Perikanan lemuru di perairan Selat Bali berkembang sangat pesat sejak diperkenalkannya alat tangkap pukat cincin oleh peneliti Lembaga Penelitian Perikanan Laut (LPPL) yang sekarang menjadi BPPL yaitu pada tahun 1972 . Sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan Selat Bali terdiri dari berbagai jenis ikan seperti lemuru, layang, kembung, tembang dan selar, tetapi yang dominan adalah ikan lemuru (Sardinella lemuru). Hasil tangkapan ikan lemuru memberi kontribusi yang sangat besar terhadap total hasil tangkapan pukat cincin di perairan Selat Bali (Merta et al., 2000; Budiharjo et al., 1990; Wudianto, 2001). Pada tahun 1998 ikan lemuru memberikan kontribusi sebesar 98% terhadap total hasil tangkapan armada pukat cincin di Selat Bali (Wudianto, 2001). Pesatnya perkembangan perikanan lemuru ini didukung pula oleh adanya pabrik-pabrik pengolahan, seperti pengalengan ikan, pemindangan, tepung ikan, serta industri jasa penyimpanan ikan (cold storage) yang terdapat di sekitar tempat pendaratan utama, yaitu di Muncar dan Pengambengan.
Secara umum, tingkat pemanfaatan ikan lemuru di Selat Bali dari tahun ke tahun terus meningkat. Terjadinya peningkatan pemanfaatan sumber daya ikan, di samping armada penangkapan (baik ukuran maupun jumlah) yang bertambah, disebabkan pula oleh meningkatnya kapasitas alat tangkap, mesin penggerak dan pemanfaatan alat bantu penangkapan seperti penggunaan lampu sebagai alat bantu pengumpul ikan. Dengan pemanfaatan sumber daya ikan lemuru yang semakin meningkat, diduga mengakibatkan terjadinya penurunan stok sumberdaya ikan lemuru di perairan Selat Bali. Dengan adanya tekanan pemanfaatan sumber daya ikan diperkirakan memiliki dampak terhadap proses biologi dari ikan tersebut.
Tulisan ini menguraikan hasil kajian biologi reproduksi ikan lemuru yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan masukkan bagi upaya pengelolaan terhadap sumber daya ikan lemuru di wilayah perairan Selat Bali sehingga pemanfaatan sumber daya ikan tersebut dapat dilakukan secara berkelanjutan.
BAHAN DAN METODE
- Zona I : Karang Ente, Tanjung Pasir, Ujung Angguk;
- Zona II : Sembulungan, Anyir, Watu Layar, Sekeben, Senggrong, Klosot, Prepat, Lampu Kelip, Kapal pecah;
- Zona III: Teluk Pang-pang (khusus bagan);
- Zona IV : Blimbing Sari, Bomo;
- Zona V : Pengambengan, Kayu Gede;
- Zona VI : Bukit, Benoa, Jimbaran, Pemancar;
- Zona VII: Grajagan, Pancer, Watu loro (Samudera Hindia).
Pengambilan contoh ikan lemuru (Sardinella lemuru) yang diamati aspek biologinya merupakan hasil tangkapan pukat cincin yang beroperasi di perairan Selat Bali. Pengambilan contoh ikan dilakukan secara rutin bulanan oleh peneliti dan enumerator mulai bulan Agustus 2010 hingga Desember 2011 di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar, Banyuwangi. Ikan contoh diambil secara acak melalui pengukuran sistematis dengan mengikuti standar prosedur pengambilan contoh dan pengukuran menurut Suwarso (2010). Daerah penangkapan ikan lemuru menyebar di perairan Selat Bali dan dapat dikelompokkan seperti pada Gambar 1 berikut:
Prosedur Pra Pengambilan Contoh
Berdasarkan pengamatan pra sampling yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 menunjukkan bahwa gonad jantan dan betina ikan lemuru kategori dewasa (adult) sudah dapat dibedakan pada ukuran mulai 13-14 cmFL. Untuk ukuran dibawah panjang tersebut pada umumnya belum dewasa dan ciri-ciri gonad jantan dan betina belum dapat dibedakan secara jelas. Oleh karena itu, pengambilan contoh ikan untuk diamati tingkat kematangan gonadnya dilakukan terhadap ikan yang berukuran > 13 cmFL.
