Perilaku seks bebas mahasiswa menjadi salah satu fenomena yang harusnya menjadi perhatian dari berbagai pihak.
Daftar isi
Perilaku Seks Bebas Mahasiswa Rantau
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pusat-pusat studi pendidikan tinggi di Indonesia tidak tersebar secara merata. Perguruan tinggi, khususnya yang memiliki kualitas baik berpusat pada kota-kota besar. Sebut saja Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Jogjakarta, Makassar, Medan dan sebagainya. Hal ini membuat mahasiswa harus rela menyewa kos di daerah sekitar kampus.
Kos merupakan sebuah jasa yang menawarkan sebuah kamar atau tempat
untuk ditinggali dengan sejumlah pembayaran tertentu untuk setiap periode
tertentu. Tinggal di tempat kos merupakan hal yang tidak bisa lepas dari kehidupan mahasiswa terutama mahasiswa yang rumahnya jauh dari kampus tempatnya berkuliah. Kos-kosan menjadi tempat tinggal yang kedua bagi mahasiswa. Hal yang positif yang didapat dari kos-kosan sebagai tempat tinggal mahasiswa, yaitu mengajarkan mereka hidup lebih mandiri. Namun kos-kosan juga tidak terlepas dari hal negatif, yaitu pengawasan dari orangtua menjadi kurang dan pemilik kos banyak yang tidak mau tahu terhadap apa yang dilakukan mahasiswa yang menempati kos tersebut, ditambah lagi dengan kos bebas yang tidak diawasi atau ditunggui oleh
pemiliknya.
Kebanyakan orang berasumsi bahwa, kehidupan kos adalah kehidupan yang
bebas; bebas termasuk bebas untuk pulang kapan saja, bebas memasukkan teman semaunya, mengizinkan lawan jenis berkunjung ke tempat kosnya, dan sebagainya. Tidak sedikit mahasiswa yang mulanya anak baik-baik, bahkan pernah hidup di pesantren, namun ketika memasuki dunia kampus dan dunia kos-kosan justru akhlaknya menjadi buruk karena pengaruh dari teman- temannya dan lingkungan kos-kosannya yang terlampau bebas. Mereka jadi hidup seenaknya, seperti makan tidak teratur, begadang, bermain play station, menonton film, main kartu, bahkan yang lebih parah melakukan hal yang melanggar norma, mabukmabukan, melakukan hal yang tidak semestinya dengan yang bukan muhrim sampai pada kegiatan seks bebas.
Menurut penelitian di atas, menunjukkan bahwa di kota Palembang, Kupang, Tasikmalaya, Cirebon dan Singkawang jumlah remaja yang melakukan hubungan seks diluar nikah pada tahun 2006 sukup tinggi. Sekitar 9,1% remaja telah melakukan hubungan seks pranikah dan 85% sisanya melakukan hubungan seks pertama mereka pada usia 13-15 tahun di rumah mereka dengan pacar (BKKBN 2006). Hal ini mendorong kami untuk melakukan penelitian terhadap usia antara 15 tahun- 17 tahun atau usia- usia remaja anak SMP dan SMA. Oleh karena latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan menggunakan judul “Survei Perilaku Seks Bebas Remaja Di Warnet”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini difokuskan pada apa saja perilaku seks bebas yang dilakukan mahasiswa di Rantau?
C. Tujuan Penelitian
Meningkatnya perilaku seks bebas yang dilakukan oleh kelompok usia dengan menggunakan warnet sebagai tempat melakukan seks bebas merupakan hal serius. Atas dasar alasan di atas, kami ingin melakukan penelitian ini, agar dapat ditemukan berbagai treatment, formula serta langkah antisipatif keluarga dan masyarakat untuk merespon perubahan yang sangat cepat ini.
Bab II. Tinjauan Pustaka
Bab III. Metode Studi Kasus
A. Metode
3.1. Instrumen Penelitian
Dalam Sugiyono (2011:92) instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti. Pertanyaan tersebut disusun berdasarkan Hurlock (2004), Sarwono (2010) dan Santrock (2003).
Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Guttman. Skala pengukuran dengan tipe ini akan dapat jawaban yang tegas yaitu “ya-tidak” Sugiyono (2011:96).
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif presentase. Jenis penelitian deskriptif dalam penelitian ini adalah penelitian survei dengan menggunakan cross sectional survey, dimana penelitian dilakukan pada satu waktu tertentu.
2.2. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Dengan metode “split-half” (masih dengan satu tes), suatu tes dibagi menjadi dua bagian yang sama tingkat kesukarannya, sama isi dan bentuknya. Kemudian dilihat skor masing- masing bagian peruhan tes tersebut dan dicari korelasinya.
2.3. Populasi dan Sampel
Ukuran sample menggunakan rumus Slovin dan didapat sampel sebanyak 398 remaja, terdiri atas 201 (usia 13-15 th) dan 197 (usia 16-18 th)
2.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah responden diminta untuk mengisi.
III. PELAKSANAAN PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Kudus. peneliti mengambil objek remaja usia 13- 15 tahun dan usia 16-18 tahun. Penelitian dimulai pada 30 Maret 2013 hingga tanggal 2 Juni 2013.
3.2. Tahapan Pelaksanaan
1. Studi Pendahuluan Observasi Daerah Sasaran (30 Maret- 1 April 2013)
2. Penentuan Populasi dan Sampel Objek (5 April 2013)
3. Penyusunan Instrumen Penelitian (13 April- 20 April 2013)
4. Uji Coba Instrumen Penelitian (21 April-13 April 2013)
5. Evaluasi Uji Coba (27April- 29 April 2013) dan Pelaksanaan Penelitian (3 Mei-26 Mei 2013)
6. Tabulasi Data Penelitian (27 Mei- 2 Juni 2013)
7. Analisis Data Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian (3 Juni- 18 Juni 2013)
IV. PEMBAHASAN PENELITIAN
Dalam perkembangan remaja, seks tidak dapat dipisahkan dan akan selalu ada di dalamnya. Hal ini dikarenakan saat usia remaja merupakan salah satu masa ingin tahu yang begitu besar. Sesuai dengan masanya, remaja mulai tertarik dan memiliki hubungan heteroseksual dengan pasangannya. Faktor yang mempengaruhi perilaku seks bebas di kalangan remaja, diantaranya, yaitu: 1) perubahan hormon seksual pada remaja, 2)norma agama yang melarang seks sebelum menikah tapi bagi remaja yang tidak dapat menahan hawa nafsu akan cenderung melanggar norma, 3) Semakin canggihnya teknologi informasi (internet) menyebabkan penyebaran informasi secara cepat dan mudah, baik informasi yang bersifat positif dan negatif (Sarwono:2004) Banyak hal yang dapat mempengaruhi remaja untuk melakukan perilaku seksual namun sebagai manusia yang beragama dan tinggal dalam kehidupan bermasyarakat, kita perlu memperhatikan bagaimana tuntunan dan nilai-nilai agama serta pranata sosial yang ada di sekelilingnya. Terutama yang erat hubungannya dengan penyaluran dan pengendalian dorongan seks yang sedang melanda diri remaja. Tanpa memperhatikan hal tersebut berarti remaja tersebut telah mengabaikan tuntutan nilai dan moral yang terdapat dalam lingkungannya. Keadaan ini merupakan suatu hal yang sangat tercela bagi masyarakat yang sehat dan masih memegang teguh nilai-nilai luhur. Sebenarnya ada beberapa cara yang dapat dilakukan remaja untuk mengendalikan dorongan seksnya, diantaranya seperti : a) Menjauhkan diri dari semua yang dapat merangsang seks secara tidak alami, b) Menyiapkan program-program untuk mengisi waktu luang, c) Membimbing dan menguatkan keinginan, d) Tindakan preventif secara total, e) Dukungan iman.
