Daftar isi
Praktikum Kimia Koloid
A. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
- Mempelajari sifat koloid.
- Mengamati perubahan NaCl dan air susu dengan penyinaran senter.
- Mengamati perubahan NaCl dan susu dengan perlakuan sentrifuge.
- Mengamati perubahan NaCl dan susu dengan penambahan HCl pekat.
- Mengamati perubahan NaCl dan susu dengan penambahan tawas.
B. Teori Dasar
1. Pengertian koloid.
Koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan campuran kasar. Meskipun secara makrokopis koloid tampak homogen, tetapi koloid digolongkan ke dalam campuran heterogen. Campuran koloid pada umumnya bersifat stabl dan tidak dapat disaring. Ukuran partikel koloid terletak antara 1 nm – 100 nm. Sistem koloid terdiri atas terdispersi dengan ukuran tertentu dalam medium pendispersi. Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi, sedangkan medium yang digunakan untuk mendispersikan disebut medium dispersi. Fase terdispersi bersifat diskontinu (terputus-putus), sedangkan medium dispersi bersifat kontinu. (Keenan, 1984)
Dalam campuran homogen dan stabil yang disebut larutan, molekul, atom, ataupun ion disebarkan dalam suatu zat kedua. Dengan cara yang agak mirip, materi koloid dapat dihamburkan atau disebarkan dalam suatu medium sinambung, sehingga dihasilkan suatu disperse ( sebaran ) koloid atau sistem koloid. Selai, mayones, tinta cina, susu dan kabut merupakan contoh yang dikenal. Dalam sistem-sistem semacam itu, partikel koloid dirujuk sebagai zat terdispersi( tersebar ) dan materi kontinu dalam mana partikel itu tersebar disebut zat pendispersi atau medium pendispersi. (Arsyad, 2001)
Sistem koloid terdiri atas fase terdispersi dengan ukuran tertentu dalam medium pendispersi. Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi, sedangkan medium yang digunakan untuk mendispersikan disebut medium pendispersi. Sol adalah system koloid yang fase tedispersinya berupa zat padat dan medium pendispersinya berupa zat cair atau zat padat. Bila medium pendispersinya berupa zat padat disebut sol padat. Sedangkan emulsi adalah system koloid yang fase terdispersinya berupa zat cair dan medium pendispersinya berupa zat cair atau zat padat. Bila medium pendispersinya berupa zat padat dikenal dengan emulsi padat. Beberapa emulsi (fase terdispersi cair dan medium pendispersi cair) membentuk campuran yang kurang stabil. Misalnya minyak dengan air, setelah dikocok akan diperoleh campuran yang segera memisah jika didiamkan. Emulsi yang semacam itu memerlukan suatu zat pengemulsi (emulgator) untuk membentuk suatu campuran yang stabil.
2. Sifat – Sifat Koloid
1. Efek Tyndall
Partikel debu, banyak diantaranya terlalu kecil untuk dilihat, akan nampak sebagai titik-titik terang dalam suatu berkas cahaya. Bila partikel itu memang berukuran koloid, partikel itu sendiri tidak nampak; yang terlihat ialah cahaya yang dihamburkan oleh mereka. Hamburan cahaya itu disebut efek tyndall. Ini disebabkan oleh fakta bahwa partikel kecil menghamburkan cahaya dalam segala arah.
Efek tyndall dapat digunakan untuk membedakan dispersi koloid dan suatu larutan biasa, karena atom, molekul, ataupun muaatan yang berbeda dalam suatu larutan tidak menghamburkan cahaya secara jelas dalam contoh-contoh yang tebalnya tak seberapa. Penghamburan cahaya tyndall dapat menjelaskan betapa buramnya dispersi koloid. Misalnya, meskipun baik minyak zaitun maupun air itu tembus cahaya, dispersi koloid dari kedua zat ini nampak seperti susu.
