BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kompetensi dalam konteks global ditandai dengan adanya perkembangan kewirausahaan secara internasional. Dalam hal ini setiap negara, bahkan bangsa saling bersaing dan menonjolkan semua keunggulannya, terutama sumber daya ekonominya dan dapat memberdayakan sumber daya manusianya secara nyata yaitu dengan memiliki keterampilan, kreatif, inovatif dan siap menghadapi segala resiko dengan tujuan mencapai kesuksesan dari segi materi, non materi dan berproses ke arah lebih luas hingga menyangkut bangsa atau negeri seluruh dunia. Nanum apabila suatu negara tidak mampu menonjolkan keunggulannya dianggap tidak dapat bersaing dan memenangkan persaingan dalam dunia wirausaha .
Di Indonesia sendiri, kebijakan pemerintah tentang pemgembangan kewirausahaan sudah ada sejak tahun 1995 dan berkembang hingga saat ini. Awalnya kebijakan ini menginstruksikan kepada seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia untuk mengembangkan program-program kewirausahaan dalam berbagai aspek. Melalui gerakan ini diharapkan kewirausahaan dapat menjadi bagian etos kerja masyarakat dan bangsa Indonesia, yang pada akhirnya melahirkan wirausaha-wirausaha baru yang handal, yang dapat melihat peluang dan mengeluarkan ide-ide inovatif , tangguh dan mandiri.
Oleh karena itu, dalam perguruan tinggi dan semua fakultas yang ada di Indonesia telah difasilitasi oleh Dikti sejak tahun 1995 dengan adanya program pengembangan kewirausahaan yang menawarkan berbagai kegiatan yaitu kuliah Kewirausahaan. Kurikulum pendidikan kewirausahaan umumnya berisi materi dan aktivitas yang berhubungan dengan membangun sikap mental kewirausahaan, melatih keterampilan berkomunikasi, membangun jejaring dan menyusun rencana bisnis yang berorientasi pada keuntungan. Jadi tidaklah mengherankan ketika suatu perguruan tinggi mewajibkan mata kuliah kewirausahaan bagi seluruh mahasiswanya.
Untuk mendukung hal itu, Universitas Negeri Makassar telah menjalankan berbagai program kewirausahaan, baik dalam bentuk perkuliahan, seminar, dan pelatihan, maupun dalam bentuk pendampingan dan inkubasi bagi alumni dan mahasiswa wirausaha. Hal ini merupakan implementasi dari visi Universitas Negeri Makassar (UNM), yaitu “Sebagai Pusat Pendidikan, Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan, Sains, Teknologi, dan Seni, yang berwawasan Pendidikan dan Kewirausahaan”.
Dalam bentuk perkuliahan, UNM telah memberikan kuliah kewirausahaan di sebagian besar program studi, hanya saja metode dan tujuan `pembelajaran yang digunakan masih bervariasi. Seperti halnya di Fakultas Ilmu Pendidikan, ada 7 program studi seperti Teknologi Pendidikan, Pendidikan Luar Sekolah, Administrasi Pendidikan, Bimbingan dan Konseling, Pendidikan Luar Biasa, PGSD dan PAUD. Namun ada satu program studi yang tidak mendapat mata kuliah kewirausahaan, yakni program studi Bimbingan dan Konseling. Tapi pada tahun 2018 ini, program studi ini sudah memberlakukan perkuliahan kewirausahaan yang dimulai oleh Mahasiswa Baru angkatan 2018.
Sebagai tindak lanjut dari persoalan itu, sehingga sangat diperlukan analisis kebutuhan (need analysis) terhadap perkuliahan kewirausahaan yang sesuai dengan kebutuhan dan bahkan minat mahasiswa. Dengan hal ini, sangat diharapkan hasil dari perkuliahan kewirausahaan ini dapat diterapkan dan dikembangkan melalui strategi, langkah, prinsip pengembangan kewirausahaan dan pemasaran jasa pendidikan secara efektif dan produktif digunakan dalam dunia kerja yang akan mereka tekuni. Berdasarkan alasan tersebut, maka sangat penting diadakan analisis kebutuhan (need analysis) terhadap perkuliahan kewirausahaan pada Fakultas Ilmu Pendidikan.
