Daftar isi
Etika dan Profesi Guru Terhadap Diri Sendiri, Rekan Sejawat, Peserta Didik, Wali, Orang Tua Peserta Didik dan Masyarakat
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Guru merupakan sosok sentral dalam pendidikan. Dengan guru maka peserta didik mampu mendapatkan hal baru yang dapat membantunya untuk bisa bertahan dalam persaingan kehidupan ini. Adanya guru tentu saja sangat berperan dalam perkembangan pendidikan yang ada. Selain itu, tentu saja semua perilaku yang ada dalam diri seorang guru menjadi contoh bagi muridnya. Disisi lain, seorang guru itu sendiri juga harus memiliki etika demi mewujudkan dan meningkatkan profesionalismenya sebagai guru. Karena guru merupakan suatu profesi yang harus dibanggakan.
Guru dalam pandangan masyarakat juga merupakan sosok yang luar biasa berpengaruh. Karena menurut masyarakat guru merupakan sosok yang mampu membuat perubahan dan perbaikan bagi kondisi masyarakat yang ada. Selain pada masyarakat, tentu seorang guru sangat diperlukan pula bagi para wali peserta didik, sebab para wali peserta didik tersebut sudah mempercayakan kepada seorang guru agar mampu mendidik, mengajar, dan membimbing anaknya. Bukan hanya sampai disitu, guru disini juga harus memiliki etika terhadap para rekan sejawatnya, karena guru ini akan berkumpul dengan rekan-rekan sesama guru dalam mendidik, mengajar, dan membimbing para muridnya. Karena sangat pentingnya kedudukan guru disini, tentu untuk menjaga hubungan tersebut diperlukanlah etika guru itu sendiri. Maka, untuk mengetahui lebih jelas terkait etika guru, di dalam makalah ini penulis akan sedikit mengulasnya.
B. Rumusan Masalah
- Bagaimana etika guru terhadap dirinya sendiri?
- Bagaimana etika guru terhadap rekan sejawatnya?
- Bagaimana etika guru terhadap peserta didik?
- Bagaimana etika guru terhadap wali peserta didik?
- Bagaimana etika guru terhadap masyarakat?
Bab II. Pembahasan
A. Etika Guru Terhadap Dirinya Sendiri
- Guru harus berwibawa, tenang, khusyu’ serta memiliki keuletan agar para anak didik tidak merasa malas dan bosan.
- Guru harus memiliki kesiapan alami (fitrah) untuk menjalani profesi mengajar, seperti pemikiran yang lurus, berpandangan jauh ke depan, cepat tanggap dan dapat mengambil tindakan yang tepat pada saat-saat kritis agar guru berhasil menjalankan tugasnya serta mempunyai kemauan yang kuat.[1]
- Berusaha untuk selalu bersyukur
Kita wajib bersyukur atas karunia yang diberikan Tuhan kepada kita. Walaupun nampaknya rejeki yang kita terima tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, tetapi kalau kita mau bersyukur Insya Allah akan cukup juga. Dengan bersyukur Tuhan akan menambah rezeki kita dari arah yang tak disangka-sangka.
Bersyukur merupakan kewajiban bagi hamba Tuhan yang beriman. Kita semua sudah mafhum akan janji Tuhan di dalam satu firman-Nya bahwa barangsiapa mau bersyukur Tuhan akan menambah rezekinya, tetapi barangsiapa kufur maka siksa Tuhan sungguh sangat pedih.
Profesi guru memang bukan profesi yang sangat menjanjikan. Bahkan mungkin kalah pamor dengan profesi lain meskipun sama-sama pegawai negerinya. Menjadi guru mungkin alternatif terakhir ketika semua pintu profesi telah tertutup rapat. Atau menjadi batu loncatan untuk menemukan profesi lain yang lebih prestisius. Meskipun kita tahu banyak juga yang berniat menjadi guru karena panggilan hati.
4. Berusaha untuk mengolah rasa kecewa
Tak selamanya kita menghadapi kondisi yang menyenangkan, begitulah kehidupan ini. Kadang-kadang berada diatas, kadang di bawah. Kehidupan memiliki dua kutub ekstrim; senang susah, siang malam, sukses gagal dan sebagainya. Sebagai manusia beriman kita harus selalu menerima takdir Tuhan berapapun pedihnya.
