Daftar isi
Asal Mula Masuk dan Perkembangan Agama Budha di Indonesia
Ditemukan Prasasti dan Ruphang Buddha (Abad ke-4) Sebuah Prasasti berasal dari abad ke-4 dekat bukit meriam di Kedah, sebuah lempengan batu berwarna ditemukan di satu puing rumah bata yang diperkirakan mungkin merupakan kamar bhiksu Buddha. Lempengan batu itu berisi 2 syair Buddhist dalam bahasa Sanskerta ditulis dengan huruf abjad Pallawa tertua. Tulisan yang kedua dari lempengan batu tersebut berbunyi : ” Karma bertambah banyak karena kurang pengetahuan dharma Karma menjadi sebab tumimbal lahir Melalui pengetahuan dharma menjadikan akibat tiada karma Dengan tiada karma maka tiada tumibal lahir.” Bukti-bukti tertua dikatakan sekitar tahun 400 M., di Kalimantan Timur, dilembah-lembah Sungai Kapuas Mahakam dan Rata, terdapat tanda-tanda lain dari pengaruh India terlihat dalam bentuk patung Buddha dalam gaya Gupta.
Sebelum abad ke-5, di Kedah Sulawesi, Jawa Timur dan Palembang, patung-patung Buddha gaya Amaravati ditemukan (ini dihubungkan dengan tempat-tempat tertua, Amarawati di Sungai Kitsna kira-kira 80 mil dari pantai timur India, adalah negeri aliran besar patung Buddha yang berkembang dari tahun 150 sampai 250 M.), namun adanya negara Buddha di daerah-daerah itu belum ada yang mengetahui tentang kemungkinannya. Sebuah kerajaan bernama Kan-to-li juga disebut oleh orang-orang tionghoa. Tahun 502 seorang Raja Buddha telah memerintah di sana dan tahun 519 putra raja Vijayavarman mengirim utusan ke Tiongkok. Kerajaan ini diperkirakan berada di Sumatera.
Kerajaan Srivijaya (Sriwijaya) merupakan asal mula peranan kehidupan Agama Buddha di Indonesia, dimulai pada zaman Srivijaya di Suvarnadvipa (Sumatera) pada abad ke-7. Berapa lama Srivijaya telah ada sebelum itu masih merupakan suatu dugaan. Letak kerajaan Srivijaya di Sumatera Selatan mungkin sekali di Minangatamwan di daerah pertemuan Sungai Kampar Kanan dan Kampar Kiri (sekitar Palembang).
Catatan-catatan berharga berupa prasasti-prasasti bila dikumpulkan menunjukkan adanya kerajaan kerajaan Buddha di Palembang. Prasasti-prasasti itu adalah : Prasasti yang tertua ialah Prasasti Kedukan Bukit (dekat Palembang) yang dapat dipastikan tahun Saka (=13 April 683) menceritakan perjalanan suci Dapunta Hyang berangkat dari Minangatamwan. Prasasti yang ke-2 ialah Prasasti Talang Tuo (dekat Palembang) yang memperingati dan pembuatan taman Criksetra (taman umum) didirikan tahun 684 atas perintah Raja Dapunta Hyang Srijayanaca sebagai kebajikan Buddha untuk kemakmuran semua makhluk. Semua harapan dan doa dalam prasasti itu jelas sekali menunjukkan sifat Agama Buddha Mahayana. Prasasti yang ke-3 didapatkan di Telaga Batu tidak berangka tahun. Di Telaga Batu banyak didapatkan batu-batu yang bertuliskan Siddhayatra (=Perjalanan Suci yang berhasil) dan dari Bukit Siguntang di sebelah Barat Palembang ditemukan sebuah arca Buddha dari batu yang besar sekali berasal dari sekitar abad ke-6. Prasasti ke-4 dari Kotakapur (Bangka) dan yang ke-5 dari Karang Berahi (daerah Jambi hulu), keduanya berangka tahun 686 M.
