Daftar isi
Masail Fiqhiyah Wanita Wanita Karir
Bab I. Pendahuluan
A. Latar belakang
Pada zaman kemajuan sekarang ini, para wanita ikut serta mengambil bagian hampir pada semua lapangan kegiatan atau pekerjaan. Di Indonesia (terutama) ada wanita yang menjadi menteri, pimpinan perusahaan, polisi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, pegawai negeri dan menjadi buruh serta pembantu rumah tangga.
Para wanita telah ikut secara aktif, membangun rumah tangga masyarakat dan negara. Malahan ada yang kita lihat agak berlebihan, karena wanita lebih banyak memegang peranan dalam membayai rumah tangga. Pada sebagian daerah ada wanita yang mencari nafkah, meninggalkan kampung halaman, sedangkan suaminya tinggal mengurus anak-anak, dan sawah ladang andaikan punya. Dengan demikian, pemakalah akan membahas materi terkait wanita karir dan kepemimpinannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka pemakalah akan membahas rumusan masalah sebagai berikut:
- Bagaimana pengertian wanita karir?
- Bagaimana pandangan islam tentang wanita karir dan kepemimpinan wanita dalam rumah tangga dan masyarakat?
Bab II. Pembahasan
A. Pengertian Wanita Karir
Al-Qur’an, dalam memberikan pengistilahan kepada perempuan menggunakan tiga kata yang berbeda bila dilihat dari aspek tekstual, tetap dilihat dari aspek konstektual relatif sama. Kata “ ا لمراة” dan “ ء ا لنسا” berarti perempuan yang telah dewasa atau istri, sedang “ لا نشي ” berarti perempuan secara umum (al-Asfahani).[1]
Islam mengajarkan bahwa laki-laki adalah sebagai pelindung kaum wanita, baik kepada ibu, istri, mertua, saudara dan anak. Kaum wanita, dalam pandangan agama Islam, harus merasa aman berada dibawah perlindungan suami, saudara laki-laki atau bapaknya, meskipun wanita yang bersangkutan sudah berpendidikan tinggi. Dalam ikatan keluarga seorang istri harus selalu berada dalam pengawasan suaminya, meskipun wanita itu dari kalangan bangsawan, anak penjabat dan sebagainya, karena suami adalah sebagai kepala rumah tangga.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata wanita adalah perempuan dewasa. Perempuan yang masih kecil untuk anak-anak tidak termasuk dalam wanita. Kata karier mempunyai dua pengertian: pertama, karier berarti pengembangan dan kemajuan dalam kehidupan, pekerjaan dan sebaginya; kedua, kairer berarti juga pekerjaan juga memberikan harapan untuk maju. Ketika kata wanita dan karier disatukan, maka kata itu berarti wanita yang berkecimpung dalam kegiatan profesi (usaha, perkantoran, dan sebaginya) dan dilandasi keahlian pendidikan tertentu. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa wanita karier adalah wanita yang menekuni sesuatu atau beberapa pekerjaan yang dilandasi oleh keahlian tertentu yang dimilikinya untuk mencapai suatu kemajuan dalam hidup, pekerjaan dan jabatan.[5]B. Pandangan Islam Tentang Wanita Karir dan Kepemimpinan Wanita dalam Rumah Tangga dan Masyarakat1.
Wanita karier dalam pandangan IslamSebelum sampai ke pembahasan wanita karier, maka kita lihat dulu bagaimana Al-Qur’an dan Hadist memandang kaum wanita.
a. Al-Qur’an surat al-Taubah ayat
Artinya: dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya.Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa pria dan wanita saling tolong menolong, terutama dalam satu rumah tangga dan mempunyai tugas dan kewajiban yang sama untuk menjalankan amar ma’ruf nahi munkar. Namun dari perintah Allah tersebut ada yang ditunjukkan kepada masing-masing individu seperti melakukan shalat.
b. Al-Qur’an surat an-Nisa ayat 124:
Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.Dalam hubungan vertikal, masing-masing pria dan wanita mempunyai kewajiban tersendiri. Ayat diatas memberi petunjuk bahwa karya wanita dalam bentuk apapun dilakukannya adalah miliknya dan bertanggung jawab pula atas kerjanya itu, termasuk dalam masalah ibadah tidak bergantung pada pihak pria, tetap bergantung pada amalanya baik atau buruk.
