Daftar isi
Praktikum Konservasi Tanah dan Air
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Mata kuliah Konservasi Tanah dan Air adalah mata kuliah yang mempelajari bagaimana teknik-teknik untuk mengawetkan tanah dan air sehingga produktivitas lahan dapat terjaga. Mata kuliah ini lebih menekankan pada sifat fisik tanah (tekstur dan struktur tanah) daripada kesuburan tanah. Erosi dapat menyebabkan produktivitas lahan menurun karena menyebabkan hilangnya lapisan top soil pada tanah, yang pada gilirannya lahan menjadi tidak mampu mendukung pertumbuhan optimal tanaman. Top soil adalah bagian atas tanah merupakan tempat media tumbuh tanaman yang amat subur. Menurut Bennet (1989 dalam Bafdal et al., 2011) dibutuhkan waktu 300 – 1000 tahun untuk membentuk 1 cm lapisan tanah top soil dari parent material. Menyimak pendapat Bennet ini, maka diperlukan perhatian untuk menjaga ketebalan top soil dari proses erosi.
Di Indonesia masalah erosi merupakan masalah nasional karena dampak dari kejadian erosi dapat menimbulkan bermacam-macam kerugian, misalnya di sektor pertanian dapat menurunkan produktivitas lahan sementara di bidang kesehatan terjadinya banjir khususnya di perumahan penduduk yang dapat menimbulkan bermacam-macam penyakit. Praktikum konservasi tanah dan air ini menekankan perhitungan, prediksi, dampak dan penanggulangan dalam konteks usaha pertanian, sehingga diharapkan dapat membekali para mahasiswa pertanian untuk mempunyai kemampuan baik dalam bidang pengelolaa erosi pada lahan pertanian.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum konservasi tanah dan air adalah sebagai berikut:
- Memahami cara mengukur (prediksi) erosi dan nilai toleransi erosi pada suatu lahan.
- Dapat mengethaui status erosi pada suatu lahan dan memberikan rekomendasi praktik konservasi atau pengelolaan yang diperlukan.
Bab II. Kajian Pustaka
Brooks et al., (1991 dalam Bafdal et al., 2011) berpendapat bahwa penyebab terjadinya erosi ada dua, yaitu air dan angin. Indonesia sebagai Negara tropis sangat jarang atau dapat dikatakan tidak pernah terjadi erosi yang disebabkan oleh angin. Erosi yang terjadi di Indonesia hanya disebabkan oleh air. Mekanisme terjadinya erosi oleh Schwab (1999 dalam Bafdal et al., 2011) diidentifikasikan menjadi tiga tahap, yaitu (i) detachment (penghancuran tanah dari agregat tanah menjadi partikel-partikel tanah); (ii) transportation (pengangkutan partikel tanah oleh limpasan hujan atau run-off dan (iii) sedimentation (sedimen/pengendapan tanah tererosi; tanah-taanh tererosi akan terendapkan pada cekungan-cekungan yang menampung partikel-partikel tanah akibat top soil yang tergerus akan menjadi area pertanian yang subur.
Bafdal (2000 dalam Bafdal et al., 2011) berpendapat dilihat dari tekstur tanah maka tekstur pasir lebih mudah terhancurkan oleh butiran-butiran hujan dibandingkan dengan tekstur lainnya, karena daya ikat antar partikel tanah yang lemah atau sedikitnya tekstur liat (yang berfungsi sebagai semen diantara partikel-partikel tanah). sedangkan tekstur liat paling mudah diangkut (transportasi) dibandingkan tekstur lainnya karena ukuran partikel tanah yang kecil dibandingkan dengan tekstur lainnya.
Baver (1989 dalam Bafdal et al., 2011) menggambarkan hubungan fungsi erosi dengan faktor-faktor penyebab erosi sebagai berikut:
E = f(C;S;V;T;H)
Dimana: f = fungsi
C = faktor iklim
S = faktor tanah
V = faktor vegetasi
T = faktor topografi
H = faktor tindakan manusia
Menurut Bafdal et al., (2011), penjelasan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi adalah sebagai berikut:
1.
Iklim
a. Jumlah Curah hujan
Jumlah hujan yang besar tidak selalu menyebabkan erosi berat jika intensitasnya rendah, dan sebaliknya hujan lebat dalam waktu singkat mungkin hanya menyebabkan sedikit erosi karena jumlah hujan hanya sedikit.
b. Intensitas curah hujan
Morgan (1963) menyimpulkan bahwa rata-rata kehilangan tanah perkejadian hujan meningkat seiiring dengan meningkatnya intensitas hujan. Hal ini dikarenakan pada intensitas yang besar ukuran butiran hujan meningkat seiiring dengan meningkatnya intensitas, tetesan butiran hujan ini memiliki energi kinetik yang cukup besar sehingga penghancuran agregat tanah berdampak besar pula dan intensitas besar mengakibatkan aliran air di permukaan akan lebih banyak.
2. Tanah
Erodibilitas tanah merupakan kepekaan tanah terhadap pelepasan dan pengankutan. Erodibilitas bervariasi tergantung dari, sebagai berikut:
a. Tekstur tanah
Tekstur tanah ialah perbandigan relatif (%) fraksi-fraksi pasir, debu dan liat. Peran tekstur tanah pada pertikel tanah yang besar menunjukkan sifat yang tahan terhadap transport karena membutuhkan tenaga yang besar untuk membawanya dan partikel yang lebih halus memiliki sifat yang tahan terhadap pelepasan karena sifat kohesinya. Tanah dengan kandungan debu tinggi merupakan tanah yang erodibel, mudah tererosi. Penggunaan kandungan liat sebagai indikator erodibilitas secara teori lebih memuaskan karena partikel liat menggabungkan dengan bahan organik untuk membentuk agregat tanah atau gumpalan dan itu adalah stabilitas yang ditentukan oleh ketahanan tanah.
b. Struktur tanah
Struktur tanah adalah penyusunan partikel-partikel tanah primer seperti pasir, debu dan liat membentuk agregat-agregat, dimana antara satu
agregat dengan agregat lainnya dibatasi oleh bidang belah alami yang lemah. Stuktur tanah yang optimal dalam bidang pertanian adalah struktur remah, yang mempunyai perbandingan antara bahan padat dengan ruang pori–pori relatif seimbang. Keseimbangan perbandingan volume tersebut menyebabkan kandungan air dan udara mencukupi bagi pertumbuhan tanaman, dan menyebabkan akar cukup kuat bertahan. Tanah yang berstruktrur remah memiliki pori – pori diantara agregat tinggi dibandingkan dengan struktur tanah yang padat., sehingga dapat meloloskan air ke dalam tanah sehingga pada gilirannya limpasan hujan di atas permukaan tanah kecil.
Misalnya pada stuktur tanah granuler dan lepas mempunyai kemampuan besar dalam meloloskan air, dengan demikian menurunkan laju limpasan air permukaan.
c. Infiltrasi
Permeabilitas merupakan kemudahan cairan, gas dan akar menembus tanah. Ruang pori total adalah volume yang ditempati oleh udara dan air. Presentase volume ruang pori total disebut porositas.
d. Kandungan bahan organik
Bahan organik terdiri dari sisa tanaman ataupun hewan dan telah terdekomposisi oleh mikroorganisme menjadi bahan organik. Bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah yang semula padat menjadi gembur sehingga mempunyai porositas tanah tinggi dan dapat mengawetkan air di dalam tanah. Fungsi bahan organik dalam pencegahan erosi antara lain dapat memperbaiki aerasi tanah dan mempertinggi kapasitas air tanah serta memperbaiki daerah perakaran. Peranan bahan organik terhadap sifat fisik tanah adalah menaikkan kemantapan agregat tanah, memperbaiki struktur tanah dan menaikkan daya tahan air tanah. Persentase bahan organik di dalam tanah tidak terlalu banyak hanya berkisar 2 sampai 3,5%; dengan banyaknya kandungan bahan organik di dalam tanah maka permeabilitas tanah akan meningkat.
3. Vegetasi
Pengaruh vegetasi pengaruh penutup tanah terhadap erosi adalah sebagai berikut: vegetasi mampu menangkap atau mengintersepsi butir air hujan sehingga energi kinetiknya terserap oleh tanaman dan tidak menghantam langsung pada permukaan tanah. Pengaruh intersepsi air hujan oleh tumbuhan penutup tanah pada erosi melalui dua cara yaitu memotong butir air hujan sehingga tidak jatuh ke bumi dan memberikan kesempatan terjadinya penguapan langsung dari daun dan dahan, selain itu menangkap butir hujan dan meminimalkan pengaruh negatif terhadap struktur tanah.
