Laporan Praktikum Kimia Organik – Pembuatan Asetanilida

28 min read

Pembuatan Asetanilida

Bab I. Pendahuluan

I. Latar Belakang

Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Perkembangan industri di indonesia khususnya industri kimia berkembang pesat. Hal ini menyebabkan kebutuhan asetanilida yang merupakan bahan baku serta bahan penunjang industri kimia juga semakin meningkat. Kebutuhan asetanilida di Indonesia yang masih mengandalkan impor dari luar. Ini disebabkan karena minimnya teknologi yang dibutuhkan untuk industri pembuatan asetanilida.

Nilai impor asetanilida tiap tahun terus meningkat. Sehingga dalam menyongsong era industrialisasi yang merupakan program pemerintah yang sangat penting dalam rangka proses alih teknologi dan membuka lapangan pekerjaan yang baru serta untuk penghematan devisa negara dan untuk merangsang pertumbuhan industri kimia yang lain, maka perlu dibangun pabrik asetanilida untuk mencukupi kebutuhan asetanilida dalam negeri (Hartanti, 2011).

Pendirian pabrik asetanilida di indonesia dapat dilakukan karena didukung oleh beberapa alasan yaitu: pabrik – pabrik industri kimia seperti pabrik cat, pabrik karet dan pabrik farmasi semakin berkembang yang memungkinkan kebutuhan akan asetanilida semakin meningkat. Dapat memberikan lapangan pekerjaan sehingga dapat banyak menyerap banyak tenaga kerja.

B. Tujuan Percobaan

  1. Mempelajari dan memahami pembuatan asetanilida skala labor
  2. Mempelajari reaksi asilasi
  3. Menghitung berat asetanilida yang dihasilkan, persentase rendemen kadar air.

Bab II. Landasan Teori

A. Asam Karboksilat

Suatu asam karboksilat adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus karboksil, –COOH. Gugus karboksil mengandung gugus karbonil dan sebuah gugus hidroksil; antar aksi dari kedua gugus ini mengakibatkan suatu kereaktifan kimia yang unik dan untuk asam karboksilat (Fessenden, 1997).

Asam format terdapat pada semut merah (asal dari nama), lebah, jelatang dan sebagainya (juga sedikit dalam urine dan peluh). Sifat fisika: cairan, tak berwarna, merusak kulit, berbau tajam, larut dalam H2O dengan sempurna. Sifat kimia: asam paling kuat dari asam-asam karboksilat, mempunyai gugus asam dan aldehida (Riawan, 1990).

Asam asetat (CH3COOH) sejauh ini merupakan asam karboksilat yang paling penting diperdagangan, industri dan laboratorium. Bentuk murninya disebut asam asetat glasial karena senyawa ini menjadi padat seperti es bila didinginkan. Asam asetat glasial tidak berwarna, cairan mudah terbakar (titik leleh 7ºC, titik didih 80ºC), dengan bau pedas menggigit. Dapat bercampur dengan air dan banyak pelarut organik (Fessenden, 1997).

Adapun sifat-sifat yang dimiliki oleh asam karboksilat menurut Fessenden (1997) adalah:

1. Reaksi Pembentukan Garam

Garam organik yang membentuk dan memiliki sifat fisik dari garam anorganik padatannya, NaCl dan KNO3 adalah garam organik yang meleleh pada temperatur tinggi, larut dalam air dan tidak berbau. Reaksi yang terjadi adalah:

HCOOH + Na+ → HCOONa + H2O …(1)

2. Reaksi Esterifikasi

Ester asam karboksilat ialah senyawa yang mengandung gugus –COOR dengan R dapat berbentuk alkil. Ester dapat dibentuk berkat reaksi langsung antara asam karboksilat dengan alkohol. Secara umum reaksinya adalah:

RCOOH + R’OH → RCOOR + H2O …(2)

3. Reaksi Oksidasi

Reaksi terjadi pada pembakaran atau oleh reagen yang sangat kokoh dan kuat seperti asam sulfat, CrO3, panas. Gugus asam karboksilat teroksidasi sangat lambat.

4. Pembentukan Asam Karboksilat

Beberapa cara pembentukan asam karboksilat dengan jalan sintesa dapat dikelompokkan dalam 3 cara yaitu: reaksi hidrolisis turunan asam karboksilat, reaksi oksidasi, reaksi Grignat.

Asam karboksilat, dengan basa akan membentuk garam dan dengan alkohol menghasilkan eter. Banyak dijumpai dalam lemak dan minyak, sehingga sering juga disebut asam lemak. Pembuatannya antara lain melalui oksidasi alkohol primer, sekunder atau aldehida, oksidasi alkena, oksidasi alkuna hidrolisa alkil sianida (suatu nitril) dengan HCl encer, hidrolisa ester dengan asam, hidroilisa asil halida, dan reagen organolitium (Wilbraham, 1992).

Asam karboksilat mempunyai gugus fungsi –COOH yang merupakan produk oksidasi aldehida, sama seperti aldehida yang merupakan produk oksidasi alkohol primer. Perubahan anggur menjadi cuka ialah oksidasi dua langkah yang dimulai dari etanol berubah menjadi asetaldehida kemudian menjadi asam asetat. Dalam industri, asam asetat dapat diproduksi melalui oksidasi udara dari asetaldehida dengan katalis mangan asetat pada suhu 55°C – 80°C.

Gambar 2.1 Pembentukan Asam Karboksilat (Oxtoby, 2003)

Reaksi yang sekarang disukai untuk produksi asam asetat, karena alasan ekonomi ialah kombinasi dari metanol dengan karbon monoksida keduanya diturunkan dari gas alam dengan katalis yang mengandung rodium dan iodin (Oxtoby, 2003).

2.2       Asam Asetat Glasial

2.2.1   Pengertian Asam Asetat Glasial

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna dan memiliki titik beku 16,7°C (Abduh, 2010).

Gambar 2.2 Rumus molekul asam asetat glasial (Daintith ,2005)

Asam asetat termasuk ke dalam golongan asam karboksilat dengan rumus molekul CH3COOH, berwujud cairan kental jernih atau padatan mengkilap, dengan bau tajam khas cuka, titik leburnya 16,7oC, dan titik didihnya 118,5oC. Senyawa murninya dinamakan asam etanoat glasial. Dibuat dengan mengoksidasi etanol atau dengan mengoksidasi butana dengan bantuan mangan (II) atau kobalt (II) etanoat larut pada suhu 200oC. Asam asetat digunakan dalam pembuatan anhidrida etanoat untuk menghasilkan selulosa etanoat (untuk polivinil asetat). Senyawa ini juga dapat dibuat dari fermentasi alkohol, dijumpai dalam cuka makan yang dibuat dari hasil fermentasi bir, anggur atau air kelapa. Beberapa jenis cuka makan dibuat dengan menambahkan zat warna (Daintith, 2005).

2.2.2    Sifat Fisika dan Kimia Asetat Glasial

1.    Sifat Fisika Asam Asetat Glasial

Tabel 2.1 Sifat fisika asam asetat glasial

Rumus MolekulCH3COOH
Massa Molar60,05 gram/mol
Densitas1,05 gram/cm3
Titik Lebur16,5oC
Titik Didih118,1oC

Sumber: Amri (2009).