c. Al-Qur’an surat an-Nisa ayat 32
( Artinya: dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan,Ayat ini memberikan gambaran bahwa tidak ada diskriminasi bagi wanita, tidak alasan untuk merendahkan derajat kaum wanita. Semuanya bergantung pada amal masing-masing, wanita mempunyai hak darin hasil usahanya sebagaimana pria. Disamping juga mempunyai kewajiban.d. Al-Qur’an surat an-Nisa ayat 7:ÉA%y`Ìh=Ïj9 Ò=ŠÅÁtR $£JÏiB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# tbqç/tø%F{$#ur Ïä!$|¡ÏiY=Ï9ur Ò=ŠÅÁtR $£JÏiB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# šcqç/tø%F{$#ur $£JÏB ¨@s% çm÷ZÏB ÷rr& uŽèYx. 4 $Y7ŠÅÁtR $ZÊrãøÿ¨B ÇÐÈ Artimya: bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.Sebelum islam datang kedudukan wanita sangat rendah sehingga tidak berhak mendapatkan warisan, malahan dianggap sebagia harta benda, boleh dimiliki dann diberlakukan sesuka hati, harta hanya monopoli laki-laki.Ssetelah islam datang wanita mendapatkan bagian hak warisan dan diberlakukan sebagai manusia biasa. Laki-laki sama dengan wanita, akan tetapi dalam hal-hal tertentu antara pria dan wanita itu tidak harus sama benar dengan kaum laki-laki.e. Al-Qur’an surat an-Nisa ayat 34:ãA%y`Ìh9$# šcqãBº§qs% ’n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ Ÿ@žÒsù ª!$# óOßgŸÒ÷èt/ 4’n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& 4Artinya: kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta merekaAyat diatas menerangkkan bahwa laki-laki adalah pemimpin atau pelindung bagi kaum wanita. Pemimpin dalam ayat tersebut adalah pemimpin dalam konteks rumah tangga atau pemimpin dalam arti luas (publik) seperti presiden, gubernur, bupati dan sebagainya. Pengertian pemimpin dalam ayat diatas meliputi kepemimpinan dalam wilayah publik, maka kepemimpinan ranah publik adalah dominasi kaum laki-laki. Perempuan tidak boleh menjadi pemimpin negara dan sebagainya. Akan tetapi bila “kepemimpinan” ini terbatas dlaam konteks rumah tangga, maka perempuan berhak menjadi pemimpin masyarakat seperti negara dan sebagainya.2. Kepemimpinan Wanita dalam Rumah Tangga dan MasyarakatSebenarnya usaha kaum wanita cukup luas meliputi berbagai bidang, terutama yang berhubungan dengan dirinya sendiri, yang diselarasakan dengan islam, dalam segi akidah, akhlak dan masalah yang tidak menyimpang dari apa yang sudah digariskan atau ditetapkan oleh islam.Oleh karena itu, Dienul islam menghendaki agar wanita melakukan pekerjaan atau karir yang tidak bertentangan dengan qodrat kewanitaannya dan tidak mengungkung haknya dalam bekerja, kecuali pada aspek-aspek yang dapat menjaga kehormatan dirinya, kemuliannya dan ketenangannya serta menjaganya dari pelecehan dan pencampakan. Dienul islam telah menjamin kehidupan yang bahagia dan damai bagi wanita dan tidak membuatnya perlu untuk bekerja di luar rumah dalam kondisi normal. Islam membebankan atas tindak laki-laki untuk bekerja dengan diat dan berusaha bersusah payah demi menghidupi keluarganya. Maka, selagi si wanita tidak atau belum bersuami dan tidak dalam amsa menunggu (‘iddah) karena diceraikan oleh suami atau ditinggal mati, maka nafkahnya dibebankan ke atas pundak orang tuanya atau anak-anaknya yang lain, berdasarkan perincian yang disebutkan oleh ulama fikih.Salah satu fungsi wanita yang terpenting adalah sebagai ibu, penekanannya sebagai ibu rumah tangga lebih dititik beratkan kepada usaha membina dan menciptakan keluarga bahagia. Yang paling penting adalah merawat dan mendidik anak yang dimulai sejak dalam kandungan smapai anak itu dewasa. Segala sikap dan tingkah laku serta emosi ibu yang sedang hamil sangat berpengaruh dalam pertumbuhan janin yang sedang dikandungnya. Demikian juga setelah anak itu lahir suasana keluarga yang tenang dan bahagia akan berpengaruh baik terhadap pertumbuahn anak.Jadi, peranan yang sangat penting bagi wanita sebagai ibu rumah tangga adalah terletak didalam pendidikan dan pembinaan anak, sehingga anak-anaknya menjadi kader-kader unggulan di masa depan. Pendidikan tersebut tidak bisa dilimpahkan atau diwakilkan pada siapaun walaupun kepada seirang guru profesional sekalipun.