Tanaman penutup tanah (cover crop) mengurangi energi aliran, meningkatkan kekasaran sehingga mengurangi kecepatan aliran permukaan, dan selanjutnya memotong kemampuan aliran permukaan untuk melepas dan mengangkut partikel tanah. Perakaran tanaman meningkatkan stabilitas tanah dengan meningkatkan kekuatan tanah, granularitas dan porositas. Aktivitas biologi yang berkaitan dengan pertumbuhan tanaman memberikan dampak positif pada porositas tanah. Tanaman mendorong transpirasi air, sehingga lapisan tanah atas menjadi kering dan memadatkan lapisan di bawahnya.
Dalam meninjau pengaruh vegetasi terhadap mudah tidaknya tanah tererosi, harus dilihat apakah vegetasi penutup tanah tersebut mempunyai struktur tajuk yang berlapis sehingga dapat menurunkan kecepatan terminal air hujan dan memperkecil diameter tetesan air hujan. Tumbuhan bawah (semak) lebih berperan dalam menurunkan besarnya erosi karena merupakan strata vegetasi terakhir yang akan menentukan besar – kecilnya erosi percikan. Oleh karena itu, dalam melaksanakan program konservasi tanah dan air melalui cara vegetatif, sistem pertanaman diusahakan agar tercipta struktur pelapisan tajuk yang serapat mungkin tanpa mengurangi persaingan unsur hara dan sinar matahari. Teknik konservasi tanah dan air baru dapat dikatakan berhasil bila tanah tertutup rapat sehingga memperkecil tumbukan butiran butir-butir hujan sementara produksi tidak terganggu.
Pelindung tanaman mengurangi erosi diteliti oleh Henderson Research Station di Zimbabwe dimana pada periode 1953-1956 rata-rata kehilangan tanah tahunan sekitar 4.63 kg/m2 dibandingkan dengan 0.04 kg/m2 pada tanah dengan penutup tanah yang tebal dari jenis tanaman digitaria. Efektifitas pelindung tanaman dalam mengurangi erosi bergantung pada ketinggian dan kontinuitas dari kanopi, kerapatan dari pelindung dipermukaan tanah dan kerapatan akar. Ketinggian kanopi sangat penting karena air jatuh dari ketinggian 7 meter dapat melebihi 90 persen dari kecepatan terminal. Lebih lanjut, tetesan hujan yang terintersepsi oleh kanopi dapat bergabung pada daun membentuk tetesan yang lebih besar yang mana lebih erosif.
4. Topografi
Kemiringan dan panjang lereng menentukan besarnya kecepatan dan volume limpasan hujan. Menurut Nurpilihan (2000) bahwa secara umum erosi akan meningkat dengan meningkatnya kemiringan dan panjang lereng. Pada lahan datar, percikan butir air hujan melemparkan partikel tanah ke udara ke segala arah secara acak, pada lahan miring, partikel tanah lebih banyak yang terlempar ke arah bawah dari pada ke atas, dengan proporsi yang makin besar dengan meningkatnya kemiringan lereng. Selanjutnya, semakin panjang lereng cenderung makin banyak air permukaan yang terakumulasi, sehingga aliran permukaan baik kecepatan dan jumlah semakin tinggi. Kombinasi kedua variabel lereng ini menyebabkan laju erosi tanah tidak sekedar proporsional dengan kemiringan lereng tetapi meningkat secara drastis dengan meningkatnya panjang lereng.
5. Tindakan manusia
Tindakan manusia yang semena-mena atau tidak mengikuti kaidah-kaidah konservasi tanah dan air maka akan menyebabkan erosi yang dipercepat. Ditingkat lahan pertanian juga terjadi pelanggaran-pelanggaran kaidah konservasi tanah dan air; sebagai contoh adalah dalam teknik konservasi tanah dan air penanaman tanaman pertanian (budidaya pertanian) terutama di lahan miring haruslah ditanam memotong lereng atau searah kontur, kecuali bagi tanaman-tanaman yang buahnya di bawah permukaan tanah. Keadaan yang terjadi adalah bahwa tanaman budidaya pertanian masih banyak yang ditanam searah lereng atau tidak memotong lereng; hal ini tentu akan memacu erosi yang hebat.
Sistem sawah sangat efektif untuk mencegah erosi, karena dengan dibentuknya petak-petak sawah akan mendorong dibuatnya sengkedan untuk sawah. Sistem pekarangan dan talun efektif juga dalam mengurangi erosi.
Secara teori dapat dikatakan bahwa laju erosi harus seimbang dengan laju pembentukan tanah, namun dalam prakteknya sangat sulit untuk mencapai keadaan yang seimbang ini. Erosi merupakan proses alamiah yang tidak bisa dihilangkan, khususnya lahan-lahan yang diusahakan untuk pertanian. Tindakan yang dapat dilakukan adalah mengusahakan supaya erosi yang terjadi masih dibawah ambang batas yang maksimum, yaitu besarnya erosi yang tidak melebihi laju pembentukan tanah. Hal ini penting dilakukan pada lahan–lahan pertanian untuk membatasi tanah yang hilang, sehingga produktivitas lahan dapat dipertahankan.
Menurut Buol, Hole dan McCracken 1973 dalam Suripin (2001 dalam Bafdal et al., 2011) laju pembentukan tanah di seluruh muka bumi berkisar antara 0,01 sampai 7,7 mm/tahun. Teknik konservasi tanah di Indonesia diarahkan pada tiga prinsip utama yaitu perlindungan permukaan tanah terhadap pukulan butirbutir hujan, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah seperti pemberian bahan organik atau dengan cara meningkatkan penyimpanan air, dan mengurangi laju aliran permukaan sehingga menghambat material tanah dan hara terhanyut (Agus et al., 1999).
Bab III. Metode Praktikum
A. Waktu dan Tempat Praktikum
1. Pengukuran curah hujan
Pengukuran curah hujan tidak dilaksanakan, namun didapat langsung data curah hujan, dan data diunduh pada hari Rabu, tanggal 3 Desember 2014 pukul 10.24 WIB di Gedung B Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.
2. Pengamatan struktur dan tekstur tanah
Pengamatan lapang dilaksanakan pada hari Minggu, tanggal 16 November 2014, pukul 09.45 WIB di Desa Polokarto, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah.
3. Analisis tekstur tanah
Pengamatan laboratorium dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 13 Desember 2014, pukul 10.00 – 15.00 WIB, di Laboratorium Kimia Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.
4. Analisis kadar bahan organik
Pengamatan di laboratorium dilaksanakan pada hari Kamis-Jum’at, tanggal 11-12 Desember 2014, pukul 08.00-13.30 WIB, di Laboratorium Kimia Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.
5. Analisis permeabilitas tanah
Pengamatan laboratorium dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 26 November 2014 di Laboratorium Fisika Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.
6. Penghitungan erosivitas hujan, erodibilitas tanah dan erosi
Pengukuran indeks erosivitas hujan, erodibilitas tanah dan erosi diperbolehkan dilaksanakan pada hari Jum’at, tanggal 19 Desember 2014 pukul 10.24 WIB di Gedung B Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.
B. Alat
1. Praktikum Lapangan (survey keadaan lahan dan pengambilan sampel)
a. Peta dasar Jumantono (sumber rupa bumi)
b. Roll meter
c. Klinometer
d. Bor Tanah
e. Kompas
f. Ring sample
g. Pisau
h. Plastik kapasitas 1 kg
i. Kamera
j. Alat tulis
k. GPS
2. Praktikum Laboratorium
a. Analisis Tekstur Tanah Secara Kuantitatif
1) Gelas piala 800 ml
2) Penyaring berkefeld
3) Ayakan 50 mikron
4) Gelas ukur 500 ml
5) Pipet 20 ml
6) Pinggan aluminium
7) Dispenser 50 mkl
8) Gelas ukur 200 ml
9) Stpowatch
10) Oven berkipas
11) Pemanas listrik
12) Neraca analitik dengan ketelitian dua desimal
b. Analisis Bahan Organik Tanah
1) Labu takar 50 ml
2) Gelas piala 50 ml
3) Gelas ukur 25 ml
4) Pipet drop
5) Pipet ukur
c. Analisis Permeabilitas Tanah
1) Ring sampel
2) Bak perendam
3) Permeameter
4) Gelas piala
5) Jam/stopwatch
6) Penggaris
7) Gelas ukur
C. Bahan
1. Praktikum Lapangan
a. Contoh tanah terusik
b. Contoh tanah tidak terusik
c. Contoh tanah dalam ring sampel
d. Aquades
2. Praktikum Laboratorium
a. Analisis Tekstur Tanah Secara Kuantitatif
1) Contoh tanah kering angin lolos 2 mm sebanyak 10 g
2) H2O2 30%
3) H2O2 10% (H2O2 30% diencerkan tiga kali dengan air bebas ion)
4) HCl 2 N
5) Larutan Na4P2O7 4%
6) Aquadest
b. Analisis Bahan Organik Tanah
1) Ctka Ø 0.5 mm
2) K2CrO7 1 N
3) H2SO4 pekat
4) H3PO4 85%
5) FeSO4 1 N
6) Indikator DPA
7) Aquadest
c. Analisis permeabilitas tanah
1) Contoh tanah tidak terusik dalam ring sampel
3. Penghitungan erosivitas hujan, erodibilitas tanah dan erosi
a. Data hari hujan tahun 2003-2012 Kecamatan Jumantono.
b. Data hujan maksismum (mm) tahun 2003-2012 Kecamatan Jumantono.
c. Data curah hujan bulanan (mm) tahun 2003-2012 Kecamatan Jumantono.
