Telah dilakukan percobaan spektrometer yang bertujuan untuk mempelajari teori spektrometer prisma dengan pendekatan eksperimental, menentukan indeks bias prisma kaca, menentukan panjang gelombang dengan menggunakan prisma yang dikalibrasi, dan mengamati spektrum warna cahaya dari panjang gelombang tertentu.
Spektometer
I. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari untuk menjalani aktivitas diperlukan adanya suatu cahaya. Sedangkan dalam ruang hampa (vakum), kecepatan cahaya adalah sama untuk setiap panjang gelombang atau warna cahaya, artinya kecepatan cahaya biru sama dengan kecepatan cahaya infra merah. Akan tetapi, jika sebuah berkas cahaya polikromatik atau dalam hal ini adalah cahaya putih jatuh pada sebuah permukaan prisma kaca dengan membentuk sudut terhadap permukaan tersebut kemudian melewati prisma tersebut, maka cahaya putih itu akan diuraikan atau di despersikan menjadi spektrum warna. Fenomena ini membuat newton percaya bahwa cahaya putih merupakan campuran dari komponen-komponen warna. Dispersi atau penguraian warna terjadi didalam prisma karena kecepatan gelombang cahaya didalam prisma berbeda untuk setiap panjang gelombang.[3]
Cahaya merupakan gelombang transversal yang termasuk gelombang elektromagnetik. Sifat-sifat cahaya diantaranya adalah dapat mengalammi pemantulan atau yang biasa disebut dengan refleksi, pembiasan atau yang dikenal dengan sebutan refraksi, pelenturan atau biasa disebut difraksi, diserap arah getarnya atau polarisasi, dan diuraikan cahaya atau biasa disebut dengan dispersi. Dispersi yaitu peristiwa terurainya cahaya putih atau polikromatik menjadi cahaya mono kromatik atau cahaya yang berwarna-warni. Suatu cahaya putih terdiri atas beberapa spektrum warna yang terbagi berdasarkan panjang gelombang masing-masing. Saat suatu sinar cahaya melewati suatu medium yang transparan maka akan mengalami pembiasan akibat perbedaan indeks bias medium yang dilewatinya. Cahaya putih yang dapat terurai menjadi cahaya yang berwarna-warni disebut cahaya polikromatik sedangkan cahaya tunggal yang tidak bisa diuraikan lagi disebut cahaya monokromatik. Peristiwa dispersi juga terjadi apabila seberkas cahaya putih dilewatkan pada suatu prisma sehingga membentuk spektrum cahaya. Spektrum ini dapat diamati melalui spektrometer.[2]
Pembiasan cahaya adalah pembelokkan arah rambat cahaya saat melewati bidang batas dua medium bening yang berbeda indeks biasnya. sudut bias tergantung pada laju cahaya kedua medium tersebut dan pada sudut datangnya.[3]
Hukum Snellius adalah rumus matematika yang memberikan hubungan antara sudut datang dan sudut bias pada cahaya atau gelombang lainnya yang melalui batas antara dua medium isotropik berbeda, seperti udara dan gelas. Nama hukum ini diambil dari matematikawan Belanda yang bernama Willebrord Snelliu. Hukum ini juga dikenal sebagai, Hukum Descartes atau Hukum Pembiasan.[4]
Hukum Snellius I
Adapun bunyi Hukum Snellius I adalah :
“Jika suatu cahaya melalui perbatasan dua jenis zat cair, maka garis semula tersebut adalah garis sesudah sinar itu membias dan garis normal dititik biasnya, ketiga garis tersebut terletak dalam satu bidang datar.”
Gambar (1.1) : Pembiasan cahaya pada Hukum Snellius I.
Hukum Snellius II
Adapun bunyi Hukum Snellius II adalah :
“Perbandingan sinus sudut datang dengan sinus sudut bias selalu konstan. Nilai konstanta dinamakan indeks bias(n).”
Gambar (1.2) : Hukum Snellius II.
Menurut Newton sinar datang dari cahaya adalah benda-benda sangat kecil yang terpancar dari bahan yang bersinar. Teori cahaya yang lebih baru dikemukakan oleh Huygens adalah suatu gerak gelombang yang terpancar dari suatu sumber dalam semuah arah. Dan menurut Maxwell cahaya tampak adalah salah satu bentuk energi elektrimagnetik yang menjelaskan tentang penjalaran cahaya.