Pengambilan contoh ikan menggunakan metode acak proporsional menurut kelas panjang dimana setiap ukuran kelas panjang diwakili oleh jumlah ikan contoh yang sama. Pengambilan contoh dilakukan setiap bulan sebanyak 30600 ekor/bulan (rata-rata 238 ekor/bulan). Karakter individu yang diukur meliputi jenis kelamin, panjang total ( TL) dan panjang cagak (FL) dalam centimeter, bobot tubuh dalam keadaan segar (gram), tingkat kematangan gonad, dan bobot gonad segar (gram). Tingkat kematangan gonad diamati secara visual mengikuti skala kematangan gonad standard (five point maturity scale for partial spawners) yang mengacu pada Holden & Raitt (1974) seperti disajikan pada Tabel 1. Tambahan sampel juga dilakukan untuk melengkapi kekurangan ikan contoh pada ukuran tertentu terutama ikan yang berukuran besar (>17 cmFL).
Tabel 1. Deskripsi tingkat kematangan gonad Table 1. Description of gonad maturity stages
Stadium/ Stage Status/ Condition Keterangan/Remarks
I Belum matang/ Immature Ovari dan testes kira-kira 1/3 panjang rongga badan. Ovari berwarna kemerah-merahan bening. Testes berwarna keputih-putihan. Telur tidak terlihat dengan mata telanjang
II Perkembangan/ Developing Ovari dan testes kira-kira ½ panjang rongga badan, bening atau jernih. Testes keputih-putihan, kurang lebih simetris. Telur tidak terlihat dengan mata telanjang
III Pematangan/ Ripening Ovari dan testes kira-kira 2/3 panjang rongga badan. Ovari berwarna kuning kemerah-merahan dan butiran telur mulai kelihatan. Testes keputih-putihan sampai krem. Tidak ada telur yang tembus cahaya atau jernih.
IV Matang/
Ripe or Fully Mature Ovari dan testes 2/3 sampai memenuhi rongga badan. Ovari berwarna merah jambu/orange dengan pembuluh darah terlihat jelas di permukaannya. Terlihat telur yang masak dan tembus cahaya. Testes keputih-putihan/krem dan lembut
V Mijah salin/ Spent Ovari dan testes mengerut sampai menjadi kira-kira ½ rongga badan. Dinding-dinding mengendur. Ovari dapat mengandung sisa-sisa telur
Sumber/ Source: Holden & Raitt (1974).
Analisis Data
Penentuan musim pemijahan dianalisis berdasarkan pada pola fluktuasi bulanan dari nilai Indeks Kematangan Gonad (IKG) atau gonado somatic index (GSI) dengan perhitungan menurut Effendie (2002):
……………………………….. (1)
dimana: Wg = bobot gonad segar (gram) W = bobot tubuh ikan (gram)
Ukuran panjang pertama kali lemuru tertangkap (length at first capture atau Lc) diperoleh dengan cara memplotkan frekuensi kumulatif ikan yang tertangkap dengan panjang cagak sehingga akan diperoleh kurva logistik baku, dimana titik potong antara kurva logistik baku dengan 50% frekuensi kumulatif merupakan nilai ratarata ukuran panjang ikan yang tertangkap.
Ukuran panjang saat pertama kali ikan lemuru mencapai kematangan gonad (Lm) dihitung mengikuti metode Spearman-Karber menurut Udupa (1986) pada persamaan (2). Asumsi yang digunakan adalah tingkat kematangan gonad III (ripening) juga dianggap sebagai ikan-ikan yang mature, hal ini dipertimbangkan karena ikan lemuru dengan kondisi TKG IV (mature) jumlahnya sangat sedikit.
