Daftar isi
Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Menurut Heward (2003) anak kebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
Mangunsong (2009), menyebutkan penyimpangan yang menyebabkan ABK berbeda terletak pada perbedaan pada ciri mental, kemampuan sensori, fisik dan neuromoskuler, perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi, maupun kombinasi dua atau tiga dari hal-hal tersebut.
Frieda Mangunsong dalam buku “Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus”, 2009:4 Anak Berkebutuhan Khusus atau Anak Luar Biasa adalah anak yang menyimpang dari rata-rata anak normal dalam hal; ciri-ciri mental, kemampuan-kemampuan sensorik, fisik dan neuromaskular, perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi, maupun kombinasi dua atau lebih dari hal-hal diatas; sejauh ia memerlukan modifikasi dari tugas-tugas sekolah, metode belajar atau pelayanan terkait lainnya, yang ditujukan untuk pengembangan potensi atau kapasitasnya secara maksimal.
Menurut Mulyono (2006 : 26) anak berkebutuhan khusus adalah anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan dan juga anak berbakat.
Menurut pasal 15 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahwa jenis pendidikan bagi Anak berkebutuan khusus adalah Pendidikan Khusus. Pasal 32 (1) UU No. 20 tahun 2003 memberikan batasan bahwa Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Teknis layanan pendidikan jenis Pendidikan Khusus untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa dapat diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Jadi Pendidikan Khusus hanya ada pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Untuk jenjang pendidikan tinggi secara khusus belum tersedia.
Dari beberapa pengertian di atas, maka yang dimaksud dengan anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami kelainan dengan karakteristik khusus yang membedakannya dengan anak normal pada umumnya serta memerlukan pendidikan khusus sesuai dengan jenis kelainannya.
Ada beberapa istilah lain yang digunakan untuk menyebut anak berkebutuhan khusus, antara lain anak cacat, anak tuna, anak berkelainan, anak menyimpang, dan anak luar biasa. Selain itu, WHO juga merumuskan beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut anak berkebutuhan khusus, yaitu :
- Impairment: merupakan suatu keadaan dan kondisi dimana individu mengalami kehilangan atau abnormalitas psikologi, fisiologi atau fungsi struktur anatomi secara umum pada tingkat organ tubuh. Contoh seorang yang mengalami amputasi satu kaki, maka ia mengalami kecacatan kaki.
- Disability: merupakan suatu keadaan dimana individu menjadi ”kurang mampu” melakukan kegiatan sehari-hari karena adanya keadaan impairment, seperti kecacatan pada organ tubuh. Contohnya, pada orang yang cacat kaki, dia akan merasakan berkurangnya fungsi kaki untuk mobilitas.
- Handicapped: suatu keadaan dimana individu mengalami ketidakmampuan dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini dimungkinkan karena adanya kelainan dan berkurangnya fungsi organ individu. Contoh orang yang mengalami amputasi kaki, dia akan mengalami masalah mobilitas sehingga dia memerlukan kursi roda (purwanti, 2012).
A. Konsep Anak Kebutuhan Khusus
Istilah anak berkebutuhan khusus memiliki cakupan yang sangat luas. Dalam paradigma pendidikan kebutuhan khusus keberagaman anak sangat dihargai. Setiap anak memiliki latar belakang kehidupan budaya dan perkembangan yang berbeda-beda, dan oleh karena itu setiap anak dimungkinkan akan memiliki kebutuhan khusus serta hambatan belajar yang berbeda beda pula, sehingga setiap anak sesungguhnya memerlukan layanan pendidikan yang disesuaikan sejalan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak Anak berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai seorang anak yang memerlukan pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak secara individual.
Cakupan konsep anak berkebutuhan khusus dapat dikategorikan menjadi dua kelompok besar yaitu anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementra (temporer) dan anak berkebutuhan khusus yang bersifat menetap (permanent).
a. Anak Berkebutuhan Khusus Bersifat Sementra (Temporer)
Anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) adalah anak yang
mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan oleh faktor-faktor eksternal. Misalnya anak yang yang mengalami gangguan emosi karena trauma akibat diperekosa sehingga anak ini tidak dapat belajar. Pengalaman traumatis seperti itu bersifat sementra tetapi apabila anak ini tidak memperoleh intervensi yang tepat boleh jadi akan menjadi permanent. Anak seperti ini memerlukan layanan pendidikan kebutuhan khusus, yaitu pendidikan yang disesuikan dengan hambatan yang dialaminya tetapi anak ini tidak perlu dilayani di sekolah khusus. Di sekolah biasa banyak sekali anak-anak yang mempunyai kebutuhan khusus yang berssifat temporer, dan oleh karena itu mereka memerlukan pendidikan yang disesuiakan yang disebut pendidikan kebutuhan
khusus.
