Daftar isi
Uji Daya Antimikroba dari Aspektik
A. Landasan Teori
Mikroorganisme adalah makhluk hidup yang memiliki aktivitas yang berupa tumbuh dan berkembang. Kadang kala pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme ini terganggu. Hal ini dapat dipengaruhi baik dari mikroba itu sendiri ataupun dari luar. Salah satu pengaruh yang paling berkompoten adalah antimikroba (Gobel, 2008). Anti mikroba adalah senyawa yang dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme hidup. Senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri disebut bakteriostatik dan yang dapat membunuh bakteri disebut bakterisida. Atau dengan kata lain disebut juga antiboitika yaitu bahan-bahan yang bersumber hayati yang pada kadar rendah sudah menghambat pertumbuhan mikroorganisme hidup (Gobel, 2008).
Antibiotik adalah bahan yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau sintetis yang dalam jumlah kecil mampu menekan menghambat atau membunuh mikroorganisme lainnya. Antibiotik memiliki spektrum aktivitas antibiosis yang beragam. Antiseptik adalah zat yang biasa digunakan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh mikroorganisme berbahaya (patogenik) yang terdapat pada permukaan tubuh luar mahluk hidup. Secara umum, antiseptik berbeda dengan obat-obatan maupun disinfektan. Disinfektan yaitu suatu senyawa kimia yang dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan benda mati seperti meja, lantai dan pisau bedah sedangkan antiseptik digunakan untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan tubuh, misalnya kulit. Zat antiseptik yang umum digunakan diantaranya adalah iodium, hidrogen peroksida dan asam borak. Kekuatan masing-masing zat antiseptik tersebut berbeda-beda.
Ada yang memiliki kekuatan yang sangat tinggi, ada pula yang bereaksi dengan cepat ketika membunuh mikroorganisme dan sebaliknya. Sebagai contoh merkuri klorida, zat antiseptik yang sangat kuat, akan tetapi dapat menyebabkan iritasi bila digunakan pada bagian tubuh atau jaringan lembut. Perak nitrat memiliki kekuatan membunuh yang lebih rendah, tetapi aman digunakan pada jaringan yang lembut, seperti mata atau tenggorokan. Iodium dapat memusnahkan mikroorganisme dalam waktu kurang dari 30 detik. Antiseptik lain bekerja lebih lambat, tetapi memiliki efek yang cukup lama. Kekuatan suatu zat antiseptik biasanya dinyatakan sebagai perbandingan antara kekuatan zat antiseptik tertentu terhadap kekuatan antiseptik dari fenol (pada kondisi dan mikroorganisme yang sama), atau yang lebih dikenal sebagai koefisien fenol (coefficient of phenol). Fenol sendiri, pertama kali digunakan sebagai zat antiseptik oleh Joseph Lister pada proses pembedahan (Dwidjoseputro, 1994).
Antiseptik adalah zat yang biasa digunakan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh mikroorganisme berbahaya (patogenik) yang terdapat pada permukaan tubuh luar mahluk hidup seperti pada permukaan kulit dan membran mukosa. Secara umum, antiseptik berbeda dengan obat-obatan maupun disinfektan. Misalnya obat-obatan seperti antibiotik dapat membunuh mikroorganisme secara internal, sedangkan disinfektan berfungsi sebagai zat untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat pada benda yang tidak bernyawa (Ayumi,2011).
Mekanisme kerja antiseptik terhadap mikroorganisme berbeda-beda, misalnya saja dengan mendehidrasi (mengeringkan) bakteri, mengoksidasi sel bakteri, mengkoagulasi (menggumpalkan) cairan di sekitar bakteri, atau meracuni sel bakteri. Beberapa contoh antiseptik diantaranya adalah yodium (povidene iodine 10%), hydrogen peroksida, etakridin laktat (rivanol), dan alkohol (Ayumi,2011).
