Berikut ini contoh laporan Praktikum Fisika dengan Topik Pengukuran Dasar. Praktikum ini menjadi kegiatan pembuka kegiatan di Laboratorium Fisika Dasar.
Daftar isi
Pengukuran Dasar
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pengukuran adalah proses penting dalam kegiatan praktikum di laboratorium. Tidak hanya berlaku dalam percobaan dan praktikum fisika tapi seluruh disipilin ilmu sains dan teknik seperti Biologi, Kimia, Geografi, dan disiplin ilmu teknik. Pengukuran menjadi aspek yang menentukan valid tidaknya data dalam percobaan sehingga kesalahan dalam pengukuran akan berdampak pada hasil praktikum yang tidak jelas pula. Dengan demikian seorang saintis wajib memiliki keterampilan dasar pengukuran yang benar.
Objek yang diukur dalam praktikum sains dan fisika adalah besaran dari variabel. Besaran-besaran dalam fisika terdiri dari tiga jenis yakni besaran pokok, besaran turunan dan besaran tambahan yakni besaran yang tidak memiliki satuan seperti Sudut.
Dalam upaya memperkenalkan proses pengukuran dan praktikum yang lebih advance, maka mahasiswa jurusan fisika diharapkan memiliki keterampilan dasar pengkukuran dimulai dari pengukuran dasar fisika. Pengukuran dasar fisika adalah pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur langsung menunjukkan nilai dari besaran yang diukur seperti besaran pokok yakni Panjang, Massa, Waktu, Suhu, Kuat Arus dan Intensitas Cahaya. Selain itu beberapa besaran turunan juga dapat diukur secara langsung seperti Gaya Berat, Massa Jenis dan Sejenisnya.
Berdasarkan urarian di atas maka disusun praktikum pengukura dasar fisika.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan urarian diatas maka disusunlah rumusan masalah :
- Bagaimanakan hasil pengukuran dasar dengan Mistar?
- Bagaimanakan hasil pengukuran dasar dengan Jangka Sorong?
- Bagaimanakan hasil pengukuran dasar dengan Mikrometer Sekrup?
- Bagaimanakan hasil pengukuran dasar dengan Neraca 3 Lengan?
- Bagaimanakan hasil pengukuran dasar dengan Gelas ukur?
Bab II. Tinjauan Pustaka
A. Pengukuran
Pengkuran adalah sebauh proses mengetahui kuantitas dari sebuah besaran. Kuantitas ini selanjunya disebat sebagai nilai dari sebuah besaran. Hasil pengukuran dinyatakan dalam angka sebagai nilai lalu diikuti satuan dari besaran yang diukur misalnya 2 m, 4 kg, 17 N, dan sebagainya.
Konsep paling sederhana yang digunakan dalam pengukuran adalah membandingkan dua besaran yang sejenis. Misalnya pengukuran panjang meja dilakukan dengan membandingkan panjang meja dengan panjang skala-skala pada mistar sebagai alat ukur panjang.
Pengukuran yang akurat merupakan bagian penting dari fisika. Tetapi tidak ada pengukuran yang benar-benar tepat. Ada ketidakpastian yang berhubungan dengan setiap pengukuran. Ketidakpastian muncul dari sumber yang berbeda. Diantara yang paling penting, selain kesalahan, adalah keterbatasan ketetapan setiap alat ukur dan ketidak mampuan membaca sebuah instrument diluar batas bagian terkecil yang ditunjukkan. Misalnya, jika anda memakai sebuah pengaris sentimeter untuk mengukur lebar sebuah papan (Gb-1-5) hasilnya dapat dipastikan akurat sampai 0,1 cm, yaitu bagian terkecil pada pengaris tersebut. Alasanya, adalah sulit bagi peneliti untuk memastikan suatu nilai diantara garis pembagi terkecil tersebut.
