Makalah Pancasila dan Pembangunan Karakter Bangsa

19 min read

Pancasila dan Pembangunan Karakter Bangsa

Bab I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Pancasila dianggap sebagai sesuatu yang sacral yang setiap arga negaranya harus mematuhi segala isi dalam Pancasila tersebut. Namun sebagian besar warga Negara Indonesia hanya menganggap Pancasila sebagai dasar Negara dan ideologi Negara semata tanpa memperdulikan makna dan manfaatnya dalam kehidupan.

Dapat dilihat sekarang ini banyaknya perilaku yang menyimpang dari nilai-nilai yang diajarkan Pancasila. Maka dari itu pentingnya memahami Pancasila tidak hanya mengerti namun juga mengamalkan dan melaksanakan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan sehari-hari yang menjadi kebiasaan dan akan menjadi karakter bangsa yang terpupuk secara perlahan.

Harus kita sadari bahwa pembangunan karakter bangsa bukan merupakan tindakan sederhana dan mudah dilaksanakan. Keterbukaan informasi tidak hanya membawa nilai positif bagi kehidupan bangsa, tetapi juga negative. Simak saja perilaku seksual yang dilakukan oleh sejumlah anak di bawah umur, dikatakan karena dipengaruhi oleh meniru perilaku seksual artis tertentu yang beredar luas dan mudah diakses telepon seluler. Perilaku penyimpangan tidak akan terjadi apabila seseorang memiliki kepribadian dan karakter kuat yang mampu menjadi penyaring (filter) terhadap stimulant nilai-nilai negative yang tidak atau kurang sesui dengan nilai luhur yang didukung oleh masyarakat Indonesia.

Dari permasalahan tersebut banyak pihak yang mulai sadar tentang pentingnya penddikan karakter, agar mendidik anak bangsa menjadi pribadi yang berkarakter baik. Dari pemerintah pun mulai menata kembali kehidupan bangsa ini dengan dikeluarkannya kurikulum 2013. Kuriulum 2013 ini menitikberatkan kepada pengembangan karakter peserta didik. Diharapkan dengan pembelajaran karakter yang bertahap mulai dari bangku sekolah menjadikan peserta didik mempunyai karakter yang baik, karakter yang dapat membangun negeri ini menjadi lebih baik, dan tidak dapat secara mudah terpengaruh oleh kebudayaan asing yang bukan merupakan jati diri bangsa Indonesia.

B. Rumusan Masalah

  1. Apa pengertian karakter?
  2. Bagaimana hubungan antar Pancasila dan Karakter Bangsa?
  3. Bagimana terhapusnya mata kuliah Pendidikan Pancasila?
  4. Bagaimana kondisi jatidiri bangsa Indonesia?
  5. Mengapa empat pilar dicabut oleh Mahkamah Konstitusi?
  6. Bagaimana desain pendidikan karakter di sekolah?

C. Tujuan

  1. Untuk mengetahui pengertian karakter
  2. Untuk mengetahui hubungan Pancasila dan Karakter Bangsa
  3. Untuk mengetahui terhapusnya mata kuliah Pendidikan Pancasila
  4. Untuk mengetahui kondisi jatidiri bangsa Indonesia
  5. Untuk mengetahui empat pilar yang dicabut oleh Mahkamah Konstitusi
  6. Untuk mengetahui desain pendidikan karakter di sekolah.

Bab II. Pembahasan

A. Pengertian Karakter

Menurut bahasa, karakter adalah tabiat atau kebiasaan. Sedangkan menurut ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang individu. Karena itu, jika pengetahuan mengenaikarakter seseorang itu dapat diketahui, maka dapat diketahui pula bagaimana individu tersebut akan bersikap untuk kondisi-kondisi tertentu. Dilihat dari sudut pengertian, ternyata karakter dan akhlak tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Keduanya didefinisikan sebagai suatu tindakan yang terjadi tanpa ada lagi pemikiran lagi karena sudah tertanam dalam pikiran, dan dengan kata lain, keduanya dapat disebut dengan kebiasaan.

