Daftar isi
Analisis Pendanaan Jangka Pendek dan Jangka Panjang
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dewasa ini pendanaan dalam arti sempit merupakan pembiayaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti bank kepada nasabah. Sedangkan pendanaan dalam arti luas berarti financing atau pembelanjaan yaitu pembelanjaan yaitu pembiayaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan baik dilakukan sendiri maupun oleh orang lain.
Maka untuk memenuhi kebutuhan akan pengeluaran jangka pendek maupun jangka panjang, perusahan membutuhkan dana yang tidak saja dapat dipenuhi oleh kemampuannya dalam menghasilkan laba, tetapi juga dana dari luar perusahaan seiring dengan perkembangan kemajuan usahanya. Dilihat dari jangka waktunya, sumber dana dibedakan menjadi sumber dana jangka pendek dan sumber dana jangka panjang. Sedangkan asal sumber dana dapat dibedakan menjadi sumber dana internal dan sumber dana eksternal.
B. Rumusan Masalah
- Apa pengertian pendanaan jangkat pendek?
- Apa saja tipe-tipe serta jenis-jenis pendanaan jangka pendek?
- Apa pengertian pendanaan jangka panjang?
- Apa saja jenis-jenis pendanaan jangka panjang?
- Bagaimana formulasi penilaian saham dan obligasi?
Bab II. Pembahasan
A. Pendanaan Jangka Pendek
1. Pengertian Pendanaan Jangka Pendek
Pendanaan jangka pendek merupakan utang yang mempunyai jangka waktu satu tahun yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan aktiva lancer sebagai modal kerja perusahaan.
2. Tipe dan Jenis-jenis Pendanaan Jangka Pendek
Dalam jangka pendek bisa dikelompokkan menjadi dua tipe atau jenis, yaitu pendanaan spontan, dan pendanaan tidak spontan. Pendanaan spontan adalah sumber dana yang ikut berubah apabila aktifitas perusahaan berubah. Sedangkan pendanan tidak spontan mengharuskan perusahaan untuk melakukan negoisasi untuk menambah atau mengurangi dana yang dipergunakan oleh perusahaan.
a. Pendanaan spontan
Jenis pendanaan yang berubah secara otomatis dengan berubahnya tingkat kegiatan perusahaan (misal dilihat dari penjualan perusahaan).
1) Contoh pendanaan spontan yang paling banyak digunakan oleh perusahaan adalan hutang dagang. Jika perusahaan selalu memberi barang dagangan secara kreditdengan jangka waktu 3 bulan, dan pembelian selama satu tahun senilai Rp.3.000 juta, maka rata-rata hutang dagang yang dimiliki perusahaan akan sebesar,
Rata-rata hutang dagang =
Rata-rata hutang dagang = Rp.3.000juta / 4
=Rp.750 juta
2) Apabila pembelian yang dilakukan meningkat, misalnya menjadi Rp.3.300 juta maka rata-rata hutang dagang juga akan meningkat menjadi,
Rata-rata hutang dagang = Rp.3.300 juta / 4
= Rp.825 juta
3) Contoh tersebut menunjukkan bahwa peningkatan pembelian sebesar 10% juga akan meningkatkan hutang dagang sebasar 10%. Karena itulah dalam metode peramalan keuangan sering dipergunakan metode presentase penjualan, dan diaplikasikan untuk rekening hutang dagang.
4) Secara umum terdapat tiga tipe hutang dagang, yaitu open account, notes payable, dan trade acceptance.
5) Penjualan secara kredit mungkin akan memberikan persyaratan tertentu, seperti misalnya 2/10 net 30. Ini berarti pembeli bisa memperoleh discount kalau membayar di hari ke 10 (lewat hari tersebut tidak memperoleh discount), dan paling lambat membayar pada hari ke 30.
6) Untuk persyaratan 2/10 net 30 sebenarnya penjual menawarkan tingkat bunga yang cukup menarik. Kalau pembeli tidak memanfaatkan discount tersebut, maka sebenarnya mereka kehilangan kesempatan untuk memperoleh harga 2% lebih murah karena tidak sedia membayar 20 hari lebih cepat (selisih antara hari ke 30 dan ke 10). Dengan demikian maka tingkat bunga efektif yang ditawarkan penjual adalah,
Umumnya karena tujuan pemberian discount adalah untuk mempercepat pembayaran, maka discount yang ditawarkan harus cukup menarik untuk dimanfaatkan.