D. Cara Kerja
1. Pengukuran curah hujan
a. Mengumpulkan data curah hujan berupa data sekunder yang diperoleh dari stasiun penangkar hujan atau klimatologi Jumantono.
b. Mengkalibrasi satuan pengukuran dari cm menjadi mm.
2. Pengamatan struktur dan tekstur tanah
a. Melakukan pengamatan dilapang mengenai tekstur dan struktur tanah.
b. Mengambil contoh sampel tanah dengan menggunakan ring sampel untuk dianalisis permeabilitas tanah.
c. Mengambil contoh sampel tanah dengan mengambil 4 titik tersebar pada area kemudian dicampur merata, kemudian diambil ±500 g untuk pengujian laboratorium.
3. Analisis tekstur tanah
a. Menimbang 10 g ctka Ø 2 mm kemudian masukkan ke dalam gelas piala 500/1000 ml.
b. Menambahkan 50 ml aquades dan 15 ml H2O2 30% (diamkan sampai reaksi mereda).
c. Menambahkan 20 ml H2O2 30% dan panaskan sampai mendidih sekitar 5 menit.
d. Setelah dingin, menambahkan 20 ml HCl 2N dan panaskan (mendidih sekitar 5 menit).
e. Mendinginkan dan mengencerkan dengan aquades sampai 500/1000 ml, setelah mengendap disaring (diulang sampai tanah/larutan bebas asam).
f. Memindahkan tanah ke tabung reaksi 500/1000 ml dan tambahkan larutan Na4P2O7 4% sebanyak 10 ml.
g. Mengaduk dan diamkan selama 1 menit kemudian mengambil sebanyak 20/25 ml dengan pipet pada kedalaman 20 cm, (siapkan cawan kosong: dicatat sebagai b dalam gram), masukkan dalam cawan penguap dan mengoven sampai kering kemudian menimbangnya (sebagai c dalam gram) (debu + liat + peptisator).
h. Setelah 3.5 jam, mengambil sebanyak 20/25 ml pada kedalaman 5 cm (liat + peptisator) dengan pipet, (siapkan cawan kosong: dicatat sebagai d dalam gram), masukkan dalam cawan penguap dan mengoven sampai kering kemudian menimbangnya (debu+liat+peptisator).
i. Sisa filtrat yang ada kemudian disaring dengan ayakan 300 mm yang tertinggal di ayakan, kemudian keringkan dan timbang sebagai pasir kasar. (Untuk memisahkan pasir kasar dan pasir halus).
j. Melakukan perhitungan dengan rumus sebagai berikut:
Debu (%) = (c – b – e + d) x 1000/25 x 100/(100xa)/100 + KL x 100%
Liat/ lempung = (e – d – 0.01) x 1000/25 x 100)/(100x a)/ 100 + KL) x 100%
Pasir = 100 – debu – lempung
Pasir halus = % pasir – % pasir kasar
4. Analisis kadar bahan organik
a. Menimbang ctka Ø 0.5 mm sebanyak 0.5 g (1 g untuk tanah pasiran) dan memasukkan ke dalam labu takar 50 ml.
b. Menambahkan 10 ml K2Cr2O7 1 N
c. Menambahkan dengan hati-hati lewat dinding 10 cc H2SO4 pekat setetes demi setetes. Hingga menjadi berwarna jingga. Apabila warna menjadi kehijauan menambah K2Cr2O7 dan H2SO4 kembali dengan volume diketahui (melakukan dengan cara yang sama terhadap blangko).
d. Menggojog dengan memutar dan mendatar selama 1 menit lalu mendiamkannya selama 30 menit.
e. Menambah 5 ml H3PO4 85% dan mengencerkan dengan aquadest hingga volume 50 ml dan menggojog sampai homogen.
f. Mengambil 5 ml larutan bening dan menambah 15 ml aquadest serta indikator DPA sebanyak 2 tetes, kemudian menggojognya bolak-balik sampai homogen.
g. Menitrasi dengan FeSO4 1 N hingga warna hijau cerah
Perhitungan:
Kadar C = x 100%
Kadar bahan organik =
B : Blanko
A : Baku
KL : Kadar lengas
5. Analisis permeabilitas tanah
a. Contoh tanah tidak terusik diambil dari lapisan tanah atas di lapangan yang akan diukur laju erosinya.
b. Contoh tanah bersama ring sampelnya direndam air dalam bak perendam sampai setinggi 3 cm dari dasar bak perendam selama 24 jam.
c. Setelah perendaman selesai, contoh tanah dalam ring sampel yang telah direndam sampai jenuh air dipindahkan ke permeameter. Alirkan air ke selang masuk permeameter dan diatur aliran airnya hingga keluar permeameter tidak merusak struktur sampel tanah dalam ring sampel yang terpasang tadi.
d. Setelah aliran konstan, air yang keluar dari alat permeameter di tampung pada gelas piala.
e. Melakukan pengukuran yaitu menampung air yang keluar dari permeameter memakai gelas piala dalam jeda waktu tertentu misalnya 1 menit (gunakan stopwatch). Air ini lalu ditakar dengan menggunakan gelas ukur.
f. Melakukan pengukuran seperti ini sebanyak 5 kali dan hitung rata-ratanya.
Perhitungan:
Rumus permeabilitas : K =
Keterangan
K : Permeabilitas (ml/jam)
Q ; Banyaknya air yang mengalir setiap pengukuran (ml)
L : Tebal contoh tanah (cm)
T : Waktu pengukuran (jam)
H : Tinggi permukaan air dari permukaan contoh tanah bagian atas (cm)
A : Luas permukaan sampel tanah (cm2)
6. Penghitungan erosivitas hujan, erodibilitas tanah dan erosi
a. Erosivitas hujan
1) Melakukan perhitungan nilai erosivitas hujan berdasarkan data curah hujan selama 10 tahun yang diperoleh dengan menggunakan rumus:
Days =
Rain =
Max p =
R = 6.119 (Rain)1.21 (Days)-0.47(Maxp)0.53
b. Erodibilitas tanah
1) Melakukan perhitungan erodibilitas tanah berdasarkan data yang diperoleh dari analisis yang dilakukan di laboratorium dengan menggunakan rumus:
100 K = 1.292 [2.1M1.14(10-4)(12-a) + 3.25 (b-2) + 2.5 (c-3)]
c. Erosi
1) Menghitung nilai prediksi erosi dengan menggunakan metode USLE berdasarkan data yang telah dikumpulkan, dengan terlebih dahulu mengetahui nilai C (faktor pengelolaan tanah), nilai P (faktor tindakan konservasi tanah), nilai L (panjang lereng), S (kemiringan lereng), R (nilai indeks erosivitas hujan), dan K (nilai erodibilitas tanah). Rumus:
A = R. K. L. S. C. P
Bab IV. Hasil dan Pembahasan
A. Nilai Erosivitas Hujan ( R )
1. Mengukur nilai jumlah hari hujan per bulan
Tabel 4.1 Hari hujan tahun 2003-2012 di Kecamatan Jumantono
Bulan/Tahun | 2003 | 2004 | 2005 | 2006 | 2007 | 2008 | 2009 | 2010 | 2011 | 2012 | Rata” |
Januari | 12 | 18 | 15 | 23 | 8 | 12 | 22 | 24 | 12 | 12 | 16.3 |
Febuari | 18 | 15 | 20 | 14 | 20 | 16 | 21 | 12 | 14 | 14 | 16.6 |
Maret | 12 | 16 | 16 | 12 | 16 | 22 | 13 | 20 | 11 | 11 | 15.8 |
