Laporan Praktikum Genetika Tumbuhan – Penyimpangan Hukum Mendel

12 min read

Penyimpangan Hukum Mendel

Bab I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Persilangan dihibrida merupakan perkawinan dua individu dengan dua sifat beda. Dengan persilangan ini dapat dibuktikan kebenaran hukum Mendel II yang menyatakan bahwa gen – gen yang terletak pada kromosom yang berlainan akan secara bebas dan menghasilkan empat macam fenotip dengan perbandingan 9 : 3 : 3 :1. Dalam kenyataannya, seringkali terjadi penyimpangan atau hasil yang jauh dari harapan yang mungkin disebabkan oleh beberapa hal seperti adanya interaksi gen, adanya gen yang bersifat homozigot letal dan sebagainya.

Penyimpangan-penyimpangan tersebut bukan berarti tidak mengikuti kaidah Hukum Mendel. Hanya saja perbandingan fenotipnya sedikit bergeser. Seperti halnya pada epistatis dominan yang memiliki perbandingan 12:3:1. Pada dasarnya angka 12 pada perbandingan tersebut merupakan penyatuan dari angka 9 dan 3 pada perbandingan Hukum Mendel. Perubahan tersebut dapat terjadi karena gen indukan yang dominan bersifat epistatis atau menutupi gen resesif. Sehingga sifat resesif yang ada pada 3 bagian tersebut tidak terlihat.

B.     Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui adanya penyimpangan pada Hukum Mendel II.

II.                TINJAUAN PUSTAKA

Cahyono (2010) melaporkan bahwasannya hukum pewarisan Mendel adalah hukum yang mengatur pewarisan sifat secara genetik dari satu organisme kepada keturunannya. Hukum ini didapat dari hasil penelitian Gregor Johann Mendel, seorang biarawan Austria. Hukum tersebut terdiri dari dua bagian:

1.      Hukum Pertama Mendel (hukum pemisahan atau segregation)

Isi dari hukum segregasi :

“ Pada waktu berlangsung pembentukan gamet, setiap pasang gen akan disegregasi ke dalam masing-masing gamet yang terbentuk.”

2.      Hukum Kedua Mendel (hukum berpasangan secara bebas atau independent assortment)

Isi dari hukum pasangan bebas :

“ Segregasi suatu pasangan gen tidak bergantung kepada segregasi pasangan gen lainnya, sehingga di dalam gamet-gamet yang terbentuk akan terjadi pemilihan kombinasi gen-gen secara bebas.”  

Welsh (1991) menambahkan bahwasannya masing-masing faktor keturunan mempunyai peluang matematika yang tidak saling menentukan dalam pemunculan pewarisan sifatnya pada tanaman. Istilah dihibrida menjelaskan adanya pewarisan faktor keturunan yang mempunyai perbandingan jumlah individu 9:3:3:1 atau dengan variasi perbandingan angka itu.

Namun pada kenyataannya, dominansi suatu alele terhadap alele yang lain tidak selalu terjadi. Penampakan suatu gen dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, umur, jenis kelamin, spesies, fisiologis, genetik, dan macam-macam faktor lainnya. Tidak adanya dominansi telah diketahui pada awal sejarah penelitian gen. Perubahan pengaruh dominansi ini timbul karena interaksi alele, baik antara alele pada lokus yang sama maupun pada lokus yang berbeda (Crowder, 1990).

Interaksi gen merupakan peristiwa dua gen atau lebih yang bekerjasama dalam memperlihatkan fenotip (Pratiwi, 2000). Interaksi gen mula-mula ditemukan oleh William Bateson dan R.C Punet pada bentuk pial ( jengger ). Pada saat perkawinan ayam berjengger rose dengan pea didapatkan F1 yang semuanya bertipe walnut. Timbulnya fenotipe baru yang muncul dari perkawinan antara ayam berjengger walnut dengan sesamanya disebabkan oleh interaksi gen.