7) Selain hutang dagang, pendanaan spontan juga bisa berasal dari rekening-rekening yang oleh akuntansi diklasifikasikan sebagai rekening accruals.
b. Pendanaan tidak spontan
Pendanaan tidak spontan yaitu jenis pendanaan yang tidak berubah secara otomatis dengan berubahnya tingkat kegiatan perusahaan (contohnya adalah sumber dana yang diperoleh dengan hutang kepada bank
1) Sumber dana ini menunjukan bahwa perusahaan harus melakukan perjanjian formal untuk memperolehnya. Sumber yang utama adalah kredit modal kerja dan commercial paper. Kredit modal kerja diperoleh dari bank, sedangkan commrcial paper dijual di pasar uang (meskipun pembelihya mungkin juga bank)
2) Kredit modal kerja, diberikan dengan pagu tertentu (misalnya Rp.200 juta). Perusahaan tidak harus mengambil pagu kredit tersebut, tetapi bisa mengambil sesuai dengan keperluannya. Bunga yang dibayar adalah dari kredit yang diambil.
3) Sebelum bank memberikan kredit, bank akan melakukan analisis kredit, yang pada dasarnya untuk mengetahui itikad dan kemampuan debitur (perusahaan) dalam membayar kerdit yang mereka terima. Dala dunia penbankan dikenal istilah 5 C’s of credit, yaitu character (watak dan kejujuran pamimpin perusahaan), capacity (kemampuan manajemen), capital (modal perusahaan), collateral (agunan kredit), condisions (kondisi bisnis).
4) Commercial paper (CP) merupakan sekuritas jangka pendek yang diterbitkan oleh perusahaan, yang menyatakan bahwa tanggal tertentu perusahaan tersebut bersedia membayar sejumlah yang tercantum dalam sekuritas tersebut. Sekuritas ini kemudian dijual dengan discount. Discount efektif yang ditawarkan oleh perusahaan yang menerbitkan commercial paper tersebut biasanya di atas suku bunga deposito tetapi dibawah suku bunga kredit. Untuk meningkatkan bonafiditas commercial paper, beberapa CP “dijamin” oleh bank (dikatakan bahwa bank melakukan endosemen).
5) Kredit usaha kecil, untuk membantu pendanaan usaha kecil pemerintah Indonesia menentukan bahwa 20% kredit yang disalurkan harus dinyatakan dalam bentuk kredit usaha kecil (KUK). Yang menarik adalah bahwa KUK ini bunganya tidak disubsidi oleh pemerintah. Maksimum kredit adalah Rp.200 juta (kemudian ditingkatkan menjadi Rp.250 juta). Kredit bisa dipergunakan untuk investasi maupun modal kerja.
6) Non-cash loan. Perusahaan juga bisa memperoleh dana dalam bentuk jaminan dari bank. Contoh endosemen yang dilakukan oleh bank terhadap CP adalah salah satu bentuk non-cash loan. Dengan endosemen bank CP yang diterbitkan perusahaan laku dijual. Berarti perusahaan memperoleh dana. Kalau kemudian perusahaan tidak bisa melunasi CP tersebut, bank tersebutlah yang akan melunasi. Bank tersebut kemudian menagih ke perusahaan. Apabila perusahaan tetap tidak bisa membayar, non-cash loan ini kemudian diubah menjadi kredit biasa oleh bank (cash loan), lengkap dengan perjanjian kreditnya.[1]
B. Pendanaan Jangka Panjang
1. Pengertian Pendanaan Jangka Panjang
Pendanaan jangka panjang merupakan salah satu jenis pendanaan yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan dalam jangka waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan alternatif jenis pendanaan lainnya dalam memenuhi kebutuhan pembelanjaan perusahaan. Jenis pendanaan jangka panjang yang umum dikenal antara lain : Kredit Investasi, Hipotek (Mortgage), Obligasi, dan Saham.
2. Jenis-jenis Pendanaan Jangka Panjang
a. Kredit Investasi
Jenis pendanaan ini disediakan oleh perbankan, dan masih banyak dimanfaatkan oleh kalangan pengusaha. Kredit investasi adalah merupakan alternatif pendanaan jangka panjang yang umumnya disediakan oleh kalangan perbankan selain kredit modal kerja (pendanaan jangka pendek).