I-Tsing dua kali datang ke Srivijaya I-Tsing (634-713) seorang pendeta Buddha dari negeri Tiongkok yang terkenal dalam perjalanannya ke India pada tahun 671. Dia mengatakan, dia berlayar dari negeri Tiongkok ke Srivijaya dengan kapal saudagar Persia. Pelayaran selanjutnya ke India dengan kapal Raja Srivijaya. Di Srivijaya sebelum pergi ke India ia belajar bahasa Sansekerta selama 6 bulan. Ini membuktikan betapa pentingnya Srivijaya sebagai pusat untuk mempelajari Agama Buddha Mahayana pada waktu itu. Ia mengatakan di Srivijaya ada lebih dari 1000 biksu, aturan dan tata upacara mereka sama dengan di India demikian juga Agama Buddha Mahayana yang ada di negeri Tiongkok.
Tahun 685 I-Tsing setelah belajar selama 10 tahun di Universitas Buddha Nalanda di Benggala, ia kembali ke Srivijaya dan tinggal di sana sekitar 4 tahun untuk menterjemahkan teks Agama Buddha dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Mandarin. Ia juga mencatat Vinaya dari Sekte Sarvastivada. Tahun 689 karena keperluan mendesak akan alat-alat tulis dan pembantu, ia pulang ke Canton Selatan, kemudian ia kembali ke Srivijaya dengan 4 orang teman dan tinggal di sana untuk merampungkan memoirnya tentang Agama Buddha pada masanya. Memoir ini diselesaikan dan dikirim ke Tiongkok tahun 692, dan tahun 695 ia kembali ke Tiongkok. Bersamaan waktu dengan I-Tsing juga teman-temannya dari Tiongkok sebanyak 41 bhiksu yang mahasiswa datang belajar Agama Buddha Mahayana di Srivijaya. Adalah sangat disayangkan bahwa tidak terdapat peninggalan buku-buku Agama Buddha Mahayana dari Zaman Srivijaya sebagai pusat pendidikan Agama Buddha yang bernilai internasional pada masa itu.
Selain kerajaan Srivijaya, masih banyak kerajaan-kerajaan lain yang bercorak Buddha di Indonesia. Seperti kerajaan Tarumanegara, Mataram kuno, dan lain sebagainya. Semua kerajaan itu berperan dalam proses perkembangan agama Buddha di Nusantara, pengaruh India pada masa kerajaan-kerajaan itu sangat terasa. Hal ini ditunjukkan dengan adanya bangunan-bangunan peribadatan seperti candi-candi dan sebagainya. Agama Buddha di masa itu memang sedikit banyak terpengaruh oleh agama Buddha dari negeri asalnya tersebut, karena corak dari patung Buddha tersebut mencirikan patung-patung Buddha di India.
Namun pada perkembangannya sampai saat ini, pangaruh India kian memudar. Justru pengaruh dari negeri Tionghoa-lah yang paling mendominasi Agama Buddha sampai saat ini, terbukti dari bentuk patung, tempat sembahyangnya maupun seluruh ornamen dalam Agama Buddha saat ini lebih didominasi unsur Tionghoa ketimbang dari India. Hal ini disebabkan oleh banyaknya orang Tionghoa yang Bergama Buddha yang berdagang di Nusantara sejak zaman dahulu, sehingga proses perkembangan agama Buddha lebih banyak di dominasi oleh kebudayaan orang Tionghoa ketimbang dari India.
Menurut kami Agama Buddha itu sampai di Indonesia pada awalnya berasal dari India, akan tetapi dalam perkembangannya agama Buddha lebih di dominasi oleh pengaruh China. Pada saat ini pula orang-orang yang memeluk agama Buddha di Indonesia kebanyakan adalah orang-orang “Keturunan” China, dibandingkan dengan orang-orang “Keturunan” India maupun masyarakat Pribumi sendiri.
AWAL PENGARUH INDIA
Berita-berita pertama tentang Indonesia.
1. Berita yang dibuat oleh para peziarah China, seperti Fa-Hien dan I-Tsing, mereka beragama Buddha. disamping buku-buku sejarah yang dibuat oleh tiap-tiap dinasti, berkenaan dengan yang terakhir ini, para sarjana mengalami kesulitan, karena berkenaan dengan nama Indonesia yang ditulis dalam bahasa China dan tidak disebut di mana letak satu Negeri atau Kerajaan yang disebut.