Penelitian ini memfokuskan pada masalah kebutuhan para mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan terhadap perkuliahan kewirausahaan. Berdasarkan hal itu masalah yang akan dibahas adalah;
· Bagaimana kebutuhan terhadap perkuliahan kewirausahaan di Fakultas Ilmu Pendidikan ?
· Bagaimana peranan perkuliahan kewirausahaan di Fakultas Ilmu Pendidikan pada dunia kerja ?
Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk;
· Menemukan kebutuhan para mahasiswa terhadap perkuliahan kewirausahaan di Fakultas Ilmu Pendidikan.
· Mendeskripsikan pentingnya peranan perkuliahan kewirausahaan di Fakultas Ilmu Pendidikan pada dunia kerja.
· Hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi para mahasiswa, dosen mata kuliah kewirausahaan dan pelaku usaha.
· Bagi para mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mereka untuk berpikir kreatif, inovativ, dan mampu mengahadapi tantangan dunia kerja dimasa yang akan datang. Dengan demikian para mahasiswa akan menjadi lulusan dengan jiwa kewirausahaan yang handal dan siap bekerja agar setelah berbekal ilmu pengetahuan mereka dapat mengembangkannya dalam bentuk usaha.
· Bagi pihak dosen atau pengajar mata kuliah kewirausahaan, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk standardisasi pengembangan kurikulum kewirausahaan terapan dalam bentuk materi atau bahan ajar kuliah kewirausahaan.
· Bagi pihak pelaku usaha, hasil penelitian ini dapat menciptakan usaha kecil inovatif dari pikiran kreatif para mahasiswa yang memiliki daya saing tinggi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Kewirausahaan
2.1.1 Makna dan Hakikat Kewirausahaan
Makna dari kewirausahaan yaitu kemauan dan kemampuan dari seseorang menghadapi berbagai resiko dalam melakukan inisiatif untuk menciptakan dan melakukan hal-hal baru dengan memanfaatkan sumber daya dengan tujuan memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh konsumen dan memperoleh keuntungan sebagai timbal baliknya. Esensi kewirausahaan menciptakan nilai tambah di pasar melalui beberapa proses dengan berbagai macam cara agar dapat bersaing di pasaran.
2.1.2 Konsep kewirausahaan
a. Disiplin Ilmu Kewirausahaan
Dalam disiplin ilmu kewirausahaan, kita akan mempelajari tentang nilai, kemampuan (ability), dan perilaku seseorang untuk memperoleh peluang dari berbagai resiko yang dihadapinya. Kewirausahaan juga merupakan disiplin ilmu yang memiliki kemampuan untuk memiliki sesuatu yang
b. Objek Studi Kewirausahaan
Selain menjadi disiplin ilmu kewirausahaan, kewirausahaan juga berperan sebagai objek studi kewirausahaan yang dimana nilai-nilai dan kemampuan seseorang yang mewujudkan dalam suatu bentuk perilaku. Menurut Soeparman Soehamidjaja, kemampuan seseorang menjadi objek kewirausahaan meliputi:
1. Kemampuan merumuskan tujuan hidup atau usaha.
2. Kemampuan memotivasi diri
3. Kemampuan untuk berinisiatif
4. Kemampuan berinovasi
5. Kemampuan membentuk modal uang atau barang modal
6. Kemampuan untuk mengatur waktu
7. Kemampuan mental yang dilandasi dengan agama
8. Kemampuan mengambil hikmah dari pengalaman.
c. Kewirausahaan Eksistensial
Pada kewirausahaan eksistensial memfokuskan pemahaman kewirauahaan yang berorientasi pada aktualisasi jati diri sebagai pembelajar kewirausahaan. Kata “eksistensial” memiliki arti (a) keberadaan manusia atau cara khusus manusia dalam menjalani kehidupannya. (b) makna hidup, (c) perjuangan makna manusia menemukan makna yang konkret dalam hidupnya. Suryana (2005) mendefinisikan bahwa mendefinisikan kewirausahaan eksistensial sebagai alur aktualisasi potensi-potensi diri (bakat, sikap, pengetahuan, keterampilan) untuk menciptakan “dunia esok” lebih baik dari “dunia kini” dengan menghasilkan produk/jasa yang berfungsi meningkatkan kualitas hidup sesama manusia dan menyajikannya pada tingkat harga dan tempat yang terjangkau oleh pemakai (konsumen) yang membutuhkan serta mengendalikan konsekuensi penerimaan yang wajar bagi dirinya dan para stakeholders dan mengendalikan dampak ke arah positif bagi komunitas lokal, komunitas bisnis, dan lingkungan global dengan menjadikan entitas bisnisnya sebagai simpul komunitas stakeholders.
