jika dan hanya jika Ga), sebuah prinsip yang dapat diterima sebagai bagian dari logika.
3. R. Carnap
Memperkenalkan desertasi para ahli logika yang terdiri dari dua bagian:
- Konsep-konsep matematika dapat diturunkan dari konsep-konsep logika melalui definisi-definisi yang gambling/jelas
- Teorema-teorema matematika dapat diturunkan dari aksioma-aksioma logika melalui pengambilan kesimpulan murni.
4. Bob Hale, Cripsin Wright, dan mungkin lainnya
Kembali ke program yang lebih mendekati ke frege. Mereka telah meninggalkan mereka telah meninggalkan Basic Law V dan setuju terhadap prinsip-prinsip abstraksi seperti prinsip hume (banyaknya objek yang jatuh dibawah konsep F sama dengan banyaknya objek yang jatuh dibawah konsep G jika dan hanya jika extension dari F dan extension dari G dapat digolongkan ke dalam korespondensi satu-satu). Frege membutuhkan Basic Law V agar mampu memberikan definisi eksplisit dari bilangan, tetapi semua sifat-sifat bilangan dapat diturunkan dari hume. Hal ini tidak cukup untuk frege karena tidak meniadakan kemungkinan bahwa bilangan 3 sebetulnya adalah Julius Caesar.
Whitehead dan Russel (1910-1913) mampu membuktikan pertama dari dua klaim melalui rantai definisi. Namun logicism terbentur pada klaim kedua. Matematika memerlukan aksioma non-logis seperti Aksioma Infinity (himpunan semua bilangan alami adalah tak terbatas) dan Aksioma Pilihan (produk Cartesian dari anggota non-set kosong itu sendiri tidak kosong).
Russell sendiri menyatakan sebagai berikut. Tapi meskipun semua logis (atau matematika) proposisi dapat dinyatakan sepenuhnya dalam hal konstanta logis bersama-sama dengan variabel-variabel, bukan hal itu, sebaliknya, semua proposisi yang dapat dinyatakan dengan cara logis. Kami telah menemukan sejauh kriteria yang diperlukan tapi tidak memadai proposisi matematika. Kami telah cukup mendefinisikan karakter dari ide-ide primitif dalam hal mana semua ide-ide matematika dapat didefinisikan, tetapi tidak dari proposisi primitif dari mana semua proposisi matematika dapat disimpulkan ini adalah masalah yang lebih sulit, untuk yang belum diketahui jawaban sepenuhnya.
Kita dapat mengambil aksioma infinity sebagai contoh proposisi yang meskipun dapat dikemukakan dalam hal logis, namun tidak dapat dinyatakan dengan logika untuk menjadi pembenaran. (Russell, 1919, halaman 202-3, penekanan asli)
Jadi tidak semua teorema matematika dapat diturunkan dari aksioma-aksioma logika sendiri. Ini berarti bahwa aksioma matematika tidak eliminable mendukung logika tersebut. Teorema Matematika tergantung pada asumsiasumsi matematis yang tereduksi. Memang, sejumlah aksioma matematika yang penting adalah independen, dan baik mereka atau negasi mereka dapat diadopsi tanpa inkonsistensi (Cohen, 1966). Jadi klaim logicism kedua terbantahkan. Untuk mengatasi masalah ini Russell kembali ke versi yang lebih lemah dari logicism disebut ‘if-thenism’, yang mengklaim bahwa matematika murni terdiri dari laporan implikasi dari bentuk ‘A → T ‘.
Menurut pandangan ini, seperti sebelumnya, kebenaran matematika yang didirikan sebagai dalil oleh buktibukti logis. Masing-masing teorema (T) menjadi akibat dalam pernyataan implikasi. Gabungan dari aksioma matematika (A) digunakan dalam buktian digabungkan ke dalam pernyataan implikasi sebagai pendahuluan (lihat Carnap, 1931). Jadi, semua asumsi matematika (A) yang tergantung pada teorema (T) sekarang dimasukkan ke dalam bentuk baru dari teorema (A – NT), menghindari kebutuhan aksioma matematika. Hal ini menimbulkan pengakuan bahwa matematika adalah system hypotheticodeductive, di mana konsekuensi dari aksioma-aksioma diasumsikan dieksplorasi, tanpa menegaskan kebenarannya. Sayangnya, perangkat ini juga mengarah pada kegagalan, karena tidak semua kebenaran matematika, seperti ‘aritmatika Peano konsisten,’ dapat disajikan dalam laporan ini dengan cara sebagai implikasi, Machover (1983) berpendapat. Keberatan kedua, yang memegang terlepas dari validitas dari dua klaim logicist, merupakan alasan utama penolakan terhadap formalisme. Ini adalah Teorema ketidak lengkapan Godel, yang menetapkan bahwa bukti deduktif tidak mencukupi untuk menunjukkan semua kebenaran matematis. Oleh karena itu keberhasilan pengurangan aksioma matematika untuk logika mereka masih tetap tidak cukup sebagai sumber dari semua kebenaran matematika.