Sebagaimana internet mempengaruhi perilaku seksual remaja di Kabupaten Kudus, dimana warnet menjadi salah satu tempat dalam mengakses informasi sekarang ini digunakan remaja lokasi untuk melakukan perilaku seks bebas. Selain itu Suwarjo (2011) menilai warung internet (Warnet) sebagai pemicu remaja melakukan hubungan seksual di luar nikah. Kerawanan utamanya terjadi pada Warnet yang menyediakan tempat tertutup pada konsumennya. Dunia seks bebas yang dulu hanya diidentikkan di kamar- kamar hotel, vila, losmen, diskotik, dan ikon- ikon dunia para orang berduit kini merambah ruang- ruang bebas dan tempat umum. Fasilitas ruangan ber-AC, webcam, headset dengan musik MP3, film, kursi sofa, dan ruangan bilik yang privasi menjadi dambaan konsumen. Kini Warnet dijadikan tempat mesum karena terlalu privasinya ruang atau bilik warnet. Para konsumen dapat dengan bebasnya melakukan aktivitas apa saja di dalam bilik itu. Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian ini, 33,8% remaja usia 13- 15 tahun dan 36% remaja usia 16-18 tahun di Kab. Kudus pernah mengakses gambar porno. Ini menunjukkan bahwa warnet menjadi salah satu tempat remaja dalam mengeksplorasi dirinya terhadap seks bebas.
Menurut Hurlock (2004) beberapa aspek perilaku seksual, antara lain: 1) Eksplorasi, adalah perilaku seksual yang di dahului keingintahuan, kemudian dilanjutkan pada eksplorasi seksual. 2) Masturbasi, adalah perilaku seksual yang bertujuan untuk merangsang diri sendiri. 3) Heteroseksual, yaitu perilaku skesual yang dilakukan dengan lawan jenis. Perilaku skesual tersebut berupa berpegangan tangan, berpelukan (necking), berciuman (kissing), meraba daerah sensitif, bercumbu (petting)I, oral seks, sexual intercouse(bersenggama). 4) Aggressive sex, yaitu bentuk perilaku pamaksaan seksual terhadap lawan jenis. Hal ini terjadi bila salah satu pasangan ingin melakukan hubungan seks sedangkan yang lain tidak. Untuk masturbasi dalam penelitian ini, 14,9% remaja usia 13-15 tahun dan 18,8% remaja usia 16-18 tahun pernah melakukan perilaku masturbasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa perilaku seksual yang paling banyak dilakukan remaja di warnet adalah berpegangan tangan. Berpegangan tangan tampaknya telah dianggap hal yang wajar dilakukan dalam proses interaksi heteroseksual, sehingga 39,3% remaja usia 13-15 tahun dan 51,8% remaja usia 16-18 tahun remaja melakukannya. Diagram gambaran perilaku heteroseks (touching) memperlihatkan gambaran remaja melakukan perilaku berpegangan tangan remaja di warnet. Tingginya angka remaja dalam melakukan perilaku tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya berpegangan merupakan ekspresi perasaan sayang yang dapat menimbulkan perasaan aman dan nyaman (Hurlock, 2004). Perilaku berpelukan juga termasuk dalam perilaku yang banyak dilakukan oleh remaja di warnet yang menjalin relasi heteroseksual, yaitu 57 remaja (28,4%) usia 13-15 tahun dan 59 remaja (29,9%) usia 16-18 tahun diantaranya pernah berpelukan di warnet. Angka ini menunjukkan remaja melakukan perilaku tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya berpelukan dapat menimbulkan perasaan aman, nyaman, dan tenang. (Hurlock, 2004). Selain itu dapat dilihat bahwa kecenderungan remaja usia 16-18 tahun dalam perilaku necking memiliki kecenderungan yang hampir sama dibandingkan remaja usia 13-15 tahun. Tabel necking menunjukkan bahwa dari 197 (100%) remaja di Kabupaten Kudus hanya 58 remaja yang mengaku pernah melakukan perilaku necking di warnet. Sedangkan diketahui bahwa dari 201 (100%) remaja usia 13- 15 tahun di Kabupaten Kudus hanya 52 remaja yang mengaku pernah melakukan perilaku necking di warnet. Area necking yang dilakukan remaja di Kabupaten Kudus mulai dari zona erotis, kening, pipi, leher, bibir hingga alat kelamin. (BKKBN (dalam Ringasan Riset Studi Mengenai Perilaku Seksual Kawula Muda di Empat Kota Besar di Indonesia, 2005).