Bahagia dan kecewa itu ditentukan oleh kita sendiri, bukan oleh orang lain. Biarpun orang lain selalu mengecewakan kita tapi jika kita selalu menanggapinya dengan lapang dada kita tidak mungkin larut dalam kekecewaan. Sumber bahagia dan kecewa itu sama, kitalah yang membuatnya menjadi bahagia atau kecewa.
5. Berusaha menyikapi perubahan secara positif
Dengan berpikir positif kita dapat memperoleh kesempatan untuk memenangkan perubahan. Pandanglah perubahan dengan apa adanya, dengan pandangan obyektif dan jujur. Biarkan perubahan terjadi dengan sendirinya, tampil seutuhnya di hadapan kita. Terimalah apa adanya baik buruknya, karena setiap sesuatu pasti ada baik buruknya.
6. Mengatur rezeki yang diterima dengan baik
Kita pasti sering mengeluh karena rezeki yang kita terima jauh lebih kecil dari yang kita butuhkan. Kita berharap bisa menyisihkan sebagian rezeki yang kita terima untuk ditabung, tetapi tiba-tiba anak sakit. Bukannya bisa menabung, malah kita terpaksa berutang kepada teman. Sudah terbayang di depan mata gaji bulan depan terpotong untuk membayar hutang.
Jalan satu-satunya adalah mengelola rezeki yang kita terima dengan sebaik-baiknya. Dalam hidup ini kita harus memiliki skala prioritas, mana kebutuhan yang menurut kita paling penting dan mendesak dan mana yang kurang penting dan tidak mendesak. Kita harus terbiasa mendahulukan yang penting dan mendesak daripada yang tidak penting dan tidak mendesak.[5]
7. Menghindari hutang atau kredit
Hutang seakan-akan telah menjadi kebutuhan, rasanya semakin sulit manusia melepaskan dirinya dari hutang. Hal ini juga menandakan bahwa kebutuhan manusia semakin menumpuk, apa yang dulu merupakan keinginan sekarang berubah menjadi kebutuhan. Listrik misalnya sekarang telah menjadi kebutuhan pokok. Manusia merasa kesulitan hidup tanpa listrik.
Karena itu marilah kita sama-sama belajar untuk hidup hemat, hidup dengan hanya apa yang kita miliki. Tidak perlu ngoyo atau memaksa diri sendiri memiliki sesuatu yang tidak mampu kita beli. Sebab, kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan dan rasanya kita tidak pernah bisa mempersiapkan diri sepenuhnya. Tapi dengan hidup apa adanya kita akan dapat menjalani hidup ini dengan lebih enteng.[6]
8. Berusaha untuk tidak egois
Ego harus kita terima sebagai sesuatu yang dikaruniakan Tuhan kepada hamba-Nya. Dengan sifatnya egoistis manusia bisa mempertahankan diri dari kesulitan yang menerima hidupnya. Apabila manusia tidak memiliki ego maka ia akan bersikap pasrah walaupun ada orang lain yang memukulinya. Ego membuat manusia berusaha melawan untuk mempertahankan dirinya.
Kendati demikian kita tidak boleh berbuat sewenang-wenang kepada orang lain dengan alasan ego. Inilah yang dinamakan ego pribadi. Setiap orang memiliki ego pribadi, tetapi ego pribadi ini akan melebur menjadi ego bersama ketika antar pribadi memasuki arena pergaulan. Disini tidak berlaku lagi ego pribadi, karena kita harus mengedepankan ego bersama atau lebih populer dengan istilah kepentingan bersama.
B. Etika Guru Terhadap Rekan Sejawat
- Dalam bergaul dengan sesama guru hendaknya bersifat terus terang, jujur dan terbuka.
- Diantara sesama guru hendaknya selalu ada kesediaan untuk saling memberi saran, nasehat dalam rangka melaksanakan jabatan masing-masing.
- Di dalam menunaikan tugas dan memecahkan persoalan bersama hendaknya saling tolong menolong dan penuh toleransi.
- Guru hendaknya tidak saling menggunjing sesama guru.
- Mengenal dan memahami kepribadian.
- Menjalin komunikasi.
- Melakukan persaingan sehat.
- Suka berdiskusi dan bermusyawarah.
C. Etika Guru Terhadap Peserta Didik
Akhlak guru yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas menghadapi para siswa telah dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Ibn Jama’ah misalnya, menyebutkan bahwa seorang guru dalam menghadapi muridnya hendaknya:
- Bertujuan mengharapkan keridhaan Allah SWT. menyebarkan ilmu dan menghidupkan syariat Islam.