2. Gerak Brown
Jika suatu mikroskop optis difokuska pada suatu dispersi koloid pada arah yang tegak lurus pada berkas cahaya dan dengan latar belakang gelap, akan nampak partikel-partikel koloid, bukan sebagai partikel dengan batas yang jelas, melainkan sebagai bintik yang berkilauan. Dengan mengikuti bintik-bintik cahaya yang dipantulkan ini, orang dapat melihat bahwa partikel koloid yang terdispersi ini bergerak terus-menerus secara acak menurut jalan yang berliku-liku. Gerakan acak partikel koloid dalam suatu medium pendispersi ini disebut gerakan brown, menurut nama seorang ahli botani Inggris, Robert Brown, yang mempelajarinya dalam tahun 1827.
3. Adsorpsi
Adsorpsi adalah peristiwa di mana suatu zat menempel pada permukaan zat lain, seperti ion H+ dan OH- dari medium pendispersi. Untuk berlangsungnya adsorpsi, minimum harus ada dua macam zat, yaitu zat yang tertarik disebut adsorbat, dan zat yang menarik disebut adsorban. Apabila terjadi penyerapan ion ada permukaan partikel koloid maka partikel koloid dapat bermuatan listrik yang muatannya ditentukan oleh muatan ion-ion yang mengelilinginya.
Partikel koloid mempunyai kemampuan menyerap ion atau muatan listrik pada permukaannya.Oleh karena itu partikel koloid bermuatan listrik.Penyerapan pada permukaan ini disebut dengan adsorpsi. Contohnya sol Fe(OH)3 dalam air mengadsorpsi ion positif sehingga bermuatan positif dan sol As2S3 mengadsorpsi ion negatif sehingga bermuatan negatif. Pemanfaatan sifat adsorpsi koloid dalam kehidupan antara lain dalam proses pemutihan gula tebu, dalam pembuatan norit (tablet yang terbuat dari karbon aktif) dan dalam proses penjernihan air dengan penambahan tawas.
4. Koagulasi
Koagulasi adalah peristiwa pengendapan atau penggumpalan koloid.Koloid distabilkan oleh muatannya. Jika muatan koloid dilucuti atau dihilangkan, maka kestabilannya akan berkurang sehingga dapat menyebabkan koagulasi atau penggumpalan. Pelucutan muatan koloid dapat terjadi pada sel elektroforesis atau jika elektrolit ditambahakan ke dalam system koloid. Apabila arus listrik dialirkan cukup lama kedalam sel elektroforesis, maka partikel koloid akan digumpalkan ketika mencapai electrode. Koagulasi koloid karena penambahan elektrolit terjadi karena koloid bermuatan positif menarik ion negative dan koloid bermuatan negative menarik ion positif. Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan kedua. Jika selubung itu terlalu dekat, maka selubung itu akan menetralkan koloid sehingga terjadi koagulasi.
System koloid dapat dibuat dengan menggabungkan ukuran partikel-partikel larutan sejati menjadi berukuran partikel koloid atau dinamakan kondensasi. Selain itu juga dapat dibuat dengan cara menghaluskan ukuran partikel suspense kasar menjadi berukuran partikel koloid, cara ini dinamakan dispersi.
1. Cara Kondensasi
Dengan cara kondensasi, partikel-partikel fase terdispersi dalam larutan sejati yang berupa molekul atom atau ion diubah menjadi partikel-partikel berukuran koloid. Pembuatan koloid dengan cara kondensasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara kimia dan cara fisika.
Cara ini juga dapat dilakukan melalui reaksi – reaksi kimia, seperti reaksi redoks, hidrolisis, dan dekomposisi rangkap atau dengan pergantian pelarut.
2. Cara Dispersi
Dengan cara dispersi, partikel kasar dipecah menjadi partikel koloid. Cara dispersi dapat dilakukan secara mekanik, peptisasi atau dengan loncatan bunga listrik (cara busur bredig).
a. Cara Mekanik
Menurut cara ini butir – butir kasar digerus dengan lumping atau penggiling koloid sampai diperoleh tingkat kehalusan tertentu, kemudian diaduk dengan medium dispersi.
