Contoh Makalah Demokrasi dan Pemilu di Indonesia

20 min read

Bab I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Faham yang dianut oleh suatu Negara sangat memengaruhi kesinambungan pembangunan Negara tersebut. Menurut pendapat penyusun secara tersirat, faham merupakan kartu mati Negara selain Ideologi, dimana ia akan membawa kemakmuran bila dilaksanakan secara baik dan benar, dan membawa malapetaka bila dalam pelaksanaannya ternoda tindakan tak bermoral. Walaupun faham suatu Negara dapat dirubah seiring gejolak di lingkungan elit politik, namun hal itu akan menjadi masalah besar karena sebuah faham dianut atas asas, tujuan, serta maknanya yang sesuai dengan pemikiran/ideologi bangsa.

Lalu apa faham yang dianut oleh Negara yang besar ini? Ya, Indonesia menganut Faham Demokrasi, dimana faham ini telah digunakan sejak ratusan tahun sebelum masehi. Sistem demokrasi dalam setiap Negara tentu berbeda mengingat setiap Negara memiliki kebudayaan dan kepribadian serta ideologi yang tidak sama. Dalam pengimplementasian demokrasi di Indonesia, diadakan Pemilihan Umum (Pemilu) untuk memilih wakil rakyat, Kepala Daerah, dan Presiden. Keberhasilan Pemilu dapat diartikan keberhasilan pelaksanaan sistem demokrasi yang dianut. Akan tetapi keberhasilan tersebut bergantung pada rakyat. Apabila rakyat faham akan pentingnya demokrasi, maka rakyat akan menggunakan hak pilihnya dengan sebaik-baiknya tanpa terpengaruh dengan noda-noda politik didalamnya. Oleh karena itu, makalah ini akan menjelaskan apa yang dimaksud Demokrasi dan Pemilu di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, berikut beberapa rumusan masalah yang akan kita bahas pada makalah ini :

  1. Apakah demokrasi itu ?
  2. Bagaimanakah demokrasi di Indonesia?
  3. Apakah pemilu itu?
  4. Bagaimanakah pemilu di Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat

  1. Mengetahui apa itu demokrasi.
  2. Mengetahui demokrasi di Indonesia.
  3. Mengetahui apa itu pemilu.
  4. Mengetahui Bagaimana pemilu di Indonesia.

Bab II. Pembahasan

A. Demokrasi

Secara etimologis istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, “demos” berarti rakyat dan “kratos atau kratein” berarti kekuasaan. Konsep dasar demokrasi berarti “rakyat berkuasa”(goverment of rule by the people). Demokrasi memiliki arti penting bagi masyarakat yang menggunakannya, sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi Negara dijamin. Jadi Negara demokrasi adalah Negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika di tinjau dari sudut organisasi, ia berarti suatu pengorganisasian Negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atas asas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tangan rakyat.

Menurut Henry B. Mayo bahwa sistem politik demokratis adalah sistem yang menunjukkan bahwa kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.

Penerapan demokrasi diberbagai Negara di dunia, memiliki ciri khas dan spesifikasi masing-masing, yang lazimnya sangat dipengaruhi oleh ciri khas masyarakat sebagai rakyat dalam suatu Negara.

Sehingga dapat disimpulkan Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga Negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga Negara berpartisipasi-baik secara langsung atau melalui perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.

B. Sejarah Demokrasi

Di zaman kuno, Kata “demokrasi” pertama muncul pada mazhab politik dan filsafat Yunani kuno di Negara-kota Athena. Dipimpin oleh Cleisthenes, warga Athena mendirikan Negara yang umum dianggap sebagai Negara demokrasi pertama pada tahun 508-507 SM. Cleisthenes disebut sebagai “bapak demokrasi Athena.” Dimana Demokrasi Athena berbentuk demokrasi langsung.

Demokrasi Athena tidak hanya bersifat langsung dalam artian keputusan dibuat oleh majelis, tetapi juga sangat langsung dalam artian rakyat, melalui majelis, boule, dan pengadilan, mengendalikan seluruh proses politik dan sebagian besar warga Negara terus terlibat dalam urusan publik. Meski hak-hak individu tidak dijamin oleh konstitusi Athena dalam arti modern (bangsa Yunani kuno tidak punya kata untuk menyebut “hak”), penduduk Athena menikmati kebebasan tidak dengan menentang pemerintah, tetapi dengan tinggal di sebuah kota yang tidak dikuasai kekuatan lain dan menahan diri untuk tidak tunduk pada perintah orang lain. Pemungutan suara kisaran pertama dilakukan di Sparta pada 700 SM.

Apella merupakan majelis rakyat yang diadakan sekali sebulan. Di Apella, penduduk Sparta memilih pemimpin dan melakukan pemungutan suara dengan cara pemungutan suara kisaran dan berteriak. Setiap warga Negara pria berusia 30 tahun boleh ikut serta. Aristoteles menyebut hal ini “kekanak-kanakan”, berbeda dengan pemakaian kotak suara batu layaknya warga Athena. Tetapi Sparta memakai cara ini karena kesederhanaannya dan mencegah pemungutan bias, pembelian suara, atau kecurangan yang mendominasi pemilihan-pemilihan demokratis pertama. Kemudian selama Abad Pertengahan, muncul berbagai sistem yang memiliki pemilihan umum atau pertemuan meski hanya melibatkan sebagian kecil penduduk.