Karakter menurut para ahli yaitu :

  1. W.B. Saunders, (1977: 126) karakter adalah sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu, sejumlah atribut yang dapat diamati pada individu.
  2. Gulo W, (1982: 29) karakter adalah kepribadian ditinjau  dari titik  tolak etis  atau  moral,  misalnya kejujuran seseorang, biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap.
  3. Kamisa, (1997: 281) “karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian”.
  4. Alwisol menjelaskan “pengertian karakter sebagai penggambaran tingkah laku dengan menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara eksplisit maupun implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian kerena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian, baik kepribadian (personality) maupun karakter berwujud tingkah laku yang ditujukan kelingkungan sosial, keduanya relatif permanen serta menuntun, mengerahkan dan mengorganisasikan aktifitas individu”.
  5. Wyne memaparkan definisi karakter dari sisi literalnya. Beliau menjelaskan bahwa istilah karakter bersumber dari bahasa Yunani “karasso” yang berarti “to mark” yaitu menandai atau mengukir, yang memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang berperilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang.

B. Hubungan Pancasila Dengan Karakter Bangsa

Jatidiri merupakan fitrah manusia yang merupakan potensi dan bertumbuh kembang selama mata hati manusia bersih, sehat, dan tidak tertutup. Jati diri yang dipengaruhi lingkungan akan tumbuh menjadi karakter dan selanjutnya karakter akan melandasi pemikiran, sikap dan perilaku manusia. Oleh karena itu, tugas kita adalah menyiapkan lingkungan yang dapat mempengaruhi jati diri menjadi karakter yang baik, sehingga perilaku yang dihasilkan juga baik.

Jatidiri bangsa akan nampak dalam karakter bangsa yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai luhur bangsa. Bagi bangsa Indonesia nilai-nilai luhur bangsa terdapat dalam dasar negara Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni Pancasila, yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Membangun jatidiri bangsa Indonesia berarti membangun jatidiri setiap manusia Indonesia, yang tiada lain adalah membangun Manusia Pancasila.

Karakter pribadi-pribadi akan berakumulasi menjadi karakter masyarakat dan pada akhirnya menjadi karakter bangsa. Untuk kemajuan Negara Republik Indonesia, diperlukan karakter yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientasi Ipteks berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karakter yang berlandaskan falsafah Pancasila artinya setiap aspek karakter harus dijiwai ke lima sila Pancasila secara utuh dan komprehensif yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • Bangsa yang Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah bentuk kesadaran dan perilaku iman dan takwa serta akhlak mulia sebagai karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa seseorang tercermin antara lain hormat dan bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan, saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu; tidak memaksakan agama dan kepercayaannya kepada orang lain.
  • Bangsa yang Menjunjung Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, yaitu sikap dan perilaku menjunjung tinggi kemanusian yang adil dan beradab diwujudkan dalam perilaku hormat menghormati antarwarga negara sebagai karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter kemanusiaan seseorang tercermin antara lain dalam pengakuan atas persamaan derajat, hak, dan kewajiban; saling mencintai; tenggang rasa; tidak semena-mena terhadap orang lain; gemar melakukan kegiatan kemanusiaan; menjunjung tinggi nilai kemanusiaan; berani membela kebenaran dan keadilan; merasakan dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia serta mengembangkan sikap hormat-menghormati.
  • Bangsa yang Mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa, adalah bangsa yang memiliki komitmen dan sikap yang selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan Indonesia di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan merupakan karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter kebangsaan seseorang tecermin dalam sikap menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan; rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara; bangga sebagai bangsa Indonesia yang bertanah air Indonesia serta menunjung tinggi bahasa Indonesia; memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
  • Bangsa yang Demokratis dan Menjunjung Tinggi Hukum dan Hak Asasi Manusia, yaitu sikap dan perilaku demokratis yang dilandasi nilai dan semangat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan merupakan karakteristik pribadi warga negara Indonesia. Karakter kerakyatan seseorang tecermin dalam perilaku yang mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara; tidak memaksakan kehendak kepada orang lain; mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama; beritikad baik dan bertanggung jawab dalam melaksanakan keputusan bersama; menggunakan akal sehat dan nurani luhur dalam melakukan musyawarah; berani mengambil keputusan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
  • Bangsa yang Mengedepankan Keadilan dan Kesejahteraan, yaitu bangsa yang memiliki komitmen dan sikap untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan merupakan karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter berkeadilan sosial seseorang tecermin antara lain dalam perbuatan yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan; sikap adil; menjaga keharmonisan antara hak dan kewajiban; hormat terhadap hak-hak orang lain; suka menolong orang lain; menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain; tidak boros; tidak bergaya hidup mewah; suka bekerja keras; menghargai karya orang lain.