Contoh: sol belerang dapat dibuat dengan menggerus serbuk belerang bersama-sama dengan suatu zat inert (seperti gula pasir), kemudian mencampur serbuk halus itu dengan air.
b. Cara Peptisasi
Cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemeptasi (pemecah).Zat pemeptasi memecahkan butir-butir kasar menjadi butir-butir koloid.
Contoh: agar-agar dipeptisasi oleh air, nitroselulosa oleh aseton, karet oleh bensin, dan lain-lain.
c. Cara Busur Bredig
Cara busur Bredig digunakan untuk membuat sol – sol logam.
5. Koloid Pelindung
Pada beberapa proses, suatu koloid harus dipecahkan. Misalnya, koagulasi lateks. Dilain pihak, koloid perlu dijaga supaya tidak rusak. Suatu koloid dapat distabilkan dengan mmenambahkan koloid lain yang disebut koloid pelindung. Koloid pelindung akan membungkus partikel zat terdispersi sehingga tidak dapat lagi mengelompok.
6. Dialisis
Pemisahan muatan dari koloid dengan difusi lewat pori-pori suatu selaput semipermeabel disebut dialisis. Pori-pori itu biasanya berdiameterkurang dari 10 Å dan membiarkan lewatnya molekul air dan muatan-muatan kecil. Selaput hewani alamiah, kertas perkamen, selofan dan beberapa plastic sintetik merupakan bahan selaput yang sesuai. Partikel-partikel yang melewati membran agaknya berlaku demikian tidak sekedar berdasarkan difusi acak. Mereka teradsorpsi pada permukaan membran dan bergerak dari letak ( site ) adsorben yang satu ke yang lain pada waktu mereka bergerak melewati pori-pori itu. ( Oxtoby, 2001)
D. Cara Pembuatan Koloid
1. Kondensasi
Kondensasi adalah penggabungan partikel – partikel halus ( molekuler ) menjadi partikel yang lebih besar. Pembuatan koloid dengan cara ini dilakukan melalui :
a.Cara Kimia
Partikel koloid dibentuk melalui reaksi – reaksi kimia, seperti reaksi hidrolisis, reaksi reduksi oksidasi, atau reaksi subtitusi.
– Hidrolisis : Merupakan reaksi suatu zat dengan air
– Reaksi Redoks : Merupakan reaksi yang disertai perubahan biloks
– Reaksi Subtitusi : Merupakan reaksi penggantian
b. Cara Fisika
Dilakukan dengan jalan menurutkan kelarutan dari zat terlarut, yaitu dengan jalan pendinginan atau mengubah pelarut sehingga terbentuk satu sol koloid.
2. Dispersi
Pembuatan koloid dengan cara dispersi merupakan pemecahan partikel – partikel kasar menjadi partikel yang lebih halus/lebih kecil dapat dilakukan secara mekanik, peptisasi atau dengan loncatan bunga listrik ( listrik busur breding ).
a.Cara Mekanik
Dengan cara ini butir – butir kasar digerus dengan lumpang atau penggiling koloid sampai diperoleh tingkat kehalusan tertentu kemudian diaduk dengan medium dispersi.Contoh : Sol belerang dibuat dengan menggerus serbuk belerang bersama – sama dengan suatu zat inert (seperti gula pasir ) kemudian mencampur serbuk halus dengan air
b. Peptisasi
Pembuatan koloid dengan cara peptisasi adalah membuat koloid dari butir – butir kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi ( pemecahan ). Contoh : Agar – agar dipeptisasi oleh air, nitroselulosa oleh aseton, karet oleh bensin dan lain – lain. (Oxtoby, 2001)
7. Elektroforesis
Partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik karena partikel koloid bermuatan listrik. Pergerakan partikel koloid dalam medan listrik ini disebut elektroforesis. Jika dua batang elektrode dimasukkan kedalam sistem koloid dan kemudian dihubungkan dengan sumber arus searah, maka partikel koloid akan bergerak kesalah satu elektrode tergantung pada jenis muatannya. Koloid bermuatan negatif akan bergerak ke anode (elektrode positif) sedang koloid bermuatan positif akan bergerak ke katode (elektrode negatif).