Sebuah prisma memisahkan cahaya putih menjadi pelangi. Hal ini di sebut dispersi prisma. Sebuah prisma dapat bekerja karena dispersi pembelokan cahaya dengan panjang gelombang berbeda ke sudut yang berbeda pula. Pelangi merupakan peristiwa terurainya cahaya matahari oleh butiran-butiran air hujan. Peristiwa terurainya cahaya ini disebabkan oleh perbedaan indeks bias dari masing-masing cahaya, dimana indeks cahaya merah paling kecil dan indeks bias cahaya ungu paling besar. Karena cahaya putih merupakan campuran dari panjang gelombang yang tampak dan ketika jatuh pada prisma, panjang gelombang yang berbeda tersebut di belokkan dengan derajat yang berbeda-beda. Dan cahaya ungu di belokkan paling jauh sehingga penyebaran cahaya putih menjadi spektrum.[1]
Sedangkan menurut gambar (1.3) menggambarkan seberkas cahaya yang melewati sebuah prisma. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa berkas sinar tersebut dalam prisma mengalami dua kalipembiasan sehingga antara berkas sinar masuk ke prisma dan berkas sinar keluar dari prisma tidak lagi sejajar.[3]
Gambar (1.3) : Pembiasan cahaya pada prisma.
Spektrometer merupakan sebuah alat untuk mengukur panjang gelombang dengan akurat menggunakan kisi difraksi atau prisma untuk memisahkan panjang gelombang cahaya yang berbeda. Kisi difraksi adalah sejumlah besar celah parallel yang bergerak sama. cahay dari sumber lampu yaitu lampu gas neon, helium, hydrogen yang melewati celah pada kolimator. Celah berada pada titik focus lensa sehingga cahaya parallel jatuh pada kisi. Teleskop dapat memfokuskan berkas-berkas cahaya. Teleskop harus di posisikan pada sudut yang sesuai dengan difraksi dari panjang gelombang yang dipancarkan oleh sumber cahaya. Semakin sempit celah maka makin redup garis yang dilihat pada spektrometer.[2]
Spektrometer digunakan untuk identifikasi atom atau molekul. Ketika gas tersebut dipanaskan dan dilewati arus listrik, maka gas akan memancarkan spektrum garis yang mempunyai arti hanya cahaya dengan panjang gelombang diskrit tertentu yang di pancarkan dan berbeda untuk unsur dan senyawa yang berbeda. Spektrum garis hanya terjadi untuk gas yang bertemperatur tinggi dan bertekanan yang rendah.[4]
II. METODE
Gambar (2.1) : Rangkaian Percobaan.
Dalam melakukan percobaan spektrometer ini, diperlukan peralatan dan bahan berupa satu set spektrometer (termasuk kolimator, teleskop, dan prisma), lampu gas helium, lampu gas hidrogen, step up dan down transformator, dan power supply. Langkah awal yang harus dilakukan yaitu merangkai peralatan sesuai dengan gambar (2.1) yang ada diatas, kemudian memasang lampu gas hidrogen di depan kolimator pada satu set spectrometer, namun pada saat ini rangakaian jangan terlebih dahulu dihubungkan dengan sumber tegangan (PLN). Kemudian menghubungkan rangkaian tersebut dengan power supply dan memposisikan spektrum warna agar dapat terlihat jelas. Setelah garis-garis warna terlihat jelas dengan menggunakan teleskop, skala referensi yang tertera dalam skala ukur ditentukan, kemudian mengukur sudut deviasi yang dipancarkan pada masing-masing warna dengan membaca jarum yang tertunjuk dalam skala ukur, kemudian hasilnya dikurangi dengan skala referensi. Setelah semua sudut deviasi pada masing-masing garis terbaca, maka rangkaian tersebut dimatikan (power supply off). Kemudian di hubungkan lagi dengan sumber tegangan dan dilakukan pengulangan sebanyak 3kali. Jika pada lampu gas hidrogen sudah selesai, maka dilanjutkan dengan lampu gas helium dengan menggunakan cara yang sama seperti diatas.
Untuk mempermudah melakukan percobaan ini, dapat dilihat pada flow chart dibawah ini :
Gambar 2.2 : Flow chart percobaan spektrometer.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisa Data
Dari percobaan spektrometer yang telah dilakukan ini, maka akan didapatkan data-data percobaan sebagai berikut :
Tabel 3.1 : Data sudut deviasi pada lampu gas hidrogen dan helium.
Warna | Lampu gas hidrogen | Lampu gas helium | ||||
1 | 2 | 3 | 1 | 2 | 3 | |
Merah | 72.5 | 72.3 | 72.8 | 72.8 | 72.8 | 72.8 |
Jingga | 73.2 | 73 | 73 | 73.3 | 73.3 | 73.2 |
Kuning | 73.3 | 73.3 | 73.3 | – | – | – |
Hijau | 74 | 74 | 73.8 | 74.3 | 74.3 | 74.5 |
Biru | 74.5 | 74.4 | 74.4 | 74.3 | 75 | 75 |
Ungu | 75.4 | 75 | 75 | 75.1 | 75.3 | 75.3 |
Tabel 3.2 : Data rata-rata sudut deviasi pada lampu gas hidrogen dan helium.