Jadi, antara karakter bangsa dengan pancasila tidak dapat terpisahkan. Karena sebagai warga negara Indonesia yang berpedoman kepada pancasila dan setiap kegiatan harus memuat nilai-nilai yang ada dalam pancasila dari itulah diharuskan pula tumbuh nilai-nilai pancasila dalam pribadi setiap masyarakat dan dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila adalah harga mati bagi setiap warga negara Indonesia, yang harus dipatuhi dan tidak boleh bertentangan dengan pancasila.

C. Terhapusnya Mata Kuliah Pendidikan Pancasila

Pendidikan tinggi sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional memiliki peran strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora serta pembudayaan dan pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan. Untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi globalisasi di segala bidang, diperlukan pendidikan tinggi yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menghasilkan intelektual, ilmuwan, dan/atau profesional yang berbudaya dan kreatif, toleran, demokratis, berkarakter tangguh, serta berani membela kebenaran untuk kepentingan bangsa.

Wacana penghapusan pendidikan Pancasila memang bersifat responsif sehingga perlu dihargai. Responsif, antara lain, karena masalah toleransi beragama, kekerasan, dan terorisme kini mengemuka. Juga responsif karena pendidikan Pancasila menggugat ingatan kita pada Orde Baru, sebuah orde yang menggunakan Pancasila sebagai penguatan dan pelanggengan hegemoni para penguasa waktu itu. Penataran P4 sebagai kepanjangan tangan pendidikan Pancasila, dengan alasan sama, juga menghidupkan kembali trauma masa lalu. Dalam jangka panjang (beberapa generasi mendatang), penghapusan tersebut dapat menyebabkan Indonesia menjadi sebuah negara tanpa orientasi kebangsaan. Hal itu disebabkan para anggota masyarakatnya tidak lagi memahami jati dirinya sebagai sebuah bangsa yang setiap anggotanya memanggul tanggung jawab untuk membangun komunitas peradaban dalam skala kebangsaan. Mengacu tengara John Gardner sebagaimana dikemukakan, keroposnya pijakan moral kebangsaan dalam setiap individu warganya akan menyebabkan Indonesia menjadi bangsa yang gagal atau bahkan secara fisik akan mengalami disintegrasi.

Kementerian Pendidikan Nasional tidak akan memasukkan Pendidikan Pancasila menjadi kurikulum baru. Menurut Kepala Pusat Kurikulum dan Buku Kementerian Pendidikan Nasional, Diah Harianti, Pendidikan Pancasila sudah ada dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Kata dia, dalam Pendidikan Kewarganegaraan itu disisipkan persoalan tentang kesatuan dan persatuan bangsa, norma hukum, hak asasi manusia, dan Pancasila. Ia juga menambahkan, jika pendidikan pancasila dijadikan kurikulum baru justru malah menyulitkan siswa. (KBR68H, Jakarta. Tuesday, 10 May 2011 08:02)

Penghapusan pendidikan Pancasila bermula sejak Sidang Umum MPR tahun 1999 pencabutan Tap 4/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila(P4). Kemudian, keputusan ini lebih diformalkan dalam UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Didalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 37 ayat 2 menyebutkan bahwa Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:

  1. pendidikan agama;
  2. pendidikan kewarganegaraan; dan
  3. bahasa.