Elektroforesis dapat digunakan untuk mendeteksi muatan partikel koloid.Jika partikel koloid berkumpul dielektrode positif berarti koloid bermuatan negatif, jika partikel koloid berkumpul dielektrode negatif bearti koloid bermuatan positif. Peristiwa elektroforesis ini sering dimanfaatkan kepolisian dalam identifikasi/tes DNA pada jenazah korban pembunuhan/ jenazah tak dikenal
C. Alat dan bahan
Alat
No | Nama | Ukuran | Jumlah |
1. | Gelas Kimia | 500 ml | 1 buah |
2. | Gelas Kimia | 200 ml | 2 buah |
3. | Tabung Sentrifuge | 1 buah | |
4. | Alat sentrifuge | 1 buah | |
5. | Kertas saring | secukupnya | |
6. | Lampu senter | 1 buah | |
7. | Corong | 1 buah | |
8. | Gelas ukur | 20 ml | 1 buah |
9. | Batang pengaduk | 1 buah | |
10. | pH meter | 4 lembar |
Bahan
No. | Nama | Jumlah |
1. | Garam dapur | 10 gr |
2. | HCl pekat | Secukupnya |
3. | Tawar | 2 gr |
4. | Air susu | 100 mL |
5. | Aquades | 100 mL |
6. | Kertas saring | Secukupnya |
D. Metode Prakikum
Larutkan 10 gram garam dapur dengan 100 mL aquades yang telah disiapkan terlebih dahulu. Campuran ini di misalkan sebagai campuran (A). Sinari campuran (A) dengan senter perhatikan jalan sinar yang terjadi. Masukan 20 mL campuran(A) kedalam gelas ukur dan saring dengan kertas saring yang telah disiapkan. Amati fitrat yang diperoleh. Masukan campurn(A) kedalam tabung sentrifuge hingga terisi dua pertiganya. Sentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 2000 rpm. Amati perubahan yang terjadi pada campuran. Ukur pH campuran(A) sebanyak dua satuan dengan cara menmbahkan HCl pekat. Amati hinggga terjadi perubahan. Masukan Campuran (A) awal sebanyak 20 mL kedalam gelas kimia 200 mL dan tambahkan tawas satu gram diamkan selama 20 menit. Amati perubahan yang terjadi
Siapkan 100 mL susu cair, campuran ini disebut sebagai campuran (B). Sinari campuran(B) dengan lampu senter kemudian amati jalannya sinar. Masukan 20 mL campuran(B) kedalam gelas ukur dan saring dengan kertas saring yang telah disiapkan. Amati fitrat yang diperoleh. Masukan campurn(B) kedalam tabung sentrifuge hingga terisi dua pertiganya. Sentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 2000 rpm. Amati perubahan yang terjadi pada campuran. Ukur pH campuran(B) sebanyak dua satuan dengan cara menmbahkan HCl pekat. Amati hinggga terjadi perubahan. Masukan Campuran (B) awal sebanyak 20 mL kedalam gelas kimia 200 mL dan tambahkan tawas satu gram diamkan selama 20 menit. Amati perubahan yang terjadi. Bandingkan campuran (A) dan campuran (B) dalam setiap percobaan yang dilakukan.