Sistem-sistem tersebut misalnya pemilihan Gopala oleh kasta atas di Bengal, Anak Benua India,, dan Althing di Islandia, serta Løgting di Kepulauan Faeroe, dan lain-lain. Hingga di Era modern pada Abad ke-18 dan 19, muncul bangsa pertama dalam sejarah modern yang mengadopsi konstitusi demokrasi yaitu Republik Korsika pada tahun 1755. Konstitusi Korsika didasarkan pada prinsip-prinsip Pencerahan dan sudah mengizinkan hak suara wanita, hak yang baru diberikan di Negara demokrasi lain pada abad ke-20. Kemudian pada masa Transisi abad ke-20 ke demokrasi liberal muncul dalam serangkaian “gelombang demokrasi” yang diakibatkan oleh perang, revolusi, dekolonisasi, religious and economic circumstances. Perang Dunia I dan pembubaran Kesultanan Utsmaniyah dan Austria-Hongaria berakhir dengan terbentuknya beberapa Negara-bangsa baru di Eropa, kebanyakan di antaranya tidak terlalu demokratis. Dan Pada tahun 2010 pun , Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan 15 September sebagai Hari Demokrasi Internasional.

Negara-Negara berikut dikategorikan sebagai demokrasi penuh oleh Democracy Index pada tahun 2011: Norwegia, Islandia, Denmark, Swedia, Selandia Baru, Australia, Swiss, Kanada, Finlandia, Belanda, Luksemburg, Irlandia, Austria, Jerman, Malta, Republik Ceko, Uruguay, Britania Raya, Amerika Serikat, Kosta Rika, Jepang, Korea Selatan, Belgia, Mauritius, Spanyol.

Democracy Index memasukkan 53 Negara di kategori berikutnya, demokrasi tidak sempurna: Argentina, Benin, Botswana, Brasil, Bulgaria, Tanjung Verde, Chili, Kolombia, Kroasia, Siprus, Republik Dominika, El Salvador, Estonia, Perancis, Ghana, Yunani, Guyana, Hongaria, Indonesia, India, Israel, Italia, Jamaika, Latvia, Lesotho, Lituania, Makedonia, Malaysia, Mali, Meksiko, Moldova, Mongolia, Montenegro, Namibia, Panama, Papua Nugini, Paraguay, Peru, Filipina, Polandia, Portugal, Indonesia, Rumania, Serbia, Slowakia, Slovenia, Afrika Selatan, Sri Lanka, Suriname, Taiwan, Thailand, Timor-Leste, Trinidad dan Tobago, Zambia.

C. BENTUK-BENTUK DEMOKRASI
Demokrasi langsung
Demokrasi langsung merupakan suatu bentuk demokrasi dimana setiap rakyat memberikan suara atau pendapat dalam menentukan suatu keputusan. Dalam sistem ini, setiap rakyat mewakili dirinya sendiri dalam memilih suatu kebijakan sehingga mereka memiliki pengaruh langsung terhadap keadaan politik yang terjadi.
Demokrasi perwakilan
Dalam demokrasi perwakilan, seluruh rakyat memilih perwakilan melalui pemilihan umum untuk menyampaikan pendapat dan mengambil keputusan bagi mereka.

D. PRINSIP-PRINSIP DEMOKRASI
Prinsip-prinsip demokrasi dan prasyarat dari berdirinya Negara demokrasi, dapat ditinjau dari pendapat Almadudi yang kemudian dikenal dengan “soko guru demokrasi” Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah: Kedaulatan rakyat; Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah; Kekuasaan mayoritas; Hak-hak minoritas; Jaminan hak asasi manusia; Pemilihan yang bebas, adil dan jujur; Persamaan di depan hukum; Proses hukum yang wajar; Pembatasan pemerintah secara konstitusional; Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik; Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.

E. ASAS POKOK DEMOKRASI

Gagasan pokok atau gagasan dasar suatu pemerintahan demokrasi adalah pengakuan hakikat manusia, yaitu pada dasarnya manusia mempunyai kemampuan yang sama dalam hubungan sosial. Berdasarkan gagasan dasar tersebut terdapat dua asas pokok demokrasi, yaitu:

  1. Pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya pemilihan wakil-wakil rakyat untuk lembaga perwakilan rakyat secara langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan adil; dan
  2. Pengakuan hakikat dan martabat manusia, misalnya adanya tindakan pemerintah untuk melindungi hak-hak asasi manusia demi kepentingan bersama.

Ciri-ciri pemerintahan demokratis Dalam perkembangannya, demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh Negara di dunia. Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut:

  1. Adanya keterlibatan warga Negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan).
  2. Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga Negara).
  3. Adanya persamaan hak bagi seluruh warga Negara dalam segala bidang.
  4. Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat penegakan hukum
  5. Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga Negara.
  6. Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah.
  7. Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.
  8. Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih) pemimpin Negara dan pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat.
  9. Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama, golongan, dan sebagainya)

2.2 DEMOKRASI DI INDONESIA

A. PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA.
Dalam sejarah Negara republik inddonesia yang telah lebih dari setengah abad, perkembangan demokrasi telah mengalami pasang surut. Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dibagi dalam empat periode, yaitu:

a. Periode 1945 – 1959 masa demokrasi parlementer.

Pada masa demokrasi parlementer lebih menonjolkan peranan parlemen serta partai – partai. Kelemahan demokrasi parlementer memberi peluang untuk dominasi partai – partai politik dan DPR.

b. Periode 1959 – 1965 masa demokrasi terpimpin.

Pada masa demokrasi terpimpin banyak aspek yang telah menyimpang dari demokrasi konstitusional dan lebih menampilkan beberapa aspek dari demokrasi rakyat.

c. Periode 1966 – 1998 masa demokrasi pancasila era orde baru.

Pada masa demokrasi pancasila era orde baru merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan system presidensial. Namun dalam perkembangannya peran presiden semakin dominan terhadap lembaga – lembaga Negara yang lain. Kelemahan demokrasi ini adalah pancasila hanya digunakan sebagai legitimasi politis penguasa saat itu, sebab kenyataannya yang dilaksanakan tidak sesuai dengan nilai – nilai pancasila.

d. Periode 1999 – sekarang masa demokrasi pancasila era reformasi.