- Memiliki niat yang baik.
- Menyukai ilmu dan mengamalkannya.
- Menghormati kepribadian para pelajar pada saat pelajar tersebut salah atau lupa, karena guru sendiri terkadang lupa.
- Memberikan peluang terhadap pelajar yang menunjukkan kecerdasan dan keunggulan.
- Memberikan pemahaman menurut kadar kesanggupan murid-muridnya.
- Mendahulukan pemberian pujian daripada hukuman.
- Menghormati muridnya.
- Memberikan motivasi kepada para siswa agar giat belajar.
- Memperlakukan para siswa secara adil dan tidak pilih kasih.
- Memberikan bantuan kepada para siswa sesuai dengan tingkat kesanggupannya.
- Bersikap tawadhu’ (rendah hati) kepada para pelajar antara lain dengan menyebut namanya yang baik dan sesuatu yang menyenangkan hati.
Sementara itu al-Imam Muhyidin Yahya bin Syarf al-Nawawi, menyatakan bahwa seorang guru ketika mengajar hendaknya berniat untuk memperoleh keridhaan-Nya dan jangan menjadikannya sebagai perantara untuk mendapatkan kemewahan duniawi, melainkan yang harus ditanamkan dalam benaknya adalah untuk beribadah. Untuk itu, maka diperlukan niat yang baik, walaupun masalah ini terhitung cukup berat, terutama bagi orang yang pertama kali melaksanakan tugas mengajar. Selain itu, ia juga harus menunjukkan kecintaan kepada ilmu pengetahuan dengan cara mengingat manfaat dan keutamaan ilmu dan para ulama’ sebagai pewaris Nabi. Selanjutnya sikap tersebut dibarengi dengan senantiasa menunjukkan kebaikan pada dirinya dan putra-putranya dengan bersikap lembut, sungguh-sungguh memperbaiki budi pekertinya, bersikap sabar dalam menghadapi percobaan dan perlakuan yang kurang menyenangkan dari murid-muridnya dengan cara melibatkan diri ke dalam perlakuan baik. Hal yang berikutnya yang perlu dilakukan guru adalah menanyakan muridnya yang tidak hadir, berupaya memperluas pemahamannya, memberikan nilai manfaat kepadanya, berupaya memberikan pemahaman sesuai dengan tingkat kecerdasannya, serta tidak memberikan tugas yang terlalu ringan.
Selanjutnya Ibn Khaldunberpendapat bahwa seorang guru harus mengajar secara bertahap, mengulang-ulang sesuai dengan pokok bahasan dan kesanggupan murid, tidak memaksakan atau membunuh daya nalar siswa, tidak berpindah satu topik ke topik yang lain sebelum topik pertama dikuasai, tidak memandang kelupaan sebagai suatu aib, tetapi agar mengatasinya dengan jalan mengulang, jangan bersikap keras terhadap murid, mendekatkan murid pada pencapaian tujuan, memperlihatkan tingkat kesanggupan murid dan menolongnya agar murid tersebut mampu memahami pelajaran.
Dalam kaitannya dengan etika yang wajib dilaksanakan Guru terhadap muridnya, Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya ulum al-din menyatakan sebagai berikut:
- Seorang guru harus menaruh rasa kasih sayang terhadap murid-muridnya dan memperlakukan mereka seperti perlakuan mereka terhadap anaknya sendiri.
- Tidak mengharapkan balas jasa atau ucapan terima kasih, tetapi dengan mengajar itu ia bermaksud mencari keridhaan Allah SWT. dan mendekatkan diri kepada-Nya.
- Mencegah murid dari sesuatu akhlak yang tidak baik dengan jalan sindiran, jika mungkin dan jangan dengan terus terang, dengan jalan terus halus dan jangan mencela.
- Supaya diperhatikan tingkat akal pikiran anak-anak dan berbicara dengan mereka menurut kadar akalnya dan jangan disampaikan sesuatu yang melebihi tingkat tangkapannya agar ia tidak lari dari pelajaran, ringkasnya berbicaralah dengan bahasa mereka.
- Seorang guru garus mengamalkan ilmunya dan jangan berlain kata dengan perbuatannya.
Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa sosok guru yang ideal adalah guru yang memiliki motivasi mengajar yang tulus, yaitu ikhlas dalam mengamalkan ilmunya, bertindak sebagai orang tua yang penuh kasih sayang kepada anaknya, mampu menggali potensi yang dimiliki para siswa, bersikap terbuka dan demokratis untuk menerima dan menghargai pendapat para siswanya, dapat bekerjasama dengan para siswa dalam memecahkan masalah, dan ia menjadi tipe ideal atau idola bagi siswanya, sehingga siswa itu mengikuti perbuatan baik yang dilakukan gurunya menuju jalan akhirat.
Disini terlihat bahwa pada akhirnya para siswa dibimbing menuju taqarrub kepada Allah SWT, atau berbagai upaya yang dilakukan oleh guru terhadap siswanya dalam mengajar pada akhirnya harus dapat membawa siswa menuju ke akhirat Allah SWT. Demikian pula sikap guru yang berniat ikhlas, tidak mengharapkan imbalan, berakhlak mulia, mengamalkan ilmu yang diajarkan-Nya dan menjadi panutan serta mengajar pada jalan Allah SWT., adalah merupakan nilai-nilai ajaran tasawuf, yaitu tentang zuhud, qana’ah, tawakkal, ikhlas, dan ridha.
D. Etika Guru Terhadap Wali Peserta Didik
Sekolah dalam melaksanakan pendidikan kepada anak-anak harus mengadakan kerjasama dengan orangtua mereka. Dengan adanya kerjasama, orangtua akan memperoleh pengetahuan dan pengalaman dari guru dalam hal mendidik anak-anaknya, sebaliknya para guru dapat pula memperoleh keterangan-keterangan dari orangtua tentang kehidupan dan sifat-sifat anak-anaknya. Keterangan-keterangan orangtua itu sangat besar gunanya bagi guru dalam memberikan pelajaran dan pendidikan terhadap siswanya, juga merupakan informasi bagi guru tentang keadaan alam sekitar tempat siswa-siswanya dibesarkan.
Adapun hubungan guru dengan orangtua siswa adalah sebagai berikut:
- Guru hendaknya selalu mengadakan hubungan timbal balik dengan orangtua/wali siswa, dalam rangka kerjasama untuk memecahkan persoalan-persoalan di sekolah dan pribadi anak.
- Segala kesalahpahaman yang terjadi antara guru dan orangtua/wali siswa, hendaknya diselesaikan secara musyawarah dan mufakat.
- Guru berusaha membina hubungan kerja sama yang efektif dan efisien dengan orang tua/wali siswa dalam melaksanakan proses pendidikan.
- Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan siswa.
- Guru merahasiakan informasi setiap siswa kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya.
- Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpartisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
- Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan siswa dan proses kependidikan pada umumnya.
- Guru menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasi dengannya berkaitan dengan kesejahteraan, kemajuan, dan cita-cita anak-anak akan pendidikan.
- Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
E. Etika Guru Terhadap Masyarakat
Sekolah berada ditengah-tengah masyarakat berfungsi menjaga kelestarian nilai-nilai yang positif yang ada dalam masyarakat, agar perwarisan nilai-nilai masyarakat itu berlangsung dengan baik dan sekolah sebagai lembaga yang dapat mendorong perubahan nilai dan tradisi itu sesuai dengan kemajuan dan tuntutan kehidupan serta pembangunan oleh sebab itu diperlukan saling pemahaman antara sekolah dan masyarakat. Adapun etika guru terhadap masyarakat adalah:
- Guru hendaknya selalu berusaha berpartisipasi terhadap lembaga serta organisasi-organisasi di dalam masyarakat yang berhubungan dengan usaha pendidikan, sebab pada hakekatnya pendidikan itu merupakan tugas pembangunan masyarakat dan kemanusiaan.
- Guru hendaknya melayani dan membantu memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat sesuai fungsi dan kemampuannya.
- Guru hendaknya menghormati dan menyesuaikan diri dengan adat kebiasaan masyarakat dengan sikap membangun.
- Guru menjalin komunikasi dan kerja sama yang harmonis, efektif, dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
- Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
- Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
- Guru bekerja sama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya.
- Guru melakukan semua usaha untuk bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan siswanya.
- Guru memberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
- Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan siswanya kepada masyarakat.
- Guru tidak boleh menampilkan diri secara eksklusif dalam kehidupan masyarakat.