Yang berarti bahwa Pendidikan Pancasiala di Perguruan Tinggi sudah tidak ada, melainkan digabung dengan Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan Kewarganegaraan yang dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Selain itu, dalam surat Edaran Dikti No 43 Tahun 2006 dan Edaran Dikti No. 44 Tahun 2006 disebutkan bahwa mata kuliah Pancasila dimasukan pada mata kuliah Kewarganegaraan sebanyak 3 SKS.

Namun, dengan adanya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, Pendidikan Pancasila muncul lagi dalam mata kuliah di perguruan tinggi. Sesuai dengan pasal 35 UU No. 12 Tahun 2012 yang berbunyi :

  1. Kurikulum pendidikan tinggi merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan ajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan Pendidikan Tinggi.
  2. Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh setiap Perguruan Tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi untuk setiap Program Studi yang mencakup pengembangan kecerdasan intelektual, akhlak mulia, dan keterampilan.
  3. Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memuat mata kuliah:
    1. agama; 
    2. Pancasila; 
    3. kewarganegaraan; dan 
    4. bahasa Indonesia.
  4. Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan kurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
  5. Mata kuliah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan untuk program sarjana dan program diploma.

Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi itu sangatlah penting meskipun sejak masih dibangku sekolah dasar hingga SMA selalu ada mata pelajaran Pendidikan  Pancasila dan Kewarganegaraan. Pancasila adalah sebagai sumber nilai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia. Sesuai dengan penjelasan pasal 35 ayat 3 huruf c UU No. 12 Tahun  2012, bahwa mata kuliah Pancasila adalah Pendidikan untuk memberikan pemahaman dan penghayatan kepada Mahasiswa mengenai ideologi bangsa Indonesia. Sedangkan Yang dimaksud dengan “mata kuliah kewarganegaraan” adalah pendidikan yang mencakup Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika untuk membentuk Mahasiswa menjadi warga negara yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Sebab itu seluruh tatanan kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara menggunakan Pancasila sebagai dasar moral atau norma dan tolak ukur tentang baik buruk dan benar salahnya sikap, perubahan dan tingkah laku sebagai bangsa Indonesia.

D. Jati diri Bangsa Indonesia

Dulu bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang santun dan bermoral, namun saat ini bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kehilangan jati diri karena pengaruh globalisasi dan modernisasi. Walaupun demikian, hendaknya warga Indonesia tetap melestarikan kebudayaan ketimuran yang beretika sopan santun (Sukarto, Mantan anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah  tahun 1999).

kondisi jati diri bangsa Indonesia saat ini dapat kita kaji dan kita identifikasi dengan melihat prilaku dan kepribadian masyarakat Indonesia pada umumnya yang tercermin pada tingkah laku masyarakat Indonesia sehari-hari. Perilaku masyarakat Indonesia pada umumnya saat ini yaitu:

Banyaknya generasi muda yang saat ini telah berprilaku tidak sesuai dengan butir-butir pancasila. Contohnya tanpa disadari sekarang ini moral para pemuda bangsa indonesia juga dijajah melalui beredarnya vidio-vidio porno diinternet yang dapat diakses dengan mudah sehingga banyak diantara pemuda Indonesia yang melihat dan bahkan menirukan aksi dari video porno tersebut. Selain itu, model-model pakaian para generasi muda saat ini kebanyakan telah meniru bangsa barat yang dikenal modis dan trend masa kini. Mereka lebih bangga mengenakan pakaian-pakaian tersebut dari pada pakaian asli budaya Indonesia.

Keadaan jati diri bangsa Indonesia saat ini yang berhubungan dengan sila kedua sebagai  jati diri bangsa indonesia. Sekarang ini banyak diantara pemuda indonesia yang tidak memanusiakan manusia lain sebagai mana mestinya. Maksutnya yaitu mereka tidak menganggap manusia berhakekat sebagai manusia yang mempunyai hak dan kewajiban yang harus dihargai seperti dirinya. Segai contoh yaitu sekarang ini banyak kasus-kasus perkelahian antar pelajar yang disertai dengan penyiksaan salah satu pihak yang kalah.