Warna | Lampu gas hidrogen | Lampu gas helium |
Rata-rata sudut deviasi | Rata-rata sudut deviasi | |
Merah | 72.53333 | 72.8 |
Jingga | 73.06667 | 73.26667 |
Kuning | 73.3 | – |
Hijau | 73.93333 | 74.76667 |
Biru | 74.43333 | 74.76667 |
Ungu | 75.13333 | 75.23333 |
B. Perhitungan
Dari data-data yang diperoleh, maka dapat dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai dari indeks bias (n) suatu prisma dan panjang gelombang (l) spektrum warna. Untuk mencari nilai indeks bias (n) maka digunakan rumus matematis sebagai berikut:
Setelah mendapatkan nilai indeks biasnya (n), maka akan diketahui pula nilai panjang gelombangnya (lamda), dengan cara membuat grafik antara indeks bias (n) terhadap seper panjang gelombang referensi kuadratnya. Sehingga nantinya akan diperoleh suatu persamaan seperti :
dengan seperti itu, maka nantinya akan didapatkan nilai panjang gelombangnya (lamda).
jika nilai panjang gelombangnya (lamda) sudah diketahui maka akan dapat diketahui pula nilai error-nya dengan menggunakan rumus :
Dengan menggunakan persamaan rumus (3.1) maka akan diperoleh hasil perhitungan dari nilai indeks bias (n) suatu prisma, sebagai berikut :
Dari contoh perhitungan diatas, maka dapat diketahui nilai indeks bias (n) yang lain dari suatu spektrum warna pada lampu gas hidrogen dan helium yang ditunjukkan pada tabel-tabel berikut ini:
Tabel 3.3 : Indeks bias pada lampu gas hidrogen.
Warna | Lampu gas Hidrogen | |||
Merah | 1.830 | 1.829 | 1.833 | 1.831 |
Jingga | 1.835 | 1.834 | 1.834 | 1.835 |
Kuning | 1.836 | 1.836 | 1.836 | 1.836 |
Hijau | 1.840 | 1.840 | 1.840 | 1.840 |
Biru | 1.844 | 1.844 | 1.844 | 1.844 |
Ungu | 1.837 | 1.848 | 1.848 | 1.844 |
Tabel 3.4 : Indeks bias pada lampu gas helium.
Warna | Lampu gas Hidrogen | |||
Merah | 1.833 | 1.833 | 1.833 | 1.833 |
Kuning | 1.836 | 1.836 | 1.835 | 1.836 |
Hijau | 1.843 | 1.843 | 1.844 | 1.843 |
Biru | 1.843 | 1.848 | 1.848 | 1.846 |
Ungu | 1.848 | 1.850 | 1.850 | 1.849 |
Pada percobaan spektrometer ini, diketahui lampu gas yang digunakan adalah lampu gas hidrogen dan lampu gas helium, dimana setiap lampu gas memiliki spektrum warna yang berbeda-beda dan disetiap spektrum warna memiliki lreferensi yang berbeda-beda pula, dimana lreferensi adalah suatu tetapan nilai panjang gelombang dari suatu spektrum warna pada suatu lampu gas, dalam percobaan ini lampu gas yang digunakan adalah lampu gas hidrogen dan helium. Dimana untuk mencari suatu nilai dari panjang gelombang (l) suatu spektrum warna, diperlukan nilai panjang gelombang referensinya (lreferensi). Berikut ini adalah nilai lreferensi, yang ditunjukkan pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.5 : Tabel nilai lreferensi pada lampu gas hidrogen dan helium.
No | Spektrum Warna | lreferensi | |
Hidrogen | Helium | ||
1 | Merah | 715 | 667.8 |
2 | Jingga | 619.5 | 587.6 |
3 | Kuning | 579.5 | – |
4 | Hijau | 539.5 | 504.8 |
5 | Biru | 492 | 447.1 |
6 | Ungu | 422 | 438.8 |
Setelah diketahui nilai lreferensi-nya, maka akan didapatkan nilai panjang gelombang (l) dari suatu spektrum warna dengan menggunakan persamaan rumus (3.2), sebagai berikut :
Dari contoh perhitungan diatas, maka dapat diketahui pula nilai panjang gelombang ( ) yang lain dari suatu spektrum warna pada lampu gas hidrogen dan helium yang ditunjukkan pada tabel-tabel berikut ini:
Tabel 3.6 : Panjang gelombang (lamda ) pada lampu gas hidrogen.