2. Bahan-bahan yang terdapat di Indonesia adalah:
a. piagam-piagam
- Nagarakertagama digubah oleh Prapanca, berbentuk syair, diperkirakan ditulis setahun setelah meninggalnya Maha Patih Gajah Mada (1364), kitab ini ditemukan di Puri Cakranegara (Lombok) oleh Belanda yang sedang perang (1894).
- Pararaton, ditulis setelah Majapahit runtuh dan berisi uraian tentang raja-raja sebelum raja Majapahit.
Masuknya Agama Buddha pertama kali di Indonesia, belum jelas dan gelap, walaupun nama pulau Jawa sebagai “Labadiu” telah dikenal oleh Ptolemi, seorang ahli ilmu bumi di Iskandariah pada tahun 130 M. pada abad pertama masehi sudah dikenal “Javadwipa” yang meliputi Jawa dan Sumatera sekarang. “Suvarnadwipa” adalah nama untuk pulau Sumatra. Dapat disimpulkan bahwa sebelum abad kedua Masehi, sudah terdapat hubungan antara India dan kepulauan Nusantara.
Kedatangan Fa-Hien pada tahun 414 M ke pulau Jawa dalam perjalanannya pulang ke China, setelah ia berkunjung ke India selama 6 tahun telah membuka tabir kegelapan mengenai kehidupan beragama di pulau Jawa. Ia tinggal 5 bulan di pulau Jawa dan dalam catatannya mengatakan bahwa banyak terdapat penganut agama brahmana yang jauh berlainan dengan kehidupan di India, akan tetapi agama Buddha sedikit dan tidak tertarik untuk dicatat.
Atas usaha Bhikkhu Gunawarman pada tahun 423 M, agama Buddha berkembang di Jawa. Gunawarman adalah putera Raja dari Khasmir (India), ia melepaskan kehidupan perumah tangga dan menjadi Bhikkhu dan belajar ke Sri Lanka dan ke She-Po (Jawa), dan berhasil mengembangkan agama Buddha di tanah Jawa.
Sedangkan di Sumatera keadaan agama Buddha masih gelap pada awalnya. Setelah kedatangan I-Tsing pada tahun 671 M dan 688-695 M mulai tersingkap. Ia datang ke Sribhoja, ibukota kerajaan Sribhoja adalah di dekat Palembang. ia mengatakan bahwa raja-raja dan penguasa adalah beragama Buddha dan di sana sebagai pusat terpenting di mana Dhamma dipelajari oleh 1.000 Bhikkhu sama halnya yang dipelajari di India.
Ini merupakan petunjuk bahwa agama Buddha telah masuk ke Indonesia jauh sebelum abad ke 8 M yang dikembangkan oleh Dharmaduta-dharmaduta dari Mazhab Sarvastivada, yang diduga dari India Utara (Khasmir), tetapi hal itu juga telah menunjukkan agama Buddha Mahayana telah berkembang di Melayu, sewaktu I-Tsing datang ke Sumatera.
Mahayana pertama kali masuk ke Sumatera dan disusul ke Pulau Jawa dan Kamboja (Kmer). Sriwijaya adalah penganut agama Buddha Mahayana dan beliau mengembangkan pada daerah yang mereka kuasai. Pada tahun 759 M. Kerajaan Sriwijaya meluaskan kekuasaannya hingga ke Muangthai selatan yang sekarang disebut Suratani dan Pattani.
Catatan sejarah dari Tibet menyatakan bahwa Sriwijaya pada abad ke II merupakan pusat kegiatan agama Buddha yang terkemuka. Atissa yang sangat terkenal dan pembangunan kembali agama Buddha di Tibet, dikatakan pernah datang dari India ke Sumatera dan menetap dari tahun 1011-1023 belajar dibawah bimbingan Bhikkhu Dharmakirti, beliau adalah Bhikkhu yang terkemuka di Sumatera. Menurut Biograpi Atissa yang ditulis di Tibet menyatakan bahwa Sumatera adalah sebagai pusat utama agama Buddha dan Dharmakirti adalah sarjana yang terbesar di zaman itu.