2. Sifat Kimia Asam Asetat Glasial

Menurut Austin (2008), adapun sifat kimia asam asetat glasial:

  1. Atom hidrogen (H) pada guguskarboksil (−COOH) dalam asam karboksilat seperti asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat adalah asam lemah monoprotik dengan nilai pKa=4.8. Basa konjugasinya adalah asetat ((CH3COO). Sebuah larutan 1,0 M asam asetat (kira-kira sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) memiliki pH sekitar 2,4
  2. Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol. Asam asetat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6,2, sehingga ia bisa melarutkan baik senyawa polar seperi garamanorganik dan gula maupun senyawa non-polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin.     
  3. Bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium, dan seng membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat.
  4. Baunya khas

2.2.3   Proses Pembuatan Asam Asetat Glasial

1.    Karbonilasi metanol

Kebanyakan asam asetat murni dihasilkan melalui karbonilasi. Dalam reaksi ini, metanol dan karbon monoksida bereaksi menghasilkan asam asetat.

CH3OH + CO → CH3COOH … (3)

Proses ini melibatkan iodometana sebagai zat antara, dimana reaksi itu sendiri terjadi dalam tiga tahap dengan katalis logam kompleks pada tahap kedua.

  1. CH3OH + HI → CH3I + H2O… (4)
  2. CH3I + CO → CH3COI … (5)
  3. CH3COI + H2O → CH3COOH + HI… (6)

Jika kondisi reaksi diatas diatur sedemikian rupa, proses tersebut juga dapat menghasilkan anhidrida asetat sebagai hasil tambahan (Austin, 2008).

2. Oksidasi asetaldehida

Sekarang oksidasi asetaldehida merupakan metoda produksi asam asetat kedua terpenting, sekalipun tidak kompetitif bila dibandingkan dengan metode karbonilasi metanol.Asetaldehida yang digunakan dihasilkan melalui oksidasi butana atau nafta ringan, atau hidrasi dari etilena. Saat butena atau nafta ringan dipanaskan bersama udara disertai dengan beberapa ion logam, termasuk ion mangan, kobalt dan kromium, terbentuk peroksida yang selanjutnya terurai menjadi asam asetat sesuai dengan persamaan reaksi dibawah ini.

2 C4H10 + 5 O2 → 4 CH3COOH + 2 H2O … (8)

Umumnya reaksi ini dijalankan pada temperatur dan tekanan sedemikian rupa sehingga tercapai suhu setinggi mungkin namun butana masih berwujud cair. Kondisi reaksi pada umumnya sekitar 150°C and 55 atm. Produk sampingan seperti butanon, etil asetat, asam format dan asam propionat juga mungkin terbentuk. Produk sampingan ini bernilai komersial dan jika diinginkan kondisi reaksi dapat diubah untuk menghasilkan lebih banyak produk samping, namun pemisahannya dari asam asetat menjadi kendala karena membutuhkan biaya lebih banyak lagi. Melalui kondisi dan katalis yang sama asetaldehida dapat dioksidasi oleh oksigenudara menghasilkan asam asetat.

2 CH3CHO + O2 → 2 CH3COOH………………………………………………….. (7)

Dengan menggunakan katalis modern, reaksi ini dapat memiliki rasio hasil (yield) lebih besar dari 95%. Produk samping utamanya adalah etil asetat, asam format dan formaldehida, semuanya memiliki titik didih yang lebih rendah daripada asam asetat sehingga dapat dipisahkan dengan mudah melalui distilasi (Austin, 2008).

2.2.4 Kegunaan Asam Asetat Glasial

Menurut Austin (2008), adapun kegunaan dari asam asetat glasial sebagai berikut:

  1. Dalam industri makanan asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman, pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan, serta untuk menambah rasa sedap pada masakan.
  2. Asam asetat digunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan berbagai senyawa kimia. Sebagian besar (40-45%) dari asam asetat dunia digunakan sebagai bahan untuk memproduksi monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM).
  3. Selain itu asam asetat juga digunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester. Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka relatif kecil. Sekitar larutan 12,5% untuk makanan.
  4. Reagen untuk analisa.

5. Untuk membuat putih timbal, dll.

2.3 Amina

Gambar 2.3 Struktur Kimia Amina  (Oxtoby, 2003)

Amina adalah turunan dari amonia dengan rumus umum R3N, R dapat berupa gugus hidrokarbon atau hidrogen. Jika hanya  satu atom hidrogen dari amonia digantikan oleh satu gugus hidrokarbon, hasilnya ialah amina primer. Contohnya ialah etilamina dan anilin. Jika dua gugus hidrokarbon menggantikan atom-atom hidrogen dalam molekul amonia, senyawa ini ialah amina sekunder seperti dimetilamina dan tiga penggantian menghasilkan amina tersier (trimetilamina) amina bersifat basa sebab ada pasangan elektron menyendiri pada atom nitrogen yang dapat menerima satu ion hidrogen, sama seperti pasangan menyendiri pada nitrogen dalam amonia.

Amina primer atau sekunder dapat bereaksi dengan asam karboksilat membentuk amida. Reaksi kondensasi yang lain dan analog dengan pembentukan ester dari reaksi alkohol dengan asam karboksilat. Contoh pembentukan asetamida ialah :

Gambar 2.4 Pembentukan Asetanilida (Oxtoby, 2003)

Jika amonia adalah reaktan, suka gugus –NH2 menggantikan gugus –OH dalam asam karboksilat dan amida terbentuk:

Gambar 2.5 Pembentukan Amida (Oxtoby, 2003)

Ikatan amida ada dalam tulang punggung setiap molekul protein dan oleh karena itu, sangat penting dalam biokimia (Oxtoby, 2003).

Semakin banyak amina yang tersubsitusi oleh gugus alkil pelepas elektron, makin basa amina tersebut. Gugus pelepas elektron dapat menstabilkan muatan positif ion amonium yang digantikan . jadi trimetil amina merupakan basa yang lebih kuat daripada amonia. Trimetil amina yaitu terdapat tiga gugus amina dalam suatu senyawa. Secara umum amina aromatik merupakan basa ynag lebih lemah daripada amonia akibat stabilitas resonansi yang dimiliki senyawa aromatik (Bresnick, 2003).

2.4. Anilin

2.4.1. Pengertian anilin

Gambar 2.6 Struktur Kimia Anilin (Ahmad, 2011)

Anilin pertama kali diisolasi dari distilasi destruktif indigo pada tahun 1826 oleh Otto Unverdorben, yang menamainya kristal. Pada tahun 1834, Friedrich Runge terisolasi dari tar batubara zat yang menghasilkan warna biru yang indah pada pengobatan dengan klorida kapur, yang bernama kyanol atau cyanol Pada tahun 1841, CJ Fritzsche menunjukkan bahwa, dengan memperlakukan indigo dengan potas api, itu menghasilkan minyak, yang ia beri nama anilina, dari nama spesifik dari salah satu-menghasilkan tanaman nila, dari Portugis anil “yang semak indigo” dari bahasa Arab an- nihil “nila” asimilasi dari al-nihil, dari nila Persia, dari nili “indigo” dengan Indigofera anil, anil yang berasal dari Sansekerta nila, biru tua, nila, dan pabrik nila (Ahmad, 2011).