Keputusan perusahaan untuk memanfaatkan kredit investasi ini hendaknya mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini :
1) Kelayakan jenis investasi yang akan dilaksanakan.
2) Pola cashflow dari investasi yang akan dilaksanakan
3) Lamanya jangka waktu kredit
4) Besarnya pengembalian pinjaman setiap periodenya
5) Tingkat suku bunga yang dipersyaratkan
6) Persyaratan mengenai pelunasan kredit sebelum jatuh tempo yang biasanya dalam bentuk penalty.
Contoh : Pada awal 1990, suatu perusahaan menanda tangani perjanjanjian kredit investasi selama lima tahun dari Bank A. Jumlah kredit sebesar Rp. 1.000 Juta, telah diamabil semua. Bunga sebesar 15% per tahun dari saldo kreditnya, dan perusahaan selalu membayar bunga tepat waktunya meskipun pokok pinjamannya belum diangsur satu rupiahpun. Pada awal tahun 1993, perusahaan mendapatkan tawaran kredit dari bank asing dengan bunga hanya 13.5% per tahu. Sewaktu perusahaan menyampaikan niatnya untuk melunasi kredit investasi tersebut. Bank A menyatakan bahwa pelunasan sebelum jangka waktu lima tahun akan dikenakan denda dalam bentuk bunga sebesar 2% per tahun. Karena masih terdapat dua tahun sebelum maturity, perusahaan harus membayar bunga sebesar,
2 x 2% x Rp. 1.000 juta = Rp. 40 juta
Apabila kredit tersebut masih akan diperlukan selama dua tahun lagi, apakah sebaiknya perusahaan beralih ke bank asing dengan membayar denda kepada Bank A, ataukah tetap mengutamakan Bank?
Apabila beralih ke bank asing dan membayar denda, maka denda dan bunga yang dibayar selama 2 tahun akan datang adalah,
Denda Rp. 40 juta
Bunga = 2 x 16% x Rp. 1.000 juta = Rp. 270 juta
Total Rp. 310 juta
Apabila bertahan menggunakan Bank A, bunga yang dibayar adalah,,
Bunga = 2 x 16% x Rp. 1.000 juta = Rp. 320 juta
Karena biaya kalau beralih ke bank asing lebih murah, alternative tersebut sebaiknya dipilih. Dengan demikian dampak bahwa adanya penalty dari Bank A membuat bahwa biaya bunga Bank A lebih besar dari pada yang dicantumkan. Bagi Bank A, pencantuman penalty dilakukan karena dengan pelunasan kredit, Bank A harus berupaya untuk menjual kembali dana tersebut agar dapat menghasilkan penghasilan.[2]
b. Hipotek (Mortgage)
Hipotek adalah merupakan alternatif pendanaan jangka panjang dalam bentuk hutang yang biasanya harus disertai dengan agunan berupa aktiva tidak bergerak (tanah, bangunan). Dalam hal terjadinya likuidasi perusahaan yang mempunyai hutang, maka kewajiban kreditur harus dipenuhi terlebih dahulu dari hasil penjualan aktiva yang dijadikan sebagai agunan tersebut.
c. Saham
Saham merupakan bukti kepemilikan suatu perusahaan. Pemegang saham memperoleh pendapatan dari deviden dan capital gain (selisih antara harga jual dan harga beli). Berbeda dengan obligasi, saham tidak harus dibayarkan apabila perusahaan tidak mempunyai kas. Kalaupun perusahaan mempunyai kas, tetapi perusahaan memerlukan kas tersebut untuk ekspansi, perusahaan juga tidak harus membayarkan deviden.
Ada beberapa keuntungan akan kepemilikan saham bagi pemegang saham yaitu:
1) Adanya hak residu (sisa) atas pendapatan suatu perusahaan. “Sisa” yang dimaksud adalah pendpatan yang tersisa setelah kewajibam membayar bunga, leasing, pajak, dan deviden saham preferen telah terpenuhi. Biasanya perusahaan membayarkan sebagian pendapatan bersih tersebut ke pemegang saham sebagai deviden. Tetapi perusahaan tidak mempunyai kewajiban untuk membayarkan deviden. Pendapatan yang tidak dibayarkan tersebut bisa direinvestasikan ke perusahaan, kemudian menghasilkan keuntungan lebih lanjut, sehingga saham bisa meningkat. Dalam hal ini, pemegang saham memperoleh capital gain.
