Aliran atau Gaya Dalam Seni Rupa

7 min read

Aliran atau gaya dalam seni rupa dibedakan berdasarkan prinsip pembuatannya. Kemunculan suatu gaya atau kreativitas dalam rangka mendapatkan keunikan bisa relatif bersamaan atau meneruskan gaya sebelumnya secara selaras atau bertentangan. Seorang seniman seni rupa dalam proses perkembangannya bisa saja berkreasi lebih dari satu gaya.

Aliran dalam seni rupa

Realisme (1800-an)

Aliran ini memandang dunia sebagai sesuatu yang nyata. Lukisan adalah sejarah bagi zamannya. Pelukis/pembuat karya seni bekerja berdasarkan kemampuan teknis dan realitas yang diserap oleh indera penglihatannya. Fantasi dan imajinasi harus dihindari.

Namun, pada perkembangannya terjadi dua kecenderungan. Ada yang memilih objek yang bagus/enak dilihat, ada pula yang memilih objek yang jelek/tidak enak dilihat (kumuh, mengerikan). Dari aliran ini berkembang aliran:

  • Realisme Cahaya: Impresionisme.
  • Realisme Baru/Sosial: Menggunakan objek dampak industri di perkotaan.
  • Realisme Fotografis: Dikaitkan dengan keberadaan dan kekuatan untuk menyamai hasil fotografi yang sangat detail dalam menangkap objek.

Tokohnya: Annibale Carracci, Gustave Courbert, Theodore Chasseriau, Thomas Couture.

Thomas Couture “A Realist”
Annibale Carracci “Butchers Shop”
Gustave Courbet “The Wrestlers”
Theodore Chasseriau “Me Contracter”

Naturalisme

Aliran ini dianggap bagian dari realisme yang memilih objek yang indah dan membuai saja, secara visual seperti objek aslinya (fotografis).

Dalam perkembangannya cenderung memperindah objek secara berlebihan.
Tokoh: Rembrandt, George Cole, John Constable, Luis Alvarez Catala, William Callow, Paul Alfred Curzon.

Rembrandt “The Anatomy Lesson of  Dr. Tulp”
Paul Alfred Curzon “The Afternoon Pasttime”
Luis Alvarez Catala “Woman Before A Mirror”
George Cole “Harvest Field”

Romantisme (1818)

Aliran ini mengembalikan seni pada emosi yang lebih bersifat imajiner. Awalnya melukiskan kisah atau kejadian yang dramatis ataupun aktualitas piktorialnya selalu melebihi kenyataan. Warna lebih meriah, gerakan lebih lincah, emosi lebih tegas.
Tokohnya: Theodore Gericault, Eugene Delacroix

Eugene Delacroix “Liberty Leading the People”
Theodore Gericault “Raft of Medusa”
Yong Cao “Santa Monica”

Impresionisme/Realisme Cahaya/Light Painting (1874)

Aliran yang menggunakan konsep melukiskan berdasarkan usaha merekam efek atau kesan cahaya yang jatuh/memantul pada suatu objek/benda, sehingga menghindari garis atau kejelasan kontur. Cahaya yang dimaksud terutama berasal dari matahari yang memiliki banyak spektrum warna. Cara melukisnya harus cepat karena cahaya matahari yang terus bergerak/berubah dan dipengaruhi oleh cahaya. Hal ini bisa membuat lukisan hanya selintas/tidak detail.

Tokohnya: Claude Monet, Aguste Renoir, Camille Pissarro, Paul Cezane.
Selanjutnya aliran ini berkembang menjadi Post Impresionis. Ini bukan aliran, melainkan kelompok untuk menamai karya-karya pelukis yang mengembangkan perenungan problem cahaya dengan lebih mendalam, sehingga mencari jalan sendiri-sendiri.
Mereka menggabungkan keindahan alam dengan keindahan seni. Untuk itu harus mengubah dulu unsur-unsurnya menjadi sesuatu yang lebih mengena. Misalnya Henri Rosseau mengupayakan efek cahaya dengan stilasi. Paul Signac atau George Seurat dengan kesabarannya membuat titik-titik warna yang bervariasi dan berdekatan sehingga menimbulkan efek/kesan warna yang baru (Pointilisme). Vincent van Gogh mengembangkan teknik ini secara ekspresif dengan menggunakan teknik variasi garis-garis pendek berwarna.