Pada masa demokrasi pancasila era reformasi berakar pada kekuatan multi partai yang berusaha mengembalikan perimbangan kekuatan antar lembaga Negara, antara lain eksekutif, yudikatif, dan legislative. Kelebihan pada masa ini adalah peran partai politik kembali menonjol, sehingga iklim demokrasi memperoleh nafas baru.

Konstitusi Indonesia, UUD 1945, menjelaskan bahwa Indonesia adalah sebuah Negara demokrasi. Presiden dalam menjalankan kepemimpinannya harus memberikan pertanggungjawaban kepada MPR sebagai wakil rakyat. Oleh karena itu secara hirarki rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi melalui sistem perwakilan dengan cara pemilihan umum. Pada era Presiden Soekarno, Indonesia sempat menganut demokrasi terpimpin tahun 1956. Indonesia juga pernah menggunakan demokrasi semu(demokrasi pancasila) pada era Presiden Soeherto hingga tahun 1998 ketika Era Soeharto digulingkan oleh gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa yang telah memakan banyak sekali harta dan nyawa dibayar dengan senyum gembira dan rasa syukur ketika Presiden Soeharto mengumumkan “berhenti sebagai Presiden Indonesia” pada 21 Mei 1998. Setelah era Seoharto berakhir Indonesia kembali menjadi Negara yang benar-benar demokratis mulai saat itu. Pemilu demokratis yang diselenggarakan tahun 1999 dimenangkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Pada tahun 2004 untuk pertama kali Bangsa Indonesia menyelenggarakan pemilihan umum presiden. Ini adalah sejarah baru dalam kehidupan demokrasi Indonesia.

B. PELAKSANAAN DEMOKRASI DI INDONESIA

Berdasarkan Pembukaan UUD 1945, telah dijelaskan bahwa bentuk pemerintahan Indonesia adalah demokrasi Pancasila dengan sistem pemerintahan presidensil.

Demokrasi Pancasila adalah sistem pemerintahan yang telah mengatur berbagai sisi kehidupan masyarakat Indonesia yang memiliki komposisi majemuk. Pada perjalanannya, Negara ini telah mencoba beberapa sistem demokrasi untuk mengatur pemerintahan di Indonesia, seperti demokrasi liberal dan demokrasi terpimpin. Namun, sistem demokrasi pancasila dinilai paling cocok dengan keadaan Negara tersebut sehingga tujuannya mampu untuk mengatasi permasalahan disintegrasi sosial yang sangat rawan terjadi pada masyarakat Indonesia.

Dalam pelaksanaannya, demokrasi pancasila belum mampu dijalankan secara optimal. Sehingga masih banyak kekurangan yang dapat dilihat dari sistem pemerintahan yang ada. Bukan karena tidak cocok atau Pancasila tidak mampu lagi untuk mengatur Negara ini, namun kurang optimalnya pelaksanaan demokrasi Pancasilalah yang sebenarnya menjadi penyebab utama timbulnya kekurangan-kekurangan tersebut.

Masih banyak lagi permasalahan jika hari terus berlanjut. Kehidupan dimana demokrasi sekarang menjadi sebuah kepentingan telah mencoreng arti demokrasi Pancasila yang sebenarnya. Ironisnya, masyarakat hanya mampu menjadi saksi bisu apa yang dilakukan oleh pejabat-pejabat Negara. Entah karena kurangnya wadah untuk menyampaikan aspirasinya atau memang kesadaran akan berdemokrasi telah mengalami kejenuhan. Sehingga masyarakat hanya menganggap suara mereka adalah suara yang percuma.

Sebagai pejabat, pemerintah kurang berhasil membawa masyarakatnya menuju perubahan dimana mereka dapat selalu berkicau menghiasi iklim demokrasi di Negara ini. Namun, di sisi lain masyarakat juga masih kurang ilmu dalam sistem yang ada sekarang ini. Masyarakat juga cenderung masih melakukan banyak penyimpangan guna kepentingan mereka sendiri. Di sisi lain, juga masih banyak warga Negara yang meras takut untuk menyampaikan kritik kepada pemerintah guna kemajuan bersama.

Ketakutan-ketakutan dan penyimpangan-penyimpangan itulah yang tidak sesuai dengan tujuan Pancasila sebagai dasar Negara. Masyarakat tidak menyadari bahwa secara sistem, rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi dan seharusnya selalu mampu menjadi pengawas pemerintah dalam menjalankan tugasnya.

C. PRINSIP DEMOKRASI DALAM NEGARA INDONESIA

Dalam demokrasi kekuasaan tertinggi di suatu Negara adalah di tangan rakyat, maksudnya adalah menyangkut baik penyelenggaraan Negara maupun pemerintahan. Itu artinya; pertama: pemerintahan berada ditangan rakyat , kedua: pemerintahan oleh rakyat, ketiga: pemerintahan untuk rakyat. prinsip pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat tersebut bagi Negara Indonesia terkandung dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV, yang berbunyi: “……………. maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Maka prinsip demokrasi dalam Negara Indonesia selain tercantum dalam pembukaan juga berdasarkan pada dasar filsafat Negara pancasila sila keempat yaitu “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Dimaksud bahwa dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia itu didasarkan pada moral kebijaksanaan yang terkandung dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradap. Selain itu dasar pelaksanaan demokrasi Indonesia juga secara eksplisit tercantum dalam UUD 1945 pasal 1 ayat (2) yang berbunyi “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Sistem demokrasi dalam penyelenggaraan Negara Indonesia juga diwujudkan dalam penentuan kekuasaan Negara, yaitu menentukan dan memisahkan tentang kekuasaan eksekutif, yudikatif, dan legislatif (trias politica : sebuah ide bahwa sebuah pemerintahan berdaulat harus dipisahkan antara dua atau lebih kesatuan kuat yang bebas, mencegah satu orang atau kelompok mendapatkan kuasa yang terlalu banyak. Pemisahan kekuasaan merupakan suatu cara pembagian dalam tubuh pemerintahan agar tidak ada penyalahgunaan kekuasaan, antara legislatif, eksekutif dan yudikatif).

Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga Negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat. Intinya, setiap lembaga Negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga Negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga Negara tersebut.

2.3 PEMILU

A. DEFINISI PEMILU

Pemilihan umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat, serta salah satu bentuk pemenuhan hak asasi warga Negara di bidang politik. Pemilu dilaksanakan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Sebab, rakyat tidak mungkin memerintah secara langsung. Karena itu, diperlukan cara untuk memilih wakil rakyat dalam memerintah suatu Negara selama jangka waktu tertentu.
Menurut Austin Ranney, pemilu dikatakan demokratis apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

  • Penyelenggaraan secara periodik (regular election),
  • Pilihan yang bermakna (meaningful choices),
  • Kebebasan untuk mengusulkan calon (freedom to put forth candidate),
  • Hak pilih umum bagi kaum dewasa (universal adult suffrage),
  • Kesetaraan bobot suara (equal weighting votes),
  • Kebebasan untuk memilih (free registration oh choice),
  • Kejujuran dalam perhitungan suara dan pelaporan hasil (accurate counting of choices and reporting of results)
    Pemilihan umum dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
    Cara langsung, dimana rakyat secara langsung memilih wakil-wakilnya yang akan duduk di badan-badan perwakilan rakyat. Contohnya, pemilu di Indonesia untuk memilih anggota DPRD, DPR, dan Presiden.
    Cara bertingkat, di mana rakyat terlebih dahulu memilih wakilnya (senat), lantas wakil rakyat itulah yang memilih wakil rakyat yang akan duduk di badan-badan perwakilan rakyat.
    Berdasarkan daftar peserta partai politik Sistem pemilihan umum terbagi 2 jenis yaitu:
    sistem terbuka, yaitu pemilih mencoblos/mencontreng nama dan foto peserta partai politik
    sistem tertutup, yaitu pemilih mencoblos/mencontreng nama partai politik tertentu. Kedua sistem memiliki persamaan yaitu pemilih memilih nama tokoh yang sama di mana tokoh-tokoh tersebut bisa bermasalah di depan publik.
    Dalam suatu pemilu, ada tiga sistem utama yang sering berlaku, yaitu:
  1. Sistem perwakilan distrik (satu dapil/daerah pemilihan untuk satu wakil)
    yaitu sistem yang berdasarkan lokasi daerah pemilihan, bukan berdasarkan jumlah penduduk. Dari semua calon, hanya ada satu pemenang. Dengan begitu, daerah yang sedikit penduduknya memiliki wakil yang sama dengan daerah yang banyak penduduknya, dan tentu saja banyak suara terbuang. Karena wakil yang akan dipilih adalah orangnya langsung, maka pemilih bisa akrab dengan wakilnya., Sistem ini sering dipakai di Negara yang menganut sistem dwipartai, seperti Inggris dan Amerika. sistem distrik memiliki karakteristik, antara lain:
    first past the post : sistem yang menerapkan single memberdistrict dan pemilihan yang berpusat pada calon, pemenangnya adalah calon yang mendapatkan suara terbanyak.
    the two round system : sistem ini menggunakan putaran kedua sebagai dasar untuk menentukan pemenang pemilu. ini dijalankan untuk memperoleh pemenang yang mendapatkan suara mayoritas.
    the alternative vote : sama dengan first past the post bedanya adalah para pemilih diberikan otoritas untuk menentukan preverensinya melalui penentuan ranking terhadap calon-calon yang ada.
    block vote : para pemilih memiliki kebebasan untuk memilih calon-calon yang terdapat dalam daftar calon tanpa melihat afiliasi partai dari calon-calon yang ada.
    Kelebihan Sistem Distrik
    Sistem ini mendorong terjadinya integrasi antar partai, karena kursi kekuasaan yang diperebutkan hanya satu.
    Perpecahan partai dan pembentukan partai baru dapat dihambat, bahkan dapat mendorong penyederhanaan partai secara alami.
    Distrik merupakan daerah kecil, karena itu wakil terpilih dapat dikenali dengan baik oleh komunitasnya, dan hubungan dengan pemilihnya menjadi lebih akrab.
    Bagi partai besar, lebih mudah untuk mendapatkan kedudukan mayoritas di parlemen.
    Jumlah partai yang terbatas membuat stabilitas politik mudah diciptakan
    Kelemahan Sistem Distrik
    Sistem ini kurang memperhitungkan adanya partai-partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika golongan ini terpencar dalam beberapa distrik.
    Sistem ini kurang representatif dalam arti bahwa calon yang kalah dalam suatu distrik, kehilangan suara-suara yang telah mendukungnya. Hal ini berarti bahwa ada sejumlah suara yang tidak diperhitungkan sama sekali; dan kalau ada beberapa partai yang mengadu kekuatan, maka jumlah suara yang hilang dapat men¬capai jumlah yang besar. Hal ini akan dianggap tidak adil oleh golongan-golongan yang merasa dirugikan.
    Ada kecenderungan wakil tersebut lebih mementingkan kepentingan daerah pemilihannya dari pada kepentingan nasional
    Umumnya kurang efektife bagi suatu masyarakat heterogen
  2. Sistem Proposional ( satu dapil memilih beberapa wakil )
    Dalam sistem perwakilan proporsional, jumlah kursi di DPR dibagi kepada tiap-tiap partai politik, sesuai dengan perolehan jumlah suara dalam pemilihan umum. khusus di daerah pemilihan. Untuk keperluan itu, maka ditentukan suatu pertimbangan, misalnya 1 orang wakil di DPR mewakili 500 ribu penduduk. Jadi Sistem yang melihat pada jumlah penduduk yang merupakan peserta pemilih. Berbeda dengan sistem distrik, wakil dengan pemilih kurang dekat karena wakil dipilih melalui tanda gambar kertas suara saja. Sistem proporsional banyak diterapkan oleh Negara multipartai, seperti Italia, Indonesia, Swedia, dan Belanda.Sistem ini juga dinamakan perwakilan berimbang ataupun multi member constituenty. ada dua jenis sistem di dalam sistem proporsional, yaitu ;
    list proportional representation : disini partai-partai peserta pemilu menunjukan daftar calon yang diajukan, para pemilih cukup memilih partai. alokasi kursi partai didasarkan pada daftar urut yang sudah ada.
    the single transferable vote : para pemilih di beri otoritas untuk menentukan preferensinya. pemenangnya didasarkan atas penggunaan kota.
    Kelebihan Sistem Proposional
    Dipandang lebih mewakili suara rakyat sebab perolehan suara partai sama dengan persentase kursinya di parlemen.
    Setiap suara dihitung & tidak ada yang terbuang, hingga partai kecil & minoritas memiliki kesempatan untuk mengirimkan wakilnya di parlemen. Hal ini sangat mewakili masyarakat majemuk(pluralis).
    Kelemahan Sistem Proposional
    Sistem proporsional mempermudah terjadinya fragmentasi partai, kurang mendorong partai untuk saling berintegrasi atau bekerjasama, bahkan sebaliknya cenderung mempertajam perbedaan, jika terjadi konflik umumnya anggota partai cenderung mendirikan partai politik baru, mengingat adanya peluang partai baru untuk mendapatkan kursi dengan menggabung suara yang tersisa.
    Banyaknya partai yang bersaing, menyulitkan munculnya partai dengan suara mayoritas (50% + 1) yang diperlukan untuk membentuk pemerintahan yang kuat.
    Sistem proporsional memberikan kewenangan yang kuat terhadap partai politik melalui sistem daftar (list system). Prosedur sistem daftar bervariasi, umumnya yang dipakai adalah partai politik menawarkan daftar calon kepada pemilih. Rakyat pemilih memilih suatu partai dengan semua calonnya untuk berbagai kursi yang diperebutkan. Sehingga wakil rakyat yang terpilih tidak memiliki hubungan yang kuat kepada pemilih, melainkan loyalitas terhadap partai politik.
    Dengan demikian, sistem Proporsional dapat menggeser kedaulatan rakyat menjadi kedaulatan partai Politik.
    Perbedaan utama antara sistem proporsional & distrik adalah bahwa cara penghitungan suara dapat memunculkan perbedaan dalam komposisi perwakilan dalam parlemen bagi masing-masing partai politik.
  3. sistem campuran