- Menjadi teladan bagi masyarakat
Hendaknya kita menyadari bahwa tugas dan kewajiban untuk mendidik bangsa tidak sebatas lingkungan sekolah saja. Secara moral tugas dan kewajiban itu kita bawa selamanya ke manapun kita pergi. Tidak berarti usai bel berakhir berdentang usai segalanya. Justru kita sedang memasuki tugas dan kewajiban baru di tengah-tengah masyarakat.
Kalau di depan anak didik kita harus bisa menampilkan sikap dan perilaku yang patut diteladani, begitu pula di tengah-tengah masyarakat. Keteladanan itu merupakan kunci membuka diri kita agar bisa diterima dengan baik oleh masyarakat. Di sisi lain kita harus menyadari bahwa keteladanan itu merupakan dambaan masyarakat. Mereka selalu berharap guru berperan lebih nyata di tengah masyarakat.
13. Memiliki sifat andap asor
Kita lebih mudah diterima oleh masyarakat apabila memiliki sifat apabila kita menampilkan sikap dan perilaku yang andap asor. Berendah hati itu akan selalu membawa keberuntungan, masyarakat menyukai pribadi-pribadi yang berendah hati. Berendah hatilah karena itulah yang seharusnya kita lakukan.
Belajarlah pada tanaman padi, semakin berisi semakin tunduk. Sadarlah bahwa ketika masyarakat melihat sosok seorang guru citra yang melekat padanya adalah sosok yang berilmu. Orang yang tinggi ilmunya akan berusaha menyembunyikan ilmunya dalam-dalam sehingga sikap dan perilakunya andap asor. Sebaliknya orang yang ilmunya hanya seujung kuku alias cethek biasanya suka memamerkan diri.
14. Mau bergaul dengan masyarakat
Manusia adalah makhluk sosial, kita semua tahu, kita semua saling membutuhkan, tidak mungkin seorang manusia mencukupi kebutuhan hidupnya tanpa bantuan orang lain. Sebagai makhluk sosial, interaksi antar sesama menjadi kebutuhan mutlak, walaupun setiap manusia memiliki ego, namun pada saat-saat tertentu ego harus ditinggalkan.
Semua guru yang baik semestinya pandai bergaul, ia tidak boleh menutup diri seolah-olah tidak membutuhkan masyarakat sekitarnya. Ia harus mau srawung dengan masyarakat sekitarnya, karena dirinya merupakan bagian dari masyarakat itu sendiri. Boleh-boleh saja ia menjaga privasinya, namun hendaknya tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
Ia akan membaurkann dirinya ke tengah-tengah masyarakat. Ia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakatnya. Seorang guru yang menyadari bahwa dirinya dibutuhkan untuk berperan, tidak akan melarikan dari kewajiban moralnya. Justru di tengah-tengah masyarakat itulah ia bisa menampilkan dirinya secara utuh, secara moral ia tetap seorang guru di luar lingkup sekolah.
Rasanya kurang etis jika ada guru yang tidak mau bergaul dengan masyarakat sekitarnya. Padahal sebagai seorang guru harusnya bisa membawa perubahan ke arah yang lebih baik di tengah masyarakatnya, tidak malah mementingkan dirinya sendiri dengan tidak mau tahu kebutuhan masyarakatnya. Ada perasaan kurang pas jika ada guru yang bersikap individualistis.
15. Tidak suka pamer
Ditengah-tengah masyarakat yang menjunjung tinggi perbedaan, sikap pamer merupakan perilaku yang kurang terpuji. Pamer hanya akan menciptakan situasi yang tidak diinginkan, tidak ada orang yang suka kepada orang yang suka memamerkan diri secara berlebihan.
Sifat pamer sebenarnya menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak memiliki rasa percaya diri. Disamping itu sikap pamer menunjukkan yang bersangkutan ingin diakui lebih hebat dari orang lain. Ia tidak mau ada orang lain yang mengalahkan dirinya baik soal kepandaian, kekayaan, pangkat, dan sebagainya. Orang yang suka pamer membuktikan bahwa dirinya kurang pandai menempatkan dirinya di tengah-tengah masyarakat. Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan, kiranya ini sudah cukup untuk menangkal setiap keinginan kita untuk memamerkan diri.