m=(Xk+X/2)-(X.Spi )……………………………….. (2)
Kisaran panjang ikan pertama kali matang gonad diperoleh dari nilai antilog m (M) pada selang kepercayaan 95% :
M = antilog [m±1,96 var(m)] ……………….(3) dimana:
m = log panjang ikan saat pertama matang gonad
M = anti Log dari m
Xk = log ukuran ikan di mana 100% ikan contoh sudah matang
X = pertambahan log panjang nilai tengah kelas
pi = proporsi ikan matang pada kelompok ke-i
HASIL DAN BAHASAN
HASIL
Nisbah Kelamin Berdasarkan Struktur Ukuran dan Daerah Penangkapan
Contoh ikan lemuru (Sardinella lemuru) yang diamati dalam penelitian ini secara keseluruhan berjumlah 2.851 ekor, terdiri dari 2.620 ekor ikan dewasa (adults) dan 231 ikan muda (sub adults) . Ikan lemuru memiliki ukuran panjang cagak dengan nilai tengah berkisar antara 13,519 ,5 cmFL. Sampel ikan lemuru terbanyak ditangkap dari daerah penangkapan zona II yaitu sebanyak 43,07%, kemudian zona I (22,80%) dan zona VI (18,69%), sedangkan yang tertangkap di zona V dan VII berturut-turut adalah 7 ,3% dan 1,79%. Ikan lemuru yang tertangkap di daerah yang tidak diketahui daerah penangkapannya (unknown zone) sebanyak 6,31%.
Secara keseluruhan nisbah kelamin ikan lemuru jantan dan betina pada penelitian ini adalah 1:1,09 (Gambar 2).
Jumlah ikan jantan keseluruhan adalah 1.353 ekor, betina 1.475 ekor, sedangkan sisanya 23 ekor tidak teridentifikasi. Dengan uji khi-kuadrat menunjukkan bahwa rasio jenis kelamin ikan lemuru tidak berbeda nyata dan berada dalam keadaan seimbang. Namun demikian apabila didasarkan pada struktur ukuran ikan terjadi perbedaan yang signifikan pada nisbah kelamin ikan lemuru jantan dan betina terutama pada ikan yang berukuran besar, dimana ikan lemuru betina lebih banyak dari pada jantan (Gambar 2 a ).
14.0-15.0 15.0-16.0 16.0-17.0 17.0-18.0 18.0-19.0 19.0-20.0 Zone I Zone II Zone V Zone VI ZoneVII Unknown
(521) (678) (840) (519) (51) (2) (a) (627) (1057) (209) (527) (51) (149) ( b )
Gambar 2. Rasio jenis kelamin ikan lemuru menurut: a) struktur ukuran dan (b) daerah penangkapan
Figure 2. Sex Ratio of Bali Sardinella according to: a) size structure and b) fishing ground
Rata-rata Ukuran Panjang Populasi Tertangkap (Lc) dan Pertama Kali Matang Gonad (Lm)
Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa ikan lemuru yang tertangkap di perairan Selat Bali memiliki ratarata ukuran panjang (Lc) sebesar 14,23 cm (Gambar 3). Ikan lemuru betina mengalami matang gonad untuk pertama kalinya pada ukuran panjang cagak 18,9 cm atau pada kisaran antara 18,4-19,4 cm. Sedangkan ikan lemuru jantan berada dalam kondisi matang gonad untuk pertama kalinya pada ukuran panjang 17,78 cm. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ikan lemuru betina mengalami matang gonad pada ukuran yang lebih besar dibandingkan ikan lemuru jantan.
TKG, IKG dan Musim Pemijahan
Secara umum terdapat korelasi antara ukuran panjang dengan tingkat kematangan gonad ikan. Semakin besar ukuran ikan semakin berkembang pula tingkat kematangan gonadnya. Tingkat kematangan gonad juga berpengaruh pada indeks kematangan gonad, yaitu semakin matang gonad ikan maka indeks kematangan gonad semakin tinggi ( Gambar 4). Hasil pengamatan visual tingkat kematangan gonad (TKG) menunjukkan lebih dari 90% ikan lemuru betina dan jantan adalah ikan-ikan belum matang (TKG I dan II). Ikan lemuru immature ditemukan di seluruh zona penangkapan di Selat Bali. Ikan lemuru betina dengan gonad yang sudah matang (TKG III dan IV) ditemukan
Gambar 3.Frekuensi kumulatif dari distribusi frekuensi panjang ikan lemuru di perairan Selat Bali
Figure 3. Cumulative frequency of the length frequency distribution of Bali sardinella caught from Bali Strait waters
pada perairan Selat Bali bagian selatan atau zona I dan VI masing-masing 19 dan 48 ekor. Sedangkan ikan lemuru jantan yang matang gonad ditemukan pada zona I, II dan VI masing-masing berjumlah 22, 19 dan 14 ekor. Sedangkan tahapan “mijah salin” (spent) ditemukan pada bulan November 2010 dan September 2011 (Gambar 5).