Contoh lain, anak baru masuk kelas I Sekolah Dasar yang mengalami kehidupan
dua bahasa. Di rumah anak berkomunikasi dalam bahasa ibunya (contoh bahasa: Sunda, Jawa, Bali atau Madura dsb), akan tetapi ketika belajar di sekolah terutama ketika belajar membaca permulaan, mengunakan bahasa Indonesia. Kondisi seperti ini dapat menyebabkan munculnya kesulitan dalam belajar membaca permulaan dalam bahasa Indonesia. Anak seperti ini pun dapat dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus sementra (temporer), dan oleh karena itu ia memerlukan layanan pendidikan yang disesuikan (pendidikan kebutuhan khusus). Apabila hambatan belajar membaca seeperti itu tidak mendapatkan intervensi yang tepat boleh jadi anak ini akan menjadi anak berkebutuhan khusus permanent.
b. Anak Berkebutuhan Khusus yang Bersifat Menetap (Permanen)
Anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen adalah anak-anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang bersifat internal dan akibat langsung dari kondisi kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan fungsi penglihatan, pendengaran, gannguan perkembangan kecerdasan dan kognisi, gannguan gerak (motorik), gannguan iteraksi-komunikasi, gannguan emosi, social dan tingkah laku. Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanent sama artinya dengan anak penyandang kecacatan.
Istilah anak berkebutuhan khusus bukan merupakan terjemahan atau kata lain dari anak penyandang cacat, tetapi anak berkebutuhan khusus mencakup spektrum yang luas yaitu meliputi anak berkebutuhan khusus temporer dan anak berkebutuhan khusus permanent (penyandang cacat). Oleh karena itu apabila menyebut anak berkebutuhan khusus selalu harus diikuti ungkapan termasuk anak penyandang cacat. Jadi anak penyandang cacat merupakan bagian atau anggota dari anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu konsekuensi logisnya adalah lingkup garapan pendidikan kebutuhan khusus menjadi sangat luas, berbeda dengan lingkup garapan pendidikan khusus yang hanya menyangkut anak penyandang cacat.
B. Klasifikasi Anak Kebutuhan Khusus
Klasifikasai gangguan anak berkebutuhan khusus menurut Davidson,Neale dan Kring(2006) terdiri dari gangguan pemsatan perhatian atau hiperaktifitas,gangguan tingkah laku,disabilitas belajar,retardasi mental,dan gangguan autistic. Sedangkan Syamsul (2010) mengklasifikasikan anak berkebtuhan khusus apabila termasuk kedalam salah satu atau lebi dari kategori berikut ini :
a. Kelainan sensori,seperti cacat penglihatan atau pendengaran.
b. Deviasi mental,termasuk Gifted dan retardasi mental
c. Kelainan komunikasi,termasuk problem bahasa dan ucapan
d. Ketidakmampuan belajar,termasuk masalah belajar yang serius karena kelainan fisik.
e. Perilaku menyimpang, termasuk gangguan emosional
f. Cacat fisik dan kesehatan, termasuk kerusakan neurologis,ortopedis,dan penyakit lainnya seperti leokimia dan gangguan perkembangan
Adapun anak berkebutuhan khusus yang paling banyak mendapat perhatian guru menurut kauff dan hallahan (dalam bandi 2006) antara lain tunagrahita, kesulitan belajar (learning disability), hiperaktif (ADHD dan ADD), tunalaras, tunawicara, tunanetra, autis, tunadaksa, tunaganda, dan anak berbakat.
4. Faktor-faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus
Terdapat tiga faktor yang dapat diidentifikasi tentang sebab musabab timbulnya kebutuhan khusus pada seorang anak yaitu: 1) Faktor internal pada diri anak, 2) Faktor ekternal dari lingkungan dan, 3) Kombinasi dari factor internal dan eksternal.