April | 3 | 10 | 13 | 18 | 17 | 11 | 11 | 15 | 12 | 12 | 12.2 |
Mei | 2 | 5 | 0 | 12 | 6 | 3 | 12 | 18 | 5 | 5 | 7.3 |
Juni | 1 | 1 | 8 | 0 | 4 | 0 | 3 | 8 | 3 | 3 | 2.8 |
Juli | 0 | 5 | 7 | 1 | 1 | 0 | 3 | 8 | 0 | 0 | 2.8 |
Agustus | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 4 | 0 | 0 | 0.4 |
September | 1 | 0 | 5 | 1 | 0 | 0 | 0 | 14 | 0 | 0 | 2.2 |
Oktober | 7 | 3 | 10 | 0 | 7 | 14 | 7 | 11 | 3 | 3 | 6.9 |
November | 16 | 17 | 11 | 5 | 9 | 20 | 12 | 14 | 12 | 12 | 13.5 |
Desember | 21 | 18 | 21 | 19 | 21 | 12 | 9 | 17 | 20 | 20 | 17.7 |
Rumus:
Days =
=
=
= 9.541667 mm/hari
=0.9541667 cm/hari
2. Mengukur nilai curah hujan bulanan
Tabel 4.2 Curah hujan bulanan (mm) tahun 2003-2012 di Kecamatan Jumantono
Bulan/Tahun | 2003 | 2004 | 2005 | 2006 | 2007 | 2008 | 2009 | 2010 | 2011 | 2012 | Rata” |
Januari | 356 | 262 | 229 | 401 | 148 | 142 | 510 | 565 | 383 | 383 | 337.9 |
Febuari | 349 | 286 | 284 | 350 | 531 | 268 | 388 | 311 | 380 | 353 | 350.0 |
Maret | 271 | 225 | 372 | 101 | 317 | 595 | 275 | 172 | 456 | 162 | 294.6 |
April | 62 | 79 | 162 | 259 | 479 | 135 | 277 | 363 | 448 | 389 | 265.3 |
Mei | 22 | 25 | 0 | 141 | 47 | 56 | 160 | 329 | 202 | 108 | 109.0 |
Juni | 12 | 2 | 118 | 0 | 80 | 0 | 105 | 140 | 0 | 25 | 48.2 |
Juli | 0 | 47 | 100 | 5 | 11 | 0 | 39 | 161 | 161 | 0 | 52.4 |
Agustus | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 107 | 0 | 0 | 10.7 |
September | 4 | 0 | 41 | 24 | 0 | 0 | 0 | 337 | 9 | 0 | 41.5 |
Oktober | 80 | 27 | 189 | 0 | 142 | 342 | 116 | 229 | 132 | 79 | 133.6 |
November | 269 | 248 | 220 | 87 | 250 | 450 | 189 | 387 | 252 | 298 | 265.0 |
Desember | 226 | 436 | 394 | 309 | 783 | 212 | 133 | 318 | 399 | 350 | 356.0 |
Rumus:
Rain =
=
=
= 188.6833 mm/bulan
= 18.86833 cm/bulan
3. Mengukur nilai curah hujan maksimum dalam 24 jam pada bulan yang bersangkutan
Tabel 4.3 Curah hujan bulanan (mm) maksimum tahun 2003-2012 di Kecamatan Jumantono
Bulan/Tahun | 2003 | 2004 | 2005 | 2006 | 2007 | 2008 | 2009 | 2010 | 2011 | 2012 | Rata” |
Januari | 70 | 56 | 78 | 61 | 36 | 36 | 107 | 86 | 97 | 76 | 70.3 |
Febuari | 54 | 106 | 59 | 90 | 67 | 36 | 62 | 74 | 93 | 71 | 71.2 |
Maret | 134 | 45 | 85 | 34 | 91 | 169 | 95 | 1052 | 64 | 42 | 86.4 |
April | 46 | 18 | 14 | 74 | 129 | 38 | 58 | 65 | 128 | 69 | 63.9 |
Mei | 12 | 8 | 0 | 30 | 18 | 35 | 40 | 66 | 75 | 55 | 33.9 |
Juni | 12 | 2 | 60 | 0 | 44 | 0 | 50 | 52 | 0 | 11 | 23.1 |
Juli | 0 | 19 | 29 | 5 | 11 | 0 | 17 | 49 | 137 | 0 | 26.7 |
Agustus | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 72 | 0 | 0 | 7.2 |
September | 4 | 0 | 18 | 24 | 0 | 0 | 0 | 55 | 9 | 0 | 11.0 |
Oktober | 28 | 16 | 37 | 0 | 55 | 75 | 25 | 50 | 37 | 50 | 37.3 |
November | 45 | 47 | 70 | 34 | 57 | 100 | 50 | 121 | 69 | 64 | 65.7 |
Desember | 25 | 44 | 54 | 45 | 163 | 65 | 31 | 43 | 117 | 87 | 67.4 |
Rumus:
Max p =
=
=
= 47.00833 mm/bulan
= 4.700833 cm/bulan
R = 6.119 (Rain)1.21 (Days)-0.47(Maxp)0.53
= 6.119 (18.86833)1.21 (0.9541667)-0.47(4.700833)0.53
= 6.119 (34.96532) (1.022296) (2.271186)
= 496.7607
B.
18 |
Nilai Erodibilitas (K)
Tabel 4.4 perhitungan nilai erodibilitas tanah (K)
C-org (%) | Tekstur | Nilai M | a | b | c | Nilai K | ||
Pasir sangat halus (%) | Debu (%) | Liat (%) | ||||||
4,95 | 21,04762 | 13,42544 | 67,84642 | 1108,43229 | 8,53 | 2 | 1 | 0,010347 |
Sumber : Dianalisis Dari Data Primer
1. Anallisa Permeabilitas Tanah
a. Pada ulangan ke-1
Dik : HD = 6.0 cm
HL = 5.0 cm
∆H = 1 cm
L = 5 cm
T = 0.083
Q = 12 ml
Dit : K = …..?
Jawaban:
A = r2
= 3.14 x (2.5)2
= 19.625
K =
=
=
= 36.855 cm/jam
b. Pada ulangan ke-2
Dik : HD = 6.0 cm
HL = 5.7 cm
∆H = 0.3 cm
L = 5 cm
T = 0.083
19 |
Q = 12 ml
Dit : K = …..?
Jawaban:
A = r2
= 3.14 x (2.5)2
= 19.625
K =
=
=
= 122.950 cm/jam
K rata-rata = = 159,835 à maka nilai indeks permeabilitas pada tabel bernilai = 1
2. Tekstur Tanah
Dik : b = 37.822
c = 38.001
d = 33.839
e = 33.990
f = 38.069
g = 39.005
a = 10 g
PEP = 0.0095
fk ctka 2 mm= 1.1987
Dit : a. Clay + debu = ….?
b. Clay = ….?
c. Debu = …?
d. Pasir total = …?
e. Pasir kasar = ….?
f. Pasir halus = ….?
Jawaban:
a.
20 |
Clay + debu = (c – b – PEP) x x fk x
= (38.001 – 37.822 – 0.0095) x x 1.1987 x
= 0.1695 x 40 x 1.1987 x 10
= 81.27186%
b. Clay = (e – d – PEP) x x fk x
= (33.990 – 33.839 – 0.0095) x x 1.068 x
= 0.1415 x 40 x 10 x 1.1987
= 67.84642 %
c. Debu = (clay + debu) – clay
= 81.27186 – 67.84642
= 13.42544 %
d. Pasir total = 100 – clay – debu
= 100 – 67.84642 – 13.42544
= 32.153558 %
e. Pasir kasar = (g – f – PEP) x fk x
= (39.005 – 38.069 – 0.0095) x 1.1987 x
= 1.9265 x 1.068 x 10
= 11.10596 %
f. Pasir halus = Pasir total – Pasir kasar
= 32.15558 – 11.10596
= 21.04762 %
3. Kapasitas Lapang
a. Pada ulangan ke-1
Dik : a = 52.52
b = 71.215
c = 70.159
Dit : KL = ….?
Jawaban:
KL = x 100%
21 |
= x 100%
= 5.98 %
Fk =
=
= 1.598
b. Pada ulangan ke-2
Dik : a = 52.64
b = 74.488
c = 70.865
Dit : KL = ….?
Jawaban:
KL = x 100%
= x 100%
= 19.87 %
Fk =
=
= 1.1987
4. Analisis Bahan Organik Tanah
Dik : B = 4.15
A = 2.95
n FeSO4 = 0.5
berat tanah = 0.5 g = 500 mg
KL = 5.98
Dit : a. Kadar C = …?
b. Kadar BO = …?
Jawaban:
Kadar C =
22 |
=
= x 1.298 x 100%
= 4.95 %
Kadar BO =
=
= 8.53%
5. Nilai M
M = (% pasir sangat halus + % debu) x (100 – % lempung)
= (21,04762 + 13,42544) x (100 – 67,84642)
= 34,47306 x 32,15358
= 1108,43229
6. Nilai erodibilitas tanah
100 K = 1,292{2,1M1,14 (10-4) (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)}
= 1,292{2,1(1108,43229)1,14 (10-4) (12-8,53) + 3,25(3-2) + 2,5(1- 3)}
= 1.034708 – 1.75
= 1.034708
= 1.034708/100
= 0.010347
C. Nilai Kemiringan dan Panjang Lereng (LS)
Tabel 4.5 Perhitungan Nilai LS
No | X (m) | s (%) | LS |
1 | 53,1 | 10 | 1.568973 |
Sumber : Dianalisis Dari Data Primer
Analisis data
LS = (0,065 + 0,045 s + 0,00138 s2)
=
= 2,402715 (0.653)
= 1,568973
D.
