Digital Storytelling Abad 21 dalam Pembelajaran Daring dan Bauran

4 min read

Digital Storytelling Abad 21

Disesuaikan dengan abad 21 saat ini, pembelajaran diatur sebagai sebuah proses yang berpusat pada siswa dikolaboraskan dengan teknologi terkini. Salah satunya melalui penggunaan Digital Storytelling (DST). DST mengandung elemen penting dalam pembelajaran seperti kolaborasi, inovasi, kreativitas, dan motivasi (Psomos & Kordaki, 2012), hal ini dianggap sebagai salah satu pendekatan pembelajaran yang menjanjikan serta menawarkan banyak peluang dibanding dengan metode pembelajaran konvensional.

Dalam sistem pendidikan modern saat ini, DST digunakan pada banyak bidang di hampir semua tingkatan, termasuk pendidikan tinggi (Heo, 2009; Tahriri, Tous, dan Movahedfar, 2015). DST melibatkan proses di mana siswa dapat menjadi pendongeng yang kreatif dengan melakukan serangkain langkah mulai dari pemilihan topik, penelitian topik, penulisan skenario, dan aktivitas mendongeng (Robin, 2008). Menurut Barret (2006), DST menggabungkan empat komponen utama yaitu keterlibatan siswa,

pembelajaran mendalam, pembelajaran berbasis proyek, dan integrasi teknologi. DST juga menjadi alat motivasi bagi siswa untuk membaca dan menulis lebih banyak melalui integrasi dengan alat teknologi terbaru (AbdelHack & Helwa, 2014). Hal ini memungkinkan siswa untuk terlibat dalam kegiatan berpikir kritis untuk meningkatkan keterampilan belajar dan membaca. Selain itu, Reinders (2011) menyatakan bahwa DST adalah titik awal yang baik untuk mengembangkan keterampilan melalui diskusi topik yang dibawa ke dalam kelas dan dilanjutkan dengan fase menulis, terutama dalam pelajaran bahasa.

Terdapat dua manfaat utama DST, yaitu memfasilitasi pembelajaran di abad ke-21 dan mendukung pengembangan bahasa dan literasi. Beberapa penelitian sebelumnya dapat digunakan sebagai rujukan dalam tulisan ini. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Chen & Chuang (2020) menawarkan Thinking Utopia, pelatihan berpikir kritis tematik dalam pendidikan kewarganegaraan berdasarkan desain pelajaran DST berbasis game yang bertujuan memfasilitasi peningkatan berpikir kritis siswa. Pithers dan Soden (2000) menemukan bahwa berpikir kritis memiliki potensi untuk mengolah asumsi, fokus pada masalah, membuat kesimpulan, mengasah penalaran dan penilaian induktif dan deduktif, serta mengevaluasinya. Hal ini menunjukkan bahwa DST memiliki potensi sebagai strategi pembelajaran untuk mendorong siswa berpikir kritis.

Sehubungan dengan hal yang telah disebutkan diatas, pembelajaran bahasa adalah salah satu dampak positif penerapan DST dalam pembelajaran (Torres, 2012; Vinogradova, 2011). Faktor-faktor yang membuat DST efektif untuk pembelajaran bahasa diantaranya adalah brainstorming, kegiatan penelitian, menulis, presentasi, meningkatkan keterampilan interpersonal, memecahkan tugas berbasis masalah, dan menggunakan teknologi dalam perangkat multimedia (Timucin & Irgin, 2015). Yoon (2013) menambahkan bahwa DST memiliki manfaat yang signifikan dalam meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk belajar bahasa Inggris. Konsisten dengan hal ini, Dogan (2012) menunjukkan bahwa DST dapat meningkatkan keterampilan menulis siswa. Sebagai contoh, penerapan aplikasi StoryJumper yang dapat membantu menghemat waktu dan mencapai hasil yang kreatif. Survei menggunakan StoryJumper telah menunjukkan hasil yang positif. Siswa dapat dengan cepat membuat cerita digital menggunakan fitur ready-made multimedia (gambar, audio) yang ada pada StoryJumper (Rahimi & Yadollahi 2017).

Menurut Jenkins (2009), DST merupakan salah satu model pembelajaran abad 21. Saat merancang, merekam, dan mengevaluasi video, siswa memperoleh pengetahuan yang berhubungan dengan topik video mereka. Robin (2008) menyarankan agar penggunaan DST dapat sepenuhnya memanfaatkan potensi kreatif dari teknologi komunikasi terkini. Dengan menggunakan teknologi komunikasi terkini, mahasiswa diharapkan dan didorong dalam sebuah ruang diskusi untuk menjadi seorang kreator dan produser bukan hanya sebagai mahasiswa pasif. Oleh karena itu, DST dan pendidikan digital sangat berhubungan erat satu sama lain. Disamping itu di abad ke-21, ketika teknologi membaur dalam kehidupan pribadi, akademik, dan profesional, penerapan DST dapat memenuhi kebutuhan untuk membekali siswa dengan kemampuan digital.