Dengan definisi tersebut, kewirausahaan eksistensial dilandasi dengan beberapa asas berikut:
a. Asas fungsi kekhalifahan manusia. Tuhan telah mendelegasikan wewenang pengelolaan bumi kepada manusia untuk menciptakan nilai tambah bagi keseluruhan penghuninya, serta telah melengkapi setiap manusia dengan potensi fitrahnya masingmasing.
b. Asas nilai terpadu. Produk yang diciptakan wirausaha merupakan perwujudan dan pembawa nilai kebajikan, yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dan peningkatan kualitas kehidupan sesama manusia.
c. Asas efektivitas pelayanan. Wirausaha menciptakan sistem penyampaian produk serta jasa-jasa pendukungnya hingga pengguna dapat menjangkaunya dan memanfaatkan secara efektif.
d. Asas profitabilitas yang adil. Profit merupakan syarat dan indikator keberhasilan usaha.
e. Asas sustainabilitas. Wirausaha mengendalikan dampak lingkungan dari usahanya agar tidak rusak (negatif), bahkan berusaha menciptakan dampak positif.
f. Asas bisnis sebagai simpul komunitas. Wirausaha tidak membatasi kiprahnya hanya pada transaksi-transaki bisnis tetapi juga berlanjut dengan merajut komunitas internal ataupun komunitas eksternal.
2.2 Pentingnya Minat Berwirausaha
2.2.1 Wirausaha sebagai potensi pembangunan
Semakin maju suatu negara dan semakin banyak orang yang terdidik, dunia wirausaha semakin dirasakan penting. Hal ini karena pembangunan akan lebih mantap jika ditunjang oleh wirausahawan yang andal. Wirausaha merupakan potensi pembangunan, baik dalam jumlah maupun dalam mutu wirausaha tersebut. Saat ini, kita menghadapi kenyataan bahwa jumlah wirausahawan Indonesia masih sedikit dan mutunya belum sepenuhnya baik, sehingga persoalan pembangunan wirausaha Indonesia merupakan persoalan mendesak bagi suksesnya pembangunan.
Adapun manfaat wirausaha secara lebih terperinci, antara lain: (1) menambah daya tampung tenaga kerja, sehingga dapat mengurangi pengangguran; (2) sebagai generator pembangunan lingkungan, bidang produksi, distribusi, pemeliharaan lingkungan, kesejahteraan, dan sebagainya; (3) menjadi contoh bagi anggota masyarakat lain, sebagai pribadi unggul yang patut dicontoh dan diteladani karena seorang wirausaha adalah orang terpuji, jujur, berani, hidup tidak merugikan orang lain; (4) menghormati hukum dan peraturan yang berlaku, berusaha selalu mem-perjuangkan lingkungan; (5) memberi bantuan kepada orang lain dan pembangunan sosial, sesuai dengan kemampuannya; (6) mendidik karyawannya menjadi orang mandiri, disiplin, jujur, tekun dalam menghadapi pekerjaan; (7) memberi contoh tentang cara bekerja keras, tanpa melupakan perintah-perintah agama, dekat kepada Allah SWT; (8) hidup secara efisien, tidak berfoya-foya, dan tidak boros; (9) memelihara keserasian lingkungan, baik dalam pergaulan maupun kebersihan lingkungan.
2.2.2 Kebutuhan akan kewirausahan
PBB menyatakan bahwa suatu negara akan mampu membangun apabila 2% dari jumlah penduduknya bergerak dalam bidang wirausaha. Dengan demikian, jika negara kita berpenduduk 200 juta jiwa, wirausahawannya lebih kurang sebanyak 4 jutaKatakanlah jika kita hitung semua wirausahawan Indonesia mulai dari pedagang kecil sampai perusahaan besar mencapai 3 juta, tentu bagian terbesarnya adalah kelompok kecil yang belum terjamin mutunya dan belum terjamin kelangsungan hidupnya (kontinuitasnya).