No | Spektrum Warna | Lampu gas hidrogen | |
Indeks Bias | hitung | ||
1 | Merah | 1.831 | 787.7 |
2 | Jingga | 1.835 | 610.2 |
3 | Kuning | 1.836 | 581.8 |
4 | Hijau | 1.840 | 498.2 |
5 | Biru | 1.844 | 442.7 |
6 | Ungu | 1.844 | 442.7 |
Tabel 3.7 : Panjang gelombang ( lamda) pada lampu gas helium.
No | Spektrum Warna | Lampu gas hidrogen | |
Indeks Bias | hitung | ||
1 | Merah | 1.833 | 656.3 |
2 | Jingga | 1.836 | 587.0 |
3 | Kuning | – | – |
4 | Hijau | 1.843 | 484.7 |
5 | Biru | 1.846 | 454.7 |
6 | Ungu | 1.849 | 429.6 |
Setelah diketahui nilai panjang gelombangnya baik itu hitung dan lreferensi maka dapat diketahui pula nilai kevalidan datanya atau nilai errornya, dengan menggunakan persamaan rumus (3.3) sebagai berikut :
Dari contoh perhitungan diatas, maka dapat diketahui pula nilai error-nya yang lain dari suatu spektrum warna pada lampu gas hidrogen dan helium yang ditunjukkan pada tabel-tabel berikut ini:
Tabel 3.8 : Nilai error pada lampu gas hidrogen.
No | Spektrum Warna | Lampu gas hidrogen | error | |
lreferensi | hitung | |||
1 | Merah | 715 | 787.7 | 10.2 % |
2 | Jingga | 619.5 | 610.2 | 1.5 % |
3 | Kuning | 579.5 | 581.8 | 0.4 % |
4 | Hijau | 539.5 | 498.2 | 7.7 % |
5 | Biru | 492 | 442.7 | 10.0 % |
6 | Ungu | 422 | 442.7 | 4.9 % |
Tabel 3.9 : Nilai error pada lampu gas helium.
No | Spektrum Warna | Lampu gas helium | error | |
lreferensi | hitung | |||
1 | Merah | 667.8 | 656.3 | 10.9 % |
2 | Jingga | 587.6 | 587.0 | 0.1 % |
3 | Kuning | – | – | – |
4 | Hijau | 504.8 | 484.7 | 4.0 % |
5 | Biru | 447.1 | 454.7 | 1.7 % |
6 | Ungu | 438.8 | 429.6 | 4.7 % |
C. Grafik
Dari data-data yang diperoleh pada percobaan spektrometer ini, termasuk nilai indeks bias dan lreferensi yang sudah didapatkan, maka bisa juga didapatkan nilai panjang gelombang (l) dari suatu spektrum warna nantinya, dengan cara membuat grafik antara indeks bias (n) terhadap seper panjang gelombang referensi kuadratnya . Sehingga dari grafik ini, akan didapatkan nilai panjang gelombangnya (l). Berikut adalah gambar grafik dari percobaan spectrometer yang menggunakan lampu gas hidrogen dan lampu gas helium :
Tabel 3.10 : Hubungan antara nilai indeks bias prisma (n) dengan nilai lreferensi pada lampu gas hidrogen.
No | Spektrum Warna | Lampu gas hidrogen | |
Indeks Bias | lreferensi | ||
1 | Merah | 1.831 | 715 |
2 | Jingga | 1.835 | 619.5 |
3 | Kuning | 1.836 | 579.5 |
4 | Hijau | 1.840 | 539.5 |
5 | Biru | 1.844 | 492 |
6 | Ungu | 1.844 | 422 |
Dari tabel 3.10 diatas, maka akan didapatkan grafik antara nilai indeks bias prisma dengan nilai lreferensi pada lampu gas hidrogen seperti gambar dibawah ini :
Gambar (3.1) : Grafik antara nilai indeks bias prisma dengan nilai lreferensi pada lampu gas hidrogen.
Tabel 3.11 : Hubungan antara nilai indeks bias prisma (n) dengan nilai lreferensi pada lampu gas helium.
No | Spektrum Warna | Lampu gas hidrogen | |
Indeks Bias | lreferensi | ||
1 | Merah | 1.833 | 667.8 |
2 | Jingga | 1.836 | 587.6 |
3 | Kuning | – | – |
4 | Hijau | 1.843 | 504.8 |
5 | Biru | 1.846 | 447.1 |
Dari tabel 3.11 diatas, maka akan didapatkan grafik antara nilai indeks bias prisma (n) dengan nilai lreferensi pada lampu gas helium seperti gambar dibawah ini :
Gambar (3.2) : Grafik antara nilai indeks bias prisma dengan nilai lreferensi pada lampu gas helium.