George Seurat “Sunday Afternoon on the Island of La Grande Jatte”
Clark “Town Dock Alexandria Bay”
Vincent van Gogh “Prisoners Exercing”
Henri Rousseau “The Snake”
Paul Cezane “View of Auvers”
Claude Monet “Red Water Lilies”

Ekspresionisme (1900-an)
Aliran ini berusaha mengekspresikan aktualitas bukan hanya berdasarkan indera penglihatan, tetapi juga dengan pengalaman batin. Luapan perasaan berupa kesedihan atau tekanan batin lainnya yang mengalir deras menyebabkan kebebasan teknik dalam melukiskannya, sehingga cenderung terjadi distorsi dan sensasi.
Kesempurnaan bentuk objek yang biasa dilakukan berdasarkan pengamatan secara visual tidak lagi menjadi pertimbangan estetika.
Tokohnya: Edward Munch, Ernst Barlach.

Edward Munch “Scream”
Ernst Barlach “Wanderer I’m Wind”
Oskar Kokoschka “Selft Portrait”

Fauvisme (1900-an)
Aliran yang dipelopori oleh sekelompok seniman muda untuk membebaskan diri dari batasan aliran sebelumnya, sehingga mendapat julukan Les Fauves (binatang jalang) dari kritikus Prancis Louis Vauxcelles. Julukan tersebut malah dijadikan nama aliran mereka. Namun, aliran ini tidak bertahan lama.
Aliran ini menekankan pada penggunaan garis kontur yang tegas dan berusaha mengembalikan warna pada peranannya yang mutlak (tidak harus sesuai kenyataan). Dasarnya adalah kegemaran melukis apa saja tanpa memikirkan isi dan maknanya.
Tokohnya: Henri Matisse, Andre Derain, George Rouault, Maurice de Vlaminck.

Andre Derain “Drying Sail”
George Rouault “Three Clowns”
Henri Matisse “Harmony in Red”

Kubisme (1907)
Aliran ini menyederhanakan bentuk-bentuk alam secara geometris (segitiga, segi empat, lingkaran , oval, silinder, bola, kerucut, kubus, balok) dengan intuisi dan rasionalitas.
Konsep dasarnya adalah menghadirkan tampilan secara serempak dan simultan berbagai bagian objek, baik yang dilihat dari depan atau belakang yang tampak atau tersembunyi. Tujuannya adalah untuk menunjukkan hubungan di antara bagian-bagian itu.
Tokohnya: Pablo Picasso, Max Beckman, Henri Moore, Fernand Leger, A. Archipenko, Juan Gris.
Selanjutnya berkembang menjadi dua konsep sebagai berikut.

  • Kubisme Analitis

Objek dianalisis, dipecah, dan dipandang dari berbagai sudut kemudian dilukis atau dibentuk sekaligus.

A. Archipenko “Boxer” (Terakota)
Max Beckman “The Night” 
Pablo Picasso ” Head” (Perunggu)
Pablo Picasso “Les demoiselles d’Avignon”
  • Kubisme Sintesis

Objek seakan-akan disusun dari bidang/bentuk yang berlainan, saling tumpah tindih sehingga membentuk tampilan yang unik.

Fernand Leger “The Bagerman”

Futurisme (1909)
Seniman futuris berpandangan bahwa derajat kehidupan dapat dicapai melalui aktivitas. Tema yang mengandung kesibukan dan kesimpangsiuran diangkat ke dalam karyanya dalam bentuk kesan keindahan gerak yang dinamis
Tokohnya: Umberto Boccioni, Carlo Carra, Giacomo Balla, Marchel Duchamp.