Perkembangan kematangan gonad pada umumnya ditunjukkan oleh indeks kematangan gonad (Gonad somatic index atau GSI) yang nilainya berfluktuasi setiap bulan. Hasil pengamatan menunjukkan GSI ikan betina berkisar antara 0,03–14,4% (rata-rata 0,53%), sedangkan pada ikan jantan GSI antara 0,02–10,7% (rata-rata 0,47%). Gonad somatic index ikan lemuru jantan dan betina memiliki puncak pada bulan September (2010 & 2011), kemudian menurun pada bulan Oktober. NIlai GSI pada bulan September 2010 dan 2011 berturut-turut adalah 5,5% dan 14,4%.
22.0 15
I II III IV V I II III IV V
TKG / Gonad stage maturity TKG / Gonad stage maturity
Gambar 4. Perkembangan tingkat kematangan gonad berdasarkan (a) ukuran panjang dan (b) nilai GSI pada ikan lemuru betina
Figure 4. Development of gonad maturity state according to (a) length of fish and (b) GSI for female of Bali sardinella
Gambar 5. Tingkat kematangan gonad ikan lemuru menurut bulan penelitian dan zona penangkapan; (a) betina dan (b) jantan
Figure 5. Gonad maturity stage of bali sardinella based on month and fishing zone; (a) female and (b) male
Daerah penangkapan/fishing ground Daerah penangkapan/fishing ground
Gambar 6. Fluktuasi indeks kematangan gonad ikan lemuru (S.lemuru) menurut waktu penelitian dan zona penangkapan : ( a) betina dan (b) jantan
Figure 6. Fluctuation of gonado somatic index of Bali sardinella (S.lemuru) based on month and fishing zone: (a)
female and (b) male
BAHASAN
Pengamatan terhadap nibah kelamin ikan lemuru sangat penting karena untuk mengetahui keseimbangan populasi ikan jantan dan betina. Hasil penelitian tentang nisbah kelamin ikan lemuru saat ini sama dengan penelitian oleh Merta (1992a) yang menyebutkan bahwa jumlah ikan lemuru betina sedikit lebih banyak dibanding ikan jantan pada Agustus 1989 hingga Juli 1990. Namun dengan uji chi-kuadrat didapatkan hasil nisbah kelamin ikan lemuru jantan dan betina berada dalam keadaan seimbang. Kondisi nisbah kelamin yang seimbang secara keseluruhan juga ditemukan oleh Ritterbush (1975) & Setyohadi (2010) di perairan Selat Bali; Mahrus (1995) di perairan Selat Alas; Burhanuddin et al. (1984) pada Sardinella sirm di Pulau Panggang; Tampubolon et al. (2002) pada Sardinella longiceps di Teluk Sibolga. Nisbah kelamin digunakan untuk melihat populasi ikan dalam mempertahankan kelestariannya. Agar kelestarian populasi tetap terjaga idealnya rasio jenis kelamin berada pada keadaan seimbang atau jumlah ikan betina lebih banyak (Wahyuono et al., 1983).
Perbandingan rasio kelamin ikan lemuru pada tiap kelompok ukuran dan zona daerah penangkapan cenderung berbeda. Pada kelompok ukuran 13,0-16,9 cmFL rasio jenis kelamin jantan dan betina cenderung seimbang. Sedangkan pada kelompok 17,0-19,9 cmFL rasio jenis kelamin berada dalam kondisi tidak seimbang dimana ikan betina lebih banyak dibanding jantan. Pada daerah penangkapan zona II, V dan VI ikan lemuru betina lebih banyak dari ikan jantan. Sedikitnya jumlah ikan jantan diduga disebabkan umur ikan jantan telah memasuki penuaan dan lebih cepat mati akibat laju pertumbuhannya yang lebih cepat daripada ikan betina. Menurut Balan (1973) dalam Merta (1992a) & Dulkhead (1968), rasio ikan jantan dan betina ikan Sardinella longiceps yang tertangkap di perairan Mangalore dan Kochin (India) tidak berbeda nyata. Untuk ikan yang belum matang gonad, ikan betina lebih banyak daripada ikan jantan, sedangkan untuk ikan-ikan yang telah memijah (spent) adalah sebaliknya (Radhakhrisnan, 1969 dalam Merta, 1992). Fenomena ini disebabkan ikan-ikan betina mortalitasnya lebih tinggi saat setelah memijah (Bal & Rao, 1984 dalam Merta, 1992).