Kedatangan para Dharmaduta ke Indonesia adalah mendorong orang-orang untuk pergi ke India dan mengunjungi tempat-tempat suci dan pusat-pusat pendidikan agama Buddha seperti Universitas Nalanda di Bihar yang didirikan oleh Dinasti Gupta (320-606). orang –orang yang datang dari Kerajaan Sriwijaya dan tinggal dan bermukim sehingga dibuatkan vihara khusus , setelah mereka kembali ke Indonesia mereka mendirikan candi-candi dengan bentuk dan ukiran yang bercorak Indonesia. Mengenai perguruan agama Buddha di Nalanda berdasarkan berita-berita yang dibuat oleh Bhiksu Huan-Tsang yang berkunjung ke India pada tahun 629-645, dikatakan pada abad ke 7 M Nalanda telah berkembang pesat dibawah bimbingan Silabadra, tidak saja diberikan pelajaran agama Buddha selain diajarkan kita-kitab Weda, filsafat Hindu, logika, tata bahasa dan pengobatan. Siswa yang belajar di sana mencapai 10.000 orang dan dibebaskan biaya, Nalanda hancur akibat serbuan bangsa Hun dan masuknya agama Islam ke India.
KERAJAAN-KERAJAAN AGAMA BUDDHA.
MATARAM
Piagam tertua kira-kira tahun 732, ditemukan di desa Canggal, Keresidenan Kedu. diterangkan dalam piagam itu bahwa di dekat desa Salam, sebelah Selatan Muntilan, didirikan sebuah tempat suci yang berisi lingga. Tempat suci yang berisi lingga (salah sebuah lambang Siwa) di dekat Salam itu dapat dianggap sebagai tanda mendirikan suatu kerajaan yang disebut Mataram, karena Raja ini (Sanjaya) di dalam piagam-piagam kemudian disebut “Rake Mataram”. Mataram mula-mula nama daerah kecil yang diperintah oleh Raja Sanjaya yang kemudian dijadikan nama kerajaan yang didirikan Sanjaya.
Pengganti Sanjaya adalah Pancapana, Rake Penangkaran adalah gelar yang lebih terkenal. Pancapana adalah penganut Buddha Mahayana, sedangkan Sanjaya adalah penganut Brahmana. Pada tahun 778 Pancapana mendirikan candi Kalasan untuk memuji Dewi Tara. lain-lain dari candi itu adalah candi Borobudur, Mendut, Sewu, Plaosan, Sari.
Dinasti raja-raja Mataram disebut Sailendra. Bukti bahwa mereka adalah dari keturunan Sailendra terdapat dalam piagam yang berhubungan dengan candi Kalasan. harus diperhatikan bahwa kira-kira pada waktu itulah agama Buddha Mahayana sudah datang ke Indonesia dan seterusnya berkembang berdampingan dengan agama Siwa yang telah datang lebih dulu. Pengganti – pengganti Pancapana adalah banyak memuji dan memuja Buddha dan Siwa.
SRIWIJAYA
Di Sumatera terdapat sebuah kerajaan yang bernama Sriwijaya yang terletak dan berpusat di Palembang-Jambi pada abad ke 5 M. Kemudian meluaskan jajahannya sampai ke Bangka dan semanjung Malaya. Sebelum kerajaan Sriwijaya berkembang, terlebih dahulu adanya kerajaan Melayu yang terletak di Jambi sekarang. Akan tetapi kerajaan Sriwijaya lebih berkuasa, dan kerajaan Melayu pada saat itu tunduk pada kekuasaan Sriwijaya.
Apakah sebab-sebabnya dibagian Timur Sumatera dapat berdidi kerajaan-kerajaan? sejak tahun Masehi Selat Malaka menjadi lalu lintas perdagangan dari Barat hingga Timur, yaitu Arab dan India.
MASA KEEMASAN SRIWIJAYA
Pada abad ke-7 dan abad ke-8 Sriwijaya mencapai masa keemasannya. Kekuasaannya meliputi bagian barat Nusantara yaitu semenanjung Malaka, Melayu, daerah pantai barat Borneo Barat. Sejak abad itupula Sriwijaya memiliki Duta di China yang berlangsung hingga 1178.