Selain kedua bentuk utama sistem pemilu di atas, terdapat pula sistem campuran. Artinya, dalam sistem ini setiap pemilih mempunyai dua suara: memilih calon berdasarkan distrik dan sekaligus berdasarkan sistem proporsional.Sistem ini membagi wiliyah Negara dalam beberapa daerah pemilihan.Sisa suara pemilihan tidak hilang melainkan diperhitungkan dengan jumlah kursi yang belum dibagi.Sistem gabungan ini ditetapkan sejak pemilu tahun 1997 dalam pemilihan anggota DPR,DPRD I,DPRD II. Pengikut sistem proporsional menganggap bahwa sistem campuran yang masih ada unsur distriknya masih terdapat kesenjangan perolehan kursi dengan jumlah pemilihan (distortion effect), sedangkan penganut sistem distrik berpendapat bahwa sistem campuran yang mengandung unsur proporsional tidak menunjang secara penuh kontrak rakyat dengan wakilnya.

B. FUNGSI PEMILU

Pemilihan umum mempunyai tiga fungsi utama, yaitu sebagai:

  • Sarana memilih pejabat publik (pembentukan pemerintahan),
  • Sarana pertanggungjawaban pejabat publik, dan
  • Sarana pendidikan politik rakyat

Selain fungsi tersebut,akan tetapi pemilu berfungsi juga sebagai : Media bagi rakyat untuk menyuarakan pendapatnya, Mengubah kebijakan,Mengganti pemerintahan,Menuntut pertanggung jawaban, Menyalurkan aspirasi lokal .

C. MAKNA PEMILU
Pemilu menunjukan seberapa besar dukungan rakyat kepada pejabat atau partai politik.
Sarana bagi kita untuk melakukan kesepakatan politik baru dengan partai politik, wakil rakyat dan penguasa.
Sebagai sarana mempertajam kesepakatan pemerintah dan anggota legislatif terhadap aspirasi rakyat.

D. TUJUAN PEMILU
Rakyat sebagai pemegang kedaulatan berhak menentukan warna dan bentuk pemerintah serta tujuan yang hendak dicapai,sesuai dengan konstitusi yang berlaku. Berikut ini beberapa tujuan pemilu secara umum : Melaksanakan kedaulatan rakyat, Sebagai perwujudan hak asasi politik rakya, Untuk memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di DPR,DPD,dan DPRD, serta memilih presiden dan wakil presiden, Melaksanakan pergantian personal pemerintahan secara damai,aman,dan tertib (secara konstitusional), Menjamin kesinambungan pembangunan nasional.

E. PRINSIP PEMILU DEMOKRATIS
Dilaksanakan oleh Lembaga Penyelenggara Pemilu (Jajaran KPU dan Jajaran BAWASLU) yang mandiri dan bebas intervensi dari pihak manapun.
Dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Semua tahapan dilaksanakan secara demokratis, prosedural, transparan dan akuntabel.
Pemerintah dan jajarannya menjaga integritas dan netralitas.
Melindungi dan menjaga kesamaan hak pemilih dengan prinsip satu suara mempunyai nilai yang sama (one person, one vote dan one value)

2.4 PEMILU DI INDONESIA

Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu. Pada umumnya, istilah “pemilu” lebih sering merujuk kepada pemilihan anggota legislatif dan presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali.