Menurut Yatim (2003), interaksi gen dapat terjadi dalam 4 bentuk :

a.       Komplementer

b.      Kriptomeri

c.       Epistatis

d.      Polimeri

Kemudian Sobir dan Syukur (2015) melaporkan lebih lanjut bahwasannya aksi gen dari suatu lokus dapat menutupi aksi dari gen-gen pada lokus yang lain. Interaksi ini dikenal dengan istilah epistatis. Epistatis artinya menutupi gen lain. Gen yang ditutup disebut juga dengan hypostatis. Proses ini berlangsung bila paling sedikit ada dua lokus yang mengendalikan pemunculan satu sifat / karakter. Misalnya ada 2 pasang gen yang memisah secara bebas, tetapi saling berinteraksi, pada banyak peristiwa interaksi nisbah yang diharapkan 9:3:3:1 akan berubah.

Tabel 1. Modifikasi nisbah (9:3:3:1) untuk dua lokus yang bersegregasi bebas, akibat adanya interaksi antar-lokus (Sobir dan Syukur, 2015).

No.RasioKeteranganIstilah yang digunakan oleh beberapa penulis
Tanpa Interaksi
1.9:3:3:1Dominansi lengkap dari kedua gen; fenotipe baru dihasilkan dari interaksi antara alel dominan dan interaksi antara alel homozigot resesif
Komplementasi
2.9:3:4Dominansi lengkap oleh kedua gen; ketika gen bersifat homozigot resesif, gen tersebut menekan/ menutupi sifat fenotipe gen lainnya.Epistatis resesif
3.9:7Dominansi lengkap oleh kedua gen; ketika salah satu gen bersifat homozigot resesif, gen tersebut menekan/ menutupi sifat fenotipe gen lainnya.Epistatis resesif ganda
Modifikasi
4.12:3:1Dominansi lengkap oleh kedua gen; ketika salah satu gen bersifat dominan, maka gen tersebut akan menekan/ menutupi sifat fenotipe gen lainnya.Epistatis/ Epistatis dominan
5.7:6:3Dominansi lengkap oleh salah satu gen dan dominansi parsial oleh gen lainnya.
6.13:3Dominansi lengkap oleh kedua gen; apabila kedua gen dominan, maka akan menekan/ menutupi sifat fenotipe gen lainnya.Epistatis dominan dan resesif / Faktor inhibitory
Duplikasi
7.15:1Dominansi lengkap oleh kedua gen; apabila salah satu gen dominan, maka akan menekan/ menutupi sifat gen lainnya.Epistatis dominan ganda
8.9:6:1Dominansi lengkap oleh kedua gen; ketika kedua gen dalam kondisi dominan, maka akan menekan/ menutupi sifat gen lainnya.Interaksi gen/ Polimerism/ Faktor additif

III.             METODE PRAKTIKUM

A.    Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini meliputi : kantong plastik dan kancing warna. Alat yang digunakan antara lain : lembar pengamatan dan alat tulis.

B.     Prosedur Kerja

1.      Kantong plastik berisi kancing warna diambil, kemudian dikocok hingga homogen.

2.      Dari dalam kantong diambil satu butir kancing, kemudian dicatat hasilnya.

3.      Pengambilan kancing dilakukan sebanyak 90 kali dan 160 kali, kemudian dicatat pada lembar pengamatan.

4.      Data dianalisa dengan uji Chi-Square. 

IV.             HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil

Jenis Penyimpangan Hukum Mendel : Gen Duplikat dengan Efek Kumulatif (9:6:1)

Tabel 1. Perhitungan X 2 90 × Pengambilan Kancing

KarakteristikJumlah
KuningMerahHitam
O6123690
E50,62533,755,62590
(│O – E│) 2107,64115,56250,14223,34
2,133,4240,025,57

X2   Tabel = 5,99

Kesimpulan = percobaan telah sesuai dengan perbandingan.