2) Pemegang saham mempunyai kendali atas perusahaan misalnya dalam pemilihan direktur. Kendali tersebut diwujudkan dalam pemilihan manajemen perusahaan. Pemegang saham mempunyai hak suara, yaitu hak untuk memilih manajer yang akan ditunjuk untuk menjalakan perusahaan.
3) Pemegang saham bisa juga diminta persetujuannya untuk menentukan hal-hal penting lainnya, seperti pemilihan auditor, penambahan saham yang diotorisasi, persetujuan penggabungan usaha (merger).[3]
Saham memiliki dua bentuk, yaitu sahampreferen serta saham biasa dan right.
1) Saham preferen
Merupakan bentuk saham tetapi mempunyai karakteristik obligasi. Pemegang saham preferen memperoleh deviden. Tetapi deviden tersebut seperti bunga yaitu besarnya tetap.[4] Misalnya nilai nominal saham sebesar Rp. 1.000 dengan memberikan deviden rate sebesar 16%, maka pemegang saham preferen akan memperoleh deviden sebesar Rp. 160. Besarnya deviden yang diterima oleh pemegang saham preferen tidak dipengaruhi oleh laba yang diperoleh oleh perusahaan. Sayangnya pembayaran dividen saham preferen tidak dapat dipakai sebagai pengurang pajak. Dengan kata lain, pembayaran deviden saham preferen dilakukan terhadap laba setelah pajak.[5]
2) Saham biasa dan right
Saham menunjukkan bukti kepemilikan, sedangkan obligasi merupakan surat tanda hutang jangka panjang yang diterbitkan oleh perusahaan. Para pemegang saham mempunyai hak untuk memilih direksi perusahaan. Yang umumnya berlaku adalah “one share one vote”. Artinya satu saham memiliki satu suara.
Penerbitan rights (rights issue) saham baru akan dilakukan oleh perusahaan apabila :
1) Perusahaan memerlukan tambahan dana untuk keperluan ekspansi.
2) Perusahaan dapat menerbitkan saham baru dan menawarkan kepada publik umum atau kepada pemegang saham lama
3) Apabila perusahaan menawarkan saham baru ke publik umum, maka perusahaan harus menggunakan jasa lembaga penjamin (yang akan menjamin bahwa penerbitan tersebut akan laku terjual semua) atau menawarkan saham baru dengan harga yang lebih rendah dari harga saham saat ini kepada para pemegang saham lama.
Contoh, Misalkan perusahaan akan menerbitkan saham baru sebanyak 10 juta lembar dan ditawarkan dengan harga Rp. 5.000,- per lembar (dengan demikian akan terkumpul Rp. 50 milyar). Dengan demikian, maka setiap pemilik satu lembar saham lama diberi hak membeli satu lembar saham baru dan kepada mereka diberikan bukti rights sesuai dengan jumlah saham yang mereka miliki. Bagi mereka yang tidak ingin membeli saham baru dapat menjual bukti rights. Penawaran semacam ini disebut sebagai “Penawaran Terbatas”, karena hanya dibatasi kepada para pemegang saham lama.[6]
d. Obligasi
Obligasi adalah sekuritas yang membayarkan sejumlah bunga pada investor, setip periode, hingga akhirnya ditarik oleh perusahaan.[7] Atau obligasi merupakan surat tanda hutang yang dikeluarkan oleh perusahaan dan dijual ke investor, dan umumnya tidak dijamin dengan aktiva tertentu. Oleh karenanya kalau perusahaan bangkrut, pemegang obligasi akan diperlakukan sebagai kreditur umum.
Dalam Obligasi, akan mencantumkan :
1) Nilai pelunasan atau face value
2) Jangka waktu pelunasan
3) Bunga yang dibayarkan (coupon rate)
4) Berapa kali dalam satu tahun bunga tersebut dibayarkan[8]
Tipe obligasi konvensional mempunyai dampak resiko baik bagi pemilik maupun penerbit obligasi. Resiko ini biasanya dikaitkan dengan tingkat suku bunga. Artinya, apabila suku bunga naik maka harga obligasi akan turun (dalam kondisi ini pemilik obligasi akan rugi). Akan tetapi apabila tingkat suku bunga turun, maka harga obligasi akan mengalami kenaikan ( dalam kondisi yang demikian penerbit obligasi akan rugi ).