Anilin merupakan senyawa turunan benzene yang dihasilkan dari reduksi nitrobenzene.Anilin memiliki rumus molekul C6H5NH2. Anilin merupakan cairan minyak tak berwarna yang mudah menjadi coklat karena oksidasi atau terkena cahaya, bau dan cita rasa khas, basa organik penting karena merupakan dasar bagi banyak zat warna dan obat toksik bila terkena, terhirup, atau terserap kulit. Senyawa ini merupakan dasar untuk pembuatan zat warna diazo.Anilin dapat diubah menjadi garam diazoinum dengan bantuan asam nitrit dan asam klorida (Groggins, 1958).

2.4.2   Sifat Fisika dan Kimia Anilin

1. Sifat Fisika Anilin

Tabel 2.2 Sifat fisika anilin

WujudCair
BauKhas
WarnaCoklat bening
Densitas1,022 gram/ml pada 20oC
Titik didih184oC (1 atm) ; 221,793oC (2,5 atm)

Sumber: Priyatmono (2008)

2.             Sifat Kimia Anilin

Menurut Ahmad (2011), sifat kimia dari anilin yaitu:

  1. Halogenasi senyawa anilin dengan brom dalam larutan sangat encer menghasilkan endapan 2, 4, 6 tribromo anilin. Pemanasan anilin hipoklorid dengan senyawa anilin sedikit berlebih pada tekanan sampai 6 atm menghasilkan senyawa diphenilamine.
  2. Hidrogenasi katalitik pada fase cair pada suhu 135°C – 170oC dan tekana 50 – 500 atm menghasilkan 80% cyclohexamine ( C6H11NH2 ). Sedangkan hidrogenasi anilin pada fase uap dengan menggunakan katalis nikel menghasilkan 95% cyclohexamine.
  3. Nitrasi anilin dengan asam nitrat pada suhu -20oC menghasilkan mononitroanilin, dan nitrasi anilin dengan nitrogen oksida cair pada suhu 0oC menghasilkan 2, 4 dinitrophenol. Aniline merupakan senyawa yang bersifat basa, dengan titik didih 180oC dan indeks bias 158 . jika kontak dengan cahaya matahari aniline akan mengalami reaksi oksidasi dilaboratorium aniline digunakan untuk dan dalam kehidupan sehari hari digunakan untuk zat warna.
  4. Aniline dibuat melalui reaksi reduksi dengan bahan baku nitrobenzene. Anilin merupakan cairan minyak tak berwarna yang mudah menjadi coklat karena oksidasi atau terkena cahaya, bau dan cita rasa khas, basa organic penting karena merupakan dasr bagi banyak zat warna dan obat toksik bila terkena, terhirup, atau terserap kulit.
  5. Anilin dapat disintetis melalui dua cara yaitu reduksi senyawa nitrobenzena dengan logam Fe granul bersama dengan HCl pekat dan isolasi anilin dari hasil reaksi. Dalam hal ini langkah awal yang dilakukan adalah reaksi reduksi nitrobenzena dimana dalam reduksi ini digunakan 20 ml nitrobenzena yang dmasukkan dalam labu alas bulat (berleher panjang), kemudian ditambahkan dengan 25 gram serbuk Fe, sehingga larutan berwana hitam pekat. Labu dihubungkan dengan kondensor liebig, dan ditambahkan 100 ml HCl pekat dengan hati – hati dan sedikit-sedikit lewat kondensor. Setelah itu dapat diamati dalam larutan terdapat endapan berwarna hitam (pada bagian bawah). Pada saat penambahan HCl labu dimasukkan dalam wadah yang berisi air es. Sebab saat penambahan akan timbul panas Penambahan HCl berfungsi untuk membantu proses mereduksi nitrobenzena. Proses ini dilakukan dalam lemari asam, setelah semua HCl ditambahkan, labu diletakkan di atas kasa dan direfluks selama 20 menit (dengan menggunakan kondensor air), pada saat direfluks dapat diamati adanya uap yang keluar dari labu. Tujuan merefluks yaitu untuk mencampurkan larutan. Hasil dari refluks berupa padatan yang berwarna cokelat (Ahmad, 2011).

2.4.3   Proses Pembuatan Anilin

  1. Aminasi Chlorobenzene

Pada proses aminasi chlorobenzene menggunakan zat pereaksi amoniak cair, dalam fasa cair dengan katalis tembaga oxide dipanaskan akan menghasilkan  85 – 90% anilin. Sedangkan katalis yang aktif untuk reaksi ini adalah tembaga khlorid yang terbentuk dari hasil reaksi samping ammonium khlorid dengan tembaga oxide. Mula – mula amoniak cair dimasukkan ke dalam mixer dan pada saat bersamaan chlorobenzen dimasukkan pula, tekanan di dalam mixer adalah 200 atm. Dari mixer campuran chlorobenzen dengan amoniak dilewatkan ke pre-heater kemudian masuk ke reaktor dengan suhu reaksi 235°C dan tekanan 200 atm. Pada reaksi ini ammonia cair yang digunakan adalah berlebihan. Dengan menggunakan katalis tertentu, reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

C6H5Cl + 2 NH3 → C6H5NH2+  NH4Cl …(8)

Pada proses aminasi chlorobenzen, hasil yang diperoleh berupa nitro anilin dengan yield yang dihasilkan adalah 96%.

2.             Reduksi Nitrobenzen

a.              Reduksi fasa cair

Untuk fasa cair,  nitrobenzen direduksi dengan hidrogen dalam suasana asam (HCl) serta adanya ironboring, dengan suhu sekitar 135°C – 170°C dan tekanan antara 50 – 500 atm, dimana asam ini akan mengikat oksigen sehingga akan terbentuk air.

Dengan bantuan katalis Fe2O3 reaksinya sebagai berikut :

4C6H5NO2  +  11 H2     ===>       4 C6H5NH2 +  8 H2O……………………….. (9)

Proses reduksi dalam fasa cair sudah tidak digunakan lagi karena tekanan yang digunakan tinggi sehingga kurang efisien dari segi ekonomis dan teknis. Yield yang dihasilkan adalah 95% (Mawarni, 2013).

b.       Reduksi fasa gas

Proses pembuatan anilin dari reduksi nitrobenzen dalam fasa gas, sebagai pereduksi adalah gas hidrogen dan untuk mempercepat reaksi dibantu dengan katalisator nikel oksida, reaksinya sebagai berikut :

4C6H5NO2  +  3 H2         ===>          C6H5NH2 + 2H2O……………………… (10)

Pada proses reduksi fasa gas dengan suhu didalam reaktor sekitar 275°C – 350°C dan tekanan 1,4 atm, reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermis karena mengeluarkan panas. Yield yang dihasilkan pada proses ini adalah 98% dan kemurnian dari hasil (anilin) yang tinggi ini (99%) mengakibatkan anilin dari segi komersial dapat digunakan (Mawarni, 2013).