Carlo Carra “Cio Che M’ha Detto Il Tram”
Marchel Duschamp “Nude Descending”
Umberto Boccioni “Unique Form Continuity in Space” (Perunggu)

Dadaisme (1916)
Istilah ini berasal dari bahasa anak-anak Perancis yang artinya kuda mainan. Aliran ini mendukung Surealisme karena muncul dari alam bawah sadar sebagai protes tidak adanya polarisasi nilai (baik/buruk) sosial dan etika akibat perang dunia.
Hal inilah yang menyebabkan karya Dadaisme memiliki ciri sinis, konyol, menggambarkan benda atau mesin sebagai manusia, mengikuti kemauan sendiri, dan menolak estetika dalam karyanya. Kolase adalah salah satu dari sekian teknik yang digunakan.
Tokohnya: Marchel Duschamp, Jean (Hans) Arp, Lazlo Mohoyi Nagy.

Jean Arp “Constellation” 
Lazlo Mohoyi Nagy “Light Display Machine” 
Marchel Duschamp “The bride and Bachelor” (Kaca) 
Robert Gober “Untitled” 
Man Ray “Cadeau” (Logam)

Surealisme (1937)
Aliran ini dipengaruhi oleh teori psikoanalisis Sigmund Freud yang menyatakan bahwa alam pikiran manusia terdiri dari alam sadar (dalam kontrol kesadaran/ingatan) dan bawah sadar (tidak dalam kontrol kesadaran/terlupakan).
Dalam karya aliran ini, alam nyata dan keserbabisaan mimpi terpadu, sehingga  menampakkan kesan aneh atau fantastik. Selanjutnya terdapat dua kecenderungan, yaitu:

  • Surealisme Figuratif

Penampakannya masih realistik, meskipun tidak wajar, sehingga penguasaan teknik masih diperlukan. Tokohnya: Carlo Carra, Gino Severini, Giorgio de Chirico, Marc Chagal, Salvador Dali.

Carlo Carra “Lot’s Daughter” 
Gino Severini “Soggiorno Romantico Toscana” 
Giorgio de Chirico “The Disquieting Muses” 
Marc Chagal “The Cattle Dealer” 
Salvador Dali “Metamorphosis” 
  • Surealisme Abtraktisme

Sudah digayakan mendekati abstrak.Tokohnya: Joan Miro, Paul Klee, Wilfredo Lam.

Isamu Noguchi “Kouros”
Joan Miro “Harlequin Carnival” 
Wilfredo Lam “The Jungle” 

Abtrakisme (1940-an)
Aliran seni yang menggambarkan sebuah bentuk yang tidak berwujud atau nonfiguratif. Sebenarnya kesan abstrak sudah nampak pada gaya Kubisme, Futurisme, atau Surealisme, tapi mereka memiliki perbedaan konsep yang mendasar
Dalam aliran ini karya yang ada terdiri dari susunan garis, bentuk, dan warna yang terbebas dari ilusi atas bentuk alam. Secara lebih umum Abtrakisme merupakan seni saat bentuk-bentuk di alam tidak lagi berfungsi sebagai objek atau tema, tetapi sebagai motif saja.

  • Abstrak Ekspresionisme/Non-Figuratif

Ekspresi gejolak jiwa yang digambarkan secara spontan dan abstrak. Tokoh: Ashile Gorky, Wassily Kandinsky, Roberto Matta. 

Ashile Gorky “The Liver is the Cock’s Comb” 
Roberto Matta “Personages Rythmiques” 

Selanjutnya terbagi lebih spesifik menjadi:

Color Field Painting

Menampilkan bidang-bidang yang relatif lebar berwarna. Tokoh: Francis Picabia, Ben Nicholson.