Ketika menyatakan hasil pengukuran, penting juga untuk menyatakan ketetapan, atau perkiraan ketidakpastian, pada pengukuran tersebut. Sebagai contoh, lebar papan tersebut dapat dituliskan sebagai 5,2 ± 0,1 cm. hasil ± 0,1 cm (‘’kurang lebih 0,1 cm’’) menyatakan ketidakpastian pada pengukuran itu, sehingga lebar sebenarnya paling mungkin berada diantara 5,1 dan 5,3 cm. persen ketidakpastian merupakan rasio antara ketidapastian dan nilai yang terukur, dikali dengan 100. Misalnya jika pengukuran adalah 5,2 dan ketidakpastian sekitar 0,1 cm, persen ketidakpastian adalah 0,1/5,2 x 100=2%.
Seringkali, ketidakpastian pada suatu nilai terukur tidak dinyatakan secara eksplisit. Pada kasus seperti ini, ketidakpastian biasahnya dinaggap sebesar satu atau dua satuan (atau bahkan tiga) dari digit terahir yang diberikan. Sebagai contoh, jika panjang suatu benda dinyatakan sebagai 5,2 cm, ketidakpastian dianggap sebesar 0,1 cm (atau mungkin 0,2 cm). dalam hal ini, adalah penting bagi anda untuk tidak menulis 5,20 cm, karena hal ini menyatakan ketidakpastian sebesar 0,01 cm, dianggap bahwa panjang benda tersebut mungkin antara 5,19 dan 5,21 cm, sementara sebenarnya anda menyangkan nilainya antara 5,1 dan 5,3 cm.
Jumlah digit yang diketahui dapat diandalkan disebut jumlah angka signifikan pada angka 23-21 dan dua pada 0,062 cm (nol pada angka pertama dan kedua hanya merupakan ‘’pemegang tempat’’ yang menunjukkan dimana koma diletakkan). Jumlah angka signifika mungkin tidak selalu jelas. Misalnya, ambil angka 80. Apakah angka tersebut terdiri terdiri atas dua atau satu angka signifikan ? jika kita katakana jarak antara dua koma kira-kira 80 km, hanya ada satu angka signifikan (8) karena nolnya hanyalah pemegang tempat. Jika jarak tersebut 80 km dengan ketetapan 1 tau 2 km, berarti angka 80 km tersebut memiliki dua angka penting signifikan. Jika tepat 80 km terukur dengan angka ketidakpastian 0,1 km, kita tuliskan 80,0 km.
Ketika melakukan pengukuran, atau perhitungan, anda harus menghindari dari keinginan untuk menulis lebih banyak digit pada jawaban terahir dari dari jumlah digit yang diperbolehkan. Sebagai contoh untuk menghitung luas persegi panjang dengan ukuran 11,3 cm dan 6,8 cm, hasil perkaliannya adalah 78,84 cm2 tetapi jawaban ini tidak jelas tidak akurat sampai 0,01 cm2, karena (dengan menggunakan batas luar dari perkiraan ketidankpastian untuk setiap pengukuran) hasilnya bisa diantara 11,2 x 6,7 = 75,04 cm2. Sebagai aturan umum hasil ahir dari perkalian atau pembagian harus memiliki digitnya sebanyak digit pada angka dengan jumlah angka signifikan terkecil yang digunakan sebanyak digit pada angka dengan jumlah angka signifikan terkecil yang digunakan.
Sebelum mengukur sesuatu, pertama-tama kita harus memiliki suatu satuan bagi masing-masing besaran yang akan diukur. Untuk keperluan pengukuran terhadap besaran dan aturan fundamental dan yang diturunkan. Fisikawan mengenal empat besaran fundamental yang tidak bergantung pada yang lain : panjang, massa, waktu, dan muatan listrik.