Dalam rangka untuk mengurangi resiko yang dialami oleh perusahaan penerbit obligasi yang disebabkan karena menurunnya tingkat suku bunga, penerbit obligasi dapat menawarkan :
1) Obligasi dengan suku bunga mengambang (floating rate). Misalnya, suku bunga obligasi ditentukan sebesar sama dengan suku bunga rata-rata deposito jangka waktu 6 bulan pada bank pemerintah ditambah dengan 1,00%.
2) Cara lain yang dapat dilakukan oleh penerbit obligasi untuk mengurangi resiko adalah dengan mencantumkan call price. Call price menunjukkan harga yang akan dibayar oleh penerbit obligasi, pada saat hak untuk membeli kembali obligasi tersebut dilaksanakan oleh penerbit obligasi. Misalkan disebutkan call price sebesar 110. Artinya Penerbit obligasi dapat meminta obligasi yang dimiliki oleh pemodal dengan membayarnya sebesar Rp. 1.100.000,- pada saat harga obligasi di pasar sebesar Rp. 1.100.000,- bagi pemilik obligasi dengan nilai nominal sebesar Rp. 1.000.000,-.
Pada saat obligasi dilunasi oleh penerbit, maka penerbit kemudian akan mengganti dengan obligasi baru dengan coupon rate yang lebih rendah.
Misalkan PT ANNA telah menerbitkan obligasi dengan coupon rate 17% per tahun. Karena menurunnya suku bunga, obligasi yang ekuivalen dapat dijual sesuai dengan nilai nominal dengan coupon rate hanya 14% per tahun. Saat ini obligasi tersebut masih mempunyai usia 9 tahun lagi. Kondisi ini menyebabkan perusahaan ingin memanggil obligasi lama. Apabila call price sebesar 105 dan diperlukan waktu 3 bulan overlap sebelum obligasi baru dipergunakan untuk melunasi obligasi lama. Berapakah keuntungan daripada penggantian obligasi tersebut kalau nilai nominalnya sebesar Rp. 1.000.000,- ?
Pelunasan obligasi lama = 105 x Rp. 1.000.000,- = Rp. 1.050.000,-
Kas masuk obligasi baru = Rp. 1.000.000,-
Selisih Rp. 50.000,-
Bunga selama periode overlap 0,25 x 17% x Rp. 1 juta = Rp. 42.500,-
Kas keluar pada awal periode Rp. 92.500,-
Penghematan pembayaran bunga
(17% -14% ) x Rp. 1.000.000,- = Rp. 30.000,-
Dengan menggunakan tingkat bunga 14%, maka Present Value (PV) penghematan selama 9 tahun sebesar Rp. 148.380,-
Dengan demikian keuntungan bagi penerbit obligasi sebesar = Rp. 148.380,- – Rp. 92.500,- = Rp. 55.880,-
Untuk melunasi obligasi, perusahaan sering menyisihkan dana khusus yang sering disebut sebagai “Sinking Fund“, dimana dana tersebut biasanya ditempatkan pada bank setelah mencapai usia tertentu.[9]
Ada obligasi yang tidak dijamin dengan aktiva tertentu (unsecured bonds) juga disebut sebagai debiture.
Ada juga obligasi yang hanya membayarkan bunga apabila perusahaan memperoleh keuntungan. Obligasi ini disebut dengan income bonds. Variasi lainnya adalah zero coupond bonds,
Dalam penerbitan obligasi, perusahaan kadang-kadang menyertakan warrant, yang merupakan hak untuk membeli saham dengan harga tertentu dan digunakan sebagai semacam penarik minat agar orang mau membeli obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan.
Contoh : Misalkan Perusahaan Mandiri mau menerbitkan obligasi dengan nilai nominal sebesar Rp. 1.000.000,- dengan coupon rate sebesar 13% dan jangka waktu 5 tahun, dimana obligasi tersebut ditawarkan sebesar nilai nominalnya. Andaikan saat ini coupon rate
yang umum berlaku untuk obligasi yang ekuivalen dengan obligasi yang mau ditawarkan sebesar 15%. Perusahaan Mandiri dalam menawarkan obligasi ini disertai dengan warrant, yang menyatakan bahwa pembeli obligasi ini berhak membeli 100 lembar saham biasa dengan harga Rp. 8.000,- per lembar saham pada lima tahun yang akan datang, dimana harga saham saat ini sebesar Rp. 6.000,-. Apabila para pemodal memperkirakan bahwa lima tahun yang akan datang harga saham perusahaan Mandiri sebesar Rp. 11.000,-, maka warrant tersebut akan cukup menarik investor untuk membeli obligasi yang ditawarkan oleh Perusahaan Mandiri. Mengapa demikian ?