Ben Nicholson “Celestial Blue” 
Jackson Pollock “Number 4”

Action Painting

Lebih mengutamakan aksi atau cara melukis daripada bentuk. Tokoh: Jakson Pollock, Paul Klee, Therese Oulton.

  • Abstrak Geometris/Abstraksionisme/Non-Objektif

Konsepnya adalah mengabstraksikan objek geometris menjadi bentuk non-objektif. Tokoh: Wassily Kandinsky. Selanjutnya berkembang menjadi lebih spesifik. Terbagi menjadi:

Suprematis

Lebih mengutamakan supremasi perasaan murni dengan objek yang tidak memusingkan. Tokoh: Kasimir Malevich.

Neoplastisisme

Konsepnya adalah pembebasan esensi atau unsur seni rupa seperti garis dan warna dari beban peniruan alam. Bidang datar tidak untuk memanipulasi gambaran ruang. Pemurnian dan penyederhanaan ini diusahakan untuk mencapai universalitas. Tokoh: Piet Mondrian.

Kasimir Malevich “Suprematism”
Piet Mondrian “Composition with Red, Yellow, and Blue”
Wassily Kandisky “Contrasting Sounds” 

Konstruktivisme

Penganut aliran ini berusaha mengonstruksi bentuk tiga dimensi/trimatra yang abstrak menggunakan bahan bangunan modern dari besi, kawat, kayu, dan plastik. Tokoh: Vladimir Tatlin, Antonie Pevner, Naum Gabo, Alexander Calder, Max Bill.

Alexander Calder “Red Pointed Iron” 
Naum Gabo “Column” 

Optical Art

Unsur yang dipakai adalah bentuk geometris yang berulang. Garis, bentuk,, dan warna diatur dengan akurasi yang tepat untuk memunculkan kesan tekstur atau ruang yang dapat mengelabu penglihatan. Mengutamakan kesan ilmiah dan kurang memperhatikan ekspresi. Tokoh: Victor Vasarely, Richard Anuszkiewicz.

Richard Anuszkiewicz “Entrance to Green” 
Victor Vasareli “Vega Kontosh”

Pop Art (1970-an)
Pop Art merupakan perkembangan seni yang dipengaruhi oleh transformasi budaya populer yang terjadi di masyarakat. Budaya materialisme dan komersial pada kota metropolis seperti: fotografi, film, model/desain, iklan tokoh idola, merupakan sumber inspirasi yang memotivasi gerakan ini.
Pop Art sering menggunakan media campuran dalam karyanya. Misalnya lukisan dengan gaya foto, berbagai kombinasi antara lukisan, ukiran, atau patung kayu, logam, plastik, gibs, rongsokan, dan bahan lainnya. Pengaruh Dadaisme membuat kita kadang tersenyum jika melihat tampilan karya seninya.
Tokoh: Audrey Flack, Bill Woodrow, James Rosenquist, Klimt Gustaf, Peter Blake, Richard Hamilton, Robert Rouschenberg, Vladimir Baranov.

Richard Hamilton “Interior II” 
Vladimir Baranov “Simphony Number 1”
Bill Woodrow “Selft Portrait in The Nuclear Age”
Audrey Flack “Queen”
James Rosenquist “Passion Flowers”

Post Modern/Kontemporer
Hingga kini masih terdapat perbedaan pendapat dalam menglasifikasikan gaya dalam seni rupa sesudah periode modern. Kita akan menyederhanakan konsep penglasifikasian tersebut bagi kepentingan pengetahuan siswa dengan kecenderungan praktis.
Secara umum kontemporer berarti seni rupa yang berkembang sezaman dengan penulis atau pengamat masa kini. Istilah ini merujuk pada waktu ketika banyak terjadi trend yang mewarnai suatu masa. Pada periode ini juga terdapat pembagian seni menurut konsumennya yaitu untuk kelas atas (high art) dan untuk kelas bawah  (low art). Adapun karya seni rupa post modern/posmodern dapat dibagi menjadi sebagai berikut.