Dengan beberapa pengecualian semua besaran lain yang sejauh ini digunakan dalam fisika dapat dikembalikan ketempat besaran ini dengan bantuah definisi bantuan masing-masing besaran, yang dinyatakan dalam hubungan yang melibatkan panjang , massa, waktu, dan muatan listrik. Dengan perantara hubungan yang mendefinisikan ini, maka pada gilirannya satuan semua besaran yang ditemukan dalam satuan keempat besaran fundamental tersebut. Kareena perjanjian akan satuan keempat besaran fundamental ini merupakan persyaratan bagi suatu sistem satuan yang selaras. Para fisikawan telah menyetujui (pada konferensi umum ke sebelah bagi berat dan ukuran yang diselenggarakan di Paris pada tahun 1960) untuk menggunakan sistem internasional (si). Satuan dasar adalah meter, kilogram, detik dan coulomb.
Satuan SI diterima, terdapat sistem lain yang sangat digemari dalam karya ilmiah : yaitu system cgs, dalam mana satuan panjang adalah sentimeter, satuan massa adalah gram dan satuan waktu adalah detik. Tak ada satuan muatan listrik yang pasti dikaitkan dengan system ini. System cgs setahap demi setahap digantikan oleh SI dalam karya ilmiah dan praktis.
B. Jenis-jenis Alat Ukur
1. Jangka sorong
Jangka sorong merupakan alat pengukur panjang suatu benda yang ukurannya cukup kecil, dan jari-jari dalam dan luar, serta kedalaman suatu tabung. Jangka sorong terdiri dari dua pasang rahang, sepasang untuk pengukur luar dan sepasang untuk pengukur dalam. Dari pasangan itu ada rahang yang tetap ada dan ada rahang yang di geser-geser. Pada rahang tetap terdapat batang skala yang diberi skala dalam cm dan mm sebagai skala utama. Pada rahang geser terdapat 10 skala yang panjangnya 9 mm sebagai skala nonius. Oleh Karena itu, 1 skala nonius sama dengan 0,9 mm. jadi, skala nonius berselisih 0,1 mm dengan skala mm pada skala utama. Angka 0,1 mm menyatakan ketelitian jangka sorong.
2. Mikrometer
Mikrometer sekrup mempunyai bagian-bagian utama, antara lain: poros tetap, poros geser, skala utama, dan skala nonius yang berupa pemutar. Biasanya alat ini digunakan untuk mengukur panjang, ketebalan, diameter bola, dan diameter kawat ang sangat kecil. Skala utama mempunyai skala mm dan 0,5 mm. Skala nonius mempunyai 50 skala dengan laju putar 0,5 mm/putaran. Oleh karena itu 1 skala nonius sama dengan 0,01 mm
Bab III. Metode Penelitian
A. Alat
- Jangka Sorong
- Mikrometer Sekrup
- Mistar atau penggaris
- Neraca Ohauss
- Gelas Ukur
B. Bahan
- Batu
- Kubus Kayu
- Silinder
- Air
C. Prosedur Kerja
a. Bahan : Kubus
- Timbanglah massa kubus dengan neraca Ouhauss
- Ukurlah panjang, lebar, dan tinggi kubus
- Tentukan volume kubus
- Masukan data yang diperoleh ke dalam tabel
- Ulangi kegiatan 1, s/d 4 sebanyak 5 kali pengamatan
b. Bahan : Silinder
- Timbanglah massa silinder dengan neraca Ouhauss
