Studi Kasus Prostitusi Pada Warung Patok

Prostitusi Pada Warung Patok

Bab I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Kajian mengenai Kriminologi atau kejahatan tidak akan pernah habis kita kaji. Kejahatan sudah ada dalam kehidupan kita. Dalam kehidupan sehari-hari banyak yang kita temui bentuk kejahatan tersebut ada pencurian, korupsi dan lain sebagainya. Kriminonologi sebenarnya baru muncul pada abad 19 yang intinya adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari sebab musabab kejahatan. Makalah ini penulis rancang untuk memfokuskan pelacuran atau prostitusi, yang dimana akan mengambil masalah mengenai “Warung Patok” atau “Dagang Kopi Cantik”. Dalam hal ini penulis akan mengkaitkan dari sumber yang digunakan. Warung patok sebenarnya adalah masalah yang timbul hampir di semua wilayah di bali (termasuk tempat tinggal penulis pun berjamuran warung-warung ini). Mengkaji hal ini tentu kiranya penulis akan mengkajinya dari penyebab pelacuran, dari hukum yang ada, serta dari perspektif hukum adat bali.

B. Rumusan Masalah

Adapun masalah yang diangkat yaitu:

1.2.1 Apa itu pelacuran serta penyebab timbulnya?

1.2.2 Bagaimana Dampak pelacuran serta bagaimana kajian mengenai warung patok atau Dakocan yang ada di Bali?

Bab II. Pembahasan

A. Pelacuran dan Penyebabnya

Pelacuran atau prostitusi berasal dari bahasa latin yaitu prostituo yang artinya prilaku yang terang-terangan menyerahkan diri pada perzinahan. Sedangkan perzinahan merupakan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan baik satu ataupun keduanya telah terikat hubungan perkawinan dengan orang lain. Pelacuran umumnya disematkan kepada kaum wanita, tetapi laki-lakipun sebenarnya juga bisa disematkan hal demikian yang di kenal dengan gigolo. Disini akan di fokuskan pelacuran yang dimana penjualan badan wanita dengan menerima imbalan. Bali yang merupakan tempat pariwisata terfavorit memang tidak bisa dihindari dari praktek-praktek prostitusi terselubung. Bali sebagai pusat pariwisata akan berakibat pada kegiatan meniru yang rentan dilakukan oleh masyarakat local, mereka akan meniru kebiasaan dan sikap wisatawan yang berkunjung. Tentunya ini berimplikasi kepada potensi pelacuran yang terjadi di bali. Sehingga bali memang menjadi daerah yang rawan sekali akan bahaya HIV/AIDS. Hasil survey mahasiswa psikologi Universitas Wisnuwardana Malang (Bosu, 1982:55, dalam Landrawan 2005) menemukan factor penyebab Pelacuran yaitu a. Faktor Ekonomi Tidak adanya pekerjaan dan tidak ada penghasilan tetap membuat rentan terkena pelacuran. Keadaan ekonomi yang miskin di tambah banyak memiliki saudara serta anak. Tidak memiliki modal untu usaha, serta berharap dengan pelacuran dapat modal untuk usaha. b. Factor Perkawinan Kawin Usia Muda, kurang kecocokan antara suami dan istri dalam kehidupan berumahtangga, tidak adanya kepuasan hubungan sexsual dalam perkawinan, tidak ada kemesraan dalam rumah tangga dank arena terpaksa (kawin karena di hamili pacar, dipaksa), akan rentan ada dalam dunia pelacuran. c. Karena Hoby Terkadang seseorang menjadi pelacur karena hoby/suka melakukan hubungan sex dengan sembarang laki-laki, tidak suka dengan seorang laki-laki saja. Ini bisa juga menjadi penyebab timbulnya pelacuran. d. Karena Malas Bekerja Pelacuran juga timbul karena ingin mendapat uang dengan cara mudah. Dan engan untuk bekerja. Kemalasan dalam bekerja itulah cenderung membuat seseorang untuk menjual diri. e. Pengaruh lingkungan Terkadang manja saat kecilpun akan membuat seseorang melacurkan diri, selain itu keadaan lingkungan sekitar yang merupakan sarang prostitusi akan menjadikan seseorang terjerumus dalam dunia pelacuran Selain itu memang factor adanya kesempatan, perdagangan wanita yang dilakukan germo merupakan faktor yang menyebabkan timbulnya pelacuran.