23 |
Nilai Pengelolaan Tanaman ( C ) dan Tindakan Konservasi (P)
Tabel 4.6 Perhitungan Nilai CP
No | Pola tanam /teknik konservasi | Penutupan lahan (%) | Nilai C | Nilai P | Nilai CP |
1 | Tegal monokultur | 20 | 0,2 | 0,4 | 0,08 |
Sumber : Dianalisis Dari Data Primer
Analisis data :
CP = 0,2 x 0,4 = 0,08
Nilai pengelolaan tanaman (C) = 0.2 karena merupakan sistem lahan tegal dengan satu jenis tanaman yaitu tebu, maka nilai C masuk kedalam kategori ‘Tebu’. Nilai tindakan konservasi bernilai 0.40, karena merupakan tindakan konservasi tanah dengan sistem lahan tegal dengan kategori teras tradisional.
E. Hasil Perhitungan Prediksi Erosi dengan model USLE
Table 4.7 hasil perhitungan prediksi erosi
Luas lahan | R | K | LS | CP | Prediksi erosi (ton/ha/th) | Erosi sistem lahan (ton/th) |
138,4 ha | 496.7607 | 0,010347 | 1,568973 | 0,08 | 1,536674 | 0.64 |
Sumber : Dianalisis Dari Data Primer
Analisis Data
A = R.K.LS.CP
= 496.7607x 0,010347 x 1,568973 x 0,08
= 0.64472309 ton/ha/tahun
F. Hasil Perhitungan Erosi yang Diperbolehkan (EDP)
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Erosi yang Diperbolehkan (Edp)
Sistem Lahan | Prediksi erosi (ton/ha/th) | Kedalaman Efektif Tanah (mm) | Sub-Ordo Tanah | Umur Guna Lahan (tahun) |
Tegalan | 1266.144 | 500 | Udult | 400 |
Sumber: Logbook
Analisis Data
T = Erosi yang diperbolehkan (ton/ha/th)
KE = Kedalaman Efektif Tanah (mm)
24 |
UGT = Umur Guna Tanah (untuk kepentingan pelestarian digunakan 400 tahun)
T =
=
= 1.25 ton/ha/tahun
V. PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum Lahan
Pengamatan yang dilakukan oleh kelompok 10 pada praktikum konservasi tanah dan air ini mengamati lahan pada titik 20. Pada lahan titik 20, lahan berupa tegal dengan penanaman secara monokultur yaitu tanaman tebu. Luas lahan seluas 138,4 ha, lahan berada di koordinat S 7°38’48,9” dan E110°55’18,4”, mengarah 15° dari utara dan berada di ketinggian 159 m dpl. Lahan yang diamati mempunyai panjang lereng 53.1 m dengan kemiringan 10%. Lahan titik 20 memiliki penutupan lahan sekitar 20%, lahan hanya ditanami tanaman tebu dan tidak ada cover crop lin, karena merupakan tegal dengan sistem monokultur. Pembentukan lahan Roll Surface (Permukaan Bergelombang), land use ketela /palawija tadah hujan, jenis tanah dystopepts (ITY).
B. Faktor Erosivitas Hujan
Hujan merupakan salah satu faktor penyebab erosi karena dapat memiliki energi kinetik sehingga ketika jatuh mengenai permukaan tanah mampu memecah agregat tanah, serta dapat menimbulkann aliran permukaan yang menyebabkan penggerusan pada tanah yang dilaluinya hal inilah yang memicu terjadinya erosi pada tanah. Kemampuan hujan menimbulkan erosi terhadap tanah disebut dengan erosivitas hujan (R) (Nurmansyah et al., 2007). R adalah faktor erosivitas hujan atau faktor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30). Indeks erosivitas merupakan pengukur kemampuan suatu hujan untuk menimbulkan suatu erosi yang diketahui melalui tebal curah hujan. Semakin tebal hujan yang terjadi maka nilai erosivitas juga akan tinggi yang berarti bahwa kemampuan hujan untuk menimbulkan erosi sangat besar (Tarigan dan Mardianto 2013).
26 |
Perhitungan faktor erosivitas hujan memerlukan data curah hujan yang diambil minimal dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Data curah hujan yang diperlukan adalah curah hujan bulanan, jumlah hari hujan dalam satu bulan, dan jumlah curah hujan maksimum dalam bulan tersebut. Erosivitas tahunan yang digunakan dalam perhitungan erosi diperoleh dari penjumlahan erosivitas bulanan. Metode penghitungan erosivitas curah hujan tergantung pada jenis data curah hujan yang tersedia (Arsyad 2006). Perhitungan erosivitas yang dilakukan dengan menggunakan Rumus Bols. Hal ini dikarenakan data curah hujan yang diketahui meliputi jumlah curah hujan bulanan rata-rata, jumlah hari hujan dalam bulan tertentu, dan curah hujan harian rata-rata maksimal pada bulan tertentu yang merupakan variabel perhitungan faktor erosivitas menurut Bols.
Fakhrudin dan Yulianti (2010) menyatakan bahwa indeks erosivitas hujan tinggi menunjukkan bahwa curah hujan berperan cukup besar terhadap nilai potensi erosi tanah. Curah hujan yang tinggi mnyebabkan semakin banyak butiran air hujan yang menghempas permukaan tanah, sehingga mengakibatkan hancurnya agregat tanah yang kemudian terbawa oleh aliran permukaan. Kondisi yang demikian merupakan awal terjadinya erosi tanah yang dapat menimbulkan degradasi kualitas tanah. Perhitungan besarnya nilai indeks erosivitas hujan yang berdasarkan metode Bols sebesar 496.7607.
C. Faktor Erodibilitas Tanah
Menurut Herawati (2010) indeks erodibilitas tanah menunjukkan tingkat kerentanan tanah terhadap erosi, yaitu retensi partikel terhadap pengikisan dan perpindahan tanah oleh energi kinetik air hujan. Erodibilitas tanah sangat penting untuk diketahui agar tindakan konservasi dan pengolahan tanah dapat dilaksanakan secara lebih tepat dan terarah. Arifin (2010) menyatakan bahwa besarnya nilai indeks erodibilitas tanah ditentukan oleh kandungan bahan organik tanah dan beberapa sifat fisik tanah. Sifat-sifat fisik tanah yang digunakan untuk menentukan indeks erodibilitas suatu tanah tersebut adalah tekstur, struktur, dan permeabilitas tanah.
27 |
Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif dari partikel tanah, seperti pasir, debu dan clay dalam suatu massa tanah. Tekstur tanah akan sangat menentukan sifat-sifat tanah yang lain, seperti kecepatan infiltrasi dan kemampuan pengikatan air oleh tanah yang dapat menentukan terjadi tidaknya aliran permukaan. Umumnya semakin kasar tekstur tanah, maka nilai K akan cenderung semakin besar yang berarti bahwa semakin tinggi nilai K maka tanah tersebut akan semakin peka atau mudah tererosi. Sebaliknya semakin halus tekstur suatu tanah, nilai K akan semakin rendah yang berarti tanah tersebut resisten terhadap erosi.
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan mengenai analisis tekstur tanah, dapat diketahui bahwa tanah tersebut mengandung clay+debu sebesar 72.4104%, clay 67.84642%, debu 13.42544%, pasir total 32.15558%, pasir kasar 11.10596%, dan pasir halus sebesar 21.04762%. Pasir halus dan debu merupakan partikel-partikel tanah yang berpengaruh pada kepekaan tanah terhadap erosi. Tanah akan lebih mudah tererosi, apabila mempunyai kandungan debu lebih tinggi disertai dengan bahan organik rendah. Tanah dengan kandungan debu 40-60% sangat peka terhadap erosi. Hasil analisis menunjukkan fraksi tanah yang mendominasi tanah yakni clay. Tanah dengan unsur dominan liat ikatan antar partikel-partikel tanah tergolong kuat, liat juga memiliki kemampuan memantapkan agregat tanah sehingga tidak mudah tererosi. Hal ini sama juga berlaku untuk tanah dengan dominan pasir (tanah dengan tekstur kasar), kemungkinan untuk terjadinya erosi rendah karena laju infiltrasi besar sehingga menurunkan laju air limpasan (Asdak 2010). Menurut Subagyono et al., (2004), fraksi tanah yang paling mudah tererosi adalah debu. Hal ini dikarenakan selain mempunyai ukuran yang relatif halus, fraksi debu juga tidak mempunyai kemampuan untuk membentuk ikatan tanpa adanya bantuan bahan perekat sehingga mudah dihancurkan oleh energi hujan.