2.3 Karakteristik dan Etika Profesional Wirausahawan
2.3.1 Karakteristik Wirausahan
Nilai-nilai etika tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang, tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan dari kelompok paling kecil, yaitu keluarga hingga suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama. Karakteristik kewirausahaan yang berhasil dapat dilihat dari indikator berikut:
a) Proaktif, yaitu selalu ada inisiatif dan assertiveness.
b) Berorientasi pada prestasi, yang tercermin dalam ees and acts terhadap peluang, orientasi efisiensi, mengutamakan kualitas pekerjaan dan mengutamakan monitoring.
c) Komitmen terhadap perusahaan lain, misalnya dalam mengadakan kontrak kerja dan mengenal baik hubungan bisnis.
2 .3.2 Etika Wirausaha
Etika kewirausahaan dalam konteks bisnis adalah kode etik perilaku pengusaha berdasarkan nilai-nilai moral dan norma yang dijadikan tuntunan dalam berusaha dan memecahkan persoalan yang dihadapi dalam suatu perusahaan
Fungsi etika dalam kewirausahaan:
Devin (2010) menempatkan fungsi etika pada tiga kelompok, yaitu:
A. Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai moralitas yang membingungkan;
B. Etika ingin menampilkan keterampilan intelektual, yaitu keterampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis;
C. Orientasi etis diperlukan dalam mengambil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme.
Menurut pengertiannya, etika dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Etika sebagai praktis: nilai-nilai dan norma-norma moral (tindakan yang dilakukan sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral);
b. Etika sebagai refleksi: pemikiran moral. Berpikir tentang hal-hal yang dilakukan, khususnya tentang tindakan yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan (dalam hal ini menyoroti dan menilai baikburuknya perilaku seseorang).
Pengertian etika bisnis dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Secara makro: etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem ekonomi secara keseluruhan
b. Secara meso: etika etika bisnis mempelajari masalah-masalah etis dibidang organisasi.
c. Secara mikro: etika bisnis difokuskan pada hubungan individu dengan bisnis
2.3.3 Wirausaha Profesional
Gilley dan Eggland (1989) mendefinisikan profesi sebagai bidang usaha manusia berdasarkan pengetahuan, yaitu keahlian dan pengalaman pelakunya diperlukan oleh masyarakat. Proses profesional adalah proses evolusi yang menggunakan pendekatan organisasi dan sistemastis untuk mengembangkan profesi ke arah status professional (peningkatan status). Secara teoretis, menurut Gilley dan Eggland (1989), pengertian profesional dapat didekati dengan empat prespektif pendekatan, yaitu sebagai berikut:
a. Orientasi Filosofi
Ada 3 pendekatan dalam orientasi filosofi. Pertama, lambang keprofesionalan adalah adanya sertifikat, lisensi, dan akreditasi. Kedua, yang digunakan untuk tingkat keprofesionalan adalah pendekatan setiap individu, yaitu pengembangan sikap individual,kebebasan personal, pelayanan umum, dan aturan yang bersifat pribadi. Ketiga, elektrik yaitu pendekatan yang menggunakan prosedur,teknik, metode, dan konsep dari berbagai sumber, sistem, dan pemikiran akademis.
b. Orientasi Perkembangan
Orientasi perkembangan menekankan enam langkah pengembangan profesionalisasi, yaitu:
· Dimulai dari adanya asosiasi informal individu yang memiliki minat terhadap profesi;
· Identifikasi dan adopsi pengetahuan tertentu;
· Para praktisi terorganisasi secara formal pada suatu lembaga;
· Penyepakatan adanya persyaratan profesi berdasarkan pengalaman atau kualifikasi tertentu;
· Penentuan kode etik;
· Revisi persyaratan berdasarkan kualifikasi tertentu (termasuk syarat akademis) dan pengalaman di lapangan
c. Orientasi Karakteristik
Profesionalisasi juga dapat ditinjau dari karakteristik profesi/pekerjaan. Ada delapan karakteristik pengembangan profesionalisasi, antara satu dan lainnya saling berkaitan, yaitu:
§ Kode etik;
§ Pengetahuan yang terorganisasi;
§ Keahlian dan kompetensi yang bersifat khusus;
§ Tingkat pendidikan minimal yang dipersyaratkan
§ Sertifikat keahlian;
§ Proses tertentu sebelum memangku profesi untuk dapat memangku tugas dan tanggung jawab.