Selain perilaku necking, remaja di Kabupaten Kudus juga melakukan perilaku seks yang diwujudkan dengan melakukan perabaan di bagian tubuh yang sensitif. Sampel 201 remaja usia 13- 15 tahun , hanya 50 remaja yang pernah meraba bagian sensitif tubuh remaja di warnet. Sedangkan dari 197 remaja usia 16-18 tahun , hanya 65 remaja yang pernah meraba bagian sensitif tubuh remaja di warnet Kabupaten Kudus. Dampak dari sentuhan/ rabaan ini dapat menimbulkan rangsangan seksual dan dapat menjurus ke perilaku selanjutnya. Dampak perilaku seksual tersebut cukup serius yaitu : 1) Perilaku berpegangan tangan memang tidak terlalu menimbulkan rangsangan seksual yang kuat, namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba aktifitas seksual lainnya (hingga kepuasan seksual dapat tercapai). 2) Perilaku berpelukan akan membuat jantung berdegup lebih cepat dan menimbulkan rangsang seksual (terutama di daerah erogenous). 3) Perilaku mencium pipi dan kening bisa mengakibatkan imajinasi dan fantasi seksual jadi berkembang, selain itu juga dapat menimbulkan keinginan untuk melanjutkan ke bentuk aktifitas seksual lainnya yang lebih dapat dinikmati. Sedangkan perilaku mencium bibir dapat menimbulkan sensasi seksual yang kuat yang membangkitkan dorongan seksual yang hingga tak terkendali. Selain itu juga dapat memudahkan penularan penyakit TBC, hepatitis B, dan penyakit yang ditularkan secara peroral lainnya. 4) Perilaku meraba bagian tubuh yang sensitive akan menimbulkan rangsangan seksual sehingga melemahkan kontrol diri dan akal sehat, akibatnya bisa menimbulkan aktifitas seksual selanjutnya (cumbuan berat dan intercourse).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Perilaku berpegangan tangan, berpelukan, necking, meraba bagian tubuh yang sensitif dan agresif seks merupakan perilaku yang pernah dilakukan sebagian remaja di Kabupaten Kudus. Jika dibandingkan antara golongan remaja umur 13-15 tahun dan remaja umur 16-18 tahun, kecenderungan berisiko untuk melakukan perilaku seks bebas lebih mengarah kepada remaja umur 16-18 tahun.
5.2 SARAN
Remaja di Kabupaten Kudus nampaknya kurang memperhatikan fungsi awal adanya warnet sebagai media untuk mengakses informasi, dan justru digunakan sebagai tempat melakukan perilaku seks. Selain itu remaja cenderung kurang peduli terhadap dampak yang bisa terjadi akibat perilaku seks bebas. Sehingga, partisipasi dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk mengatasi hal tersebut agar tercipta penerus bangsa yang bermoral dan sehat. Terutama dari penyedia jasa warnet agar lebih memperhatikan desain warnet agar tidak membuka peluang remaja untuk melakukan kegiatan seksual di dalamnya. Selain itu salah satu upaya yang dapat di lakukan dalam bidang kesehatan adalah dengan dilakukannya pendidikan kesehatan mengenai pendidikan seks remaja untuk mengendalikan perilaku seks remaja.
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock, B,E. 2004. Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan), edisi 5Jakarta: Erlangga
Sarwono, S, W. 2010. Psikologi Remaja (Edisi Revisi). Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Suntrock, J, W. 2003. Adolesense (Perkembangan Remaja), edisi 6 Jakarta: Erlangga
www.wikipedia.com.Warnet.Artikel. (http://id.wikipedia.org/wiki/Warung_Internet).Diakses pada tanggal 09 Maret 2013.
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.