A. ASAS PEMILU
Lihat juga
Demokrasi
Sejarah Perkembangan Pengakuan HAM
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas “Luber” yang merupakan singkatan dari “Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia”. Asal “Luber” sudah ada sejak zaman Orde Baru. Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. Umum berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga Negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. Bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, kemudian Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.

Kemudian di era reformasi berkembang pula asas “Jurdil” yang merupakan singkatan dari “Jujur dan Adil”. Asas jujur mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga Negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas adil adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.

B. PERKEMBANGAN PEMILU DI INDONESIA

Sejak kemerdekaan hingga tahun 2014 bangsa Indonesia telah menyeleng-garakan 11 kali pemilihan umum, yaitu 1945, 1971, 1977, 1982, 1992, 1997, 1999, 2004 ,2009 dan 2014. Akan tetapi pemilihan pada tahun 1955 merupakan pemilihan umum yang dianggap istimewa karena ditengah suasana kemerdekaan yang masih tidak stabil Indonesia melakukan PEMILU , bahkan dunia internasional memuji pemilu pada tahun tersebut. Pemilihan umum berlangsung dengan terbuka, jujur dan fair, meski belum ada sarana komunikasi secanggih pada saat ini ataupun jaringan kerja KPU.

Semua pemilihan umum tersebut tidak diselenggarakan dalam situasi yang vacuum, melainkan berlangsung di dalam lingkungan yang turut menentukan hasil pemilihan umum itu sendiri. Dari pemilihan umum tersebut juga dapat diketahui adanya upaya untuk mencari sistem pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia.

a. Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1958)

Pada masa ini pemilu diselenggarakan oleh kabinet BH-Baharuddin Harahap (tahun 1955). Pada pemilu ini pemungutan suara dilaksanakan 2 kali yaitu yang pertama untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan September dan yang kedua untuk memilih anggota Konstituante pada bulan Desember. Sistem yang diterapkan pada pemilu ini adalah sistem pemilu proporsional.

Pelaksanaan pemilu pertama ini berlangsung dengan demokratis dan hikmat,, Tidak ada pembatasan partai politik dan tidak ada upaya dari pemerintah mengadakan intervensi atau campur tangan terhadap partai politik dan kampanye berjalan menarik. Pemilu ini diikuti 27 partai dan satu perorangan.

Akan tetapi stabilitas politik yang begitu diharapkan dari pemilu tidak tercapai. Kabinet Ali (I dan II) yang terdiri atas koalisi tiga besar: NU, PNI dan Masyumi terbukti tidak sejalan dalam menghadapi beberapa masalah terutama yang berkaitan dengan konsepsi Presiden Soekarno zaman Demokrasi Parlementer berakhir.

b. Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

Sesudah mencabut maklumat pemerintah November 1945 tentang kebebasan mendirikan partai , presiden soekarno mengurangi jumlah partai menjadi 10. Kesepuluh ini antara lain : PNI, Masyumi,NU,PKI, Partai Katolik, Partindo,Partai Murba, PSIIArudji, IPKI, dan Partai Islam, kemudian ikut dalam pemilu 1971 di masa orde baru. Di zaman demokrasi terpimpin tidak diadakan pemilihan umum.

c. Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)

Sesudah runtuhnya rezim demokrasi terpimpin yang semi otoriter ada harapan besar dikalangan masyarakat untuk dapat mendirikan suatu sistem politik yang demokratis dan stabil. Salah satu caranya ialah melalui sistem pemilihan umum . pada saat itu diperbincangkan tidak hanya sistem proporsional yang sudah dikenal lama, tetapi juga sistem distrik yang di Indonesia masih sangat baru.

Jika meninjau sistem pemilihan umum di Indonesia dapat ditarik berbagai kesimpulan. Pertama, keputusan untuk tetap menggunakan sistem proporsional pada tahun 1967 adalah keputusan yang tepat karena tidak ada distorsi atau kesenjangan antara perolehan suara nasional dengan jumlah kursi dalam DPR. Kedua, ketentuan di dalam UUD 12945 bahwa DPR dan presiden tidak dapat saling menjatuhkan merupakan keuntungan, karena tidak ada lagi fragmentasi karena yang dibenarkan eksistensinya hanya tiga partai saja. Usaha untuk mendirikan partai baru tidak bermanfaat dan tidak diperbolehkan. Dengan demikian sejumlah kelemahan dari sistem proporsional telah teratasi.

Namun beberapa kelemahan masih melekat pada sistem politik ini. Pertama, masih kurang dekatnya hubungan antara wakil pemerintah dan konstituennya tetap ada. Kedua, dengan dibatasinya jumlah partai menjadi tiga telah terjadi penyempitan dalam kesempatan untuk memilih menurut selera dan pendapat masing-masing sehingga dapat dipertanyakan apakah sipemilih benar-benar mencerminkan, kecenderungan, atau ada pertimbangan lain yang menjadi pedomannya. Ditambah lagi masalah golput, bagaimanapun juga gerakan golput telah menunjukkan salah satu kelemahan dari sistem otoriter orde dan hal itu patut dihargai.

d. Zaman Reformasi (1998-sekarang)

Seperti dibidang-bidang lain, reformasi membawa beberapa perubahan fundamental. Pertama, dibukanya kesempatan kembali untuk bergeraknya partai politik secara bebas, termasuk mendirikan partai baru. Kedua, pada pemilu 2004 untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia diadakan pemilihan presiden dan wakil presiden dipilih melalui MPR. Ketiga, diadakannya pemilihan umum untuk suatu badan baru, yaitu Dewan Perwakilan Daerah yang akan mewakili kepentingan daerah secara khusus. Keempat, diadakannya “electoral thresold “ , yaitu ketentuan bahwa untuk pememilihan legislatif setiap partai harus meraih minimal 3% jumlah kursi anggota badan legislatif pusat.

Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem pemilu yang pernah di anut di Indonesia adalah :

C. SISTEM PEMILU DI INDONESIA MEMBERIKAN PELUANG MONEY POLITIC

Money politic (politik uang) merupakan uang maupun barang yang diberikan untuk menyogok atau memengaruhi keputusan masyarakat agar memilih partai atau perorangan tersebut dalam pemilu, padahal praktek money politic merupakan praktek yang sangat bertentangan dengan nilai demokrasi.

Lemahnya Undang-Undang dalam memberikan sanksi tegas terhadap pelaku money politic membuat praktek money politic ini menjamur luas di masyarakat. Maraknya praktek money politic ini disebabkan pula karena lemahnya Undang-Undang dalam mengantisipasi terjadinya praktek tersebut. Padahal praktek money politic ini telah hadir dari zaman orde baru tetapi sampai saat ini masih banyak hambatan untuk menciptakan sistem pemilu yang benar-benar anti money politic.

Praktek money politic ini sungguh misterius karena sulitnya mencari data untuk membuktikan sumber praktek tersebut, namun ironisnya praktek money politic ini sudah menjadi kebiasaan dan rahasia umum di masyarakat. Real-nya Sistem demokrasi pemilu di Indonesia masih harus banyak perbaikan, jauh berbeda dibandingkan sistem pemilu demokrasi di Amerika yang sudah matang.

Hambatan terbesar dalam pelaksanaan pemilu demokrasi di Indonesia yaitu masih tertanamnya budaya paternalistik di kalangan elit politik. Elit-elit politik tersebut menggunakan kekuasaan dan uang untuk melakukan pembodohan dan kebohongan terhadap masyarakat dalam mencapai kemenangan politik. Dewasanya, saat ini banyak muncul kasus-kasus masalah Pilkada yang diputuskan melalui lembaga peradilan Mahkamah Konstitusi (MK) karena pelanggaran nilai demokrasi dan tujuan Pilkada langsung. Hal itu membuktikan betapa terpuruknya sistem pemilu di Indonesia yang memerlukan penanganan yang lebih serius.

D. SOLUSI MENGATASI MONEY POLITIC

Kita sebagai masyarakat harus ikut berpartisipasi untuk mengkaji keputusan Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan kasus-kasus pemillu agar tidak menyimpang dari peraturan hukum yang berlaku. Calon-calon pada pemilu juga harus komitmen untuk benar-benar tidak melakukan praktek money politik dan apabila terbukti melakukan maka seharusnya didiskualifikasi saja.

Bentuk Undang-Undang yang kuat untuk mengantisipasi terjadinya money politic dengan penanganan serius untuk memperbaiki bangsa ini, misalnya membentuk badan khusus independen untuk mengawasi calon-calon pemilu agar menaati peraturan terutama untuk tidak melakukan money politic.

Sebaiknya secara transparan dikemukan kepada publik sumber pendanaan kampaye oleh pihak-pihak yang mendanai tersebut. Transparan pula mengungkapkan tujuan mengapa mendanai suatu partai atau perorangan, lalu sebaiknya dibatasi oleh hukum mengenai biaya kampanye agar tidak berlebihan mengeluarkan biaya sehingga terhindar dari tindak pencarian pendanaan yang melanggar Undang-Undang. Misalnya, anggota legislatif yang terpilih tersebut membuat peraturan Undang-Undang yang memihak pada pihak-pihak tertentu khususnya pihak yang mendanai partai atau perorangan dalam kampanye tersebut.

Sadarilah apabila kita salah memilih pemimpin akan berakibat fatal karena dapat menyengsarakan rakyatnya. Sebaiknya pemerintah mengadakan sosialisasi pemilu yang bersih dan bebas money politic kepada masyarakat luas agar tingkat partisipasi masyarakat dalam demokrasi secara langsung meningkat.

Perlu keseriusan dalam penyuluhan pendidikan politik kepada masyarakat dengan penanaman nilai yang aman, damai, jujur dan kondusif dalam memilih. Hal tersebut dapat membantu menyadarkan masyarakat untuk memilih berdasarkan hati nurani tanpa tergiur dengan praktek money politic yang dapat menghancurkan demokrasi.

Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya pemilu merupakan suatu hak dan partisipasi masyarakat, juga sebagai penghubung antara infrastruktur politik atau kehidupan politik dilingkungan masyarakat dengan supra struktur politik atau kehidupan politik dilingkungan pemerintah sehingga memungkinnya tercipta pemerintahan dari rakyat, pemerintahan oleh rakyat, dan pemerintahan untuk rakyat.

Meski dapat kita lihat bahwa pemilu yang ada di Indonesia ini belum bisa berjalan dengan baik. Hal ini dapat kita lihat , bahwa sampai sekarang ini masih banyak masyarakat yang masih Golput, ini menjadi tanggung jawab kita bersama dimana pemilu ini penting untuk menentukan pemerintahan kita selama 5 Tahun mendatang.

Bab III. Penutup

A. Kesimpulan

Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga Negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga Negara berpartisipasi—baik secara langsung atau melalui perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara. bentuk-bentuk demokrasi yaitu;. Demokrasi langsung, dan Demokrasi perwakilan, sedangkan asas pokok demokrasi yaitu Pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan, dan Pengakuan hakikat dan martabat manusia.