Rata-rata ukuran pertama kali matang gonad ( length at first maturity) didefinisikan sebagai ukuran panjang dimana diperoleh 50% kumulatif persen frekuensi ikan dalam kondisi matang gonad. Ikan lemuru betina memiliki ukuran yang lebih panjang dibanding ikan lemuru jantan pada saat pertama matang gonad. Menurut Udupa (1986), ukuran ikan pada waktu matang gonad pertama (Lm) adalah bervariasi antar spesies dan di dalam spesies itu sendiri sehingga ikan-ikan pada kohort atau ukuran yang sama tidaklah perlu mendapatkan kematangan gonadnya yang pertama pada suatu umur atau panjang yang sama pula. Nilai Lm ikan lemuru jantan dan betina pada penelitian ini berturut-turut adalah 17,78 dan 18,91. Menurut Wujdi et al. (2012), ukuran tersebut dicapai pada saat ikan lemuru di perairan Selat Bali berumur antara 1,4 hingga 2 tahun. Merta & Badrudin (1992) mendapatkan nilai Lm yang lebih kecil yaitu 17,6 cm untuk ikan lemuru betina. Sedangkan Setyohadi (2010) memperoleh nilai Lm ikan lemuru betina pada ukuran 17,5 cmTL. Secara umum ikan lemuru mengalami kematangan gonad yang pertama terjadi pada kisaran panjang antara 65-75% dari panjang maksimum (Setyohadi, 2010).
Hasil penelitian ini diperoleh nilai rata-rata ukuran ikan lemuru yang tertangkap (Lc) dengan ukuran panjang cagak 14,23 cm atau saat ikan berumur antara 0,8 sampai 1 tahun (Wujdi et al., 2012). Nilai Lc pada penelitian ini lebih kecil dibandingkan hasil penelitian Setyohadi et al. (1998), dimana diperoleh nilai Lc = 15,9 cm. Dwiponggo et al. (1986) memperoleh Lc yang lebih kecil daripada penelitian ini yaitu 13,5 cm. Perbedaan tersebut diduga dipengaruhi oleh perbedaan distribusi panjang ikan yang menjadi contoh saat pengamatan. Disamping itu juga dipengaruhi oleh jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan lemuru. Sampel ikan yang tertangkap oleh alat tangkap bagan dan payang biasanya memiliki ukuran yang lebih kecil.
Panjang ikan lemuru pertama kali tertangkap pada penelitian ini lebih kecil dari ukuran panjang ikan pertama kali matang gonad (Lc < Lm). Hasil ini menunjukkan bahwa ikan-ikan yang tertangkap dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin kebanyakan ikan muda dan belum mengalami matang gonad (immature). Hal ini diduga disebabkan oleh ukuran mata jaring pukat cincin yang digunakan terlalu kecil yaitu sekitar ¾ inchi dan dioperasikan di daerah-daerah dan waktu-waktu yang bertepatan dengan melimpahnya ikan lemuru muda. Terkait dengan hal tersebut diatas disarankan penggunaan alat tangkap pukat cincin dapat menggunakan mata jaring yang lebih besar daripada mata jaring yang digunakan pada saat ini. Apabila kegiatan penangkapan pukat cincin terus menggunakan mata jaring dengan ukuran seperti saat ini dikhawatirkan akan mengakibatkan proses rekruitmen terhambat karena banyaknya ikan tertangkap yang belum matang gonad.
Ukuran rata-rata ikan betina semakin besar sesuai dengan tingkat kematangannya yang disebabkan oleh pertambahan berat gonad dan ukuran telur sehingga ikan yang gonadnya semakin matang akan memiliki Indeks Kematangan Gonad yang semakin tinggi pula. Sangat rendahnya nilai GSI rata-rata tersebut menunjukkan terlalu banyaknya ikan tertangkap berukuran kecil yang umumnya masih dalam kondisi belum matang gonad (immature) dengan berat gonad yang masih ringan.