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah kondisi yang dimiliki oleh anak yang bersangkutan. Sebagai contoh seorang anak memiliki kebutuhan khusus dalam belajar karena ia tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, atau tidak mengalami kesulitan untuk begerak. Keadaan seperti itu berada pada diri anak yang bersangkutan secara internal. Dengan kata lain hambatan yang dialami berada di dalam diri anak yang bersangkutan.
b. Faktor Ekternal
Faktor eksternal adalah Sesuatu yang berada di luar diri anak mengakibatkan anak
menjadi memiliki hambatan perkembangan dan hambatan belajar, sehingga mereka memiliki kebutuhan layanan khusus dalam pendidikan. Sebagai contoh seorang anak yang mengalami kekerasan di rumah tangga dalam jangka panjang mengakibatkan anak teresbut kehilangan konsentrasi, menarik diri dan ketakutan. Akibantnya anak tidak tidak dapat belajar.
c. Faktor ditinjau dari waktu terjadinya gangguan
Menurut Irwanto, Kasim, dan Rahmi (2010), secara garis besar faktor penyebab anak berkebutuhan khusus jika dilihat dari masa terjadinya dapat dikelompokkan dalam 3 macam, yaitu:
1) Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus yang terjadi pada pra kelahiran (sebelum kelahiran), yaitu masa anak masih berada dalam kandungan telah diketahui mengalami kelainan dan ketunaan. Kelainan yang terjadi pada masa prenatal, berdasarkan periodisasinya dapat terjadi pada periode embrio, periode janin muda, dan periode aktini (sebuah protein yang penting dalam mempertahankanbentuk sel dan bertindak bersama-sama dengan mioin untuk menghasilkan gerakan sel) (Arkandha, 2006). Antara lain: Gangguan Genetika (kelainan Kromosom, Transformasi); infeksi kehamilan; usia ibu hamil (high risk group); keracunan saat hamil; pengguguran; dan lahir prematur.
2) Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus yang terjadi selama proses kelahiran. Yang dimaksud disini adalah anak mengalami kelainan pada saat proses melahirkan. Ada beberapa sebab kelainan saat anak dilahirkan, antara lain anak lahir sebelum waktunya, lahir dengan bantuan alat, posisi bayi tidak normal, analgesik (penghilang nyeri) dan anesthesia (keadaan narkosis), kelainan ganda atau karena kesehatan bayi yang kurang baik. Proses kelahiran lama (anoxia), prematur, kekurangan oksigen; kelahiran dengan alat bantu (vacum); kehamilan terlalu lama; > 40 minggu.
3) Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus yang terjadi setelah proses kelahiran yaitu masa dimana kelainan itu terjadi setelah bayi dilahirkan, atau saat anak dalam masa perkembangan. Ada beberapa sebab kelainan setelah anak dilahirkan antara lain infeksi bakteri (TBC/ virus); kekurangan zat makanan (gizi, nutrisi); kecelakaan ; dan keracunan.
5. Pendidikan Anak Kebutuhan Khusus Di Indonesia
a. Sekolah Luar Biasa Solusi Pertama
Sekolah Luar Biasa adalah sekolah yang hanya menerima siswa berkebutuhan khusus dalam beragam kondisi. Ada juga sekolah Pedagog yang pada prinsipnya sama dengan SLB, menerima murid-murid hanya yang berkategori berkebutuhan khusus. Pendidikan luar biasa tersebut tidak total berbeda dengan pendidikan bagi anak-anak normal pada umumnya. Seorang tunanetra atau tunarungu tidak bisa serta merta didaftarkan masuk kesekolah biasa jika sebelumnya ia belum mendapat pelajaran baca tulis Braille atau teknik membaca bibir.
Sekolah Luar Biasa adalah jawaban atas kebutuhan utama pendidikan lanjutannya. Pelayanan yang disediakan di SLB umumnya terdiri dari pelayanan medis, psikologis dan sosial. Karena itu di SLB senantiasa melibatkan tenaga dokter, psikolog dan pekerja sosial dan ahli pendidikan luar biasa sebagai sebuah tim kerja. SLB dibagi menjadi tujuh berdasarkan kondisi ketunaan, yakni :
a) SLB A untuk tunanetra
b) SLB B untuk tunarungu
c) SLB C untuk tunagrahita yang mampu didik dan C1 untuk tunagrahita yang hanya mampu latih.
d) SLB D untuk tunadaksa dengan intelegensia normal. D1 untuk tunadaksa yang juga mengalami retardasi mental.
e) SLB E untuk tunalaras.
f) SLB F untuk autis.
g) SLB G untuk tunagranda.
Selain dimasukan ke Sekolah Luar Biasa, terdapat berbagai macam pilihan bagi anak berkebutuhan khusus mampu dididik untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan,yaitu:
a. Mainstreaming atau pendidikan terpadu.
Anak-anak berkebutuhan khusus bersekolah ke SD tertentu bersama anak-anak pada umumnya.
b. Kelas khusus penuh atau paruh waktu.