D. Pembahasan
Pada percobaan ini bertujuan untuk mempelajari teori spektrometer prisma dengan pendekatan eksperimental, menentukan indeks bias prisma kaca, menentukan panjang gelombang dengan menggunakan prisma yang telah dikalibrasi, dan mengamati spektrum warna cahaya dari panjang gelombang tertentu. Percobaan ini dilakukan pada lampu gas yang bersifat diskrit karena pada gas helium dan hidrogen merupakan gas polikromatik sehingga membutuhkan energi yang sedikit untuk memecahkan menjadi gas monokromatik.
Cahaya polikromatik dapat terdispersi menjadi cahaya monokromatik bila dilewatkan pada sebuah prisma. Spektrum-spektrum warna yang terbentuk dapat diamati dengan teleskop. Dengan mengetahui skala kedudukan teropong (sudut deviasi minimum) dan sudut bias prisma, maka secara matematis indeks bias prisma dapat diketahui.
Berdasarkan data hasil percobaan pada kedua lampu gas dapat diketahui bahwa nilai sudut deviasi terendah adalah warna merah dan Sudut deviasi tertinggi adalah warna ungu. Hal ini disebabkan karena warna merah memiliki indeks bias terendah. Sedangkan warna ungu memiliki sudut deviasi tertinggi karena warna ungu memiliki indeks bias tertinggi. Berdasarkan nilai panjang gelombang pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa nilai panjang gelombang tertinggi adalah warna merah untuk kedua lampu gas. Dan warna yang memiliki panjang gelombang terpendek adalah warna ungu. Ini disebabkan karena warna merah memiliki sudut deviasi yang paling kecil dan pada warna ungu memiliki sudut deviasi paling besar.
Berdasarkan grafik diatas dari percobaan spektrometer ini dapat disimpulkan bahwa dari kedua lampu gas yang digunakan ternyata rata-rata grafiknya adalah linear atau nilai indeks biasnya sebanding dengan nilai . Meskipun ada bebe-rapa data yang menyimpang, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu dari faktor penghlihatan terhadap spektrum warna yang ada pada spektrometer yang kurang teliti, sehingga data yang didapat tidak stabil, dan besarnya nilai penyimpangan atau error yang didapatkan dapat dilihat pada tabel diatas.
IV. KESIMPULAN
Dari percobaan spektrometer ini, dapat disimpulkan bahwa teori spektrometer prisma dapat dilakukan dengan mengunakan gas yang bersifat polikromatik. Selain itu, dapat ditentukan indeks bias prisma yang memberikan nilai berbeda pada masing-masing panjang gelombang dengan mengetahui sudut deviasi yang dipancarkan garis-garis warna spektrum. Spektrum warna yang terjadi pada lampu gas hidrogen yaitu warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, ungu. Sedangkan pada lampu gas helium terpancar garis spektrum warna merah, jingga, hijau, biru, dan ungu yang pemancarannya secara diskrit. indeks bias kaca prisma adalah 1.838 serta panjang gelombang untuk lampu Hidrogen, warna Merah 787.7 nm, warna Jingga 610.2 nm, warna Kuning 581.8 nm, warna Hijau 498.2 nm, warna Biru 442.7 nm, dan warna Ungu adalah 442.7 nm. Sedangkan untuk lampu helium nilai indeks bias kaca prismanya sebesar 1.841 untuk panjang gelombang warna Merah adalah 656.3 nm, warna Jingga 587.0 nm, warna Hijau 484.7 nm, warna Biru 454.7 nm, dan Ungu 429.6 nm.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan trerimakasih kepada para asisten, rekan-rekan praktikum dan semua pihak yang terkait dalam praktikum Spektrometer dalam melakukan percobaan dan penyelesaian laporan ini
DAFTAR PUSTAKA
[1] Arthur, beiser.2003.”Konsep Fisika Modern”. Erlangga:Jakarta.
[2] Dosen-dosen fisika ITS,2000,”Fisika II”.Yanasika:Surabaya.
[3] Douglas, C Giancolli.2001.”Fisika”. Erlangga:Jakarta.
[4] Edward, J Film.1994.”Dasar-dasar Fisika Universitas Edisi kedua”.Erlangga:Jakarta.
[5] Sears.1994.”Fisika Universitas”.Erlangga:Jakarta.
[6] Serway.2005.”Fisika Modern”.USA:Thomson Learning.