2.4.4   Kegunaan Anilin

Menurut Mawarni (2013), adapun kegunaan dari anilin:

a. Bahan bakar roket.

b. Pembuatan zat warna diazo.

c. Obat-obatan

d. Bahan peledak.

2.5         Etanol

2.5.1   Pengertian Etanol

Etanol adalah alkohol 2-karbon dengan rumus molekul CH3CH2OH.Rumus molekul dari etanol itu sendiri adalah C2H5OH dengan rumus empirisnya C2H6O. Sebuah notasi alternatif adalah CH3-CH2-OH, yang mengindikasikan bahwa karbon dari gugus metil (CH3-) melekat pada karbon dari gugus metilen (-CH2 -), yang melekat pada oksigen dari gugus hidroksil (OH-). Etanol sering disingkat sebagai EtOH, menggunakan notasi kimia organik umum mewakili gugus etil (C2H5) (Sri, 2013).

Etanol termasuk dalam alkohol primer, yang berarti bahwa karbon yang berikatan dengan gugus hidroksil paling tidak memiliki dua hidrogen atom yang terikat dengannya juga.Reaksi kimia yang dijalankan oleh etanol kebanyakan berkutat pada gugus hidroksilnya.

Rumus kimia  adalah rumus yang melambangkan jumlah atom unsur yang menyusun senyawa beserta nama atomnya. Rumus kimia juga dikenal dengan nama rumus molekul, karena penggambaran yang nyata dari jenis dan jumlah atom unsur penyusun senyawa yang bersangkutan (Sri, 2013).

 Gambar 2.7 Rumus molekul etanol (Sri, 2013)

2.5.2   Sifat Fisika dan Kimia Etanol

1.             Sifat Fisika Etanol

Tabel 2.3 Sifat fisika etanol

Massa Molekul Relatif46,07 gram/mol
Titik Didih Normal78,32oC
Titik Beku−144,1oC

Sumber: Sri (2013)

2.             Sifat Kimia Etanol

Menurut Sri (2013), adapun sifat kimia etanol:

1.         sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia.

2.         Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar.

3.         Etanol juga dapat membentuk senyawa ester dengan asam anorganik.

4.         Etanol dapat dioksidasi menjadi asetaldehida, yang kemudian dapat dioksidasi lebih lanjut menjadi asam asetat. Dalam tubuh manusia, reaksi oksidasi ini dikatalisis oleh enzim tubuh. Pada laboratorium, larutan akuatik oksidator seperti asam kromat ataupun kalium permanganat digunakan untuk mengoksidasi etanol menjadi asam asetat.

5.         Pembakaran etanol akan menghasilkan karbon dioksida dan air.

2.5.3   Proses Pembuatan Etanol

Etanol dapat diproduksi secara petrokimia melalui hidrasi etilena ataupun secara biologis melalaui fermentasi gula dengan ragi.

1.    Hidrasi etilena

Etanol yang digunakan untuk kebutuhan industri sering kali dibuat dari senyawa petrokimia, utamanya adalah melalui hidrasi etilena:

C2H4(g) + H2O(g) → CH3CH2OH(l) ………………………………………………… (11)

Katalisa yang digunakan umumnya adalah asam fosfat.Katalis ini digunakan pertama kali untuk produksi skala besar etanol oleh ShellOilCompany pada tahun 1947.Reaksi ini dijalankan dengan tekanan uap berlebih pada suhu 300°C. Proses lama yang pernah digunakan pada tahun 1930 oleh Union Carbide adalah dengan menghidrasi etilena secara tidak langsung dengan mereaksikannya dengan asam sulfat pekat untuk mendapatkan etil sulfat. Etil sulfat kemudian dihidrolisis dan menghasilkan etanol (Myers, 2007).

C2H4 + H2SO4 → CH3CH2SO4H………………………………………………….. (12)

CH3CH2SO4H + H2O → CH3CH2OH + H2SO4……………………………….. (13)

2.    Fermentasi

Etanol untuk kegunaan konsumsi manusia (seperti minuman beralkohol) dan kegunaan bahan bakar diproduksi dengan cara fermentasi. Spesies ragi tertentu (misalnya Saccharomycescerevisiae) mencerna gula dan menghasilkan etanol dan karbon dioksida:

C6H12O6 → 2 CH3CH2OH + 2 CO2………………………………………………. (14)

Proses membiakkan ragi untuk mendapatkan alkohol disebut sebagai fermentasi. Konsentrasi etanol yang tinggi akan beracun bagi ragi. Pada jenis ragi yang paling toleran terhadap etanol, ragi tersebut hanya dapat bertahan pada lingkungan 15% etanol berdasarkan volume (Myers, 2007).

Untuk menghasilkan etanol dari bahan-bahan pati, misalnya serealiapati tersebut haruslah diubah terlebih dahulu menjadi gula. Dalam pembuatan bir, ini dapat dilakukan dengan merendam biji gandum dalam air dan membiarkannya berkecambah. Biji gandum yang beru berkecambah tersebut akan menghasilkan enzim amilase. Biji kecambah gandum ditumbuk, dan amilase yang ada akan mengubah pati menjadi gula.

Untuk etanol bahan bakar, hidrolisis pati menjadi glukosa dapat dilakukan dengan lebih cepat menggunakan asam sulfat encer, menambahkan fungi penghasil amilase, atapun kombinasi dua cara tersebut (Myers, 2007).        

2.5.4   Kegunaan Etanol

Etanol digunakan untuk bahan baku industri atau pelarut (kadang-kadang disebut sebagai etanol sintetis) yang terbuat dari petrokimia saham pakan, terutama oleh asam – katalis hidrasi etilena, diwakili oleh persamaan kimia:

C2H4 + H2O → CH3CH2OH………………………………………………………… (15)

   Etanol terbentuk dari 3 senyawa yaitu karbon, hidrogen dan oksigen, etanol juga merupakan cairan yang mudah menguap dengan aroma yang khas dan tak berwarna. Dapat juga terbakar tanpa adanya asap dengan timbulnya lidah api berwarna biru yang kadang-kadang tidak dapat terlihat pada cahaya biasa. Etanol diartikan sebagai cairan yang sangat mudah terbakar, mudah menguap, alkohol yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, etanol juga tidak berwarna. Sifat gugus hidroksil yang polar menyebabkan dapat larut dalam banyak senyawa ion, utamanya natrium hidroksida, kalium hidroksida, magnesium klorida, kalsium klorida, amonium klorida, amonium bromida, dan natrium bromida.Natrium klorida dan kalium klorida sedikit larut dalam etanol. Oleh karena itu, etanol juga memiliki rantai karbon nonpolar, ia juga larut dalam senyawa nonpolar, meliput kebanyakan minyak atsiri dan banyak perasa, pewarna, dan obat. Ikatan hidrogen menyebabkan etanol murni sangat higroskopis, sehinggaakan menyerap air dari udara (Fessenden, 1997).

Selain etanol orang mengenalnya dengan alkohol atau minuman yang beralkohol, ini disebabkan karena adanya etanol sebagai bahan utama atau zat utama dari etanol tersebut bukan metanol ataupun yang lainnya.Dalam segala apapun yang terikat pada atom karbon, dan yang memiliki gugus hidroksil (-OH) di dalam kimia alkohol juga dikenal dengan senyawa organik.