Jawabannya cukup sederhana, karena dengan harga saham sebesar Rp. 11.000,- maka investor akan memperoleh keuntungan sebesar Rp. 3.000,- per lembar saham. Dengan demikian total keuntungan yang didapatkan dari warrant dalam bentuk saham ini menjadi = 100 x Rp. 3.000,- = Rp. 300.000,-
Pola arus kas yang diharapkan oleh investor dengan membeli obligasi tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi perhitungan berikut ini.
Tahun Arus Kas
0 (1.000.000 )
1 130.000
2 130.000
3 130.000
4 130.000
5 130.000
1.000.000
300.000
Dengan menggunakan formulasi berikut, maka tingkat keuntungan yang diharapkan dari obligasi dengan warrant tersebut adalah:
Dari perhitungan diatas akan diperoleh nilai i sebesar 17,25%
Dari contoh ilustrasi diatas, dapat disimpulkan bahwa apabila harga saham di bawah Rp. 11.000,- maka tingkat keuntungan akan lebih kecil dari 17,25% dan apabila harga saham lebih besar dari Rp. 11.000,- maka tingkat keuntungan akan lebih besar dari 17,25%. Dalam hal ini para pemegang saham akan menerima keuntungan minimal sebesar 13% ( sebesar coupon rate-nya ).
Apabila kita mau menaksir nilai warrant dengan menggunakan konsep teori opsi dari Black and Scholes, maka akan diperoleh nilai seperti nampak dalam ilustrasi perhitungan berikut ini. Diasumsikan bahwa deviasi standar perubahan harga (a) saham sebesar 0,20 dan tingkat bunga bebas resiko sebesar 10% per tahun.
C. Formulasi Penilaian Saham dan Obligasi
1. Saham
a. Menilai Saham Biasa Dengan Pertumbuhan Konstan
Model pertumbuhan konstan dapat diterapkan kepada perusahaan-perusahaan yang mapan dengan sejarah pertumbuhan yang stabil. Pertumbuhan dividen dikebanyak perusahaan yang sudah mapan umumnya dihrapkan akan terus berlanjut dimasa depan pada tingkat yang kurang lebih sama dengan nilai produk domestik bruto. Atas dasar ini dividen yang diharapkan dari suatu perusahaan normalnya akan tumbuh dengan tingkat 5 – 8 % setahun.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk model dengan pertumbuhan konstan adalah:
1) Dividen diharapkan akan tumbuh selamanya dengan tingkat yang konstan
2) Harga saham diharapkan akan tumbuh dengan tingkat yang sama
3) Imbal hasil dividen yang diharapkan adalah konstan
4) Imbal hasil keuntungan modal yang diharapkan konstan dan nilainya sama dengan “g”
Nilai saham:
Po = D1 / (1+Ks)1 + D2 / (1+ Ks)2 + …
Dimana:
1) Po = harga pasar
2) D1 = dividen yang diharapkan pada akhir tahun pertama
3) Ks = Tingkat pengembalian yang diminta
Po = D1 / (Ks – g)
Dimana:
1) g = tingkat pertumbuhan (growth rate) yang diharapkan dari dividen.
2) Syarat untuk formula di atas adalah Ks > g
Contoh:
Perusahan PT “MMM” membayar dividen Rp 700, tingkat pengembalian saham yang diminta adalah Ks = 15% dan investor berharap dimasa depan dividen akan tumbuh secara konstan sebesar 8%. Maka nilai saham untuk pertumbuhan konstan adalah:
Po = D1 / (Ks – g)
Po = 700 / (0,15 – 0,08) = 10000
b. Menilai Saham Biasa Dengan Pertumbuhan Nonkonstan
Pertumbuhan nonkonstan adalah suatu bagian dari siklus hidup perusahaan di mana perusahaan tumbuh jauh lebih cepat daripada perekonomian secara keseluruhan. Kita asumsikan bahwa dividen akan tumbuh dengan tingkat pertumbuhan yang tidak konstan selama N periode, N sering disebut tanggal akhir atau tanggal horizon.