§ Kesempatan untuk penyebarluasan dan pertukaran ide diantara anggota profesi
§ Adanya tindakan disiplin dan batasan tertentu jika terjai malpraktik dari anggota profesi.
d. Orientasi Non-tradisional
Perspektif pendekatan keempat, yaitu perspektif nontradisional menyatakan bahwa seseorang dengan bidang ilmu tertentu diharapkan mampu melihat dan merumuskan karakteristik yang unik dan kebutuhan dari sebuah profesi. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi elemen-elemen penting untuk sebuah profesi, termasuk pentingnya sertifikasi profesional dan perlunya standardisasi profesi untuk menguji kelayakan dengan kebutuhan lapangan.
2.4 Kiat-Kiat Keberhasilan Berwirausaha
2.4.1 Kiat-kiat keberhasilan berwirauaha
Ada sepuluh kunci sukses menjalani usaha, yaitu sebagai berikut:
a. Pusatkan diri pada hasil yang diinginkan. Prinsip ini merupakan prinsip yang paling penting. Kita tidak ingin gagal dalam berwirausaha, kekurangan pelanggan, atau hasil kerja yang tidak memuaskan.
b. Atasi frustrasi. Banyak wirausahawan kecil yang memulai usahanya dengan harapan dapat mengangkat taraf hidupnya. Akan tetapi, hal itu dapat pula menyebabkan masalah. Kuncinya adalah hadapi semua masalah dan cari solusinya daripada menganggapnya sebagai tantangan atau ajakan untuk tumbuh.
c. Atasi kebosanan. Hadapilah rasa bosan dengan positif. Sebagian besar wirausahawan memiliki sifat visioner yang secara konstan muncul dengan gagasan yang brilian dan orang yang memiliki kemampuan yang luar biasa untuk berpikir kreatif.
d. Setiap mengambil keputusan, ingatlah selalu, “Bagaimana keputusan itu memberi nilai tambah bagi kehidupan atau usaha kita?” Nilai tambah merupakan bahan dasar yang dapat memberikan kesuksesan keuangan dan memastikan bahwa usaha yang kita jalankan menawarkan sesuatu yang setiap orang mencarinya.
e. Buatlah setiap keputusan berwirausaha dengan didasari pertanyaan, “Bagaimana hal ini akan memberi nilai tambah kepada pelanggan wirausaha atau pada kehidupan kita?” Ciptakan identitas usaha berdasarkan hasil akhir yang kita tetapkan daripada berdasarkan kondisi kita saat ini. Tidak jarang kita menetapkan tujuan yang tinggi. Akan tetapi, tidak jarang menemui kesulitan memahami cara mencapainya
f. Jauhkan pikiran sempit seperti takut ditolak, penghargaan diri yang rendah,dan sebagainya.
g. kembangkan pikiran yang memberdayakan diri kita.
2.4.2 Kiat-Kiat Pengusaha Sukses
Sebelum belajar untuk menjadi pengusaha sukses, perlu diketahui bahwa cara cepat menjadi pengusaha sukses belum tentu dapat diterapkan oleh semua orang, tetapi sukses secara perlahan-lahan, dapat ditempuh ketika wirausahawan memiliki keinginan yang kuat.
Berikut adalah berbagai inspirasi untuk menjadi pengusaha sukses;
1. Awali dengan impian dan imajinasi
2. Semangat dan kegigihan
3. Mempunyai dasar-dasar bisnis
4. Berani megambil resiko
5. Kerja keras
6. Belajar dari pengalaman orang lain
7. Bersedia menerima kritikan dan nasihat orang lain
8. Menjalin kerjasama dengan orang lain
9. Berani menghadapi kegagalan
10. Tidak suka menunda
2.4.3 Kiat-Kiat Sukses Berbisnis bagi Pemula
a. Batasan menjadi pengusaha sukses
Kiat-kiat yang akan mengantarkan para pebisnis muda meraih kesuksesan adaah sebagai berikut:
1. Mantapkan dan bangunlah niat yang kukuh untuk menjadi seorang pebisnis.
2. Sebelum memulai sesuatu, pastikan bahwa niat Anda telah sempurna.
Niat dan kemauan yang sungguh-sungguh bukan perkara pekerjaan yang akan dituai keberhasilannya dalam hitungan hari. Hal yang paling penting sebagai pebisnis adalah terus mengupayakan hal-hal terbaik bagi perusahaan serta meyakini bahwa suatu hari Anda akan menjadi orangorang
yang sukses.