Etanol sering digunakan dalam ilmu farmasi dan ilmu kimia, sehingga jika dihubungkan dengan ilmu farmasi akan memiliki arti tersendiri yang lebih luas. Dalam kimia, etanol adalah pelarut penting dan digunakan untuk stok senyawa sintetis lainnya dan etanol juga dapat digunakan sebagai bahan bakar. Etanol digunakan sebagai pelarut karena untuk konsumsi dan penggunaan pada manusia.Contohnya, penggunaan pada pemakaian pewarna makanan, perasa, obat-obatan serta dapat digunakan juga sebagai parfum (Fessenden, 1997).

Etanol adalah salah satu pelarut yang sangat serbaguna, dia dapat larut dalam air dan pelarut organik lainnya, meliputi asam asetat, aseton, benzena, karbon tetraklorida, kloroform, dietil eter, etilena glikol, gliserol,nitrometana, piridina, dan toluena. Selain dapat larut dalam pelarut organik dan dalam air aetanol juga larut dalam hidrokarbon alifatik yang ringan, seperti pentana dan heksana, dan juga larut dalam senyawa kloridapada suhu 20°C nilai kalor 7077 kal/g, panas laten penguapan 204 kal/g dan mempunyai angka oktan 91-105 (Fessenden, 1997).

2.6         Reaksi Asilasi

2.6.1   Pengertian Asilasi

Sebuah asil merupakan alkil yang terikat pada ikatan rangkap oksigen dan karbon. Jika R mewakili alkil, maka asil mempunyai formula.

Gambar 2.8 Gugus asil (Pudjaatmaka, 1992)

Asil yang umum dipakai adalah CH3CO-. Ini disebut sebagai etanoil. Dalam kimia, asilasi (secara formal, namun jarang digunakanalkanoilasi) adalah proses adisi gugus asil ke sebuah senyawa. Senyawa yang menyediakan gugus asil disebut sebagai agen pengasil.Asil halida sering digunakan sebagai agen pengasil karena dapat membentuk elektrofil yang kuat ketika diberikan beberapa logam katalis. Sebagai contoh pada asilasi Friedel-Crafts menggunakan asetil kloridaCH3COCl, sebagai agen dan aluminium klorida (AlCl3) sebagai katalis untuk adisi gugus asetil ke benzena.

Gambar 2.Contoh reaksi asilasi (Pudjaatmaka, 1992)

Asil halida dan anhidrida asam karboksilat juga sering digunakan sebagai agen penghasil untuk mengasilasi amina menjadi amida atau mengasilasi alkohol menjadi ester. Dalam hal ini, amina dan alkohol adalah nukleofil, mekanismenya adalah adisi-eliminasi nukleofilikAsam suksinat juga umumnya digunakan pada beberapa tipe asilasi yang secara khusus disebut suksinasi. Oversuksinasi terjadi ketika lebih dari satu suksinat diadisi ke sebuah senyawa tunggal.Contoh industri asilasi adalah sintesis aspirin, di mana asam salisilat diasilasi oleh asetat anhidrida.

2.6.2   Mekanisme Anilin dan Asam Asetat Glasial

Gambar 2.10 Reaksi anilin dan asam asetat glasial

Sintesis asetanilida sebagai suatu amida adalah merupakan suatu reaksi substitusi nukleofilik (SN) asil (additionelimination) diantara anilin.Anilin bersifat sebagai nukleofil, dan gugus asil dari asam asetat bersifat elektrofil.Mula-mula anilin bereaksi dengan asam asetat membentuk suatu amida dalam keadaan transisi, kemudian diikuti dengan reduksi H2O membentuk asetanilida.Substitusi aromatik elektrofilik adalah reaksi organik dimana sebuak atom, biasanya hidrogen, yang terikat pada sistem aromatis diganti dengan elektrofil.Reaksi terpenting di kelas ini adalah nitrasi aromatik, halogenasi aromatik, sulfonasi aromatik dan asilasi dan alkilasi reaksi Friedel-Craft (Fessenden, 1999).

2.7         Asetanilida

Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Asetinilida berbentuk butiran berwarna putih tidak larut dalam minyak parafin dan larut dalam air dengan bantuan kloral anhidrat. Asetanilida atau sering disebut phenilasetamida mempunyai rumus molekul C6H5NHCOCH3 dan berat molekul 135,16.

Asetanilida pertama kali ditemukan oleh Friedel Kraft pada tahun 1872 dengan cara mereaksikan asethopenon dengan NH2OH sehingga terbentuk asetophenon oxime yang kemudian dengan bantuan katalis dapat diubah menjadi asetanilida. Pada tahun 1899 Beckmand menemukan asetanilida dari reaksi antara benzilsianida dan H2O dengan katalis HCl. Pada tahun 1905 Weaker menemukan asetanilida dari anilin dan asam asetat (Arsyad, 2001).

2.7.1   Macam – Macam Proses

Menurut Arsyad (2001), ada beberapa proses pembuatan asetanilida, yaitu:

a.             Pembuatan asetanilida dari asam asetat anhidrid dan anilin

Larutan benzene dalam satu bagian anilin dan 1,4 bagian asam asetat anhidrad direfluk dalam sebuah kolom yang dilengkapi dengan jaket sampai tidak ada anilin yang tersisa.

2 C6H5NH2 + ( CH2CO )2O 2C6H5NHCOCH3 + H2O…………………………….. (16)

Campuran reaksi disaring, kemudian kristal dipisahkan dari air panasnya dngan pendinginan, sdan filtratnya direcycle kembali. Pemakaian asam asetatanhidrad dapat diganti dengan asetil klorida.

b.            Pembuatan asetanilida dari asam asetat dan anilin

Metode ini merupakan metode awal yang masih digunakan karena lebih ekonomis. Anilin dan asam asetat berlebih 100% direaksikan dalam sebuah tangki yang dilengkapi dengan pengaduk.

C6H5NH2 + CH3COOH C6H5NHCOCH3 + H2O……………………………………. (17)

Reaksi berlangsung selama 6 jam pada suhu 150oC – 160oC. Produk dalam keadaan panas dikristalisasi dengan menggunakan kristalizer.

c.             Pembuatan asetanilida dari ketene dan anilin

Ketene ( gas ) dicampur kedalam anilin di bawah kondisi yang diperkenankan akan menghasilkan asetanilida.

C6H5NH2 + H2C=C=O C6H5NHCOCH3……………………………………………….. (18)

d.            Pembuatan asetanilida dari asam thioasetat dan anilin

Asam thioasetat direaksikan dengan anilin dalam keadaan dingin akan menghasilkan asetanilida dengan membebaskan H2S.

C6H5NH2 + CH3COSH C6H5NHCOCH3 + H2S……………………………………… (19)

Menurut Arsyad (2001), dalam pembuatan asetanilida digunakan proses antara asam asetat dengan anilin. Pertimbangan dari pemilihan proses ini adalah:

1.   Reaksinya sederhana

2.   Tidak menggunakan katalis sehingga tidak memerlukan alat untuk regenerasi katalis dan tidak perlu menambah biaya yang digunakan untuk membeli katalis sehingga biaya produksi lebih murah.