- Tentukan Volume silinder
- Masukan data yang diperoleh ke dalam tabel
- Ulangi kegiatan 1, s/d 3 sebanyak 5 kali pengamatan
c. Bahan : Batu
- Timbanglah massa batu dengan neraca Ohauss
- Tentukan volume batu
- Masukkan data yang diperoleh ke dalam tabel
- Ulangi kegiatan 1, s/d 3 sebanyak 5 kali pengamatan
Bab IV. Hasil dan Pembahasan
A. Hasil Pengamatan
1. Kubus
Tabel 4.1. Tabel Hasil Pengukuran Dimensi Kubus
No | Alat Ukur | Panjang (cm) | Lebar (cm) | Tinggi (cm) |
---|---|---|---|---|
1. | Mistar | 2,05 cm | 2,05 cm | 2,05 cm |
2. | Jangka Sorong | 2,047 cm | 2,048 cm | 2,048 cm |
3. | Mikrometer Sekrup | 2,04 mm | 2,05 mm | 2,04 mm |
Bahan : Kubus
Massa Kubus : 4,10 ± 0,5 gram
2. Silinder
Tabel 4.2. Tabel Hasil Pengukuran Dimensi Silinder
No | Alat Ukur | Diameter (cm) | Tinggi (cm) |
---|---|---|---|
1. | Mistar | 0,90 | 3,10 |
2. | Jangka Sorong | 0,880 | 3,170 |
3. | Mikrometer Sekrup | 0,92 | – |
Bahan : Silinder
Massa Silinder : 3,07 gram
3. Gelas Ukur
Bahan : Batu
Alat Ukur : Gelas ukur
Massa batu : 3,79 gram
No. | Volume (cm3) | Massa Jenis (gr/cm3) |
1. | 2 cm3 | 1,90 |
B. Pembahasan
A. Volume dan Massa Jenis Kubus
Volume Kubus dengan mistar adalah
V_1=(2,05)(2,05)(2,05)=8.62 \ cm^3
Volume Kubu dengan Jangka Sorong
V_2=(2,047)(2,048)(2,048 ) = 8.586 \ cm^3
C. Pembahasan
Pengukuran dengan penggaris.
a. Mengukur kubus dengan penggaris
Setelah kami mengukur dengan menggunakan penggaris, kami mendapat hasil bahwa panjang kubus tersebut adalah 2 cm, tinggi 2 cm, dan lebar 2 cm. Volume didapat dengan cara :
Diketahui :
P = 2 cm
l = 2 cm
t = 2 cm
Ditanya : V…?
V = p × l × t atau s3
= 2 cm × 2 cm × 2 cm
= 8 cm3
Dan massa jenis kubus diperoleh dengan cara :
Diketahui :
m = 4,10 gr
v = 8 cm3
Ditanya : ρ …?
Jawab :
ρ =
ρ =
ρ = 0, 51 gr/cm3
b. Mengukur silinder dengan penggaris
Setelah kami mengukur dengan menggunakan penggaris, kami mendapat hasil bahwa diameter silinder tersebut adalah 9 mm, dan tinggi 3 mm. Volume didapat dengan cara :
Diketahui : v = volume
Π = 3,14
r = ½ d = ½ . 9 mm= 4,5
mm
t = 3 mm
Ditanya : Volume silinder…?
Jawab : t
V = 3,14 × 4,5 mm × 4,5 mm × 3 mm
V = 191 mm3/0,191 cm3
Dan massa jenis silinder tersebut didapat dengan cara :
Diketahui :
m = 3,07 gr
v = 191 mm3 0,191 cm3
Ditanya : ρ …?
Jawab :
ρ = 16,07 gr/cm3
Pengukuran dengan jangka sorong
a. Mengukur kubus dengan jangka sorong
Setelah kami mengukur dengan menggunakan jangka sorong, kami mendapat hasil bahwa panjang kubus tersebut adalah 2,14 cm, tinggi 2,14 cm, dan lebar 2,14 cm. Volume didapat dengan cara :
Diketahui :
P = 2,14 cm
l = 2,14 cm
t = 2,14 cm
Ditanya : V…?
V = p × l × t atau s3
V = 2,14 cm × 2,14 cm × 2,14 cm
V = 9,80 cm3
Dan massa jenis kubus diperoleh dengan cara :
Diketahui :
m = 4,10 gr
v = 9,14 cm3
Ditanya : ρ…?