Aktivitas antibakteri diuji dengan metode difusi agar menggunakan cakram kertas dan dengan metode pengenceran agar. Metode difusi agar dilakukan dengan cara mencampur sebanyak 50 ml masing-masing suspense Bakteri ke dalam 15 ml media agar yang telah dicairkan dalam cawan petri dan kemudian dibiarkan menjadi padat. Cakram kertas dengan diameter 6 mm diletakkan pada permukaan media padat. Dibiarkan selama 3 menit pada suhu kamar sebelum dimasukkan ke incubator 370 C (Adryana, et al,,2009 dalam Putra, 2011).
Zat antimikroba adalah senyawa yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Zat antimikroba dapat bersifat membunuh mikroorganisme (microbicidal) atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme (microbiostatic). Disinfektan yaitu suatu senyawa kimia yang dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan benda mati seperti meja, lantai dan pisau bedah. Adapun antiseptik adalah senyawa kimia yang digunakan untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan tubuh, misalnya kulit. Efisiensi dan efektivitas disinfektan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
- Konsentrasi
- Waktu terpapar
- Jenis mikroba
- Kondisi lingkungan: temperatur, pH dan jenis tempat hidup
B. Tujuan Praktikum
- Agar mahasiswa dapat melakukan pengujian daya antimikroba terhadap bakteri
- Agar mahasiswa dapat mengidentifikasi bakteri uji terhadap anti mikroba
C. Alat dan Bahan
Alat:
- Cawan petri
- Cotton bud
- Jarum inokulasi
- Pemanas bunsen
- Paper disk
- Inkubator
Bahan :
- Biakan murni bakteri dalam media nutrien cair yang berumur 1 x 24 jam
- Media lempeng nutrien agar (NA) steril
- Berbagai zat anti septik : Betadine, iodium, Rivanol, Dettol
D. Prosedur Kerja
Menyediakan dua media NA steril dan masing-masing diberi kode sesuai dengan bakteri yang diuji |
Menginokulasikan secara merata masing-masing biakan murni bakteri kepermukaan medium NA sesuai dengan kodenya. Caranya ialah secara aseptik mencelupkan ujung cotton bud ke dalam medium nutrien cair, kemudian nutrien cair, kemudian mengoleskan pada permukaan lempeng NA sampa merata |
Membuat modifikasi paper disk dan menyiapkan sejumlah antiseptik yang diuji. Caranya dapai membuat dari kertas hisap yang berbentuk bulat menggunakan perforator.merendam paper disk di dalam zat antiseptik selama 14 menit |
Menyiapkan media lempeng NA steril sementara itu membagi 4 sektor dibagian luar cawan dan berilah kode masing-masing sektor sesuai zat antiseptik (Betadine, Iodium, Rivanol, dan Dettol). |
Meletakkan paper disk yang sudah direndam dalam aseptik menggunakan pinset steril pada permukaan media NA yang sudah diinokulasikan bakteri. Mengatur jarak antara paper disk agar tidak terlalu rapat, sesuai dengan kode sektornya |
Menginkubasi kedua sediaan yang sudah diperlakukan ini pada suhu 370C selama 1 x 24 jam |
Mengukur diameter zona hambatan dari pertumbuhan bakteri pada masing-masing perlakuan. |
E. Data Hasil Pengamata
Bakteri | Diameter Zona Bening (cm) | |||
Rivanol | Dettol | Betadine | Iodine | |
Staphylococcus aureus | 4,1 | 3,9 | 3,5 | 2,8 |
E.coli | 1,4 | 4,4 | 2,3 | 1,1 |
Antiseptik yang Digunakan:
Rivanol, Betadine, Iodine, Dettol
E. Analisis Data
Pada praktikum pengamatan uji daya anti mikroba dari antiseptic kali ini, kami menggunakan antiseptic Rivanol, Dettol, Betadine, dan Iodine. Metode yang digunakan adalah metode cakram kertas, yaitu dengan membentuk kertas saring dengan perforator, yang selanjutnya direndam dalam antiseptic yang sudah disiapkan selama 15 menit. Empat sector pada cawan petri untuk empat antiseptic yang ada. Selanjutnya meletakkan paper disk yang sudah direndam dengan antiseptic pada cawan petri sesuai dengan nama sector dan diinkubasi.