Tabel 2. Perhitungan X 2 160 × Pengambilan Kancing

KarakteristikJumlah
HitamPutihKuning
O96568160
E906010160
(│O – E│) 23616456
0,40,270,41,07

X2   Tabel = 5,99

Kesimpulan = percobaan telah sesuai dengan perbandingan.

Jenis Penyimpangan Hukum Mendel : Epistatis Dominan Duplikat (15:1)

Tabel 1. Perhitungan X 2 90 × Pengambilan Kancing

KarakteristikJumlah
Hijau (H)Kuning (K)
O85590
E84,3755,62590
((O – E) – 0,5) 20,0160,0160,032
1,896 × 10 -428,4 × 10 -430,34 × 10 -4

X2  Tabel = 3,84

Kesimpulan = percobaan telah sesuai dengan teori

Tabel 2. Perhitungan X 2 160 × Pengambilan Kancing

KarakteristikJumlah
Hijau (H)Kuning (K)
O1537160
E15010160
((O – E) – 0,5) 26,256,2513
0,041670,6250,667

X2  Tabel = 3,84

Kesimpulan = percobaan telah sesuai dengan teori

Jenis Penyimpangan Hukum Mendel : Epistatis Dominan (12:3:1)

Tabel 1. Perhitungan X 2 90 × Pengambilan Kancing

KarakteristikJumlah
CoklatKuningHijau
O6522390
E67,516,875,62590
(│O – E│) 26,2526,2656,8939,405
0,09251,55641,22482,8737

X2   Tabel = 5,99

Kesimpulan = percobaan telah sesuai dengan perbandingan.

Tabel 2. Perhitungan X 2 160 × Pengambilan Kancing

KarakteristikJumlah
CoklatKuningHijau
O130255160
E1203010160
(│O – E│) 21002525150
0,83330,83332,54,1667

X2   Tabel = 5,99

Kesimpulan = percobaan telah sesuai dengan perbandingan.

Jenis Penyimpangan Hukum Mendel : Epistatis Dominan Resesif (13:3)

Tabel 1. Perhitungan X 2 90 × Pengambilan Kancing

KarakteristikJumlah
PC
O721890
E73,12516,87590
((O – E) – 0,5) 21,2651,2652,53
0,0170,0740,091

X2  Tabel = 3,84

Kesimpulan = percobaan telah sesuai dengan teori

Tabel 2. Perhitungan X 2 160 × Pengambilan Kancing

KarakteristikJumlah
KH
O13228160
E13030160
((O – E) – 0,5) 2448
0,0300,1300,160

X2  Tabel = 3,84

Kesimpulan = percobaan telah sesuai dengan teori

Jenis Penyimpangan Hukum Mendel : Epistatis Resesif (9:3:4)

Tabel 1. Perhitungan X 2 90 × Pengambilan Kancing

KarakteristikJumlah
KMH
O44222490
E50,62516,87522,590
(│O – E│) 243,8926,522,2572,66
0,8661,570,12,536

X2   Tabel = 5,99

Kesimpulan = percobaan telah sesuai dengan perbandingan.

Tabel 2. Perhitungan X 2 160 × Pengambilan Kancing

KarakteristikJumlah
HKP
O872845160
E903040160
(│O – E│) 2942538
0,10,130,6250,855

X2   Tabel = 5,99

Kesimpulan = percobaan telah sesuai dengan perbandingan.

Jenis Penyimpangan Hukum Mendel : Epistatis Resesif Duplikat (9:7)

Tabel 1. Perhitungan X 2 90 × Pengambilan Kancing

KarakteristikJumlah
HitamHijau
O355590
E39,3750,6290
((O – E) – 0,5) 223,7115,0538,76
0,60,290,89

X2  Tabel = 3,84

Kesimpulan = percobaan telah sesuai dengan teori

Tabel 2. Perhitungan X 2 160 × Pengambilan Kancing

KarakteristikJumlah
HijauKuning
O6496160
E7090160
((O – E) – 0,5) 230,2530,2560,5
0,430,330,76