2.7.2  Manfaat Asetanilida

Menurut Kirk (1981), asetanilida banyak digunakan dalam industri kimia, misalnya:

1. Sebagai bahan intermediet dalam sintesis obat-obatan.

2. Sebagai zat awal dalam sintesa penicillin.

3. Bahan pembantu pada industri cat, karet dan kapur barus.

4. Sebagai inhibitor hidrogen peroksida.

5. Stabiliser untuk pernis dari ester selulosa.

2.8         Rekristalisasi

Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat dimana zat-zat tersebut tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Konsentrasi total impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin, maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap (Arsyad, 2001).

Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk pemurnian komponen larutan organik. Ada tujuh metode dalam rekristalisasi yaitu: memilih pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan warna larutan, memindahkan zat padat, mengkristalkan larutan, mengumpul dan mencuci kristal, serta mengeringkan produknya (hasil) (Williamson, 1999).

Kemudahan suatu endapan dapat disaring dan dicuci tergantung sebagian besar pada struktur morfologi endapan, yaitu bentuk dan ukuran-ukuran kristalnya. Semakin besar kristal-kristal yang terbentuk selama berlangsungnya pengendapan, makin mudah mereka dapat disaring dan mungkin sekali (meski tak harus) makin cepat kristal-kristal itu akan turun keluar dari larutan, yang lagi-lagi akan membantu penyaringan. Bentuk kristal juga penting. Struktur yang sederhana seperti kubus, oktahedron, atau jarum-jarum, sangat menguntungkan, karena mudah dicuci setelah disaring. Kristal dengan struktur yang lebih kompleks, yang mengandung lekuk-lekuk dan lubang-lubang, akan menahan cairan induk (mother liquid), bahkan setelah dicuci dengan seksama. Endapan yang terdiri dari kristal-kristal, pemisahan kuantitatif lebih kecil kemungkinannya bisa tercapai (Svehla, 1979).

Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk, tetapi tak satupun dari ini akan tumbuh menjadi terlalu besar, jadi terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti. Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristal-kristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh (Svehla, 1979).

Kristal adalah benda padat yang mempunyai permukaan-permukaan datar. Banyak zat padat seperti garam, kuarsa, dan salju ada dalam bentuk-bentuk yang jelas simetris, telah lama para ilmuwan menduga bahwa atom, ion ataupun molekul zat padat ini juga tersusun secara simetris. Penampilan luar suatu partikel kristal besar tidak menentukan penataan partikel. Bila suatu zat dalam keadaan cair atau larutan mengkristal, kristal dapat terbentuk dengan tumbuh lebih ke satu arah daripada ke lain arah. Kristal-kristal itu akan turun keluar dari larutan yang berfungsi membantu penyaringan (Syabatini, 2010).

Material padatan terlarut dalam pelarut yang cocok pada suhu tinggi (padat atau dekat titik didih pelarutnya) untuk mendapatkan jumlah larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika larutan panas perlahan didinginkan, kristal akan mengendap karena kelarutan padatan biasanya menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan bahwa pengotor tidak akan mengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk mencapai jenuh (Fary, 2009).

Menurut Fessenden (1989), saran-saran yang dibutuhkan untuk melakukan metoda kristalisasi adalah sebagai berikut:

1.             Kelarutan material yang akan dimurnikan harus memiliki ketergantungan yang besar pada suhu. Misalnya, ketergantungan pada suhu NaCl hampir dapat diabaikan. Jadi, pemurnian NaCl dengan rekristalisasi tidak dapat dilakukan. Kristal tidak harus mengendap dari larutan jenuh dengan pendinginan karena mungkin terbentuk super jenuh. Dalam kasus semacam ini penambahan Kristal bibit, mungkin akan efektif.

2.             Untuk mencegah reaksi kimia antara pelarut dan zat terlarut, penggunaan pelarut non polar lebih disarankan. Namun, pelarut non polar cenderung merupakan pelarut yang buruk untuk senyawa polar.

3.             Umumnya, pelarut dengan titik didih rendah lebih diinginkan. Namun, sekali lagi pelarut dengan titik didih lebih rendah biasanya non polar. Jadi, pemilihan pelarut biasanya bukan masalah sederhana.

Menurut Fessenden (1989), tahap-tahap yang dilakukan pada proses rekristalisasi pada umumnya, yaitu:

1.             Memilih pelarut yang cocok

Pelarut yang umum digunakan jika dilarutkan sesuai dengan kenaikan kepolarannya adalah petroleum eter (n-heksana), toluene, kloroform, aseton, etil asetat, etanol, metanol, dan air. Pelarut yang cocok untuk merekristalisasi suatu sampel zat tertentu adalah pelarut yang dapat melarutkan secara baik zat tersebut dalam keadaan panas, tetapi sedikit melarutkan dalam keadaan dingin.

2.             Melarutkan senyawa ke dalam pelarut panas sedikit mungkin

Zat yang akan dilarutkan hendaknya dilarutkan dalam pelarut panas dengan volume sedikit mungkin, sehingga diperkirakan tepat sekitar titik jenuhnya. Jika terlalu encer, uapkan pelarutnya sehingga tepat jenuh. Apabila digunakan kombinasi dua pelarut, mula-mula zat itu dilarutkan dalam pelarut yang baik dalam keadaan panas sampai larut, kemudian ditambahkan pelarut yang kurang baik tetes demi tetes sampai timbul kekeruhan. Tambahkan beberapa tetes pelarut yang baik agar kekeruhannya hilang, kemudian disaring.

3.             Pendinginan filtrat

Filtrat didinginkan pada suhu kamar sampai terbentuk kristal. Sering pendinginan ini dilakukan dalam air es. Penambahan umpan (feed) yang berupa kristal murni ke dalam larutan atau penggoresan dinding wadah dengan batang pengaduk dapat mempercepat rekristalisasi.

4.             Penyaringan dan pendinginan kristal

Apabila proses kristalisasi telah berlangsung sempurna, kristal yang diperoleh perlu disaring dengan cepat menggunakan corong Buchner. Kemudian, kristal yang diperoleh dikeringkan dalam eksikator. Asetanilida adalah suatu Amina dari asam asetat dengan anilin. Oleh karena itu, senyawa ini dapat dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam asetat menggunakan asam sulfat pekat sebagai katalisator (Fessenden, 1989).

2.9         Penyaringan

Larutan disaring dalam keadaan panas untuk menghilangkan pengotor yang tidak larut. Penyaringan larutan dalam keadaan panas dimaksudkan untuk memisahkan zat-zat pengotor yang tidak larut atau tersuspensi dalam larutan, seperti debu, pasir, dan lainnya. Agar penyaringan berjalan cepat, biasanya digunakan corong Buchner. Jika larutannya mengandung zat warna pengotor, maka sebelum disaring ditambahkan sedikit ( ± 2% berat ) arang aktif untuk mengadsorbsi zat warna tersebut. Penambahan arang aktif tidak boleh terlalu banyak karena dapat mengadsorbsi senyawa yang dimurnikan (Fessenden, 1989).