B. Dampak Pelacuran serta Kajian mengenai “Warung Patok”

A. Dampak Pelacuran Dunia pelacuran adalah dunia yang memiliki suatu rantai, ada germonya, ada wanita, pemilik kamar dan lain sebagainya. Semua yang ada pada mata rantai tersebut ada hubungan saling menguntungkan. Berikut akibat atau dampak yang ditimbulkan dari adanya pelacuran yaitu  Dibidang Ekonomi : dalam hal ini orang yang terlibat dalam pelacuran akan hidup berpola komsumtif. Padahal yang diperlukan adalah orang-orang yang produktif.  Dibidang Kesehatan (medis) akan menimbulkan dampak yang buruk bagi seseorang karena tertular penyakit seperti spilis ataupun akan terjangkit virus HIV/AIDS.  Di bidang Moral : pelacuran dipandang sebagai perbuatan terkutuk di dalam masyarakat. Orang-orang yang berkecimpung didalamnya akan dianggap sebagai sampah masyarakat. Selain itu harus diketahui image suatu wilayah yang kental dengan nuansa pelacurannya, akan menjadikan dampak buruk lainnya. Dari sisi nama baik tentu wilayah itu menjadi wilayah yang tercap jelek bagi kebanyakan orang. Saya contohkan bungkulan, desa yang ada di kecamatan sawan ini terkenal sebagai tempat prostitusi yang tren dibilang komplek oleh masyarakat buleleng. Selain itu akan berdampak pula bagi remaja daerah ini yang tidak mau mengaku orang asli daerah yang di cap daerah prostitusi ini, alasannya mungkin karena malu. B. Kajian Mengenai Warung Patok Pelacuran adalah tindakan penjualan diri dengan menjual kepuasaan bathin (sexs). Pelacuran dalam KUHP tidak mengatur tentang wanita yang menjajakan dirinya, namun mengatur mengenai yang memperkerjakan mereka (Germo). Sehingga germo ini merupakan orang yang terlibat dalam tindakan perdagangan orang. Tindak Pidana perdagangan orang menurut UU No. 21 Tahun 2007 merupakan setiap atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsure-unsur tindak pidana yang di tentukan oleh UU ini. Ini menandakan bahwa wanita yang menjajakan dirinya tidak akan di hukum secara Hukum Pidana, tetapi yang menjual mereka yang kena dalam UU ini. Warung Patok / Dagang Patokan merupakan istilah yang sudah umum dikenal terutama Bagi masyarakat Buleleng Provinsi Bali. Penulis mengangkat ini karena memang warung patok ini seperti telah menjadi pelacuran terselubung. Warung Patok ini menurut sepengetahuan penulis, ada di tempat yang cenderung sepi, dimana penulis telah sedikitnya mengetahui tempat tersebut terutama saat penulis mendapat tugas menyebar surat ke SMP N 5 Kubutambahan, walaupun itu siang saya selaku penulis tahu bahwa warung-warung kecil tersebut adalah warung patok. Penulis juga pernah melakukan perjalanan menuju rumah kerabat di desa Bontihing pada malam hari, dan melihat juga pemandangan seperti itu dimana warung patok buka di malam hari yang dijaga Dagang Kopi Cantik (Dakocan). Dagang patokan itulah sebutan bagi wanita yang menjaga warung patok ini. Usia mereka beraneka ragam, ada yang masih muda, ada juga dari mereka yang sudah menjanda. Dalam warung patok ini kebanyakan yang menjadi aktornya adalah wanita yang latar belakangnya miskin. Selain itu penyebab lain juga karena kebiasaan hidup mewah, dan seperti yang telah di jelaskan diatas. Praktek prostitusi dikatakan sangat kental terasa di dalam warung patok ini. Bila kita pelajari, warung patok ini yang di jaga oleh wanita cantik nan seksi, bisa dikatakan adalah pelacuran terselubung. Di daerah buleleng, misalkan di bungkulan pelacuran ngompleks di didaerah tersebut, dengan pelayan wanita. Sedangkan bila kita lihat di Desa Depeha, Tunjung, Tajun, Bulian, Bontihing dan desa lainnya di kecamatan Kubutambahan Khususnya pelacuran lebih rapi yaitu melalui mendirikan warung kopi yang disertai dengan makanan dan minuman yang menjadi kedok. Mereka mayoritas berjualan di malam hari, disaat para lelaki mencari hiburan malam. Bila kita lebih jauh lagi mengkaji warung patok ini, dari perspektif UUD 1945 Pasal 27 ayat 2, jelaslah mereka berhak untuk bekerja, tetapi tentunya jauh lebih dalam menjadi pelacur tentunya bukan pekerjaan yang layak sebagaimana yang termaktub dalam pasal 27 ayat 2 UUD 1945 ini. Dibalik itu juga kita sebenarnya tidak bisa melarang mereka mendirikan warung patok ini, karena mereka juga mencari makan (motif ekonomi). Dalam masyarakat, kehidupan seorang pekerja seks komersial merupakan suatu hal yang kurang dapat diterima. Sampai sekarang PSK dipandang sebagai mahluk yang menyandang stereotype negatif, dan tidak dianggap pantas menjadi bagian dari masyarakat (Ardian Bakhtiar Rivai 2010 http://abr-center.blogspot.com). Pandangan Masyarakat yang sempat penulis tanyakan mereka berpendapat beraneka ragam ada yang menolak, ada yang mendukung dan ada juga yang berpendapat antara menolak dan mendukung warung patok ini. Terkait prilaku para wanita yang menjaga warung ini, terkadang tidak hanya beroperasi di malam hari, tetapi juga pada siang hari. Penulis menemukan fakta ini saat perjalanan Ke SMP N 5 Kubutambahan, saat itu diketemukan penjaga warung yang berpakain mini sedang duduk berdekatan dengan seorang laki-laki. Penulis yang mempunyai warung nasi juga bisa mengambil kesimpulan para wanita ini terkadang juga kencan dengan laki-laki lain dipagi atau siang hari, karena didasarkan pengamatan saat mampir ke warung, karena keseringan bila kencan mereka sering mampir untuk makan di warung nasi. Dampak Negatif dari warung patok di buleleng ini akan membuat berkembangnya penyakit HIV/AIDS. Selain itu dari sisi sosial, mereka tentu akan tercap sebagai masyarakat, karena warung patok bagi kebanyakan masyarakat dipandang sebagai bentuk pelacuran. Tentunya apapun itu bentuk perdagangan manusia tentunya tidak di perbolehkan, menurut UU RI No.39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia pasal 20 ayat 2 yang isinya perbudakan atau perhambaan, perdagangan budak, perdagangan wanita, dan segala perbuatan berupa apapun yang tujuannya serupa, dilarang. Jadi jelaslah apapun bentuk perdagangan wanita jelaslah dikatakan sebagai perbuatan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Harus diakui bahwa warung patok ini adalah usaha ilegal (black Economy). Bagi masyarakat buleleng, tentunya banyak yang mengecam keberadaan Warung Patok ini, tapi bagi yang lain justru ini dikatakan sebagai hiburan mereka. Tentunya ini yang berpendapat adalah laki-laki yang doyan jajan di warung patok ini. Selain itu memang kebiasaan masyarakat buleleng untuk minum, minuman keras lebih membuat warung patok ini tetap eksis dan bahkan jumlahnya bertambah. Warung Patok ini kini telah mempengaruhi remaja-remaja di buleleng ini. Terutama pada siswa usia sekolah, saya menemukan fakta ini saat duduk di bangku SMA dulu. Ada dari mereka berpacaran dengan dagang patokan ini. Ada juga yang berpacaran dengan para dakocan di warung patok ini walaupun sudah janda. Terakhir sekitar sebulan yang lalu ditemukan juga ada beberapa siswa yang kencan dengan wanita yang diketahui sebagai dagang patokan ini, penulis tidak menanyakan secara pasti dengan yang bersangkutan, tetapi penulis mendengar pengakuan temannya bahwa mereka pacaran dimana si wanita oleh temannya dikatakan dagang patokan. Kejadian yang merupakan fakta ini bukti yang menandakan bahwa para remaja atau siswa di sekolah telah terpengaruh oleh dunia warung patok ini yang oleh beberapa pihak dikatakan sebagai pelacuran terselubung. Dengan merembetnya dampak negative warung patok ini ke siswa-siswa di SMA akan menjadi tantangan besar bagi guru dan calon guru untuk menjauhkan mereka dari dunia hitam ini (black world).