X2  Tabel = 3,84

Kesimpulan = percobaan telah sesuai dengan teori

B.     Pembahasan

Persilangan antara dua individu yang memiliki dua sifat beda pada umumnya mengikuti Hukum Mendel II yakni memiliki perbandingan 9:3:3:1. Namun, pada kenyataannya sering kali dijumpai penyimpangan-penyimpangan yang  terjadi pada anakannya. Menurut Crowder (1990), adanya dominansi suatu alele terhadap alele yang lain tidak selalu terjadi. Penampakan suatu gen dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, umur, jenis kelamin, spesies, fisiologis, genetik, dan macam-macam faktor lainnya. Tidak adanya dominansi telah diketahui pada awal sejarah penelitian gen. Perubahan pengaruh dominansi ini timbul karena interaksi alele, baik antara alele pada lokus yang sama maupun pada lokus yang berbeda.

Selanjutnya, Sobir dan Syukur (2015) melaporkan bahwasannya interaksi antar-lokus merupakan peristiwa yang terjadi antara dua gen atau lebih yang berbeda lokus dan saling berinteraksi dalam menghasilkan suatu penampilan atau fenotipe. Aksi gen dari satu lokus dapat menutupi aksi dari gen-gen pada lokus yang lain. Mendel pada saat mengenalkan teorinya menggambarkan seolah-olah setiap gen bebas dari gen yang lain dalam pembentukan genotipe. Pada kenyataannya suatu fenotipe merupakan hasil suatu rangkaian proses metabolisme yang pada setiap tahapannya terlibat satu gen. Jadi satu sifat itu sebenarnya merupakan hasil kerja sederetan gen.

Adanya interaksi gen yang menimbulkan penyimpangan Hukum Mendel dapat dilihat pada warna kulit biji (aleuron) jagung. Pada tanaman jagung, terdapat gen C yang menumbuhkan bahan mentah pigmen dan gen R yang menumbuhkan pigmentasi aleuron. Kulit biji jagung hanya akan berwarna jika gen C dan gen R hadir bersama-sama dalam satu individu. Jika hanya salah satu atau tak ada keduanya, kulit biji itu akan berwarna putih atau dengan kata lain tak berwarna. Maka dari itu, perbandingan awal Mendel yakni 9:3:3:1 akan berubah menjadi 9:7. Angka 7 merupakan kumulasi dari angka 3,3, dan 1yang mewakili genotip C_rr, ccR_, dan ccrr. Ketiga gen tersebut tidak memenuhi persyaratan guna memunculkan warna pada aleuron sehingga ketiganya dikumulatifkan. Hal ini dapat dikatakan telah menyimpang dari Hukum Mendel II yang memiliki perbandingan 9:3:3:1 (Yatim, 2003).

Interaksi gen yang menimbukan aksi gen dari satu lokus dapat menutupi aksi dari gen-gen pada lokus lain dikenal dengan istilah epistatis. Sebuah atau sepasang gen yang menutupi ( mengalahkan ) ekspresi gen yang lain yang bukan alelnya dinamakan gen yang epistasis. Gen yang dikalahkan ini tadi dinamakan gen yang hipostasis. Peristiwanya disebut epistasis dan  hipostasis. Peristiwa epistasis dapat dibedakan sebagai berikut :

1.      Epistasis dominan

Epistasis dominan adalah peristiwa dimana gen yang dominan menutupi gen dominan lain yang bukan alelnya. E. W. Sinnot (dalam Yatim, 2003) melakukan penelitian terhadap warna buah labu summer squash (Cucurbita pepo. Warna pada buah tersebut ternyata diatur oleh 2 gen yaitu Y-y dan W-w dengan Y = kuning; y =hijau; W = epistatis; dan w = tak mengalahkan. Adanya gen W menghalangi pertumbuhan warna sehingga buah akan berwarna putih.