Gambar 5 dan 6 menunjukkan bahwa distribusi nilai TKG dan IKG ikan memiliki nilai tertinggi pada bulan September. Berdasarkan hal tersebut musim pemijahan ikan lemuru diprediksi dimulai pada bulan September hingga 1 atau 2 bulan setelahnya (Oktober atau November) dan menyebar pada Zona VI (bagian selatan perairan Selat Bali dekat paparan pulau Bali). Oleh karena itu, nelayan disarankan untuk tidak melakukan aktivitas penangkapan di wilayah tersebut pada periode bulan September hingga November. Hal ini senada dengan hasil penelitian Wudianto (2001), dimana sebaiknya nelayan tidak melakukan penangkapan pada saat ikan lemuru masih berukuran kecil (sempenit) yaitu antara bulan September hingga Oktober. Menurut Merta et al. (2000) semakin ke selatan ukuran ikan lemuru yang ditemukan semakin besar. Sedangkan Wudianto (2001) melalui survey akustik menemukan ikan lemuru berukuran besar (>17cm) terkonsentrasi di bagian tengah dan selatan Selat Bali. Terdapat perbedaan musim pemijahan pada periode penelitian Agustus 2010-Desember 2011 dengan penelitian sebelumnya. Menurut Merta (1992b), berdasarkan pengamatan visual terhadap gonad dan kondisi memijah salin (spent) pada ikan lemuru betina musim pemijahan ikan lemuru di Selat Bali terjadi dalam beberapa bulan, yaitu Mei sampai Agustus dan September dengan puncaknya terjadi pada bulan Juli. Menurut Dwiponggo (1972), Ritterbush (1975) dan Burhanuddin, et al. (1984), musim pemijahan ikan lemuru bertepatan dengan terjadinya proses penaikan air laut (upwelling) di perairan Selat Bali. Selanjutnya menurut Burhanuddin & Praseno (1982), upwelling terjadi pada musim timur yaitu pada bulan Juni-Agustus. Dengan adanya proses penaikan massa air (upwelling) diperkirakan tersedia nutrient yang cukup di perairan Selat Bali sehingga ikan lemuru melakukan pemijahan pada waktu yang bertepatan dengan terjadinya upwelling.
KESIMPULAN
1. Rasio jenis kelamin ikan lemuru jantan dan betina secara keseluruhan adalah seimbang dan pada ikan yang matang gonad jenis kelamin betina lebih banyak dibandingkan jantan sehingga kelangsungan rekruitmen dapat terjaga.
2. Rata-rata ukuran panjang pertama kali matang gonad ( Lm) ikan lemuru lebih besar daripada ukuran panjang populasi tertangkap (Lc). Dengan demikian sebagian besar ikan lemuru tertangkap belum memijah. Hal ini sangat membahayakan kelestarian sumberdaya ikan lemuru.
3. Indeks kematangan gonad ikan lemuru berfluktuasi dan memiliki nilai tertinggi pada bulan September 2010 (5 ,5%) dan September 2011 (14,4%). Adapun musim pemijahan ikan lemuru diprediksi dimulai pada bulan September hingga Oktober atau November berlokasi di bagian selatan perairan Selat Bali mendekati paparan pulau Bali. Sebaiknya wilayah ini perlu dilindungi dengan cara penutupan area (closing area) atau penutupan musim (closing season) sehingga spawning stock ikan lemuru dapat terjamin.
PERSANTUNAN
Tulisan ini merupakan kontribusi dari kegiatan penelitian Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Lemuru di Selat Bali kerjasama penelitian antara Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dengan Kerajaan Norwegia pada tahun 2010-2011 dengan judul Capacity Buliding in Fisheries and Aquaculture. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Norwegia atas bantuan dana untuk penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Burhanuddin & D.P. Praseno. 1982. Lingkungan Perairan Selat Bali. Prosiding Seminar Perikanan Lemuru, Banyuwangi 18-21 januari 1982. p. 27-32.
Burhanuddin, M. Hutomo, S. Martosewojo & R. Moeljanto. 1984. Sumberdaya Ikan Lemuru. LON-LIPI, Jakarta. 70 p.
Dulkhead, M.H. 1968. Sex Ratio and Maturity Stages of the Oil Sardine, Sardinella longiceps Val from Mangalore Zone. Indian Journal Fisheries. 15 (1&2): 116-126.