Permeabilitas merupakan kemampuan tanah untuk dilewati lengas tanah. Permeabilitas sangat tergantung pada ukuran butir tanah (tekstur), bentuk dan diameter pori-pori tanah serta tebal selaput lengas. Hasil analisis data menunjukkan nilai permeabilitas tanah sebesar 0,944 cm/jam. Nilai tersebut dalam kelas permeabilitas termasuk dalam kategori lambat atau slow. Permeabiltas tanah yang tinggi mennyebabkan seluruh pori tanah tertutup, sehingga terjadi pengurangan kekuatan dalam tanah terhadap tekanan, yang mengakibatkan mudahnya tanah tersebut terjadi longsoran atau erosi. Menurut Asdak (2010) permeabilitas memberikan pengaruh pada kemampuan tanah dalam meloloskan air, tanah dengan permeabilitas tinggi menaikkan laju infiltrasi. Semakin tinggi kelas permeabilitas atau semakin lambat laju permeabilitas menyebabkan nilai erodibilitas semakin tinggi (Yulianti dan Danuarti 2012), karena kenaikan laju infiltrasi akan mengakibatkan tanah jenuh dengan cepat sehingga air tidak dapat masuk ke dalam tanah dan akhirnya menjadi aliran permukaan yang menyebabkan erosi pada permukaan tanah.
28 |
Struktur tanah merupakan ikatan butir-butir primer ke dalam butir-butir sekunder atau agregat. Struktur butir-butir tanah primer dalam agregat menentukan tipe struktur tanah. Terdapat dua aspek struktur tanah yang penting dalam hubungannya dengan erosi yaitu sifat-sifat fisika kimia liat yang menyebabkan terbentuknya agregat dan tetap berada dalam bentuk agregat meskipun terkena air, dan adanya bahan perekat butir-butir primer sehingga terbentuk agregat mantap struktur tanah dapat dikatakan baik apabila di dalamnya terdapat penyebaran ruang pori-pori yang baik, yaitu terdapat ruang pori di dalam dan di antara agregat yang dapat diisi air dan udara dan sekaligus mantap keadaannya. Hasil pengamatan yang dilakukan, tanah tersebut memiliki tipe struktur granular sedang dan kasar (medium, coarse granular). Adanya perbedaan struktur tanah yang terjadi, secara tidak langsung mempengaruhi ukuran dan jumlah pori-pori tanah yang terbentuk. Tanah-tanah dengan struktur yang berat mempunyai pori halus yang banyak, dan miskin akan pori-pori besar, mempunyai kapasitas infiltrasi kecil. Sebaliknya tanah-tanah yang berstruktur ringan mengandung banyak pori besar dan sedikit pori halus, kapasitas infiltrasinya lebih besar dibandingkan dengan tanah yang berstruktur berat.
29 |
Bahan organik dalam tanah dapat didefinisikan sebagai sisa-sisa tanaman dan hewan di dalam tanah pada berbagai pelapukan dan terdir dari organisme yang masih hidup ataupun yang sudah mati. Bahan organik bisa berfungsi dan memperbaiki sifat kimia, fisika, biologi tanah sehingga ada sebagian ahli menyatakan bahwa bahan organik di dalam tanah memiliki fungsi yang tak tergantikan. Menurut Kurnia (2006) bahan organik berperan penting untuk menciptakan kesuburan tanah. Peranan bahan organik bagi tanah adalah dalam kaitannya dengan perubahan sifat-sifat tanah, yaitu sifat fisik, biologis, dan sifat kimia tanah. Bahan organik merupakan pembentuk granulasi dalam tanah dan sangat penting dalam pembentukan agregat tanah yang stabil. Berdasarkan perhitungan analisis kandungan bahan organik, dapat diketahui bahwa kandungan C-Organik tanah sebesar 4.95 % dan kandungan bahan organik pada lahan tersebut adalah 8.53 %. Hasil bahan organik melalui analisis laboratorium dan perhitungan ini belum bisa dipastikan sesuai keadaan di lahan, karena pada umumnya, bahan organik di lahan hanya sampai maksimal 5%. Menurut Herawati (2010) kandungan bahan organik yang tinggi akan menyebabkan nilai erodibilitas tinggi.
Tabel 5.1 Klasifikasi Erodibilitas Tanah
No | Kelas | Nilai K | Harkat |
1 | I | 0.00-0.10 | Sangat rendah |
2 | II | 0.11-0.20 | Rendah |
3 | III | 0.21-0.32 | Sedang |
4 | IV | 0.33-0.40 | Agak tinggi |
5 | V | 0.41-0.55 | Tinggi |
6 | VI | 0.56-0.64 | Sangat tinggi |
Sumber: Arsyad 2010
Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa nilai erodibilitas (K) pada lahan sebesar 0,010347 ton/ha/tahun. Nilai erodibilitas (K) menunjukkan nilai yang sangat rendah. Menurut Suripin (2002) erodibilitas tanah merupakan sifat tanah yang dinamis, yang bervariasi terhadap waktu, kelengasan tanah, suhu tanah, pengolahan tanah, gangguan manusia atau binatang, serta faktor biologi dan kimia. Faktor yang mempunyai pengaruh besar terhadap variasi erodibilitas tanah tersebut adalah suhu tanah, tekstur tanah dan kelengasan tanah. Sembiring et al., (2012), menyatakan bahwa salah satu cara mengurangi erodibilitas tanah adalah pemberian bahan organik berupa pupuk kompos pada budidaya tanaman kacang tunggak, karena tanaman kacang tunggak merupakan tanaman penutup tanah yang mampu mengurangi benturan air hujan terhadap permukaan tanah, dan juga sebagai tanaman sumber penghasil bahan organik. Memberikan pupuk organik mampu meningkatkan struktur tanah, tekstur tanah, bahan organik tanah dan menurunkan permeabilitas tanah
30 |
Penelitian yang dilakukan oleh Arifin (2010) di daerah Kediri, menunjukkan pada penggunaan lahan untuk hutan nilai erodibilitasnya sedang (K=0.24), sedang pada sistem tanam tumpang sari termasuk agak tinggi (K=0.26) dan pada sistem monokultur termasuk tinggi (K=tinggi).
D. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng
Kemiringan dan panjang lereng merupakan dua sifat topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Faktor panjang lereng adalah jarak horizontal dari permukaan atas yang mengalir ke bawah dimana gradien lereng menurun hingga ke titik awal atau ketika limpasan permukaan (run off) menjadi terfokus pada saluran tertentu (Asdak 2010). Kemiringan lereng akan mempengaruhi besarnya limpasan permukaan. Hal ini dapat terjadi karena semakin besar kemiringan lereng maka akan meningkatkan jumlah dan kecepatan aliran. Adanya peningkatan jumlah dan kecepatan aliran akan memperbesar energi kinetik sehingga kemampuan untuk mengangkut butir-butir tanah juga akan meningkat. Selain itu semakin panjang lereng suatu lahan menyebabkan semakin banyak air permukaan yang terakumulasi, sehingga aliran permukaan menjadi lebih tinggi kedalaman maupun kecepatannya.
Berdasarkan Tabel 4.5 Perhitungan Nilai LS, dapat diketahui bahwa nilai LS pada penggunaan lahan tersebut adalah 1,568973. Panjang lereng 53.1 m dengan kemiringan lereng 10%. Menurut Kartasapoetra (2005) bahwa semakin panjang lereng pada tanah akan semakin besar pula kecepatan aliran air di permukaannya sehingga pengikisan terhadap bagian-bagian tanah semakin besar. Semakin panjang lereng suatu lahan menyebabkan semakin banyak air permukaan yang terakumulasi, sehingga aliran permukaan menjadi lebih tinggi kedalaman maupun kecepatannya. Tarigan dan Mardiatno (2013) menyatakan bahwa semakin curam kemiringan lereng akan semakin meningkatkan jumlah dan kecepatan aliran permukaan, sehingga memperbesar energi kinetik dan meningkatkan kemampuan untuk mengangkut butir-butir tanah. Usaha untuk memperpendek panjang lereng umumnya dilakukan dengan pembuatan teras. Sedangkan untuk menanggulangi kecepatan aliran karena tingkat kemiringan lereng dapat dilakuakan dengan penanaman tananaman yang berseling sehingga mampu memerah aliran permukanaan dan memperlambat laju aliran permukaan.
31 |
E. Faktor Pengelolaan Tanaman dan Tindakan Konservasi
Salah satu faktor penyebab erosi dipercepat yakni adanya campur tangan manusia. Tindakan manusia yang berpengaruh besar terhadap besar kecilnya erosi yang terjadi berupa faktor tindakan pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi yang telah dilakukan. Faktor pengelolaan tanaman meliputi pola tanam yang diterapkan pada lahan tersebut. Faktor pengelolaan tanaman yang dilakukan akan menentukan nilai C pada perhitungan prediksi erosi dengan menggunakan metode USLE. Indeks pengelolaan tanaman (C) dapat diartikan sebagai rasio tanah yang tererosi pada suatu jenis pengolahan tanaman pada sebidang lahan terhadap tanah yang tererosi pada lahan yang sama tanpa ada tanaman. Nilai C untuk suatu jenis pengolahan tanaman dengan tergantung dari jenis, kerapatan, panen dan rotasi tanaman (Desifindiana et al., 2013). Vegetasi penutup lahan erat kaitannya dengan kemampuan menahan tanah terhadap erosivitas hujan. Umumnya semakin tinggi diversitas vegetasi penutup lahan, bahan organik tanah semakin tinggi sehingga meningkatkan kemampuan tanah menahan erosivitas hujan.