Jika dilakukan persilangan antara labu putih murni (WWYY) dengan hijau murni (wwyy), maka F1 akan berfenotipe putih (WwYy). Selanjutnya, jika antar F1 disilangkan, maka akan menghasilkan perbandingan 12: 3: 1 dengan keterangan 12 untuk putih (W_Y_ dan W_yy); 3 untuk kuning (wwY_); dan 1 untuk hijau (wwyy). Hal tersebut secara fenotip memang menyimpang dari Hukum Mendel II, namun secara genotip sebenarnya perbandingannya tetap mengikuti kaidah Hukum Mendel II yakni 9:3:3:1. Demikian ini bagan persilangannya :

P1 :    WWYY           ><        wwyy

           (putih)                         (hijau)

F1 :                            WwYy

                                   (putih)

F2 :

WYWywYwy
WYWWYYWWYyWwYYWwYy
WyWWYyWWyyWwYyWwyy
wYWwYYWwYywwYYwwYy
wyWwYyWwyywwYyWwyy

Ratio F2 :       a. Genotipe : 9 W_Y_ : 3W_yy : 3 wwY_ : 1 wwyy

                       b. Fenotipe : 12 putih : 3 kuning : 1 hijau

2.      Epistasis resesif

Epistasis resesif terjadi apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi gen lain yang buakan alelenya. Hanya jika terdapat alele dominan pada lokus tersebut, alel pada lokus lain dapat diekspresikan. Akibat peristiwa ini, pada generasi F2 akan diperoleh nisbah fenotipe 9:3:4 (Sobir dan Syukur, 2015). Peristiwa ini biasanya terjadi pada persilangan bunga Linaria maroccana warna merah ( AAbb ) dengan Linaria maroccana warna putih ( aaBB ). Jika kedua alel dominan A dan B hadir dalam satu individu, maka bunga akan berwarna ungu.hal tersebut dapat diamati pada tabel dibawah ini :

Tabel 2. Rasio genotipe dan fenotipe F2 pada warna bunga Linaria maroccan(Sobir dan Syukur, 2015)

AABB (1)AABb (2)AaBB (2)AaBb (4)AAbb (1)Aabb (2)aaBB (1)aaBb (2)Aabb (1)
934
Ungumerahputih

3.      Epistasis dominan resesif

Epistasis dominan  resesif terjadi karena terdapat dua gen dominan yang  jika bersama-sama pengaruhnya akan menghambat pengaruh salah satu gen dominan tersebut (Pratiwi, 2000). Hal ini biasanya terjadi pada warna bulu ayam. Menurut Yatim (2003), pada ayam ras ada interaksi anatara 2 gen yaitu antara gen I-i dan C-c dengan I = epistatis; i = tak menghalangi; C = ada pigmentasi; c = tak ada pigmentasi. Jika I tak hadir dan C hadir (iiC_), maka bulu akan berwarna hitam atau coklat. Sedangkan untuk individu lain yang tidak bergenotipe demikian bulu akan berwarna putih. Perbandingan pada persilangan ini yaitu 13 : 3, dengan 13 berwarna putih (I_C_; I_cc; dan iicc) dan 3 berwarna hitam tu coklat (iiC_).

4.      Adanya gen resesif rangkap

Menurut Sobir dan Syukur (2015), epistatis resesif ganda (duplikat resesif) adalah fenotipe yang sama dihasilkan oleh kedua genotipe homozigot resesif. Dua gen resesif berifat epistatik terhadap alele dominan dengan kata lain perlu interaksi komplementasi antara gen dominan tertentu dengan gen dominan lainnya.

Penyimpangan ini dapat terjadi warna bunga tanaman kapri (Pisum sativum). Pada persilangan antara tetua berwarna putih (CCpp) dengan tetua berwarna bunga putih lainnya (ccPP) dihasilkan tanaman F1 berwarna bunga ungu (CcPp). Pada populasi F2, terjadi segregasi, yaitu 9 berwarna bunga ungu : 7 berwarna bunga putih. C adalah gen dominan yang diperlukan untuk pembentukan warna; sedangkan P adalah gen dominan menghasilkan pigmen ungu. Keberadaan keduanya secara bersama-sama menghasilkan bunga berwarna ungu (C_P_).