Setelah inkubasi 24 jam (37°C), maka berdasarkan pengamatan yang kami lakukan Berdasarkan data yang kami dapatkan pada uji Rivanol terhadap mikroba, diameter zona bening pada koloni Staphylococcus aureusadalah 4,1 cm, sedangkan zona bening pada E.coli adalah 1,4 cm. Hal ini menunjukkan bahwa zona hambat pada Staphylococcus aureus lebih besar dibandingkan dengan zona bening zona hambat E.coli. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh jenis bakteri tersebut, dimana Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, sedangkan E.coli merupakan bakteri gram negatif. Dinding sel bakteri gram negative lebih kompleks dibandingkan dengan gram positif.
Selanjutnya adalah pengaruh antibiotic Dettol terhadap mikroba Staphylococcus aureus dan E.coli. Bahan aktifnya adalah Chloroxylenol. Berdasarkan pengamatan, kami mendapatkan zona hambat dari medium dengan mikroba Staphylococcus aureus adalah 3,9 cm, sedangkan zona hambat pada medium dengan E.coli adalah 4,4 cm. Terlihat bahwa zona hambat medium dengan E.coli adalah 4,4 cm lebih besar dibandingkan dengan medium dengan mikroba Staphylococcus aureus. Kami menyimpulkan sementara bahwa Staphylococcus aureus lebih resisten terhadap zat aktif Chloroxylenol dari Dettol, yang ditunjukkan dengan zona hambat yang lebih kecil.
Kemudian mengamati pengaruh antibiotic Betadine. Zat aktif yang ada di dalam betadine adalah iodine povidone. Zona hambat pada medium dengan mikroba Staphylococcus aureus adalah 3,5 cm, sedangkan zona hambat medium dengan mikroba E.coli adalah 2,3 cm. Kami mengasumsikan bahwa E.coli lebih resisten terhadap zat aktif pada betadine.
Yodium atau iodine biasanya digunakan dalam larutan beralkohol (disebut yodium tinktur) untuk sterilisasi kulit sebelum dan sesudah tindakan medis. Larutan ini tidak lagi direkomendasikan untuk mendisinfeksi luka ringan karena mendorong pembentukan jaringan parut dan menambah waktu penyembuhan. Generasi baru yang disebut iodine povidone (iodophore), sebuah polimer larut air yang mengandung sekitar 10% yodium aktif, jauh lebih ditoleransi kulit, tidak memperlambat penyembuhan luka, dan meninggalkan deposit yodium aktif yang dapat menciptakan efek berkelanjutan. Keuntungan antiseptik berbasis yodium adalah cakupan luas aktivitas antimikrobanya. Yodium menewaskan semua patogen utama berikut spora-sporanya, yang sulit diatasi oleh disinfektan dan antiseptik lain (Majalah Kesehatan, 2011).
Iodine juga mengandung zat aktif iodine povidone. Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan, zona hambat pada medium dengan mikroba Staphylococcus aureus adalah 2,8 cm, sedangkan pada medium dengan mikroba E.coli adalah 1,1 cm. Kami menyimpulkan sementara bahwa E.coli lebih resisten terhadap Iodine dibandingkan dengan Staphylococcus aureus, karena dinding sel E.coli lebih kompleks dibandingkan dengan Staphylococcus aureus.