Di sini anak-anak berkebutuhan khusus bersekolah ke SD umum. Pada model paruh waktu maka mereka bergabung dengan anak –anak lain. Sedangkan model penuh berarti anak-anak berkebutuhan khusus disediakan kelas tersendiri di sebuah SD umum.
c. Guru kunjung.
Anak-anak berkebutuhan khusus yang domisilinya satu area dikumpulkan dalam satu kelompok belajar secara teratur guru Pendidikan Luar Biasa datang mengadakan kegiatan belajar mengajar di tempat.
d. Kejar paket A dan B.
Sama dengan sistem Guru Kunjung terapi materi belajar yang diberikan terpusat pada paket A dan B. Pemerintah menerapkan model ini dengan misi memberantas tuna aksara.
e. Asrama atau Panti.
Berbagai jenis anak berkebutuhan khusus diasramakan secara insidental dengan penanggung biaya adalah Pemda setempat
f. Workshop.
Mirip dengan mode asrama, hanya saja belajar mengajar diarahkan ke latihan prevocational, terutama dibidang pekerjaan. Diperlukan kerja sama juga antara Diknas, Depsos, dan Depnaker.
b. Pendidikan Inklusif
Menurut Johnen dan Skjorten (2003), pendidikan inklusif adalah system layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas regular bersama-sama teman seusianya.Oleh karena itu, ditekankan adanya restrukturisasi sekolah sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak. Artinya dalam pendidikan inklusif tersedia sumber belajar yang beragam dan mendapat dukungan dari semua pihak, meliputi para siswa, guru, orang tua dan masyarakat sekitarnya.
Dengan kata lain, pendidikan inklusif merupakan pendidikan terpadu yang diharapkan dapat mengakomodasi pendidikan bagi semua, terutama anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus yang selama ini masih banyak yang belum terpenuhi haknya untuk memperoleh pendidikan seperti anak-anak normal. Menggabungkan murid berlatarkan kemampuan fisik dan mental yang jelas berbeda, sekolah inklusif tentunya tidak bisa menentukan naik kelas atau tidaknya seorang murid berdasarkan penilaian terhadap penguasaan atas kurikulum umum.Konsekuensinya sebuah sekolah inklusif harus memodifikasi aspek-aspek penilaian terhadap seorang murid menjadi lebih terbuka dan benar-benar disesuaikan dengan kondisi anak, guru mata pelajaran dan guru pendidikan khusus. Guru yang bukan lulusan PLB pun harus memiliki pengetahuan dasar tentang pendidikan luar biasa.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus (dulu di sebut sebagai anak luar biasa) di definisikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna. Penyebutan sebagai anak berkebutuhan khusus, dikarenakan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, anak ini membutuhkan bantuan layanan pendidikan, layanan sosial, layanan bimbingan dan konseling, dan berbagai jenis layanan lainnya yang bersifat khusus.
Dalam penanganan anak berkebutuhan khusus, terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan, diantaranya yaitu penguatan kondisi mental orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus, dukungan sosial yang kuat dari tetangga dan lingkungan sekitar anak berkebutuhan khusus tersebut, dan yang terakhir adalah peran aktif pemerintah dalam menjadikan pelayanan kesehatan dan konsultasi bagi anak berkebutuhan khusus.
2. Saran
Setelah mengetahui dan memahami segala sesuatu hal yang berhubungan dengan anak berkebutuhan khusus, sangat diharapkan bagi masyarakat indonesia terutama bagi para pendidik dalam menyikapi dan mendidik anak yang menyandang berkebutuhan khusus dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Karena pada dasarnya anak seperti itu bukan malah dijauhi akan tetapi didekati dan diperlakukan sama dengan manusia normal lainnya akan tetapi caranya yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Alimin, Zaenal (2004) Reorientasi Pemahaman Konsep Pendidikan Khusus Pendidikan Kebutuhan Khusus dan Implikasinya terhadap Layanan Pendidikan. Jurnal Asesmen dan Intervensi Anak Berkebutuhan Khusus. Vol.3 No 1 (52-63)
Foreman, Phil (2002), Integration and Inclusion In Action. Mc Person Printing Group Australia.
Johsen, Berit and Skjorten D. Miriam, (2001) Education, Special Needs Education an ntoduction. Unifub Porlag: Oslo
Lewis, Vicky (2003), Development and Disability. Blckwell Publishing Company: Padstow, Cornwall.
Stubbs, Sue (2002) Inclusive Education: Where there are few resources. The Atlas Alliance: Gronland , Oslo.