5.      Adanya gen dominan rangkap

Epistatis dominan ganda berlangsung karena dua gen memproduksi bahan yang sama dan menghasilkan fenotipe yang sama. Interaksi antara dua gen tidak harus selalu bertentangan. Terkadang terdapat kedua gen yang saling mensubstitusi peran masing-masing dalam menghasilkan suatu protein atau enzim. Kedua gen tersebut inilah yang berperan dalam menghasilkan rasio sifat fenotipe pada generasi F2 menjadi 15 : 1 (Sobir dan Syukur, 2015).

Fenomena ini dapat terlihat pada hibrida 2 varietas gandum yang berbiji merah (AABB) dan yang berbiji putih (aabb). F1 berwarna perantaraan / intermediet (AaBb). Sedangkan F2 terdiri dari 1/16 merah (AABB), 4/16 merah gelap (AABb-AaBB), 6/16 sedang (sama dengan F1), 4/16 merah terang (Aabb-aaBb), dan 1/16 putih (aabb). Kalau dibulatkan perbandingan untuk yang berwarna (merah) dan yang berwarna putih ialah 15 : 1 (Yatim, 2003).

6.      Adanya gen – gen rangkap yang mempunyai pengaruh kumulatif

Peristiwa ini terjadi jika salah satu gen di satu lokus memiliki alele dominan (homozigot atau heterozigot) menghasilkan fenotipe yang sama. Contohnya pada persilangan buah summer squash (Curcubita pepo) berbentuk disc (AABB) dengan bentuk buah panjang (aabb), maka akan menghasilkan 100% F1 dengan bentuk disc (AaBb). Ketika F1 dibiarkan menyerbuk sendiri, terdapat buah yang berbentuk disc, bulat, dan panjang dengan perbandingan 9 : 6: 1. Hal tersebut dapat diamati pada tabel sebaran F2 berikut ini :

Tabel 3. Rasio genotipe dan fenotipe F2 pada bentuk buah summer squash(Sobir dan Syukur, 2015)

AABB (1)AABb (2)AaBB (2)AaBb (4)AAbb (1)Aabb (2)aaBB (1)aaBb (2)Aabb (1)
961
discbulatpanjang

Pengetahuan mengenai penyimpangan Hukum Mendel ini sebenarnya merupakan tahap untuk mempermudah para ilmuwan maupun orang-orang yang tertarik pada bidang ilmu genetika dalam menganalisa jenis gen indukan maupun gen dari suatu varietas. Pengetahuan tersebut bermanfaat pada saat akan menyilangkan suatu varietas. Hal tersebut nantinya akan bermuara pada  pengusahaan hasil seperti yang diharapkan oleh pemulia.

Pada pengujian dengan jenis penyimpangan gen duplikat denga efek kumulatif yang memiliki perbandingan 9 : 6 : 1, didapatkan hasil observasi pada pengambilan kancing 90 kali untuk kuning = 61 butir, merah = 23 butir dan hitam = 6 butir. Sedangkan pada pengambilan kancing 160 kali, didapatkan kancing berwarna hitam = 96 butir, putih = 56 butir dan kuning = 8 butir. Setelah kedua data dimasukkan ke dalam uji Chi-Square ternyata nilai X hitung keduanya tidak ada yang melebihi nilai X tabel = 5,99. Maka dari itu, data dua jenis pengambilan tersebut sesuai dengan penyimpangan Hukum Mendel yang termasuk dalam golongan gen duplikat dengan efek kumulatif. Percobaan dapat sesuai denga teori dikarenakan populasi yang digunakan homogen. Selain itu, pada pengambilan 90 kali, kancing kuning bersifat dominan terhadap dua kancing lainnya. Begitu pula pada kancing hitam pada pengambilan 160 kali yang lebih dominan dibandingkan dua kancing lainnya.