E. Hasil pengamatan
Perlakuan | Campuran (A) | Campuran (B) |
Penyinaran dengan senter | Partikel di teruskanAir sedikit keruh | Partikel di hamburkanSusu berwarna putih kental |
Penyaringan (kertas saring) | Filtrat larutan jernihTerdapat residu pada kertas saring | Filtrat larutan putih cairResidu menempel pada kertas |
Sentrifuge | Terdapat sedikit gumpalanGumpalan berwarna keruh | Terdapat sedikit gumpalanGumpalan berwarna putih pekat |
Penambahan HCl pekat | pH awal yaitu 6pH setelah penambahan 1 | pH awal yaitu 6pH setelah penambahan 5 |
Penambahan tawas | Sedikit lebih jernih | Terdapat gumpalan susuTawas tidak larut sebagian |
F. Pembahasan
Pada praktikum ini membahas beberapa sifat koloid. Percobaan pertama pada campuran A partikel cahaya diteruskan sedangkan pada campuran B partikel di hamburkan, hal ini dikarenakan campuran B merupakan larutan koloid yang partikelnya lebih besar sehingga sinarnya memantulkan kesegala arah peristiwa ini dinamakan dengan efek tyndall.
Percobaan berikutnya yaitu pada campuran A terdapat sedikit residu warna filtrasi lebih jernih dan pada campuran B terdapat residu yang lebih terlihat oleh kasat mata, filtrasi menjadi lebih. Hal ini dikarenakan partikel campuran lebih cair dari sebelumnya dan volume pun lebih sedikit. Pada penyaringan yang dilakukan, terlihat jelas bahwa campuran A lebih cepat tersaring dari pada campuran B. Hal ini disebabkan karena adanya gaya berat partikel –partikel koloid yang terdapat pada larutan susu tersebut. Pada larutan garam, terdapat sedikit residu ketika larutan tersebut disaring dengan kertas saring. Hal ini disebabkan karena garam telah bercampur secara homogen dengan pelarutnya yaitu aquades.
Selanjutnya percobaan dengan sentrifuge.Untuk campuran A tidak mengalami perubahan. Sedangkan pada campuran B mengalami sedikit perubahan, supernatan terpisah dengan residu, supernatan permukaannya diatas, residu dibawah. Dalam pecobaan ini tidak terlalu baik karena perubahan sangat kecil sehingga tidak dapat dinyatakan berhasil.
Kemudian percobaan dengan penambahan HCl pekat. Campuran A sebelum ditambah HCl mempunyai kadar PH 6 setelah ditambah HCl pH campuran A menjadi 1. Sedangkan campuran B sebelum ditambah HCl mempunyai kadar pH 6 juga setelah ditambah HCl pH menjadi 5.
Percobaan terakhir yaitu penambahan tawas. Untuk campuran A tidak terlalu banyak mengalami perubahan, sedangkan untuk campuran B terdapat gumpalan-gumpalan di dinding gelas kimia dan campuran menjadi lebih kental. Hal ini disebabkan karena terjadinya sifat koagulasi atau penggumpalan karena tawas menggumpalkan partikel dari susu.
G. Kesimpulan
Dari semua percobaan yang telah dicoba dapat diketahui bahwa campuran B (susu cair) merupakan koloid sedangkan campuran A (garam dapur) bukan koloid. Kimia koloid / system koloid adalah suatu bentuk campuran dua atau lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup besar. Adapun koloid mempunyai banyak sifat diantaranya efek tyndall, gerak brown, adsorpsi, elektroforesis, koagulasi, koloid pelindung dan dialysis. Hasil dari percobaan yang telah diuji ada beberapa yang mengalami perubaan sifat koloid dan dari sampel percobaan susu merupakan koloid sedangkan garam dapur bukan koloid.
Daftar Pustaka
Tim.Lab Kimia DasarII. 2016. ModulPraktikum Kimia DasarII. Bandung :UIN SGD
Syukri.S. 1999.Kimia dasar 2. Bandung. ITB.
Keenan.C.W. 1984. Kimia UntukUniversitas. Jakarta. Erlangga.
www.academia.edu (akses 28 Februari 2016)
https://sifat-sifat-kimia-koloid.html?m=1 (akses 03 Maret 2016)