Bab III. Penutup

A. Kesimpulan

Prostitusi merupakan prilaku yang terang-terangan menyerahkan diri pada perzinahan.  Factor penyebab pelacuran yaitu Faktor Ekonomi, factor perkawinan, Hoby, karena Malas Bekerja, dan karena factor Lingkungan  Pelacuran berdampak pada bidang ekonomi, kesehatan dan moral  Warung Patok adalah sebuah dinamika pelacuran terselubung dalam masyarakat 3.2 Saran Melalui makalah ini dapat disarankan, agar segala pihak mempunyai kesadaran bahwa pelacuran ini banyak dampak negatifnya ketimbang postifnya, serta bagi yang mempunyai tugas untuk mensejahterakan masyarakat harus melaksanakan tugas dengan baik sehingga masyarakat sejahtera dan tentunya terhindar dari dunia hitam(black world) ini.

PUSTAKA

Landrawan I Wayan, Drs. M.Si, 2005, Pengantar Kriminologi, singaraja, IKIP Singaraja Santoso Topo, SH. MH dan Zulfa Eva Achjani SH, 2001. Kriminologi, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada Ardian Baktiar Rivai, 2010, Warung Patok dalam Perspektif Sosial Politik, dalam Http://abr-center.blogspot.com UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pembrantasan tindak perdagangan orang dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Ham, Bandung, Citra Umbara.

Comments

Leave a Reply

Index