Pada pengujian dengan jenis penyimpangan epistatis dominan duplikat/polimeri yang memiliki perbandingan 15 : 1, didapatkan hasil observasi pada pengambilan kancing 90 kali untuk hijau = 85 butir dan kuning = 5 butir. Sedangkan pada pengambilan kancing 160 kali, didapatkan kancing berwarna hijau = 153 butir dan kuning = 7 butir. Setelah kedua data dimasukkan ke dalam uji Chi-Square ternyata nilai X hitung keduanya tidak ada yang melebihi nilai X tabel = 3,84. Maka dari itu, data dua jenis pengambilan tersebut sesuai dengan penyimpangan Hukum Mendel yang terjmasuk dalam golongan epistatis dominan duplikat. Percobaan ini dapat sesuai dengan teori karena populasi yang digunakan bersifat homogen. Selain itu, pada pengambilan 90 kali, kancing hijau bersifat dominan terhadap kancing kuning. Begitu pula pada pengambilan 160 kali, kancing hijau bersifat dominan terhadap kancing kuning.

Pada pengujian dengan jenis penyimpangan epistatis dominan yang memiliki perbandingan 12 : 3 : 1, didapatkan hasil observasi pada pengambilan kancing 90 kali untuk cokelat = 65 butir, kuning = 22 butir dan hijau = 3 butir. Sedangkan pada pengambilan kancing 160 kali, didapatkan kancing berwarna kuning = 130 butir, hijau = 25 butir dan merah = 5 butir. Setelah kedua data dimasukkan ke dalam uji Chi-Square ternyata nilai X hitung keduanya tidak ada yang melebihi nilai X tabel = 5,99. Maka dari itu, data dua jenis pengambilan tersebut sesuai dengan penyimpangan Hukum Mendel yang terjmasuk dalam golongan epistatis dominan. Percobaan ini dapat sesuai dengan teori karena populasi yang digunakan bersifat homogen. Selain itu, pada pengambilan 90 kali, kancing cokelat bersifat dominan terhadap dua kancing lainnya. Begitu pula pada pengambilan 160 kali, kancing kuning bersifat dominan terhadap dua kancing lainnya.

Pada pengujian dengan jenis penyimpangan epistatis dominan resesif yang memiliki perbandingan 13 : 3, didapatkan hasil observasi pada pengambilan kancing 90 kali untuk P = 72 butir dan C = 18 butir. Sedangkan pada pengambilan kancing 160 kali, didapatkan kancing K = 132 butir dan H = 28 butir. Setelah kedua data dimasukkan ke dalam uji Chi-Square ternyata nilai X hitung keduanya tidak ada yang melebihi nilai X tabel = 3,84. Maka dari itu, data dua jenis pengambilan tersebut sesuai dengan penyimpangan Hukum Mendel yang terjmasuk dalam golongan epistatis dominan resesif. Percobaan ini dapat sesuai dengan teori karena populasi yang digunakan bersifat homogen. Selain itu, pada pengambilan 90 kali, kancing P bersifat dominan terhadap kancing C. Begitu pula pada pengambilan 160 kali, kancing K bersifat dominan terhadap kancing H.

Pada pengujian dengan jenis penyimpangan epistatis resesif yang memiliki perbandingan 9 : 3 : 4, didapatkan hasil observasi pada pengambilan kancing 90 kali untuk K = 44 butir, M = 22 butir dan H = 24 butir. Sedangkan pada pengambilan kancing 160 kali, didapatkan kancing H = 87 butir, K = 28 butir dan P = 45 butir. Setelah kedua data dimasukkan ke dalam uji Chi-Square ternyata nilai X hitung keduanya tidak ada yang melebihi nilai X tabel = 5,99. Maka dari itu, data dua jenis pengambilan tersebut sesuai dengan penyimpangan Hukum Mendel yang terjmasuk dalam golongan epistatis resesif. Percobaan ini dapat sesuai dengan teori karena populasi yang digunakan bersifat homogen. Selain itu, pada pengambilan 90 kali, kancing K bersifat dominan terhadap dua kancing lainnya. Begitu pula pada pengambilan 160 kali, kancing H bersifat dominan terhadap dua kancing lainnya.