Tindakan manusia lain yang mempengaruhi laju erosi suatu lahan adalah tindakan konservasi yang dilakukan. Nilai dari tindakan konservasi akan menunjukkan nilai P dalam perhitungan prediksi erosi.. Indeks pengolahan lahan (P) adalah rasio tanah yang tererosi pada suatu jenis pengolahan lahan terhadap tanah yang tererosi pada lahan yang sama tanpa pengolahan lahan atau konservasi apapun. Nilai P sangat dipengaruhi oleh campur tangan manusia terhadap lahan yang bersangkutan seperti misalnya teras, rorak, pengolahan tanah dan sebagainya (Desifindiana et al., 2013). Tindakan pengelolaan tanah selain untuk menunjang usaha budidaya tanaman juga merupakan tindakan pengawetan tanah. Tindakan pengelolaan tanah erat hubungannya dengan kondisi topografi lahan yakni kemiringan lereng. Tindakan pengelolaan tanah atau konservasi yang dilakukan salah satunya akan menentukan kecepatan aliran permukaan yang terjadi pada lahan tersebut.
32 |
Perhitungan prediksi erosi berdasarkan metode USLE, khusus untuk parameter CP, nilainya sangat tergantung pada kebiasaan pola tanam masyarakat selama satu tahun dan relatif sulit menetapkan nilai parameter yang sesuai untuk kondisi yang sedang berlangsung pada setiap bulannya sehingga untuk penyederhanaan perhitungan, maka kebiasaan pola tanam dianggap sama untuk setiap tahunnya, walaupun ada kemungkinan terjadi pergeseran pola tanam pada setiap bulannya (Tunas 2005). Nilai CP merupakan kombinasi antara nilai faktor tanaman/komoditi yang diusahakan pada suatu lahan, sedangkan faktor pengelolaan merupakan nilai yang diperoleh dari ada tidaknya tindakan konservasi tanah pada lahan yang diusahakan (Arifin 2010).
Nilai faktor C dan P, atau nilai faktor CP ditentukan berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dikumpulkan oleh Pusat Penelitian Tanah Bogor. Hasil pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa pengelolaan tanaman yang dilakukan pada lahan tersebut yakni tumpangsari tanaman jati dan ketela pohon. Tindakan pengelolaan lahan atau konservasi yang dilakukan berupa pembuatan teras bangku dengan konstruksi sedang. Hasil analisis data yang diperoleh, nilai CP pada lahan titik 20 sebesar 0,08. Rentang nilai C dan P atau nilai CP dari 0 hingga 1. Semakin mendekati angka 0 menunjukkan semakin kecil tanah yang tererosi, sebaliknya nilai yang semakin mendekati 1 menunjukkan bahwa erosi yang terjadi pada lahan tersebut semakin besar. Pengaruh vegetasi terhadap aliranpermukaan dan erosi dapat dibagi dalam lima bagian yaitu intersepsi hujanoleh tajuk tanaman, mengurangi kecepatan aliranpermukaan dan kekuatan perusak air, pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan biologiyang berhubungan dengan pertumbuhan vegetative, pengaruhnya terhadap stabilitas struktur dan porositas tanah dan transpirasiyang mengakibatkan kandungan air (Ardiansyah et al., 2013).
33 |
Penelitian yang dilakukan oleh Arifin (2010) di daerah Kediri, menunjukkan pada penggunaan lahan untuk hutan sengon dengan tanpa pengelolaan tanaman nilai CxP = 0.03, sedang pada sistem tanam tumpang sari (sengon dan nanas) dengan pengelolaan tanam strip nilai CxP = 0.043 dan pada sistem monokultur (nanas) dengan pengelolaan tanam strip CxP = 0.09. NilaiCPmerupakan kombinasi antara nilai faktor tanaman/komoditi yang diusahakan pada suatu lahan, sedangkan faktor pengelolaan merupakan nilai yangdiperolehdari ada tidaknya tindakan konservasi tanah pada lahan yang diusahakan. Mengatur pola tanam pada satu kalender tanam; memilih jenis tanaman; memilih sistem tanam (monocropping atau multiple cropping); menanam tanaman secara kontur merupakan cara pengendalian erosi secara vegetatif (Bafdal et al., 2011).
Pencegahan erosi dengan metode mekanik adalah suatu upaya yang dilakukan agar memperlambat aliran permukaan dan pada gilirannya akan memperbesar erosi. Petani dapat memilih cara pengendalian secara mekanik di atas disesuaikan dengan keadaan di lapangan yang menyangkut topografi lahan, biaya, jenis tanaman yang akan diusahakan dan tingkat erosi yang terjadi. Prinsip daripada penterasan adalah suatu upaya pengendalian erosi yang memotong lereng; karena beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa semakin panjang lereng semakin tinggi laju erosi yang terjadi. Diharapkan bahwa pemotongan panjang lereng dengan penterasan akan memperkecil laju erosi. Di Negara-negara yang sudah berkembang cara ini sering digunakan; dan zat kimia yang digunakan adalah Bitumen dan Latex yang disebut sebagai soil conditioner.
F.
34 |
Prediksi Erosi dan Tindakan Konservasi yang Tepat
Prediksi jumlah tanah tererosi menggunakan USLE ini sangat berlaku umum dengan menggunakan data sekunder, dan terbatas pada kepanjangan lereng 22 meter serta kemiringan lereng 9 persen. Untuk menghitung secara prediksi jumlah tanah tererosi pada lahan-lahan curam (kemiringan tinggi yaitu lebih dari 15%) maka perlu dilakukan modifikasi model USLE ini. Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya erosi adalah curah hujan, tanah, lereng (topografi), vegetasi, dan aktifitas manusia. Faktor-faktor tersebutlah yang merupakan komponen-komponen pengali dalam pendekatan USLE.
Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan metode yang umum digunakan untuk memperediksi laju erosi. Menurut Suripin (2002) USLE dirancang untuk memprediksi erosi jangka panjang dari erosi lembar (Sheet Erosion) dan erosi alur di bawah kondisi tertentu. Persamaan tersebut dapat juga memprediksi erosi pada lahan-lahan non pertanian, tapi tidak dapat untuk memprediksi pengendapan dan tidak memperhitungkan sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai. Alasan utama penggunaan model USLE karena model tersebut relatif sederhana dan input parameter model yang diperlukan mudah diperoleh. Kelemahan model USLE adalah tidak dipertimbangkannya keragaman spasial dalam suatu DAS dimana nilai input parameter yang diperlukan merupakan nilai rata-rata yang dianggap homogen dalam suatu unit lahan (Hidayat 2003), khususnya untuk faktor erosivitas (R) dan kelerengan (LS) (Amorea et al., 2004). Selain metode USLE tidak dapat digunakan untuk menduga erosi tanah dari suatu lembah, sebab faktor-faktor yang menjadi variebel perhitungan tidak cocok untuk erosi parit dan atau erosi bantaran sungai (Rahim 2000).
Tabel 5.2 Tingkat Erosi Berdasarkan Metode Tingkat Erosi Finney dan Morgan
Erosi Tanah (ton/ha/th) | Tingkat Erosi |
<15 | Sangat Ringan |
15 – 60 | Ringan |
60 – 180 | Sedang |
180 – 480 | Berat |
> 480 | Sangat Berat |
Sumber: Finney dan Morgan (1984) dalam Pramuwijiwuri 2011
35 |
Hasil analisis perhitungan prediksi erosi diperoleh nilai sebesar 0.64472309 ton/ha/th. Nilai tersebut sesuai tabel tingkat erosi menunjukkan erosi yang terjadi termasuk sangat ringan. Usaha untuk konservasi yang tepat pada lahan tersebut antara lain dengan perbaikan teras bangku yang telah dibuat dengan membuatnya dari konstruksi sedang menjadi konstuksi yang kuat atau sempurna. Fitriyah dan Fuad (2014) menyatakan, di daerah perbukitan yaitu pada tata guna lahan pertanian lahan kering diusulkan upaya pembuatan teras bangku yang ditanami dengan tanaman pernguat teras. Teras bangku dibangun sepanjang kontur pada interval yang sesuai dan ditanami dengan gebalan rumput untuk penguat teras yang berperan untuk melindungi permukaan tanah dari daya dispersi dan daya penghancur oleh butir-butir hujan. Selain itu berperan pula dalam hal memperlambat aliran permukaan serta melindungi tanah permukaan dari daya kikis aliran permukaan. Jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai penguat teras menurut Arsyad (2010) sepertiAlthenanthera amoena (bayam kremek), Indigofera endecaphylla (dedekan), Agerantum conyzoides (bandotan), Panicum maximum (rumput benggala) dan Panicum ditachyyum (balaban, paitan).