Fakta-fakta lain yang terjadi dan mencerminkan terjadinya krisis jati diri pada generasi muda sesuai sila ke-3 yaitu seperti memudarnya rasa persatuan dan kesatuan yang terjadi pada generasi penerus bangsa Indonesia saat ini. Hal tersebut dapat kita lihat dari kasus-kasus bentrok antar pelajar atau mahasiswa, bentrok antar seporter sepakbola, bentrok antar genk, dan lain sebagainya. Dari kasus diatas dapat kita ketahui bahwa rasa persatuan kita sebagai warga negara indonesia sudah mulai luntur dan mudah dipengaruhi atau diprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Keadaan seperti inilah yang menjadi bibit-bibit terjadinya konflik yang lebih besar seperti konflik antar agama, ras, maupun suku. Selain itu fenomena-fenomena yang terjadi yang mencerminkan tidak tertanamkannya rasa persatuan indonesia yaitu terjadinya perpecahan disetiap kelompok sosial.

Selanjutnya yaitu mengenai kepemimpinan yang demokratis. Maksudnya pemimpin di negara kita ini harus bersifat demokratis baik dalam hal pemilihannya maupun ketika telah membuat keputusan/kebijakan umum yang terkait dengan masyarakat karena kekuasaan tertinggi di negara kita ini sebenarnya berada di tangan rakyat, dan para pemimpin hanya sebagai wakil/pelayan bagi rakyat untuk mengatur dan mengambil kebijakan dalam negara demi tercapainya kemakmuran bersama. Sekarang ini fenomena-fenomena pemimpin yang tidak demokratis sudah banyak terjadi pada generasi muda saat ini, dan apabila hal itu dibiarka saja berlanjut maka kelak ketika mereka menjadi pemimpin bangsa ini, mereka akan bertindak seperti apa yang mereka biasakan sejak dini. Contoh nyata yaitu ketua dalam kelas PKn misalnya. Dia dalam mengambil kebijakan untuk urusan kelas seperti hendak mengadakan acara pentas seni dan lain sebagainya, dia hanya mendiskusikan/memilih pengurus dalam acara tersebut secara sepihak.

Selanjutnya mengenai keadilan, banyak fakta-fakta mengenai ketidakadilan yang di lakukan oleh generasi muda bangsa Inonesia saat ini. Tidak perlu jauh-jauh, saat ini dapat kita lihat pada kelompok belajar kita saja sebagai faktanya. Dalam kelompok belajar PPKN misalnya, tugas PPKN membuat makalah secara kelompok ketidak adilan selalu kita rasakan. Hal tersebut karena sebenarnya yang mengerjakan tugas kelompok dari 8 anggota kelompok, hanya 3 orang saja dan yang lainnya tinggal nitip nama. Padahal ia menginginkan mendapatkan nilai yang sama. Sungguh ini adalah contoh kecil yang berada pada kehidupan para pelajar sehari-hari.

Dari uraian kasus dan fakta diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa JatiDiri Bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami krisis. Hal itu dapat dilihat dari Ideologi Pancasila sebagai salah satu ciri khas bangsa Indonesia yang merupakan landasan dalam bertindak dan berperilaku sebagai masyarakat Indonesia, sudah tidak dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat Indonesia sebagai kepribadiannya.

E. Munculnya Pendidikan Karakter

Dengan kondisi sosial budaya dan kekayaan alam yang melimpah, rakyat Indonesia dapat merasakan kehidupan yang makmur dan sejahtera dari waktu ke waktu. Kenyataan yang dialami oleh bangsa ini menunjukkan kondisi yang berbeda dengan logika kekayaan sosial, budaya, dan alam. Kondisi yang dialami menunjukkan bahwa kekayaan alam tereksploitasi besar-besaran, pembangunan industri terjadi terus-menerus, dan pergantian pemerintah terus berlangsung dari waktu ke waktu secara damai, tetapi kebanyakan rakyat Indonesia belum mendapatkan dan mengalami kehidupan yang makmur dan sejahtera.