[6]Dalam hal kepemimpinan dan politik, wanita tidak dibenarkan menjadi pemimpin laki-laki para pendukung emansipasi wanita menuduh ketentuan ini sebagai diskriminasi berdasarkan gender, dan oleh demokrasi barat dianggap melanggar hak asasi manusia. Sekalipun mendapat kritikan serta pelecehan dari kaum anti agama, ketetapan ilahiat seperti ini tidak boleh diamandemen untuk kepentingan apapun, kecuali dengan alasan yang dibenarkan oleh syariat. Hal ini didasarkan pada firman Allah yang artinya ”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena itu Allah sudah melebihkan sebgaian dari mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena meraka telah menafkahkan sebgian harta mereka”.Kaum laki-laki adalah pemimpin, pemelihara dan pendidik bagi kaum wanita. Bukan sebaliknya `laki-laki dikuasai, dipimpin dan disantuni oleh wanita yang mempunyai kekurangan akal dan ibadah. Sudah selayaknya yang memiliki kelebihan dan kesempurnaan menyantuni dan menyayangi yang lemah dan kekurangan. Demikian pula yang kaya harus menolong si miskin dan orang yang mampu membatu orang yang tidak mampu dengan kelebihan ini tepatlah jika laki-laki sebagai pemimpin.Akan tetapi, jika ada sesuatu yang snagat mendesak untuk berkarirnya wanita diluar rumah maka hal ini diperbolehkan. Namun harus dipahami, sebuah kebutuhan yang mendesak itu harus ditentukan dengan kadarnya yang sesuai sebaagaimana sebuah kaidah fikhiyah yang masyhur. Selain itu jika tenaga wanita tersebut dibutuhkan oleh masyarakat dan pekerjaan tersebut tidak bisa dilakuka oleh seorang laki-laki, maka wanita diperbolehkan untuk berkarir.[7]BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanBerdasarkan uraian diatas maka pemakalah menarik kesimpulan bahwa:Wanita karier adalah wanita yang menekuni sesuatu atau beberapa pekerjaan yang dilandasi oleh keahlian tertentu yang dimilikinya untuk mencapai suatu kemajuan dalam hidup, pekerjaan dan jabatan. Dan pandangan islam mengenai kepemimpinan wanita dalam rumah tangga adalah bahwa seorang wanita sangat berperan dalam pendidikan anak sedangakan kepemimpinan dalam masyarakat tidak diperbolehkan apabila menjadi sosok yang seolah-olah memerintah seorang laki-laki, yang mana hal tersebut bisa berubah jika memang kepemimpinan seorang wanita itu diperlukan bahkan hanya bisa dilakuakan oleh seorang wanita.
DAFTAR PUSTAKAAbdullah dan Djawas, Dilema Wanita Karier (Menuju Keluarga Sakinah) (Yogyakarta: Ababil, 1996).Husain, Khairiyah . Ibu Ideal, Peranannya Dalam Mendidik dan Membangun Potensi Anak (Surabaya: Risalah Gusti, 2005)Laonso,Hamid dan Muhammad Jamil. Hukum Islam Alternatif Solusi Terhadap Masalah Fikih Kontemporer. (Restu Ilahi, 2005).Sudrajat, Ajat. Fiqih Aktual Membahas Problematika Hukum Islam Kontemporer (Yogyakarta: STAIN Ponorogo Press, 2008)T Yanggo, Chuzaimah dan Hafiz Anshary AZ. Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 2002).Tahido Yanggo, Huzaimah. Fikih Perempuan Kontemporer (Indonesia: Ghalia Indonesia, 2010)[1] Hamid Laonso dan Muhammad Jamil, Hukum Islam Alternatif Solusi Terhadap Masalah Fikih Kontemporer, (Restu Ilahi, 2005), 77.[2] Abdullah dan Djawas, Dilema Wanita Karier (Menuju Keluarga Sakinah) (Yogyakarta: Ababil, 1996), 37-38.[3] Ajat Sudrajat, Fiqih Aktual Membahas Problematika Hukum Islam Kontemporer (Yogyakarta: STAIN Ponorogo Press, 2008), 103.[4] Chuzaimah T Yanggo dan Hafiz Anshary AZ, Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 2002), 21.[5] Khairiyah Husain, Ibu Ideal, Peranannya Dalam Mendidik dan Membangun Potensi Anak (Surabaya: Risalah Gusti, 2005), 2.[6] Ajat, Fikih Aktual, 111-112,[7] Huzaimah Tahido Yanggo. Fikih Perempuan Kontemporer (Indonesia: Ghalia Indonesia, 2010),
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.