B. DEMOKRASI DI INDONESIA

Indonesia adalah sebuah Negara demokrasi. Pada era Presiden Soekarno, Indonesia sempat menganut demokrasi terpimpin tahun 1956. Indonesia juga pernah menggunakan demokrasi semu(demokrasi pancasila) pada era Presiden Soeherto hingga tahun 1998 ketika Era Soeharto digulingkan oleh gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa yang telah memakan banyak sekali harta dan nyawa dibayar dengan senyum gembira dan rasa syukur ketika Presiden Soeharto mengumumkan “berhenti sebagai Presiden Indonesia” pada 21 Mei 1998. Setelah era Seoharto berakhir Indonesia kembali menjadi Negara yang benar-benar demokratis mulai saat itu. Pemilu demokratis yang diselenggarakan tahun 1999 dimenangkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Pada tahun 2004 untuk pertama kali Bangsa Indonesia menyelenggarakan pemilihan umum presiden. Ini adalah sejarah baru dalam kehidupan demokrasi Indonesia. Sedangkan prinsip demokrasi dalam Negara Indonesia berdasarkan pada dasar filsafat Negara pancasila sila keempat yaitu “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Dimaksud bahwa dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia itu didasarkan pada moral kebijaksanaan yang terkandung dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradap. Selain itu dasar pelaksanaan demokrasi Indonesia juga secara eksplisit tercantum dalam UUD 1945 pasal 1 ayat (2) yang berbunyi “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Sistem demokrasi dalam penyelenggaraan Negara Indonesia juga diwujudkan dalam penentuan kekuasaan Negara, yaitu menentukan dan memisahkan tentang kekuasaan eksekutif, yudikatif, dan legislatif (trias politica)
C. PEMILU
Pemilihan umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat, serta salah satu bentuk pemenuhan hak asasi warga Negara di bidang politik. Dimana Pemilihan umum dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: Cara langsung, dan Cara bertingkat. Berdasarkan daftar peserta partai politik Sistem pemilihan umum terbagi 2 jenis yaitu: sistem terbuka, dan sistem tertutup.Dalam suatu pemilu, ada tiga sistem utama yang sering berlaku, yaitu:
· Sistem perwakilan distrik (satu dapil/daerah pemilihan untuk satu wakil)
· Sistem Proposional ( satu dapil memilih beberapa wakil )
· sistem campuran

B. PEMILU DI INDONESIA

Pemilihan umum di Indonesia menganut asas “Luber” yang merupakan singkatan dari “Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia”. Kemudian di era reformasi berkembang pula asas “Jurdil” yang merupakan singkatan dari “Jujur dan Adil”.

Sejak kemerdekaan hingga tahun 2014 bangsa Indonesia telah menyeleng-garakan 11 kali pemilihan umum, yaitu 1945, 1971, 1977, 1982, 1992, 1997, 1999, 2004 ,2009 dan 2014. Namun seiring berjalannya waktu sistem pemilu di Indonesia memberikan peluang money politic. Padahal praktek money politic merupakan praktek yang sangat bertentangan dengan nilai demokrasi. Ironisnya praktek money politic ini sudah menjadi kebiasaan dan rahasia umum di masyarakat. Real-nya Sistem demokrasi pemilu di Indonesia masih harus banyak perbaikan, jauh berbeda dibandingkan sistem pemilu demokrasi di Amerika yang sudah matang. Maka solusi untuk mengatasi money politic adalah “Harus ada perubahan bersama, baik itu dari masyarakat, UU, dan juga pemerintah”.

B. Saran

Berdasarkan pembahasan di atas, kita dapat menilai bahwa pada dasarnya seluruh sistem yang ada dalam demokrasi adalah suatu kebaikan bersama. Meski segala kebaikan/kelebihan tersebut masih mengandung kekurangan, apabila sistem tersebut berjalan dengan baik, kekurangan tersebut dapat diminimalisir.

Pemilu sebagai wujud pelaksanaan demokrasi di Indonesia seharusnya menjadi hal penting dan sakral bagi setiap orang yang melaksanakannya. Tetapi seperti yang kita ketahui sekarang, walaupun pendidikan kewarganegaraan telah diberikan semenjak jenjang sekolah dasar, tetap tidak mendorong elit politik maupun masyarakat sendiri untuk bersikap Luber Jurdil. Ketika kita memandang secara luas, tentu penyampaian sikap kewarganegaraan melalui jenjang sekolah masih belum maksimal karena masih banyaknya anak tidak bersekolah. Meski perkembangan teknologi semakin canggih, segala informasi tercakup didalamnya, namun tidak semua rakyat sempat mengenyam canggihnya teknologi tersebut sehingga dapat dipastikan masih membutuhkan komunikasi langsung kepada masyarakat sendiri. Dengan adanya Otonomi Daerah, Pemerintah Pusat dapat memberikan penyuluhan pada setiap daerah, melalui Pemerintah Daerah yang disampaikan kepada setiap perwakilan organisasi muda yang ada di setiap desa (Karang Taruna) agar penyuluhan kepada masyarakat merata dan lebih maksimal.

Kepada elit politik secara khusus, mestinya mereka lebih memahami makna demokrasi dan pelaksanaan pemilu. Tidak mementingkan ambisi kekuasaan dan kepentingan golongan. Mengingat demokrasi sendiri adalah kepemimpinan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Maka segala kebijakan politik harus mempertimbangkan suara rakyat dengan tidak melupakan unsur moralitas kebudayaan bangsa.

Laporan Praktikum Efek Fotolistrik

Efek Fotolistrik Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang Efek fotolistrik adalah fenomena terlepasnya elektron logam akibat disinari cahaya. Ditinjau dari perspektif sejarah, penemuan efek...
Ananda Dwi Putri
9 min read

Laporan Praktikum Tetes Minyak Milikan

Tetes Minyak Milikan Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang Elektron merupakan suatu dasar penyusun atom. Inti atom terdiri dari elektron (bermuatan negatif) dan proton...
Ahmad Dahlan
7 min read

Makalah Sifat Fantasi Dalam Tinjauan Psikologi

Sifat Fantasi Bab I. Pendahuluan Pada dasarnya psikologi mempersoalkan masalah aktivitas manusia. Baik yang dapat diamati maupun tidak secara umum aktivitas-aktivitas (dan penghayatan) itu...
Wahidah Rahmah
4 min read

Leave a Reply