b. Memulai usaha bisnis dengan modal kecil
Para pemula umumnya belum berpengalaman maka mulailah dengan model bisnis dengan skala kecil, baik dari segi pengelolaan maupun dana atau modal. Bisnis dan modal kecil lebih mudah dikelola oleh para pemula sebagai proses pembelajaran. Banyak usaha kecil dan modal kecil yang bisa ditekuni oleh seorang pebisnis mula, di antaranya adalah jualan pulsa, jasa kecil-kecilan, jual makanan ringan, dan sebagainya. Usaha seperti ini umumnya hanya membutuhkan modal kecil, sehingga Anda diharapkan mampu mencari modal secara mandiri.
c. Memulai bisnis dengan orang lain
Berbisnis dengan orang lain bisa memiliki dua arti. Pertama, menjalankan usaha patungan bersama rekan yang dapat dipercaya. Selanjutnya, pengelolaan dan modal ditanggung oleh kedua belah pihak. Dengan bersama orang lain, semakin banyak ide, modal, tenaga dalam mengerjakan usaha bisnis, berbeda jika Anda harus mengerjakannya seorang diri.
d. Membangun motivasi bisnis yang baik dan benar
Motivasi sangat dibutuhkan saat seseorang berada pada masamasa sulit menjalankan usaha bisnis, misalnya sedang mengalami kekurangan modal. Dengan motivasi, seseorang dapat bangkit dan bertahan dalam menjalankan usaha.
2.5 Dinamika Usaha dan Penanggulangannya.
2.5.1 Hakikat usaha
Usaha adalah kegiatan yang dilakukan manusia untuk mendapatkan penghasilan, baik berupa uang maupun barang yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan dan mencapai kemakmuran yang diinginkan. Oleh karena itu, tujuan usaha adalah hasil atau keuntungan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2.5.2 Dinamika dalam usaha
a. Kepailitan
Kata pailit berasal dari bahasa Prancis, yaitu “failite” yang berarti kemacetan pembayaran. Dalam bahasa Belanda digunakan istilah ”failliet” (Hartini, 2007: 5). Pengertian lain tentang pailit diungkapkan oleh Poerwadarminta (Joni, 2007: 1)Menurutnya, pailit artinya bangkrut, dan bangkrut artinya menderita kerugian besar hingga jatuh (perusahaan, toko, dan sebagainya).
Pailit merupakan suatu keadaan yang debiturnya tidak mampu membayar utang-utang para krediturnya. Adapun kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitur pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari (Mhadi Shubhan, 2009: 1).
b. Likuidasi
Likuidasi adalah pembubaran perusahaan dengan cara melakukan penjualan harta perusahaan, penagihan piutang, dan pelunasan utang, serta penjelasan sisa harta atau utang antara para pemilik (Perbankan Indonesia, 1977: 77). Menurut Zainal Asikin dalam bukunya Pokok-pokok Hukum Perbankan di Indonesia, likuidasi adalah tindakan untuk membubarkan suatu perusahaan atau badan hukum. Menurut Sutan Remy Sjahdeini (Zainal Asikin, 1985: 79), likuidasi adalah tindakan pemberesan terhadap harta kekayaan atau aset (aktiva) dan kewajiban (pasiva) suatu perusahaan sebagai tindak lanjut dari bubarnya perusahaan.
c. Tanda-tanda kepalitan
Wiratmo Masyur (2001: 88) menjelaskan beberapa peringatan dini yang merupakan tanda-tanda kepailitan adalah sebagai berikut:
· Kelalaian dalam manajemen keuangan, sehingga tidak seorang pun yang dapat menjelaskan pengeluaran uang.
· Direktur tidak dapat mendokumentasikan dan menjelaskan transaksi-transaksi besar.
· Pelanggan diberikan potongan harga tinggi untuk mempercepat pembayaran karena arus kas yang buruk.
· Kontrak yang diterima di bawah jumlah standar untuk menghasilkan kas.