Berbagai pengalaman ini menunjukkan bahwa bangsa ini merupakan bangsa yang unik. Unik merujuk pada kondisi yang dialami bangsa sampai saat ini. Banyak orang dan pihak yang bertanya “Apa yang salah dengan bangsa ini?”

Sejenak kita melihat beberapa indikasi tentang “Apa yang salah dengan bangsa ini?”

  1. Kondisi moral/akhlak generasi muda yang hancur. Hal ini ditandai dengan maraknya seks bebas di kalangan remaja, peredaran narkoba di kalangan remaja, tawuran pelajar, peredaran foto dan video porno pada kalangan pelajar, dan sebagainya.
  2. Pengangguran terdidik yang mengkhawatirkan (Lulusan SMA, SMK, dan perguruan tinggi)
  3. Rusaknya moral bangsa dan menjadi akut (korupsi, asusila, kejahatan, tindakan kriminalitas pada semua sektor pembangunan, dll)

Selanjutnya kagan (2003) mengutip sejumlah angka statistic terkait kenakalan remaja sebagai berikut:

  1. 180.000 siswa membolos setiap hari karena takut pada kekerasan dan pemalakan
  2. 83% siswa perempuan dan 60% siswa lelaki telah mengalami pelecehan seksual di sekolah beripa disentuh, dicubit, dan digerayangi
  3. 54% siswa sekolah menengah pertama dan 70% siswa sokolah menengah atas mengaku telah berbuat curang pada saat ujian tahun sebelumnya
  4. 47% siswa sekolah menengah atas mengaku mereka mencuri di tko swalayan selama 12 bulan terakhir

Fenomena nyata yang dialami dan terjadi pada bangsa ini sebagaimana tergambar dalam paparan diatas menunjukkan bahwa “sungguh unik bangsa ini.” Pandangan tentang keunikan ini harus mengarahkan pandangan dan pikiran untuk menelaah lebih jauh mengenai apa penyebabnya bagaimana memecahkannya, dan bagaimana bangsa ini dibangun untuk masa depan yang lebih baik, serta sukses di dunia dan bahagia di akherat.

Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karater pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkat peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.

Salah satu bapak pendiri bangsa, presiden pertama Republik Indonesia, Bung Karno, bahkan menegaskan: “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character building) karena character building inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju, serta bermatabat. Kalau character building ini tidak dilakukan, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli.

Sejalan dengan kerinduan terhadap pancasila, dunia pendidikan hari ini pun sedang merindukan dan mengelu-elukan pendidikan karakter. Pemerintah melalui kementerian pendidikan nasional, sedang mencanangkan program pendidikan karakter secara besar-besaran. Pendidikan karakter dianggap sebagai solusi terbaik terhadap berbagai bencana moral yang melilit bangsa ini, yakni; hilangnya nilai-nilai Ketuhanan YME, lemahnya nilai-nilai peri-kemanusiaan yang adil dan beradab, lunturnya persatuan dan lemahnya prinsip musyawarah untuk mufakat, serta semakin terpinggirkannya nilai-nilai keadilan.

Dalam kebijakan nasional ditegaskan, antara lain bahwa pembangunan karakter bangsa merupakan kebutuhan asasi dalam proses berbangsa dan bernegara. Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia sudah bertekad untuk menjadikan pembangunan karakter bangsa sebagai bahan penting dan tidak dipisahkan dari pembangunan nasional.