Pada pengujian dengan jenis penyimpangan epistatis resesif duplikat yang memiliki perbandingan 9 : 7, didapatkan hasil observasi pada pengambilan kancing 90 kali untuk hijau = 55 butir dan hitam = 35 butir. Sedangkan pada pengambilan kancing 160 kali, didapatkan kancing berwarna kuning = 96 butir dan hijau = 64 butir. Setelah kedua data dimasukkan ke dalam uji Chi-Square ternyata nilai X hitung keduanya tidak ada yang melebihi nilai X tabel = 3,84. Maka dari itu, data dua jenis pengambilan tersebut sesuai dengan penyimpangan Hukum Mendel yang terjmasuk dalam golongan epistatis resesif duplikat. Percobaan ini dapat sesuai dengan teori karena populasi yang digunakan bersifat homogen. Selain itu, pada pengambilan 90 kali, kancing hijau bersifat dominan terhadap kancing hitam. Begitu pula pada pengambilan 160 kali, kancing kuning bersifat dominan terhadap kancing hijau.  

V.                KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan

1.      Penyimpangan Hukum Mendel dapat disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan, umur, jenis kelamin, spesies, fisiologis, genetik, dan macam-macam faktor lainnya.

2.      Sebuah atau sepasang gen yang menutupi ( mengalahkan ) ekspresi gen yang lain yang bukan alelnya dinamakan gen yang epistasisGen yang dikalahkan ini tadi dinamakan gen yang hipostasis.

3.      Peristiwa epistasis dapat dibedakan sebagai berikut :

a.       Epistasis dominan (12:3:1)

b.      Epistasis resesif (9:3:4)

c.       Epistasis dominan resesif (13:3)

d.      Adanya gen resesif rangkap (15:1)

e.       Adanya gen dominan rangkap (9:7)

f.       Adanya gen – gen rangkap yang mempunyai pengaruh kumulatif (9:6:1).

B.     Saran

Sebaiknya dalam melakukan praktikum ini, praktikan mengambil kancing warna dengan teliti. Hal ini ditujukan agar tidak terjadi kesalahan pada saat memasukkan data.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, Fransisca. 2010. Kombinatorial dalam Hukum Pewarisan Mendel. Makalah II2092 probabilitas dan Statistik – Sem. I. Program Studi Teknik Informatika Institut teknologi Bandung.

Crowder, L.V. 1990. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Pratiwi D.A. 2000. Biologi . Jakarta : Erlangga.

Sobir dan M. Syukur. 2015. Genetika Tanaman. Bogor : IPB Press.

Welsh, J. R. 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Jakarta : Erlangga.

Yatim, Wildan. 2003. Genetika. Bandung : Tarsito.

Desain Penelitian Eksperimen

Penelitian kuantitatif merupakan salah satu penelitian pendidikan. Penelitian pendidikan sangatlah sulit ditentukan jawabannya karena kondisi di lapangan yang sering berubah, yang berakibat pada derajat...
Ahmad Dahlan
7 min read

Laporan Praktikum Kimia Dasar I Reaksi-Reaksi Kimia

Reaksi-Reaksi Kimia A. Tujuan Percobaan Memperajari sifat-sifat kimia suatu zat melalui reaksi-reaksi kimia. B. Dasar Teori Reaksi kimia merupakan reaksi senyawa dalam larutan (air). Perubahan...
Ananda Dwi Putri
16 min read

Apa perbedaan Bilangan Nyata Dengan Imajiner?

Bilangan nyata adalah bilangan yang sesuai dengan namanya. Kebalikan dengan bilangan khayal, bilangan nyata mewakili nilai sebenarnya tidak berputa-pura atau berkhayal. Bilangan nyata yang merupakan...
Ahmad Dahlan
34 sec read

Leave a Reply