2.10. Perhitungan Kadar Air

Pengukuran kadar air dalam suatu bahan sangat diperlukan dalam berbagai bidang. Salah satu bidang yang memerlukan pengukuran kadar air adalah bidang industri bahan kimia. Prinsip dari metode oven pengering  adalah bahwa air yang terkandung dalam suatu bahan akan menguap bila bahan tersebut dipanaskan pada suhu 105oC selama waktu tertentu. Perbedaan antara berat sebelum dan sesudah dipanaskan adalah kadar air (Astuti, 2010).

Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan cara pemanasan yaitu pengeringan sample dengan menggunakan oven. Metode penentuan kadar air dengan cara pemanasan ini adalah yang paling sering dilakukan dan paling sederhana.

Menurut Astuti (2010), cara menentukan kadar air dengan pemanasan oven:

1.             Timbang sampel bahan dalam wadah yang terbuat dari gelas atau alumuniun foil yang telah diketahui beratnya.

2.             Set suhu oven pada temperatur 1000C-1050C

3.             Masukan sampel kedalam oven sampai kering dan beratnya menjadi konstan

4.             Setelah itu, keluarkan sampel dari oven dan dinginkan dalam eksikator lalu timbang. Ulangi langkah 3 dan 4 berkali-kali selama saja untuk mengetahui berat konstan sampel.

5.             Setelah didapat berat yang konstan lalukan perhitungan kadar air. Caranya:

% Berat Kadar Air : Berat basah – Berat kering X 100%…………………….. (15)

                                            Berat basah

Cara penentuan kadar air dengan metode pemanasan oven ini biasanya di lakukan untuk sampel yang berupa biji-bijian, bubuk, atau padatan lainnya yang tidak mengandung kadar gula tinggi dan juga tidak mengandung zat-zat volatil yang mudah menguap.

2.11.   Perhitungan Rendemen

Dalam kimia, rendemen kimia, rendemen reaksi, atau hanya rendemen merujuk pada jumlah produk reaksi yang dihasilkan pada reaksi kimia. Rendemen absolut dapat ditulis sebagai berat dalam gram atau dalam mol (rendemen molar). Rendemen relatif yang digunakan sebagai perhitungan efektivitas prosedur, dihitung dengan membagi jumlah produk yang didapatkan dalam mol dengan rendemen teoritis dalam mol:

% Rendemen =          Berat sampel praktikum         X 100%…………….. (16)

                          Berat sampel secara stoikiometri

Untuk mendapatkan rendemen persentase, kalikan rendemen fraksional dengan 100%. Satu atau lebih reaktan dalam reaksi kimia sering digunakan berlebihan. Rendemen teoritisnya dihitung berdasarkan jumlah mol pereaksi pembatas. Untuk perhitungan ini, biasanya diasumsikan hanya terdapat satu reaksi yang terlibat.

Nilai rendemen kimia yang ideal (rendemen stoikiometri) adalah 100%, sebuah nilai yang sangat tidak mungkin dicapai pada preakteknya (Vogel, 1996).

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1         Bahan-Bahan yang Digunakan

1.        Anilin

2.        Asam asetat glasial

3.        Aquades

4.        Etanol

3.2    Alat-Alat yang Digunakan

1.        Labu didih dasar datar

2.        Gelas ukur 100 ml

3.        Gelas ukur 10 ml

4.        Gelas piala 100 ml

5.        Erlenmeyer 100 ml

6.        Pipet tetes

7.        Corong buchner

8.        Waterbatch

9.        Pompa vakum

10.    Batang pengaduk

11.    Kertas saring

12.    Termometer

13.    Oven

14.    Cawan penguap

3.3       Prosedur Praktikum

1.      Sebanyak 20 ml asam asetat glasial dimasukkan ke dalam labu didih dasar datar.

2.      Kemudian 10 ml anilin ditambahkan ke dalam labu didih, hati-hati reaksi eksoterm.

3.      Larutan diaduk dengan sempurna dan dibiarkan pada suhu kamar selama 5 menit.

4.      Larutan yang ada di dalam labu didih ditutup rapat, kemudian dipanaskan di dalam air dengan suhu 85oC–95oC sambil digoyangkan selama 2 jam.

5.      Larutan didinginkan dan diencerkan dengan 75 ml aquades.

6.      Kemudian larutan didinginkan lagi di dalam air es sampai terbentuk kristal.

7.      Kristal yang terbentuk disaring dengan pompa vakum, kemudian kristal ditimbang.

8.      Selanjutnya dilakukan rekristalisasi dengan pemanasan 40 ml aquades dan 25 ml etanol terlebih dahulu.

9.      Kristal yang sudah terbesntuk dimasukkan ke dalam labu didih dan ditambahkan dengan aquades dan etanol yang telah dipanaskan.

10.    Larutan diaduk dan didinginkan kembali di dalam air es sampai terbentuk kristal yang murni.

11.    Kemudian kristal yang terbentuk disaring lagi dengan pompa vakum dan dikeringkan di dalam oven.

12.    Dihitung rendemen dan kadar air yang diperoleh.

3.4 Rangkaian Alat                                                    

                                   Gambar 3.1 Rangkaian alat pemanas

Keterangan:                          

1.    Waterbatch

2.    Labu didih dasar datar

3.    Termometer

4.    Statip

5.    Klem

 Gambar 3.2 Rangkaian alat vakum

Keterangan:

1.    Selang pembuangan gas

2.    Pompa vakum

3.    Erlenmeyer

4.    Saklar

5.    Corong Buchner

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1         Hasil Praktikum

a.       Berat                       : 1,279 gram

b.      Bentuk                    : Kristal 

c.       Warna                     : Coklat Keabu – abuan

d.      Rendemen               : 8,69%

e.       Kadar Air                : 53,66%

4.2         Pembahasan

Reaksi asilasi merupakan suatu reaksi memasukkan gugus asil kedalam suatu substrat yang sesuai. Sebuah asil merupakan alkil yang terikat pada ikatan rangkap oksigen dan karbon. Asetanilida dapat dihasilkan dari reaksi antara asam asetat glasial dan anilin. Asetanilida berbentuk butiran berwarna putih, sering disebut phenilasetamida mempunyai rumus molekul C6H5NHCOCH3 (Priyatmono, 2008). 

          Menurut Priyatmono (2008), pada reaksi pembuatan asetanilida ini anilin sebanyak 10 ml berfungsi sebagai reaktan, asam asetat glasial sebanyak 19 ml berfungsi sebagai pelarut asam (melepas H+), mempengaruhi agar reaksi membentuk garam amina, dan untuk menetralkan. Proses ini dilakukan di lemari asam karena reaksi yang terjadi adalah reaksi eksoterm dan juga untuk menghindari tumpahan reaksi terjadi di ruangan terbuka karena senyawa yang direaksikan yaitu asam asetat murni yang sangat berbahaya jika terkena tubuh. Dan larutan yang terbentuk berwarna coklat.