J. PEMBAHASAN
Dalam praktikum ini, metode yang kami gunakan adalah metode cakram kertas. Metode cakram kertas merupakan metode yang biasa digunakan untuk menguji aktivitas antimikroba suatu antibiotik terhadap mikroorganisme patogen penyebab penyakit. Metode ini lebih dikenal dengan metode Kirby-Bauer (Cappucino and Sherman, 2001; Tortora et al., 2002). Metode cakram kertas dapat juga dilakukan menggunakan suatu silinder tidak beralas atau sumuran dan diisi dengan antibiotik dalam jumlah tertentu, disebut agar well difussion. Kepekaan mikroorganisme patogen terhadap antibiotik terlihat dari ukuran zona bening yang terbentuk (Cappucino & Sherman, 2001).
Mikroba yang kami uji adalah Staphylococcus aureus dan E.coli dengan klasifikasi sebagai berikut:
1) Klasifikasi Staphylococcus aureus:
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Micrococcaceae
Marga : Staphylococcus
Jenis : Staphylococcus aureus
Staphylococcus merupakan sel Gram positif berbentuk bola dengan diameter
1 μm yang tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur. Kokus
tunggal, berpasangan, tetrad, dan berbentuk rantai juga tampak dalam biakan cair.
(Jawetz et al., 2005). Staphylococcus bersifat patogen, nonmotil, dan
memproduksi katalase.
Staphylococcus tumbuh baik dalam kaldu pada suhu 37°C. Batas-batas suhu pertumbuhannya ialah 15°C dan 40°C, sedangkan suhu pertumbuhan optimum ialah 35°C, kuman ini bersifat anaerob fakultatif dan dapat tumbuh dalam udara yang hanya mengandung hidrogen dan pH optimum untuk pertumbuhan ialah 7,4. Staphylococcus tahan pada kondisi kering, temperatur 50°C selama 30 menit, dan natrium klorida 9% dan dihambat oleh heksaklorofen 3% (Jawetz et al., 2005).
2) Klasifikasi Escherichia coli :
Kingdom : Procaryotae
Division : Protophyta
Subdivisi : Schizomycetea
Classis : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Family : Eubacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
Escherichia coli berbentuk batang pendek (kokobasil), Gram negatif, ukuran 0,4-0,7 μm x 1,4 μm, sebagian besar gerak positif, dan beberapa strain mempunyai kapsul. E. coli tumbuh baik pada hampir semua media yang biasa dipakai di laboratorium mikrobiologi. E. coli bersifat mikroaerofilik. E. coli bersifat aerob dan juga fakultatif anaerob serta dapat memfermentasi laktosa (Levinson, 2004). Beberapa strain E. coli menghasilkan hemolisis agar darah (Jawetz et al., 2005).
Adapun antibiotic yang kami gunakan adalah Rivanol, Dettol, Betadine, dan Iodine. Bahan aktif yang tertera dalam kemasan Rivanol adalah Etakridin laktat 0,1%. Bahan aktif dalam Dettol adalah Chloroxylenol, dan bahan aktif yang terdapat pada Betadine dan Iodine adalah Povidone Iodine.
Uji antibiotic pertama yang kami amati adalah Rivanol. Bahan aktif yang tertera pada kemasan Rivanol adalah Etakridin laktat 0,1%. Berdasarkan Majalah Kesehatan (2011), etakridin laktat adalah senyawa organik berkristal kuning oranye yang berbau menyengat. Penggunaannya sebagai antiseptik dalam larutan 0,1% lebih dikenal dengan merk dagang rivanol. Tindakan bakteriostatik rivanol dilakukan dengan mengganggu proses vital pada asam nukleat sel mikroba. Efektivitas rivanol cenderung lebih kuat pada bakteri gram positif daripada gram negatif. Adanya zona bening menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri terhambat oleh zat aktif tertentu pada antibiotic.