ρ =
=
= 0,45 gr/cm3
b. Mengukur silinder dengan jangka sorong
Setelah kami mengukur dengan menggunakan jangka sorong, kami mendapat hasil bahwa diameter silinder tersebut adalah 8,2 mm, dan tinggi 27,7 mm. Volume didapat dengan cara :
Diketahui : v = volume
r = 4,1 mm
Π = 3,14
t = 27,7 mm
V = 3,14 × 4,1 mm × 4,1 mm × 27,7 mm
V = 1,46 mm3.
Dan massa jenis silinder tersebut didapat dengan cara :
Diketahui :
m = 4,07 gr
v = 0,00146 cm3
Ditanya : ρ…?
ρ = 2,78 gr/cm3
Ø Pengukuran dengan mikrometer sekrup
a. Mengukur kubus dengan mikrometer sekrup
Setelah kami mengukur dengan menggunakan mikrometer sekrup, kami mendapat hasil bahwa panjang kubus tersebut adalah 20,4 mm, tinggi 20,4 mm, dan lebar 20,4 mm. Volume didapat dengan cara :
V = p × l × t atau s3
V = 20,4 mm × 20,4 mm × 2o,4 mm
V = 8,48 mm3
Dan massa jenis kubus diperoleh dengan cara :
Diketahui :
m = 4,10 gr
v = 8,48 cm3
Ditanya : ρ…?
ρ =
=
= 0,45 gr/cm3
b. Mengukur silinder dengan mikrometer sekrup
Setelah kami mengukur dengan menggunakan jangka sorong, kami mendapat hasil bahwa diameter silinder tersebut adalah 8,2 mm, dan tinggi 27,7 mm. Volume didapat dengan cara :
Diketahui : v = volume
r = 4,1 mm
Π = 3,14
t = 27,7 mm
V = 3,14 × 4,1 mm × 4,1 mm × 27,7 mm
V = 1,46 mm3.
Dan massa jenis silinder tersebut didapat dengan cara :
Diketahui :
m = 4,07 gr
v = 0,00146 cm3
Ditanya : ρ…?
Jawab :
ρ =
ρ =
ρ = 2,78 gr/cm3
Ø Pengukuran dengan gelas ukur
Kami mengisi gelas ukur dengan air yang mula-mula sebanyak 60 ml. Ketika benda dimasukka ke dalam gelas ukur, volume cairan dalam gelas ukur menjadi 62 ml. Jadi, hasil pengukuran volume benda adalah (62 ml – 60 ml) cm3 = 2 cm3.
Cara mengukur massa jenisnya dengan cara :
ρ =
ρ =
ρ = 1,89 gr
Bab V. Penutup
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian kami dapat disimpulkan, bahwa kami telah meneliti sebanyak tiga kali dan hasil penelitian yang berbeda-beda tergantung alat ukur, ketelitian, dan ketepatan dalam mengukur dan menghitung.
B. Saran
Pendidikan fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang tergolong rumit, yang pada dasarnya teori-teori yang di pelajari tidak akan berkembang tanpa adanya praktikum.
Seperti halnya dalam pengukuran menggunakan mistar, jangka sorong, mikrometer sekrup, dan neraca. Mungkin, kebanyakan siswa tidak tahu cara mengukur yang benar menggunakan alat ukur tersebut. Namun, setelah diadakan praktik siswa dan siswi dapat mengetahui cara mengukur menggunakan alat tersebut dengan baik dan benar. Dalam ilmu pendidikan teori atau studi dengan praktik adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan, dengan praktik teori-teori yang dipelajari akan terasa lebih terealisasikan. Namun yang lebih menunjang untuk melakukan praktik adalah sarana dan psarana, alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum, semua hal itu merupakan infrastruktur untuk menuju kesuksesan dalam studi maupun praktikum mata pelajaran fisika. Untuk itu, siswa- siswi akan lebih memahami jika setiap teori selalu di adakan praktik.