  • Posmodern Terapan/Modernisme

Dalam posmodern terapan, penampilan seni murni (lukisan, patung) tetap ada. Namun, pada akhirnya keindahan motif dan desain menjadi inspirasi dan cenderung digunakan untuk karya seni pakai keperluan manusia. Misalnya berupa arsitektur bangunan, perabot rumah tangga, maupun benda-benda teknologi baru. Sementara, klasifikasi seni modernisme antara lain sebagai berikut.

Art Nouveau/Art Deco

Gaya ini berkembang didasarkan dekorasi garis lengkung meliuk baik simestris atau asimetris sebagai adaptasi bentuk ornamen dan wujud keterampilan membentuk barang dengan mesin.

Gerbang Kemenangan Paris
Teko dan Cangkir
Kursi Oval

Estetika Mesin

Konsepnya agak bertentangan dengan art deco. Benda atau karya yang dibentuk dengan bantuan alat atau mesin tampil apa adanya tanpa ornamen yang rumit.

Gaya Internasional

Merupakan pengembangan konsep sebelumnya yang cenderung diterapkan pada arsitektur bangunan.

Gedung Perserikatan Bangsa-Bangsa 

Gaya Aerodinamis

Gaya ini diterapkan untuk mendesain kendaraan berkecepatan tinggi agar diperoleh tingkat aerodinamis yang maksimal. Namun, kemudian berkembang pada benda seni pakai yang lain.

Ferrari
Kereta Cepat
Wuhan Greenland Center

Hi-Tec

Desain dengan gaya ini dirancang praktis untuk kebutuhan barang-barang teknologi tingkat tinggi agar mencapai tingkat efisiensi yang maksimal.

Bio Desain

Gaya bio desain merupakan desain hi-tec yang lebih fleksibel atau luwes karena diadaptasikan dengan bentuk yang ada di alam (hewan, tumbuhan, dan sebagainya).

The Big Bug 
  • Posmodern Murni/Ekspresif

Gaya ini mungkin dapat diterapkan pada seni pakai, tetapi kecenderungannya lebih digunakan untuk berekspresi/sensasi. Berikut ini adalah contoh seni posmodern ekspresif.

Seni Instalasi secara teknis merupakan pengembangan dari proses pembuatan seni patung yaitu teknik asembling (assemblage). Objek karya seni (biasanya tiga dimensi) dikreasikan dengan cara mengonstruksi, merakit, atau mengombinasikan berbagai media secara bersamaan. Teknik ini merupakan pengembangan dari periode Dadais yang membebaskan segala media dan cara untuk berkreasi.

Louise Nevelson “Royal Tide IV” 
David Mach “Polaris”
Tersusun dari tumpukan ban 

Daftar Pustaka:
Nusantara, Yayat. Seni Budaya untuk SMA Kelas XII. Erlangga. Bekasi, 2007.

Laporan Praktikum Tetes Minyak Milikan

Tetes Minyak Milikan Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang Elektron merupakan suatu dasar penyusun atom. Inti atom terdiri dari elektron (bermuatan negatif) dan proton...
Ahmad Dahlan
7 min read

Makalah Sifat Fantasi Dalam Tinjauan Psikologi

Sifat Fantasi Bab I. Pendahuluan Pada dasarnya psikologi mempersoalkan masalah aktivitas manusia. Baik yang dapat diamati maupun tidak secara umum aktivitas-aktivitas (dan penghayatan) itu...
Wahidah Rahmah
4 min read

Makalah Media Pembelajaran Dua Dimensi Non Proyeksi

Media Pembelajaran Dua Dimensi Non Proyeksi Bab I. Pendahuluan A.Latar Belakang Masalah Media pembelajaran yang merupakan sarana dan prasarana untuk menunjang terlaksananya kegiatan pembelajaran...
Ahmad Dahlan
10 min read

Leave a Reply