Formula nilai akhir atau nilai horizon:
PN = (DN + 1) / (Ks – g)
Nilai saham biasa dengan pertumbuhan nonkonstan:
Po = D1/(1+Ks)1 + D2/(1+Ks)2 + … + DN/(1+Ks)N + PN/(1+Ks)N
c. Menilai Saham Preferen
Saham preferen memberikan hak kepada pemiliknya untuk mendapatkan pembayaran dividen secara rutin dan dalam jumlah tetap.
Formula nilai saham preferen :
VP = DP / KP
Dimana:
1) VP = nilai saham preferen
2) DP = dividen preferen
3) KP = Tingkat pengembalian yang diminta
Contoh:
Perusahaan PT “MMM” memiliki saham preferen beredar yang membayarkan dividen sebesar Rp 1000 per tahun. Jika tingkat pengembalian yang diminta dari saham preferen adalah 10 %, maka nilai dari saham preferen tersebut adalah:
VP = DP/KP
VP = 1000/0,1 = 10000[10]
2. Penentuan Nilai Obligasi
Tingkat bunga obligasi dinyatakan secara pasti dan tercantum dalam perjanjian obligasi maupun dalam sertifikat obligasi. Tingkat bunga ini disebut tarif bunga kontrak. Meskipun bunga biasanya dibayar secara tengah tahunan (setiap 6 bulan), namun persentase bunga dinyatakan dalam persentase satu tahun. Untuk menghitung beban bunga per tahun, tarif bunga tersebut dikalikan dengan nilai nominal obligasi.
Pada umumnya perusahaan penerbit obligasi akan menwarkan tingkat bunga kontrak sebesar tingkat bunga pasar yang diperkirakan berlaku pada tanggal penerbitan obligasi. Apabila taksiran perusahaan sesuai dengan kenyataan dan tigkat bunga kontrak sama degan tingkat bunga pasar pada tanggal obligasi diteribitkan, maka obligasi itu dapat dijual sebesar nilai pari (sebesar nilai nominalnya). Namun dalam prakti, tingkat bunga kontrak serigkali tidak sesuai degan tingkat bunga pasar. Akibatnya, obligasi sering dijual dnegan harga yang lebih tinggi dari nilai nominal atau bisa juga dijual degan harga di bawah nilai nominal, sehingga timbul apa yang disebut diskonto obligasi dan premi obligasi. [11]
Mengingat jumlah jumlah pembayaran bunga obligasi dilakukan secara terus menerus dalam suatu interval yang teratur serta jumlahnya sama dari satu periode ke periode lainnya, maka akan lebih mudah menghitung nilai sekarang dari pola penerimaan bunga tersebut dengan menggunakan tabel present value untuk suatu anuitet (PVIFAi,n). Penentuan nilai sekarang dari nilai nominal obligasi yang akan dibayarkan kembali pada saat jatuh tempo dapat dihitung dengan menggunakan tabel present value interest fatoc (PVIFi,n) berdasarkan tingkat bunga yang berlaku di pasar. Dengan menjumlahkan present value tingkat bunga yang berbentuk anuitet dengan present value dari nilai nominal obligasi pada saat jatuh tempo, maka akan dapat diketuahui present value dari suatu obligasi.
Oleh karena pada umumnya pembayaran bunga untuk obligasi dilakukan per 6 bulan, maka untuk perhitungan anuitet bunga obligasi sama seperti cara menghitung present value Rp. 1,00 yang pembayaran bunganya dilakukan per 6 bulan (compounded semianually) dan jumlah periode penerimaan bunga adalah (m X n) = 2 kali dalam setahun masing-masing sebesar 0,5 dari tingkat bunga yang ditetapkan, ( ).
contoh :
Tuan Nobon bermaksud untuk membeli obligasi PT “ABC” dengan nilai nominal Rp 10.000,00, bunga (coupon rate) 10% yang dibayarkan per 6 bulan, dan jangka waktu obligasi adalah 20 tahun. Tingkat bunga yang berlaku untuk obligasi yang sejenis dengan obligasi PT “ABC” adalah 8%. Tuan Nobon ingin mengetahui berapa jumlah maksimum yang harus dibayarnya untuk obligasi tersebut?