Untuk mencapai tujuan ini, guru didorong untuk memanfaatkan peran mereka sebagai fasilitator pembelajaran dengan meninjau kembali kemampuan mereka dalam kaitannya dengan perkembangan teknologi. Ini diperlukan untuk mendukung transisi dari pendekatan konvensional yang berpusat pada guru ke pendekatan yang lebih berpusat pada siswa, untuk memperkuat dan meningkatkan keterikatan siswa terhadap pendidikan, dan untuk membangun kemampuan belajar sepanjang hayat.

Implementasi Digital Storytelling pada Pembelajaran Daring dan Bauran

DST merupakan media pembelajaran yang memiliki tujuan untuk memvisualisasikan topik pembelajaran. Pada dasarnya, fungsi utama DST adalah pengembangan keterampilan komunikasi dalam kegiatan pembelajaran melalui fitur-fitur interaktif seperti ilustrasi, video, foto, gambar dan teks. Fitur-fitur ini dapat dibuat lebih menarik dalam kombinasi dengan narasi dan beberapa elemen suara pendukung (Dobson, 2005). Saat membuat atau memilih DST sebagai media pembelajaran, guru perlu mempertimbangkan beberapa prinsip atau faktor acuan dalam mengoptimalkan fungsionalitas DST di kelas sebagai bagian dari desain pembelajaran mereka.

Menurut Lambert (2007), digital storytelling memiliki tujuh elemen yang perlu diperhatikan guru diantaranya:

  1. Point of view, yaitu perspektif dari kreator dan penonton dalam alur cerita digital storytelling.
  2. Dramatic question, yaitu adegan dan alur cerita yang menarik perhatian penonton dan menjawab pertanyaan di akhir cerita. Misalnya, untuk menarik perhatian penonton, penulis cerita DST dalam genre animasi petualangan bertanya apakah sang protagonis dapat memenuhi keinginannya.
  3. Emotional content, yaitu konflik yang terjadi dengan tokoh dan orang yang terlibat. Konflik harus mampu menghubungkan cerita dengan penonton. Oleh karena itu, emosi penonton dapat terhubung dengan konflik dan mengalir ke dalam cerita yang ditampilkan.
  4. Gift of Your Voice adalah cara membuat ciri khas dengan background voice (narasi) konten digital storytelling. Seperti yang telah disebutkan, salah satu fitur utama dari digital storytelling adalah kombinasi dari unsur- unsur bahasa pendukung seperti narasi. Oleh karena itu, pembaca (pembicara) cerita perlu menciptakan dan memiliki karakter suara yang unik dalam suara latar agar memiliki kekuatan untuk meningkatkan pemahaman penonton.
  5. Soundtrack adalah musik atau elemen suara lain yang dipilih untuk melengkapi konten digital storytelling. Dalam menciptakan DST, kombinasi narasi dan musik menjadi aspek utama untuk menarik perhatian penonton dan memahami keseluruhan cerita yang dibawakan.
  6. Economy yaitu banyaknya cerita yang dapat divisualisasikan secara efektif dan menarik dalam bentuk Digital Storytelling dengan menggabungkan gambar-gambar atau video dan narasi singkat.
  7. Pacing yaitu irama dan kecepatan cerita DST yang disampaikan.
  8. Ketujuh elemen di atas dapat menjadi acuan guru yang akan membuat atau memilih DST dengan tujuan menunjang kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Selanjutnya dalam mengimplementasikan DST, guru dapat menyesuaikan kebutuhan siswa serta sumber pembuatan DST yang tersedia di sekolah. Sebagai contoh, DST harus disesuaikan dengan umur serta kebutuhan siswa dalam meningkatkan kemampuan siswa untuk memahami topik tertentu.

Manfaat Pedagogi Digital Storytelling

Salah satu contoh penerapan konsep Digital Storytelling diatas telah dilakukan di kelas 10 sebuah SMA bilingual di Surakarta. Guru menerapkan konsep pedagogi DST dalam mengajarkan materi Recount text. Para siswa diminta untuk membuat sebuah cerita berdasarkan pengalaman pribadi mereka yang unik selama menjalani belajar jarak jauh di rumah untuk mereka susun menjadi sebuah buku digital. Konsep pembelajaran dengan pedagogi DST tersebut sejalan dengan prinsip pengembangan desain kurikulum abad ke21. Pembelajaran pengembangan konsep desain pembelajaran abad ke21 yang disponsori oleh Microsoft di tahun 2020, mendeskripsikan 6 rubrik penilaian desain pembelajaran abad ke21 yang merepresentasikan keterampilan yang perlu dimiliki dan dikembangkan oleh pembelajar abad ke21, yaitu:

  1. Keterampilan berkolaborasi
  2. Keterampilan berkomunikasi
  3. Keterampilan mengkonstruksi pengetahuan
  4. Keterampilan pengaturan diri
  5. Keterampilan berinovasi dan memecahkan masalah di dunia nyata
  6. Keterampilan menggunakan ICT dalam pembelajaran

Keenam hal diatas merupakan manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan DST dalam kegiatan pembelajaran. Selain siswa belajar mengembangkan keterampilan mengkonstruksi pengetahuan dengan menyusun cerita, siswa juga berkolaborasi dalam mengerjakan proyek DST bersama teman-temannya di dalam grup, mereka juga belajar untuk mengatur timeline, membagi dan mengatur pekerjaan, fungsi dan tugas di antara mereka, serta menentukan batas waktu pengerjaan. Siswa.

Leave a Reply