G. Hasil Erosi yang Diperbolehkan (EDP)
Erosi merupakan suatu peristiwa yang terjadi secara alami di alam baik ada atau tidaknya campur tangan manusia. Kejadian erosi terhadap suatu lahan tidak dapat dihentikan akan tetapi hanya dapat dikendalikan dengan tindakan-tindakan konservasi tanah. Erosi yang masih diperbolehkan adalah laju erosi yang dinyatakan dalam mm/tahun atau ton/ha/tahun yang terbesar yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi perumbuhan tanaman atau tumbuhan yang memungkinkan tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari (Jariyah et al., 2002). Adapun faktor-faktor yang ditimbangkan dalam menentukan tingkat erosi yang masih diperbolehkan yakni dengan memperhatikan kedalaman tanah, sifat-sifat fisik tanah yang mempengaruhi perkembangan akar, pencegahan terbentuknya erosi parit, penyusunan kandungan bahan organik, kehilangan unsur hara dan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh sedimen di lapangan. Menurut Arsyad (2010) suatu tanah yang dalam, bertekstur sedang dan memiliki permeabilitas sedang dan memiliki lapisan bawah yang baik untuk pertumbuhan tanaman, memiliki nilai T lebih besar dari pada tanah dangkal.
36 |
Hasil perhitungan erosi tanah yang diperbolehkan pada lahan tersebut sebesar 1.25 ton/ha/th untuk nilai guna lahan selama 400 tahun. Perhitungan erosi yang diperbolehkan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menentukan perlu tidaknya tindakan konservasi tanah dan air pada suatu lahan. Menurut Dewi (2012) tindakan konservasi tidak perlu dilakukan apabila erosi aktual lebih kecil daripada erosi yang diperbolehkan (A < EDP), sedangkan apabila erosi aktual melampaui erosi yang diperbolehkan (A > EDP), maka daerah perlu adanya perencanaan konservasi tanah dan air dengan mempertimbangkan antara faktor tanaman dan pengelolaannya (C) serta faktor teknik konservasinya (P). Perencanaan konservasi dilakukan dengan memilih beberapa alternatif faktor C dan P, sehingga erosi aktual menjadi lebih kecil dibandingkan dengan erosi yang diperbolehkan. Tanah-tanah yang kedalamannya kurang atau sifat-sifat lapisan bawah yang lebih kedap air atau terletak di tas substratum yang belum melapuk, nilai T harus lebih kecil dari 2,5 mm/thn (Arsyad 2010).
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum konservasi tanah dan air ini adalah sebagai berikut:
1. Lahan merupakan tegalan yang posisinya terletak pada S 7°38’48,9” dan E110°55’18,4”, mengarah 15° dari utara dan berada di ketinggian 159 m dpl. Luas lahan seluas 138.4 ha, dengan kemiringan 10% dan 53.1m dengan kemiringan 5%.
2. Nilai erosivitas tahun 2003-2012 yakni 496.7607.
3. Nilai erodibilitas (K) pada lahan sebesar 0,010347dimana termasuk dalam nilai yang sangat rendah.
4. Hasil analisis tekstur di laboratorium tanah mengandung clay+debu sebesar 72.4104%, clay 67.84642%, debu 13.42544%, pasir total 32.15558%, pasir kasar 11.10596%, dan pasir halus sebesar 21.04762%.
5. Kandungan bahan organik tanah yakni 8.53% dengan kadar C-organik sebesar 4.95% dan permeabilitas tanah 159,835 cm/jam.
6. Nilai LS pada penggunaan lahan diperoleh 1,568973.
7. Nilai pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi (nilai CP) lahan tegalan tersebut sebesar 0,08 dengan vegetasi penutup lahan 20%.
8. Hasil perhitungan prediksi erosi diperoleh nilai sebesar 1,536674 ton/ha/tahun dengan nilai erosi persatuan lahan yakni sebesar 0,64 ton/ha/tahun diman tingkat erosi termasuk ringan.
9. Hasil perhitungan erosi tanah yang diperbolehkan pada lahan tegalan sebesar 1.25 ton/ha/th untuk nilai guna lahan selama 400 tahun
B. Saran
Saran terhadap praktikum Konservasi Tanah dan Air adalah penetapan rumus yang digunakan menggunakan metode menurut ahli siapa, supaya praktikan menggunakan rumus yang seragam dan tidak ada keraguan analisis data yang diperoleh.
37 |
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F., A. Abdurachman, A. Rachman, S.H. Tala’ohu, A Dariah, B.R. Prawiradiputra, B. Hafif, dan S. Wiganda. 1999. Teknik Konservasi Tanah dan Air. Sekretariat Tim Pengendali Bantuan Penghijauan dan Reboisasi Pusat. Jakarta.
Ardiansyah T, K S Lubis Dan H Hanum 2013. Kajian Tingkat Bahaya Erosi Di Beberapa Penggunaan Lahan di Kawasan Hilir Daerah Aliran Sungai (Das) Padang. J. Online Agroekoteknologi 2(1): 436-446.
Arifin, Mochammad. 2010. Kajian sifat fisik tanah dan berbagai penggunaan lahan dalam hubungannya dengan pendugaan erosi tanah. Jurnal Pertanian MAPETA XII(2): 72-144.
Arsyad S 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press.
Asdak C 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Bafdal, Nurpilihan, Amaru, Kharistya, Suryadi, Edy. 2011. Buku ajar teknik pengawetan tanah dan air. Jurusan Teknik dan Manajemen Industri Pertanain Universitas Padjadjaran: Bandung.
Desifindiana M S, B Suharto dan R Wirosoedarmo 2013. Analisa Tingkat Bahaya Erosi pada DAS Bondoyudo Lumajang dengan Menggunakan Metode Musle (In Press). J. Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 1(2): 9-17.
Dewi I G A S U 2012. Presiksi Erosi dan Perencanaan Konservasi Tanah dan Air pad Daerah Aliran Sungai Saba. E-Journal Agroekoteknologi Tropika 1(1): 12-23.
Fakhrudin M dan Yulianti M 2010. Kajian Erosi Sebagai Dasar Konservasi Das Cisadane. Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010. LIPI : Pusat Penelitian Limnologi.
Fitriyah F N, Fuad Halim dan M. I. Jasin 2014. Penanganan Masalah Erosi Dan Sedimentasi di Kawasan Kelurahan Perkamil.Jurnal Sipil Statik 2(4): 173-181.
Herawati T 2010. Analisis Spasial Tingkat Bahaya Erosi Di Wilayah Das Cisadane Kabupaten Bogor. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam7 (4) : 413-424.
Hidayat Y 2003. Model Penduga Erosi. http://www.Tumoutou.net. Diakses tanggal 3 Desember 2014.
Jariyah, N. A., T. M. Basuki, S. Donie 2002. Kajian Sosial Ekonomi Petani Lahan Sayur dan Tembakau dan Teknik Konservasi Tanah yang Diterapkan: studi kasus Kabupaten Temanggung.Buletin Teknologi Pengelolaan DAS 8(1) : 23-25.
Kartasapoetra G 2005. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Jakarta: Rineka Cipta.
Kurnia. 2006. Sifat Fisika Tanah dan Metode Analisisnya. Bogor : Balai Besar Litbang Sumberdaya Pertanian.
Nurmansyah S, Ambar K dan Kaharudin 2007. Dampak Kepariwisataan Terhadap Erosi Di Kawasan Wisata Kaliurang. Jurnal Ilmu Kehutanan 1 (1) : 40-46.
Rahim S E 2000. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka PelestarianLingkungan Hidup. Jakarta: Bumi Aksara.
Sembiring RA, Yohanes S dan Sumiyati 2012. Pengaruh Pemberian Kompos Pada Budidaya Tanaman Kacang Tunggak Terhadap Erodibilitas Tanah.Bali : Universitas Udayana.
Subagyono K, Marwanto, C Tafakresnanto, T Budyastoro dan A Dariah 2004. Delineation of Erosion Areas in Sumberjaya, West Lampung. In Refinement of Soil Conservation/Agroforestry Measures Coffee Based Farming System. Soil Research Institute. ICRAF (ASB Phase 3 Project).
Suripin 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta : Andi Offset.
Tarigan D R dan D Mardianto 2013. Pengaruh Erosivitas dan Topografi Terhadap Kehilangan Tanah pada Erosi Alur di Daerah Aliran Sungai Secang Desa Hargotirto Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo. Http://lib.geo.ugm.ac.id diakses tanggal 3 Desember 2014.
Tunas I G 2005. Prediksi Erosi Lahan DAS Bengkulu dengan Sistem Informasi Geografis (SIG).Jurnal SMARTek 3 (3): 137-145.
Yulianti M dan D Daruati 2012. Prediksi Erodibilitas dan Pengaruh Pedogenesis Tanah Terhadap Sedimentasi di Das Limboto. Prosiding Seminar Nasional Limnologi VI Tahun 2012. Pusat Penelitian Limnologi-LIPI.
LAMPIRAN
Gambar 1. Lahan di titik 20
Gambar 2. Lahan sistem tegal monokultur