Dwiponggo, A. 1972. Perikanan dan penelitian pendahuluan kecepatan pertumbuhan lemuru (Sardinella longiceps) di Muncar, Selat Bali. LPPL (021): p. 117-143.
Dwiponggo, A., T. Hariati, S. Banon, M.L. Palomares, & D. Pauly. 1986. Growth, mortality and recruitment of commercially important fishes and penaeid shrimp in Indonesia waters. ICLARM Technical Report. 17. 91 p.
Effendie, I. M. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Bogor. 163 p.
Holden, M. J., & D. F. S. Raitt. 1974. Manual of fisheries science. Part 2: Methods of recources investigation and their application. FAO Fish. Tech. Pap. (115): 214 p.
Mahrus. 1995. Studi tentang Reproduksi Ikan Lemuru (S. lemuru Bleeker, 1853) di Perairan Selat Alas, Nusa Tenggara Barat. Thesis (Tidak dipublikasikan). Program Pascasarjana, Fakultas Perikanan, IPB. Bogor. 84 p.
Merta, I.G.S. 1992. Dinamika Populasi Ikan Lemuru, Sardinella lemuru Bleeker 1853. (Pisces: Clupeidae) di Perairan Selat Bali dan Alternatif Pengelolaannya. Disertasi (Tidak dipublikasikan). Program Pasca Sarjana-IPB. Bogor. 201 p.
___________. 1992a. Beberapa Parameter Biologi Ikan Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) dari Perairan Selat Bali. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. (67): p. 1-10.
___________. 1992b. Review Of The Lemuru In The Bali Strait. Journal Marine Resources Fisheries. Inst. 67: 91-105.
Merta, I.G.S & M. Badrudin. 1992. Dinamika Populasi dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Lemuru di Perairan Selat Bali. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. (65): 1-9.
Merta, I.G.S, K. Widana, Yunizal & R. Basuki. 2000. Status of the lemuru fishery in Bali Strait; Its development and progress. Papers presented at the workshop on the fishery and the management of Bali Sardinella (Sardinella lemuru) in Bali Strait, Denpasar 6-8 April 1999 . FAO. Rome. 76 p.
Ritterbush, S.W. 1975. An Assessment of Population Biology of The Bali Strait Lemuru Fishery. LPPL. 1/ 75- PL. 051/75. 37 p.
Setyohadi, D., D. Sutipto, & D.G.R. Wiadnya, 1998. Dinamika populasi ikan lemuru (Sardinella lemuru) serta alternatif pengelolaannya. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Hayati. Lembaga Penelitian Unibraw. 10 (1): 91-104.
Setyohadi, D. 2010. Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) di Selat Bali: Analisis Simulasi Kebijakan Pengelolaan 2008-2020. Disertasi ( tidak dipublikasikan). Program Pascasarjana Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. 339 p.
Suwarso. 2010. Recording of Catch Landings and Fishery Modeling. Sampling Procedure. Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan. Balitbang Kelautan dan Perikanan. 3 p.
Tampubolon, R.V., Sutrisno. S., & M.F. Rahardjo. 2002. Aspek Biologi Reproduksi dan Pertumbuhan Ikan Lemuru (Sardinella longiceps C.V.) di Perairan Teluk Sibolga. Jurnal Iktiologi Indonesia. 2 (1): 1-7.
Udupa, K. S. 1986. Statistical method of estimating the size of first maturity in fish. Fishbyte. ICLARM. Manila. 4 (2): 8-10.
Wahyuono, H., S. Budihardjo, Wudianto, & R. Rustam. 1983 . Pengamatan parameter biologi beberapa jenis ikan demersal di perairan Selat Malaka, Sumatera Utara. Laporan Penelitian Perikanan Laut. 26: 29-48.
Wudianto. 2001. Analisis Sebaran dan Kelimpahan Ikan Wujdi, A. Suwarso & Wudianto. 2012. Beberapa Parameter Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Perairan Populasi Ikan Lemuru (Sardinella lemuru, Bleeker 1853) Selat Bali; Kaitannya dengan Optimasi Penangkapan. di Perairan Selat Bali. Bawal. 4 (3): 177-184.
Disertasi (Tidak Dipublikasikan). Program
Pascasarjana IPB. Bogor. 215 p.