   Larutan anilin dan asam asetat glasial tersebut dipanaskan selama 2 jam agar larutan benar-benar homogen pada suhu 85-950C. Setelah larutan homogen (dipanaskan selama 2 jam), larutan tersebut dibiarkan pada suhu kamar. Kemudian dimasukkan 75 ml aquades hingga terbentuk endapan, endapan itulah yang disebut asetanillida.  Kemudian larutan didinginkan selama 1,5 jam dengan menggunakan es batu agar semua asetanilida benar-benar mengendap. Hasil dari kristalisasi ini berupa kristal yang berwarna kekuning-kuningan, yang berarti masih ada pengotor di dalamnya, yaitu sisa reaktan ataupun hasil samping reaksi. Oleh karena itu perlu dilakukan pemurnian kembali. Kemudian larutan  tersebut disaring dengan penyaring Buchner. Proses penyaringan ini menggunakan prinsip sedimentasi, dan dibantu menggunakan vacuum pump, yaitu alat untuk menyedot udara, sehingga proses penyaringan dan pengeringan cepat selesai. Vacuum pump di sini dapat menggunakan alat tersendiri ataupun dengan mengalirkan air pada akhir selang penghubung secara terus menerus sehingga terjadi perbedaan tekanan udara yang akan menimbulkan sedotan. Berat dari hasil kristalisasi yaitu 5,238 gram.

          Proses selanjutnya adalah rekristalisasi untuk mendapatkan asetanilida yang lebih murni. Rekristalisasi dilakukan dengan penambahan etanol-air panas. Menurut Mawarni (2013), etanol dan aquades dipanaskan bertujuan untuk meningkatkan kelarutan, jika kelarutan berbeda maka Ksp akan berbeda, perbedaan Ksp inilah yang membuat asetanilida jadi  mengendap didasar labu didih. Menurut Synyster (2006), air panas berguna untuk mempercepat pelarutan asetanilida tersebut sedangkan etanol akan mengikat pengotor-pengotor yang masih terdapat pada asetanilida pada hasil kristalisasi. Larutan disaring kembali dengan penyaring Buchner. Hasil penyaringan ini kemudian didinginkan dengan menggunakan es batu selama 1,5 jam agar semua asetanilida benar-benar mengendap. Kemudian kristal yang tercampur dengan larutan berair tersebut disaring dengan penyaring Buchner dan dicuci dengan aquades dingin agar kristal yang tertinggal di labu didih dasar datar ikut tersaring. Kristal selanjutnya dikeringkan dengan oven untuk menghilangkan uap air yang masih terdapat pada kristal. Dari hasil reklistalisasi ini diperoleh kristal asetanilida coklat keabu-abuan dari sebelumnya, karena itu untuk memperoleh asetanilida yang putih dan murni tidak cukup hanya satu kali rekristalisasi, tetapi dapat dilakukan berkali-kali.

Hasil kristalisasi disaring, dan didapat asetanilida basah sebanyak 2,76 gram, sedangkan asetanilida kering setelah dilakukan pengovenan adalah 1,279 gram, dengan rendemen 8,69% dan kadar air 53,66%. Rendemen yang didapatkan dipengaruhi oleh waktu pemanasan kurang lama, menyebabkan berkurangnya nilai rendemen sedangkan besarnya kadar air dipengaruhi oleh lamanya penyaringan dengan menggunakan bantuan vacuum pump.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1         Kesimpulan

1.    Asetanilida dibuat dengan mereaksikan anilin dengan asam asetat glasial secara asilasi.

2.    Reaksi asilasi yaitu memasukkan gugus asil kedalam suatu substrat yang sesuai.

3.    Berat asetanilida yang didapatkan dari percobaan yaitu 1,279 gram, dengan rendemen sebesar 8,69% dan kadar air dari asetanilida yang didapat yaitu 53,66%.

5.2         Saran

1.    Untuk pratikum selanjutnya sebaiknya volume anilin dan asetat glasial di variasikan.

2.    Sebaiknya pencampuran zat-zat untuk membuat asetinilida dilakukan di dalam lemari asam dengan hati-hati.

3.    Gunakan pelindung yang disarankan, seperti masker dan sarung tangan.

4.    Saat pemanasan, suhu harus selalu diperhatikan.

DAFTAR PUSTAKA

Abduh. 2010.  Aspirinhttp://library.USU.ac.id/download/ft/tkimia-Abduh.pdf.Diakses pada 2Mei 2015.

Ahmad, F., dkk.. 2011. Perancangan dan Pembuatan Modul ECG dan EMG Dalam Satu Unit PC Sub Judul: Pembuatan Rangkaian ECG dan Software ECG Pada PC. Jurnal Generic, 1-6.

Austin. 2008. Shreve’s Chemical Process Industries, 5th ed. Singapura: McGraw-  Hill Book Co..   

Amri. 2009. Asam Salisilat. http://library.USU.ac.id/download/ft/tkimia-Amri.pdf. Diakses pada 12 April 2015.

Arsyad, 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta: Gramedia.

Bresnick, S.D.. 2003. Intisari Kimia Organik. Jakarta: Hipokrates.

Fary. 2009. Rekristalisasi, Pembuatan Aspirin dan Penentuan Titik Leleh Aspirin. http://faryjackazz.blogspot.com/2009/03/rekristalisasi-pembuatan-aspirin-dan.html. Diakses pada 12 April 2015.

Fessenden, R.J., dan Fessenden, J.S.. 1997. Dasar-dasar Kimia Organik. Jakarta: Bina Aksara.

Fessenden. 1989. Kimia Organik, edisi ke 3. Jakarta: Erlangga.

Kirk and Othmer. 1982. Kirk-Othmer Encyclopedia of Chemical Technology. Vol. 17. Canada: John Wiley and Sons, Inc.

Oxtoby, Gillis, dan  Nachtrieb. 2003. Prinsip-prinsip Kimia Modern. Jakarta: Erlangga.

Priyatmono, A. 2008.  Asetanilida, kimiadotcom.wordpress.com, 7 may 2015.

Pudjaatmaka, A.H.. 1992. Kimia Untuk Universitas Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Riawan, S. 1990. Kimia Organik Edisi 1. Jakarta: Binarupa Aksara.

Svehla. 1979. Buku Ajar Vogel : Analisi Anorganik Kuntitatif Makro dan Semimikro. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka.

Syabatini, A.. 2010. Pemurnian Bahan secara Rekristalisasi. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat.

Wilbraham, A.C.. 1992. Pengantar Kimia Organik 1. Bandung: ITB.

Williamson. 1999. Macroscale and Microscale Organic Experiment. USA: Houghton Mifflin Company.

Makalah Alkohol Lemak – Fatty Alcohol

Alkohol Lemak Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang Alkohol lemak merupakan suatu dasar utama oleokimia yang memiliki laju pertumbuhan yang telah membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemajuan standar...
Ananda Dwi Putri
11 min read

Sokletasi – Metode Pemisahan Zat Padat Melalui Proses Penyaringan…

Sokletasi adalah suatu metode / proses pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan berulang ulang dengan menggunakan pelarut tertentu, sehingga...
Ananda Dwi Putri
2 min read

Kormotografi Kolom

Kromotografi kolom adalah suatu metode pemisahan yang di dasarkan pada pemisahan daya adsorbsi suatu adsorben tentang terhadap suatu senyawa, baik pengotornya maupun hasil isolasinya....
Ananda Dwi Putri
4 min read

Leave a Reply