Sebelumnya, kita harus mengetahui bagian mana yang dirusak atau dihambat dari mikroba oleh antibiotic tertentu. Berdasarkan mekanisme kerjanya dapat digolongkan menjadi (Jawetz et al., 2005):
1. Penghambatan pertumbuhan oleh analog
Dalam kelompok ini termasuk sulfonamida. Pada umumnya bakteri memerlukan para-aminobensoat (PABA) untuk sintesis asam folat yang diperlukan dalam sintesis purin. Sulfonamida memiliki struktur seperti PABA, sehingga penggunaan sulfonamida menghasilkan asam folat yang tidak berfungsi.
2. Penghambatan sintesis dinding sel
Perbedaan struktur sel antara bakteri dan eukariot menguntungkan bagi penggunaan bahan antimikrobial.
3. Penghambatan fungsi membran sel
Membran sel bakteri dan fungi dapat dirusak oleh beberapa bahan tertentu tanpa merusak sel inang. Polymxin berdaya kerja terhadap bakteri Gram-negatif, sedangkan antibiotik polyene terhadap fungi. Namun demikian penggunaan keduan antibiotik ini tidak dapat ditukar balik. Ini berarti bahwa polymixin tidak berdaya kerja terhadap fungi. Hal ini disebabkan karena membran sel bakteri pada umumnya tidak mengandung sterol, sedangkan pada fungi ditemukan sterol. Polyene harus bereaksi dengan sterol dalam membran sel fungi sebelum memp[unyai kemampuan merusak membran.
4. Penghambatan Sintesis protein
Kebanyakan antibiotic ditemukan pada pelaksanaan “program penapisan “. program demikian yang dimulai dengan pengapungan dalam cuplikan tanah melalui tahap sampai percobaan hewan. Pada uji deretan pengenceran, antibiotic diencerkan dengan larutan biak yang telah ditanami dengan kuman uji menurut tahap pengenceran.
Berdasarkan data yang kami dapatkan, diameter zona bening pada koloni Staphylococcus aureusadalah 4,1 cm, sedangkan zona bening pada E.coli adalah 1,4 cm. Hal ini menunjukkan bahwa zona hambat pada Staphylococcus aureus lebih besar dibandingkan dengan zona bening zona hambat E.coli. Hal ini sangat dipengaruhi oleh jenis bakteri tersebut, dimana Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, sedangkan E.coli merupakan bakteri gram negatif. Data yang kami dapatkan menunjukkan bahwa sesuai dengan teori di atas bahwa efektivitas rivanol cenderung lebih kuat pada bakteri gram positif daripada gram negatif, dibuktikan dengan zona hambat pada medium dengan bakteri Staphylococcus aureus lebih luas dibandingkan dengan zona hambat E.coli.
Peristiwa di atas juga dipengaruhi oleh dinding bakteri yang diuji. Dinding sel bakteri menentukan bentuk karakteristik dan berfungsi melindungi bagian dalam sel terhadap perubahan tekanan osmotik dan kondisi lingkungan lainnya. Di dalam sel terdapat sitoplasma dilapisi dengan membran sitoplasma yang merupakan tempat berlangsungnya proses biokimia sel. Dinding sel bakteri terdiri dari beberapa lapisan. Pada bakteri gram positif struktur dinding selnya relatif sederhana dan gram negatif relatif lebih komplek. Dinding sel bakteri gram positif tersusun atas lapisan peptidoglikan relatif tebal, dikelilingi lapisan teichoic acid dan pada beberapa spesies mempunyai lapisan polisakarida. Dinding sel bakteri gram negatif mempunyai lapisan peptidoglikan relatif tipis, dikelilingi lapisan lipoprotein, lipopolisakarida, fosfolipid dan beberapa protein.