· Bank meminta pelunasan hutang-hutangnya.
d. Reorganisasi
Pengertian reorganisasi perusahaan dalam arti luas adalah perubahan mengenai imbangan atau susunan tertentu, baik yang menyangkut struktur organisasi perusahaan maupun struktur modal dari suatu perusahaan. Pengertian reorganisasi perusahaan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) reorganisasi yuridis, yaitu perubahan mengenai bentuk hukum dari suatu perusahaan atau badan usaha; (2) reorganisasi intern, yaitu perubahan mengenai bentuk atau struktur organisasi (organisasi intern) dari perusahaan atau badan usaha; (3) reorganisasi finansial, yaitu perubahan menyeluruh dari keseluruhan struktur modal dalam perusahaan (Bambang Riyanto, 1989: 240).
2.5.3 Mempertahankan dan membuka usaha baru
1. Mempertahankan Operasi Usaha
Ada beberapa persyaratan tertentu yang dapat membantu mempertahankan operasi usaha baru dan mengurangi risiko kegagalan. Kita tidak pernah dapat menjamin keberhasilan, tetapi kita dapat belajar cara menghindari kegagalan.
Faktor yang mengurangi risiko kegagalan bisnis yaitu sebagai berikut:
a. Menghindari optimisme yang berlebihan ketika bisnis menunjukkan keberhasilannya.
b. Senantiasa membuat rencana-rencana pemasaran yang baik dengan tujuan yang jelas. Pembuatan rencana pemasaran selama periode waktu 12 bulan merupakan hal penting bagi wirausahawan
c. Membuat proyeksi arus kas yang baik dan menghindari kapitalisasi. Proyeksi arus kas juga merupakan pertimbangan penting bagi wirausahawan. Arus kas adalah masalah serius dalam setiap kasus kepailitan. Dalam membuat proyeksi arus kas, wirausahawan dapat
d. meminta bantuan dari akuntan, pengacara, atau badan pemerintah
e. Selalu berada di depan dalam pasar. Banyak wirausahawan menghidari pengumpulan informasi yang memadai mengenai pasarInformasi adalah aset penting bagi wirausahawan, khususnya mengenai potensi pasar masa depan dan peramalan pasar yang dapat langsung dicapai. Wirausahawan akan sering mencoba menduga yang terjadi di pasar dan mengabaikan perubahan pasar. Hal ini dapat menimbulkan masalah, terutama jika pesaing bereaksi positif pada perubahan pasar
Mengidentifikasi hal-hal yang perlu ditekankan yang dapat menyebabkan perusahaan berada dalam bahaya (Wiratmo, Masyur, 2001: 86).
2. Memulai usaha dari awal
Wirausahawan dapat memulai lagi usahanya dengan belajar dari kesalahan-kesalahan yang dilakukannya. Investor melihat hal yang menguntungkan pada orang-orang yang sebelumnya telah gagal dan menganggap bahwa perusahaan tersebut tidak akan melakukan kesalahan yang sama. Wirausahawan yang belajar dari kesalahan cenderung mempunyai pemahaman dan penilaian yang baik tentang kebutuhan bagi penelitian pasar; kapitalisasi awal yang lebih besar; keterampilan usaha yang lebih besar (Wiratmo, Masyur, 2001: 89). Akan tetapi, kegagalan bisnis tidak selalu merupakan cacat ketika tiba waktunya mencari modal ventura. Pengalaman masa lalu akan mengungkapkan selama melakukan usaha pemula berikutnya, tetapi dengan penjelasan hati-hati tentang penyebab terjadinya kegagalan dan upaya pencegahannya pada masa depan, memulihkan kepercayaan.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian yang mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia. Penelitian ini tidak mengutamakan banyaknya populasi, jika data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari informan lainnya.
Penelaah berbagai sumber data ini membutuhkan berbagai macam instrumen pengumpulan data. Karena itu, peneliti dapat menggunakan wawancara mendalam, observasi, dokumentasi-dokumentasi, kuesioner (hasil survei), rekaman, bukti-bukti fisik, dan sebagainya (Krisyantono, 2009:65). Dalam hal ini, peneliti menggunakan wawancara mendalam sebagai instrumen pengumpulan data.
Menurut Bogdan dan Biklen (2008: 4-5) terdapat lima ciri utama penelitian kualitatif, yaitu:
1. Naturalistik. Penelitian kualitatif memiliki latar aktual sebagai sumber langsung data dan peneliti merupakan instrumen kunci. Kata naturalistic berasal dari pendekatan ekologis dalam biologi.
2. Data Deskriptif. Penelitian kualitatif adalah deskriptif. Data yang dikumpulkan lebih mengambil bentuk kata-kata atau gambar dari pada angka-angka. Hasil penelitian tertulis berisi kutipan-kutipan dari data untuk mengilustrasikan dan menyediakan bukti persentasi.