Dalam abad ke 7 itu, ketika kekuasaan Sriwijaya sedang dipuncaknya, Palembang tidak hanya menjadi pusat politik, melainkan menjadi pusat agama Buddha. Catatan yang dibuat I-Tsing ia berangkat dari Canton pada tahun 671, pergi ke Palembang dulu dan tinggal selama 6 bulan untuk belajar tata bahasa, setelah itu ia pergi ke Melayu dan tinggal selama 2 bulan. Setelah ia menuntut ilmu pelajaran di Perguruan Tinggi di Nalanda selama 10 tahun, ia kembali ke Sriwijaya, terjadi pada tahun 685. Setelah ia tinggal selama 4 tahun di Sriwijaya, ia kembali ke Kanton dan menjemput empat orang pembantu untuk membantu dalam menerjemahkan kitab-kitab agama Buddha di Palembang.
MAJAPAHIT
Prof. Dr. Slamet Mulyana dalam “Nagarakertagama dan Tafsir Sejarahnya” menyebutkan, bahwa pada zaman Majapahit agama menjiwai segenap lapangan kehidupan, termasuk kebudayaan. Semua cabang kebudayaan seperti seni bangunan, seni pahat, seni sastra dan seni panggung bernafaskan keagamaan. Gajah Mada mengutamakan negara dan kemakmuran rakyat daripada keagungan keagamaan.
KEBANGKITAN KEMBALI AGAMA BUDDHA DI INDONESIA PADA ABAD XX.
Setelah runtuhnya kerajaan Majapahit, dan berkembanglah kerajaan Islam di pesisir pantai dan terus menyebar dan agama Buddha tertidur sangat panjang hingga 5 abad. Pada zaman penjajahan Belanda di Indonesia hanya dikenal 3 agama, yaitu Kristen Protestan, Katholik dan Islam. Sedangkan agama Buddha tidak disebut-sebut, sehingga agama Buddha telah dikatakan sirna dari bumi Indonesia, tetapi secara tersirat di dalam hati nurani bangsa Indonesia, agama Buddha masih tetap terasa antara ada dan tiada.
Pada zaman kolonial Belanda didirikan suatu perhimpunan Theosofi oleh orang-orang Belanda terpelajar. dengan tujuan ingin mempelajari semua agama dengan demikian akan tercipta kerukunan dan inti persaudaraan yang universal, dan agama Buddha juga diperkenalakan pada mereka
Di Jakarta timbul suatu usaha untuk melestarikan ajaran Buddha, Konghucu, dan Lautse yang kemudia melahirkan Organisasi Samkauw Hwee yang mempelajari ketiga ajaran itu. pada tahun 1932 di Jakarta berdiri Internasional Buddhist Mission bagian Jawa. pada tahun 1931 telah terbit Majalah Mustika Dharma oleh Kwee Tek Hoay. Majalah ini sangat berjasa dalam membantu menyebarkan ajaran Buddha yang ada di Indonesia.
Pada tanggal 4 Maret 1934 Bhikkhu Narada menginjakan kakinya di Pelabuhan Tanjung Priok. Bhikkhu Narada adalah Bhikkhu asing beraliran Theravada yang pertama kali datang ke Indonesia setelah berselang 5 abad runtuhnya kerajaan Majapahit. beliau mengunjungi Indonesia sebanyak 15 kali dan terakhir kali beliau datang Mei 1983 dalam usianya 85 tahun. Jasa beliau sangat besar untuk perkembangan agama Buddha di Indonesia
Dari banyaknya orang-orang yang belajar agama Buddha dan Indonesia melahirkan putera-putera pertiwi yang menjadi Bhikkhu yaitu The Po An dari Bogor ditabiskan menjadi Bhikkhu Theravada di Birma dan beliau mendapatkan nama yaitu Ashin Jinarakkhita. Dan disusul pada tanggal 21 Mei 1959 Ong Tiang Biauw dari Tangerang ditabiskan menjadi Bhikkhu di Internasioanal Sima di Kassap dengan nama Bhikkhu Jinaputta, Samanera Jinapiya dan di tabiskan kembali di Thailand yang kita kenal adalah Bhikkhu Thitaketuko. Pada tanggal 15 November 1966 Samanera Jinagiri ditabiskan di Thailand dan berubah nama menjadi Bhikkhu Girirakhito.
Agama Buddha juga melahirkan organisasi-organisasi Buddhis dan juga berkembang Perguruan Tinggi Agama Buddha serta adanya Dirjen Bimas Buddha, sehingga hal demikian agama Buddha telah berjalan menuju perbaikan dari tidurnya yang sangat panjang 5 abad setelah runtuhnya kerajaan Majapahit.