Peptidoglikan pada kedua jenis bakteri merupakan komponen yang menentukan rigiditas pada gram positif dan berperanan pada integritas gram negatif. Oleh karena itu gangguan pada sintesis komponen ini dapat menyebabkan sel lisis dan dapat menyebabkan kematian sel. Antibiotik yang menyebabkan gangguan sintesis lapisan ini aktivitasnya akan lebih nyata pada bakteri gram positif. Aktivitas penghambatan atau membinasakan hanya dilakukanselama pertumbuhan sel dan aktivitasnya dapat ditiadakan dengan menaikkan tekanan osmotik media untuk mencegah pecahnya sel. Bakteri tertentu seperti mikobakteria dan halo bakteria mempunyai peptidoglikan relatif sedikit , sehingga kurang terpengaruh oleh antibiotik grup ini. Sel selama mensintesis peptidoglikan memerlukan enzim hidrolasedan sintetase. Untuk menjaga sintesis supaya normal, kegiatan kedua enzim ini harusseimbang satu sama lain. Biosintesis peptidoglikan berlangsung dalam beberapa stadiumdan antibiotik pengganggu sintesis peptidoglikan aktif pada stadium yang berlainan (Agung, 2009).
Selanjutnya adalah mengamati pengaruh antibiotic Dettol terhadap mikroba Staphylococcus aureus dan E.coli. Pada kemasan Dettol tertera bahan aktifnya adalah Chloroxylenol. Berdasarkan pengamatan, kami mendapatkan zona hambat dari medium dengan mikroba Staphylococcus aureus adalah 3,9 cm, sedangkan zona hambat pada medium dengan E.coli adalah 4,4 cm. Terlihat bahwa zona hambat medium dengan E.coli adalah 4,4 cm lebih besar dibandingkan dengan medium dengan mikroba Staphylococcus aureus. Hal ini berarti bahwa Staphylococcus aureus lebih resisten terhadap zat aktif Chloroxylenol dari Dettol, yang ditunjukkan dengan zona hambat yang lebih kecil.
Disebutkan bahwa Chloroxylenol (CH9ClO) dapat membunuh bakteri dengan mengganggu membran sel bakteri yang akan menurunkan kemampuan membran sel untuk memproduksi ATP sebagai sumber energi. Chloroxylenol mempunyai spektrum antimikroba yang luas, sehingga efektif digunakan untuk bakteri gram positif dan gram negatif, jamur, ragi dan lumut. Chloroxylenol memiliki keunggulan dalam hal toksisitas dan sifat korosif yang rendah (Agung, 2009).
Kemudian mengamati pengaruh antibiotic Betadine. Zat aktif yang ada di dalam betadine adalah iodine povidone. Zona hambat pada medium dengan mikroba Staphylococcus aureus adalah 3,5 cm, sedangkan zona hambat medium dengan mikroba E.coli adalah 2,3 cm. hal tersebut menunjukkan bahwa E.coli lebih resisten terhadap zat aktif pada betadine. Hal tersebut terkait dengan dinding sel pada E.coli lebih kompleks dinadingkan Staphylococcus aureus seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Yodium atau iodine biasanya digunakan dalam larutan beralkohol (disebut yodium tinktur) untuk sterilisasi kulit sebelum dan sesudah tindakan medis. Larutan ini tidak lagi direkomendasikan untuk mendisinfeksi luka ringan karena mendorong pembentukan jaringan parut dan menambah waktu penyembuhan. Generasi baru yang disebut iodine povidone (iodophore), sebuah polimer larut air yang mengandung sekitar 10% yodium aktif, jauh lebih ditoleransi kulit, tidak memperlambat penyembuhan luka, dan meninggalkan deposit yodium aktif yang dapat menciptakan efek berkelanjutan. Keuntungan antiseptik berbasis yodium adalah cakupan luas aktivitas antimikrobanya. Yodium menewaskan semua patogen utama berikut spora-sporanya, yang sulit diatasi oleh disinfektan dan antiseptik lain (Majalah Kesehatan, 2011).
Sama halnya dengan antibiotic Betadine yang juga mengandung iodine povidone. Disebutkan bahwa Povidone iodine merupakan salah satu antiseptik dari golongan halogen. Povidone iodine merupakan kompleks antara iodium dengan polivinilpirolidon. Bentuk kompleks ini merupakan bentuk iodofor, yaitu campuran iodium dengan surfaktan yang bekerja sebagai pembawa dan pelarut iodium. Golongan ini berdaya aksi dengan cara oksidasi, namun tidak efektif untuk membunuh beberapa jenis bakteri gram positif dan ragi (Agung, 2011).
Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan, zona hambat pada medium dengan mikroba Staphylococcus aureus adalah 2,8 cm, sedangkan pada medium dengan mikroba E.coli adalah 1,1 cm. hal ini sama dengan pengamatan pada antibiotic Betadine bahwa E.coli lebih resisten terhadap Iodine dibandingkan dengan Staphylococcus aureus, karena dinding sel E.coli lebih kompleks dibandingkan dengan Staphylococcus aureus.
Mengenai metode yang digunakan, disebutkan bahwa metode cakram kertas memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah mudah dilakukan, tidak memerlukan peralatan khusus dan relatif murah. Sedangkan kelemahannya adalah ukuran zona bening yang terbentuk tergantung oleh kondisi inkubasi, inokulum, predifusi dan preinkubasi serta ketebalan medium. Apabila keempat faktor tersebut tidak sesuai maka hasil dari metode cakram kertas relatif sulit untuk. Selain itu, metode cakram kertas ini tidak dapat diaplikasikan pada mikroorganisme yang pertumbuhannya lambat dan mikroorganisme yang bersifat anaerob obligat (Jawetz et al., 2005).
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas antibakteri diantaranya dipengaruhi oleh faktor potensi dari obat antibakteri dan faktor yang menyangkut sifat dan bakteri itu sendiri khususnya susunan kimia dinding sel bakteri tersebut. Perbedaan jenis mikroorganisme serta kondisi lingkungan menjadi faktor yang harus dipertimbangkan dalam sensitivitas atau resistensi dari jenis mikroorganisme tertentu.
K. KESIMPULAN
1. Pada uji Rivanol terhadap mikroba, diameter zona bening pada koloni Staphylococcus aureusadalah 4,1 cm, sedangkan zona bening pada E.coli adalah 1,4 cm.
2. Pada pengaruh antibiotic Dettol terhadap mikroba Staphylococcus aureus dan E.coli, zona hambat dari medium dengan mikroba Staphylococcus aureus adalah 3,9 cm, sedangkan zona hambat pada medium dengan E.coli adalah 4,4 cm.
3. Kemudian mengamati pengaruh antibiotic Betadine. Zat aktif yang ada di dalam betadine adalah iodine povidone. Zona hambat pada medium dengan mikroba Staphylococcus aureus adalah 3,5 cm, sedangkan zona hambat medium dengan mikroba E.coli adalah 2,3 cm.
4. Iodine juga mengandung zat aktif iodine povidone. Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan, zona hambat pada medium dengan mikroba Staphylococcus aureus adalah 2,8 cm, sedangkan pada medium dengan mikroba E.coli adalah 1,1 cm.
5. Aktivitas antibakteri diantaranya dipengaruhi oleh faktor potensi dari obat antibakteri dan faktor yang menyangkut sifat dan bakteri itu sendiri khususnya susunan kimia dinding sel bakteri tersebut. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, sedangkan E.coli merupakan bakteri gram negative sehingga lebih resisten terhadap antiseptik.
6. Dinding sel bakteri gram positif tersusun atas lapisan peptidoglikan relatif tebal, dikelilingi lapisan teichoic acid dan pada beberapa spesies mempunyai lapisan polisakarida. Dinding sel bakteri gram negatif mempunyai lapisan peptidoglikan relatif tipis, dikelilingi lapisan lipoprotein, lipopolisakarida, fosfolipid dan beberapa protein.