Untuk menjawab pertanyaa tersebut, maka tingkat bunga atau discount rate yang digunakan untuk menghitung present value dari obligas tersebut adalah sebesar 4% (tingkat bunga yang berlaku dipasaran dibagi dua, karena periode pembayaran adalah dua kali dalam setahun). Seperti dalam contoh sebelumnya, maka jumlah bunga yang diterima dalam setiap periode pembayaran (6 bulan) adalah sebesar Rp. 500,00 (0,5 X (10% X Rp. 10.000,00), dan jangka waktu atau periode pembayaran, n, adalah 40 (20 X 20). Perhitungan present balue obligasi dilakukan sebagai berikut :
Present value bunga obligasi =
PAn = A (PVIFAi,n)
= Rp 500,00 (PVIFA5%,40)
= Rp 500,00 X 17,159
= Rp 8.577,50
Present value nilai nominal obligasi =
P =
=
= = Rp. 1.420,45
Dari kedua hasil perhitungan present value tersebut maka dengan mudah dapat diketahui nilai sekarang dari obligasi yang dibeli oleh tuan Gafur yaitu dengan jalan menambahkan present value dari keseluruhan bunga yang diterima dengan present value dari nilai nominal obligasi pada ,n, ke-40:
Present value keseluruhan penerimaan bunga = Rp 8.57750
Present value nilai nominal obligasi = Rp 1.450,45
Present value obligasi = Rp 9.997,95
Present value dari obligasi tersebut seharusnya Rp 10.000,00, tetapi karena ada pembulatan dalam nilai tabel yang digunakan maka terdapat selisih sebesar Rp 2,05. Apabila tingkat bunga umum sama dengan tingkat bunga obligasi (coupon rate) maka present value obligasi adalah sebesar nilai nominalnya. Sedangkan penjualan obligasi pada tingkat bunga yang lebih besar ataupun lebih kecil dari coupun rate obligasi akan menyebabkan present value obligasi lebih rendah atau lebih tinggi dari nilai nominalnya. Keadaan seperti ini akan menyebabkan timbulnya discount atau premium yang harus diamortisasi sepanjang umur obligasi, sehingga pada saat jatuh tempo, obligasi tersebut akan mempunyai nilai yang sama dengan nilai nominalnya.[12]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas, penulis dapat menyimpulkan beberapa poin sebagai berikut:
1. Pendanaan jangka pendek merupakan utang yang mempunyai jangka waktu satu tahun yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan aktiva lancer sebagai modal kerja perusahaan.
2. Tipe-tipe pendanaan jangka pendek ada dua, yaitu: Pendanaan spontan dan pendanaan tidak spontan
3. Jenis-jenis pendanaan jangka pendek yaitu: Hutang ddagang, rekening accruals,commercial paper (CP), pinjaman hutang (kredit), menjamin barang dagang.
4. Pendanaan jangka panjang merupakan salah satu jenis pendanaan yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan dalam jangka waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan alternatif jenis pendanaan lainnya dalam memenuhi kebutuhan pembelanjaan perusahaan.
5. Jenis-jenis pendanaan jangka panjang, yaitu: Kredit investasi, hipotek, saham dan obligasi
6. Saham : Formula yang dapat digunakan untuk menentukan apakah telah terjadi penjualan atau pembelian kembali saham-saham perusahaan.
Stock = SEt – SEt-l – REt + REt-l
7. Obligasi : pada umumnya pembayaran bunga untuk obligasi dilakukan per 6 bulan, maka untuk perhitungan anuitet bunga obligasi sama seperti cara menghitung present value Rp. 1,00 yang pembayaran bunganya dilakukan per 6 bulan (compounded semianually) dan jumlah periode penerimaan bunga adalah (m X n) = 2 kali dalam setahun masing-masing sebesar 0,5 dari tingkat bunga yang ditetapkan, ( ).
DAFTAR PUSTAKA
Husnan Suad, Enny Pudjiastuti, Dasar-dasar Manajemen Keuangan, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 1998
Amaroh Siti, Manajemen Keuangan, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus, Kudus, 2008
Van Home James C., John M. Wachowicz, Jr, Prinsip-prinsip manajemen keuuangan, Salemba Empat, Jakarta Selatan, 2012
Jusup Al. Haryono. Dasar-Dasar Akuntansi Jilid 2.Yogyakarta, STIE YKPN. 2001
Syamsuddin Lukman. Manajemen Keuangan Perusahaan. Raja Grafindo. Jakarta Utara, 2011