16. Peduli terhadap acara lingkungan
Berbicara tentang kepedulian, harus kita akui bahwa para guru memiliki kepedulian tinggi terhadap lingkungannya. Banyak sekali bapak guru kita yang menjadi tokoh terpandang di tengah masyarakat karena kepeduliannya yang tinggi terhadap lingkungan.
Semua itu membuktikan bahwa para pendidik kita masih menjadi tumpuan masa depan bangsa. Di pundak merekalah kita berharap banyak, mereka memikul tanggung jawab besar dibanding dengan tingkat kesejahteraannya. Kita (yang bukan guru) seharusnya memiliki kekaguman dan rasa malu karena jerih payah mereka selama ini yang tak kenal keluh kesah.
17. Tidak pelit demi kepentingan lingkungan
Pelit, kikir atau medit termasuk perilaku yang tercela. Orang yang dihatinya masih tumbuh bibit-bibit kepelitan akan susah bergaul dengan masyarakat luas, sebab orang yang pelit akan dijauhi. Orang yang pelit juga mencerminkan bahwa yang bersangkutan hanya mau seenaknya sendiri tanpa mau memikirkan kepentingan orang lain.
Banyak orang yang tidak memahami bahwa jika dirinya pelit sebenarnya merugikan dirinya sendiri, bukan malah menguntungkan. Kelihatannya menguntungkan, tetapi sebenarnya tidak. Ada beberapa kerugian jika seseorang bersikap pelit.
a. Ia pasti akan dibenci dan dimusuhi tetangganya.
b. Kalau membutuhkan bantuan ia tidak akan ditanggapi oleh tetangganya.
c. Tuhan membenci hamba-Nya yang pelit.
Bab III. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan:
- Etika Guru Terhadap Dirinya Sendiri: a) Ikhlas dalam mengajar , b) Guru harus berwibawa, c) Guru harus memiliki kesiapan alami (fitrah) untuk menjalani profesi mengajar, d) Berusaha untuk selalu bersyukur, e) Berusaha untuk mengolah rasa kecewa, f) Berusaha menyikapi perubahan secara positif, g) Mengatur rezeki yang diterima dengan baik, h) Menghindari hutang atau kredit, i) Berusaha untuk tidak egois.
- Etika Guru Terhadap Rekan Sejawatnya: a) Memahami arti pentingnya kerjasama, b) Memiliki rasa toleransi, c) Tidak mudah iri hati, d) Suka berdiskusi dan musyawarah, serta e) Mampu melihat kelebihan teman.
- Etika Guru Terhadap Peserta Didik: Ikhlas dalam mengamalkan ilmunya, bertindak sebagai orang tua yang penuh kasih sayang kepada anaknya, mampu menggali potensi yang dimiliki para siswa, bersikap terbuka dan demokratis untuk menerima dan menghargai pendapat para siswanya, dapat bekerjasama dengan para siswa dalam memecahkan masalah, dan ia menjadi tipe ideal atau idola bagi siswanya.
- Etika Guru Terhadap Wali Peserta Didik: a) Guru hendaknya selalu mengadakan hubungan timbal balik dengan orangtua/wali siswa, b) Segala kesalahpahaman hendaknya diselesaikan secara musyawarah dan mufakat, c) Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan siswa.
- Etika Guru Terhadap Masyarakat: a) Guru hendaknya selalu berusaha berpartisipasi terhadap lembaga serta organisasi-organisasi di dalam masyarakat, b) Guru hendaknya melayani dan membantu memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat sesuai fungsi dan kemampuannya, c) Guru hendaknya menghormati dan menyesuaikan diri dengan adat kebiasaan masyarakat dengan sikap membangun.DAFTAR PUSTAKA
Basuki dan Ulum, Miftakul. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Ponorogo: Stain Po Press, 2007.
Danim, Sudarwan. Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru. Bandung: Alfabeta, 2013.
Irhim, Soejitno. Menjadi Guru yang Digugu dan Ditiru. Jakarta: Seyma Media, 2006.
Nursaidah, Iyay. “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Penghayatan Guru Dalam Etika Profesi Untuk Mewujudkan Produktivitas Kerja Guru.” Jurnal Pendidikan UNIGA 11, no. 1 (2017): 58–66.
Suprihatiningrum, Jamil. Guru Profesional: Pedoman Kinerja, Kualifikasi, dan Kompetensi Guru. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013.
Zulhimma. “Eksistensi Etika Profesi Keguruan Dalam Dunia Pendidikan.” Logaritma 1, no. 02 (2015).