DISKUSI
1. Samakah ukuran diameter zona hambatan dari masing-masing zat antiseptik?
Jawab: Tidak sama. Karena masing-masing antiseptic mempunyai zat aktif yang berbeda-beda yang berpengaruh terhadap bagian bakteri yang berbeda pula. Misalnya adalah Chloroxylenol (CH9ClO) pada Dettol dapat membunuh bakteri dengan mengganggu membran sel bakteri yang akan menurunkan kemampuan membran sel untuk memproduksi ATP sebagai sumber energi. Chloroxylenol mempunyai spektrum antimikroba yang luas, sehingga efektif digunakan untuk bakteri gram positif dan gram negatif, jamur, ragi dan lumut. Chloroxylenol memiliki keunggulan dalam hal toksisitas dan sifat korosif yang rendah.
2. Samakah ukuran diameter zona hambatan setiap macam zat antiseptic pada perlakuan terhadap pertumbuhan bakteri yang berbeda spesies? Mengapa?
Jawab: tidak sama. Karena aktivitas antibakteri diantaranya dipengaruhi oleh faktor potensi dari obat antibakteri dan faktor yang menyangkut sifat dan bakteri itu sendiri khususnya susunan kimia dinding sel bakteri tersebut. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, sedangkan E.coli merupakan bakteri gram negative sehingga lebih resisten terhadap antiseptik. Dinding sel bakteri gram positif tersusun atas lapisan peptidoglikan relatif tebal, dikelilingi lapisan teichoic acid dan pada beberapa spesies mempunyai lapisan polisakarida. Dinding sel bakteri gram negatif mempunyai lapisan peptidoglikan relatif tipis, dikelilingi lapisan lipoprotein, lipopolisakarida, fosfolipid dan beberapa protein.
3. Apa yang dimaksud dengan resistensi kuman dan suseptibel?
Jawab: Resistensi kuman adalah kemampuan dari bakteri atau mikroorganisme lain untuk menahan efek antibiotika. Resistensi antibiotika terjadi ketika bakteri dapat merubah diri sedemikian rupa hingga dapat mengurangi efektifitas dari suatu obat, bahan kimia ataupun zat lain yang sebelumnya dimaksudkan untuk menyembuhkan atau mencegah penyakit infeksi. Akibatnya bakeri tersebut tetap dapat bertahan hidup & bereproduksi sehingga makin membahayakan. Sedangkan Suseptibel dapat disebut juga rentan. Artinya bakteri tidak memiliki daya tahan yang cukup untuk melawan antiseptic.
DAFTAR RUJUKAN
Agung, Sri. 2009. Pemeriksaan Bilangan Bakteri Dan Pengaruh Beberapa Perlakuan Terhadap Penurunan Bilangan Bakteri Pada Mouthpiece Alat Musik Tiup Marching Band Di Jatinangor. Farmaka, Volume 7 Nomor1,April2009.(Online),(http://farmasi.unpad.ac.id/farmaka/files/2011/05/PEMERIKSAAN-BILANGAN-BAKTERI-DAN-PENGARUH-BEBERAPA-PERLAKUAN-TERHADAP-PENURUNAN-BILANGAN-BAKTERI.pdf diakses 23 November 2011).
Cappuccino, J. G. & Natalie. S. 1983. Microbiology A Laboratory Manual. Addison-Wesley Publishing Company, New York.
Dwijoseputro. 1994. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djembatan.
Jawetz, E., Joseph M., and Edward A., 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Nugrogo, E., Maulany, R. F., alih bahasa; Setiawan, I., editor. Jakarta : Penerbit EGC. Halaman : 188-190.
Levine, M. 2000 dalam Soni, Ahmad. 2010. An Introduction to Laboratory Technique in Bacteriology. McMillan Company, New York.
Majalah Kesehatan. 2011. Mengenal Antiseptik. (Online), (http://majalahkesehatan.com/mengenal-antiseptik/, diakses 23 November 2011)
Pelczar, Michael, dkk. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Putra, 2011. Metode Cakram. (Online), (http://kesehatan.kompasiana.com/makanan/2011/06/03/metode-cakram/, diakses 23 November 2011).