3. Berurusan dengan Proses. Peneliti kualitatif lebih berkonsentrasi pada proses daripada dengan hasil atau produk.
4. Induktif. Peneliti kualitatif cenderung menganalisis data mereka secara induktif. Mereka tidak melakukan pencarian di luar data atau bukti untuk menolak atau menerima hipotesis yang mereka ajukan sebelum pelaksanaan penelitian.
5. Makna. Makna adalah kepedulian yang esensial pada pendekatan kualitatif peneliti yang menggunakan pendekatan ini tertarik bagaimana orang membuat pengertian tentang kehidupan mereka. Dengan kata lain peneliti kualitatif peduli dengan apa yang disebut dengan perspektif partisipan.
Berangkat dari karakteristik sebuah penelitian kualitatif yang telah dibentangkan diatas, maka dapat dikemukakan bahwa dalam penelitian ini, peneliti langsung berlaku sebagai alat peneliti utama (key instrument) yang mana melakukan proses penelitian secara langsung dan aktif mewawancarai, mengumpulkan berbagai materi atau bahan yang berkaitan. Sedangkan data yang dipergunakan adalah;
· Data primer yaitu data yang diambil dari hasil kuesioner berupa angket maupun wawancara. Data-data tersebut nantinya akan dipergunakan sebagai acuan untuk menentukan kebutuhan akan pembelajaran kewirausahaan pada fakultas ilmu pendidikan di setiap program studi.
· Data sekunder adalah teori yang ada, dokumen berupa jurnal, buku referensi, serta sumber – sumber informasi lainnya yang berkaitan atau berhubungan dengan penelitian ini.
3.2 Objek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah mahasiswa yang mempelajari atau yang telah mempelajari mata kuliah kewirausahaan Teknologi Pendidikan, pendidikan luar sekolah, administrasi pendidikan, bimbingan dan konseling, pendidikan luar biasa, PGSD dan PAUD. Sedangkan instrumen penelitian dalam pengumpulan data adalah kuesioner atau angket. Dalam pelaksanaan pengumpulan data, peneliti akan menyebarkan kuesioner tentang mata kuliah kewirausahaan pada semua program studi yang ada di Fakultas Ilmu Pendidikan. Kemudian wawancara (interview), wawancara dilaksanakan dengan pihak yang bersangkutan sebagai bahan analisis kebutuhan (need analysis).
3.3 Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah informan yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (Burhan, 2007: 76). Adapun subjek dalam penelitian ini adalah ada sebanyak 21 orang mahasiswa.
1. Subjek harus dalam kategori atau telah mempelajari mata kuliah kewirausahaan.
2. Subjek merupakan salah satu mahasiswa aktif di Fakultas Ilmu Pendidikan.
3. Subjek memiliki pengetahuan tentang wirausaha mandiri berupa barang/jasa.
3.4 Unit Analisis
Unit analisis umumnya dilakukan untuk memperoleh gambaran yang umum mengenai situasi sosial yang sedang di teliti sebagai objek penelitian . Unit analisis dalam penelitian ini meliputi dua komponen menurut Spreadly ( Sugiono, 2007: 68) yaitu :
1. Place , tempat dimana interaksi berlangsung. Tempat penelitian akan dilakukan di Fakultas Ilmu Pendidikan .
2. Actor , pelaku atau orang yang sesuai dengan objek penelitian. Pelaku atau objek penelitian ini adalah mahasiswa yang telah mempelajari mata kuliah kewirausahaan.
3.5. Metode Pengumpulan Data
a. Kuesioner
Survey dilakukan dengan meminta peserta didik mengisi angket yang berhubungan dengan materi ajar kewirausahaan. Angket disusun dengan menggunakan pertanyaan berbentuk closed-question. Peserta didik diberikan pernyataan dan diminta untuk memberikan pendapat berdasarkan tingkatan-tingkatan yang sudah disiapkan.
c. Wawancara
Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Tehnik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in–depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan menggunakan pedoman (guide) wawancara. Beberapa hal yang perlu diperhatikan seorang peneliti saat mewawancarai responden adalah intonasi suara, kecepatan berbicara, sensitifitas pertanyaan, kontak mata, dan kepekaan nonverbal.