Secara ekplisit pendidikan karakter (watak) adalah amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang pada pasal 3 menegaskan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Dalam arah dan kebijakan dan prioritas pendidikan karakter ditegaskan bahwa pendidikan karakter sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pencapaian visi pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025. Bahwa pendidikan karakter sejalan dengan prioritas pendidikan nasional, dapat dicermati dari Standar Kompetensi Lulusan (SKL) pada setiap jenjang pendidikan. Sebagaimana diketahui untuk memantau pelaksanaan pendidikan dan mengukur ketercapaian kompentensi yang ingin diraih pada setiap jenjang pendidikan telah diterbitkan peemendiknas nomor 23 tahun 2006 tentang SKL. Jika  dicermati secara mendalam, sesungguhnya hampir pada setiap rumusan SKL tersebut secara implisit maupun eksplisit baik pada SKL SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan SMK, memuat subtansi nilai/karakter.

Potensi peserta didik yang akan dikembangkan seperti beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab pada hakikatnya dekat dengan makna karakter. Senada dengan sembilan pilar pendidikan karakter yang telah dilansir oleh Kementrian Pendidikan Nasional antara lain. (1). Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, (2). Kemandirian dan Tanggung jawab, (3). Kejujuran dan Diplomatis, (4). Hormat dan Santun, (5). Dermawan, Suka tolong menolong, dan Gotong royong, (6). Percaya diri dan Kerja keras, (7). Kepemimpinan dan Keadilan, (8). Baik dan Rendah hati, dan (9). Toleransi, Perdamaian, dan Kesatuan.

Tidak dapat disangkal bahwa, sekolah memiliki dampak dan pengaruh terhadap karakter siswa, baik disengaja maupun tidak. Kenyataan ini menjadi entry point untuk menyatakan bahwa sekolah mempunyai tugas dan tanggugjawab untuk melakukan pendidikan moral dan pembentukan karakter. Tidak perlu disangsikan lagi, bahwa pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak baik rumah tangga, sekolah dan lingkungan sekolah, masyarakat luas. Oleh karena itu, pendidikan  harus terus didorong untuk mengembangkan karakter bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kuat sehingga pada gilirannya bangsa Indonesia akan mampu membangun peradaban yang lebih maju dan modern.

F. Empat Pilar Dicabut Oleh Mahkamah Konstitusi

Sejak runtuhnya kekuasaan rezim otoritarian Orde Baru oleh gerakan reformasi yang memuncak di pertengahan Mei 1998 lalu, Pancasila memang nyaris dilupakan dan secara sadar mulai dikubur dalam-dalam dari ingatan. Seiring dengan perkembangan kehidupan global dan tuntutan sebagai akibat dari adanya kemajuan dalam segala bidang, kemerdekaan bangsa harus kita terjemahkan dalam format pembentukan kedaulatan ekonomi, demokratisasi, serta pembebasan seluruh rakyat Indonesia dari segala bentuk belenggu kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan (MPR dalam Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, 2013:xix).

Dalam artikel opininya di harian KOMPAS (1/6) , guru besar UI Prof. Sri-Edi Swasono, kembali mengulas gugatannya, ia menegaskan sebaiknya MPR RI yang bekerja berdasarkan amanat UU No. 27 Tahun 2009 tersebut harus lebih bijaksana dan berani mengoreksi kesalahan sekecil apapun termasuk pada gagasan sosialisasi 4 pilar yang justru kembali mengkebiri peranan Pancasila, menurutnya Pancasila tak boleh diganggu gugat sebagai dasar negara.

Empat pilar yang terkandung di dalam Pasal 34 ayat (3) huruf b UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol) yang menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan. Dalam putusan Mahkamah Konstitusi frasa “empat pilar kebangsaan dan bernegara” dalam pasal itu dihapus, sehingga Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika, dan UUD 1945 bukan lagi dianggap sebagai pilar kebangsaan. “Frasa ‘empat pilar kebangsaan dan bernegara’ dalam Pasal 34 ayat (3b) UU Parpol bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Ketua Majelis MK, Hamdan Zoelva saat membacakan putusan bernomor 100/PUU-XI/2013 di ruang pleno MK, Kamis (3/4).

Pengujian Pasal 34 ayat (3b) UU Parpol ini diajukan sejumlah warga negara yang tergabung dalam Masyarakat Pengawal Pancasila Jogya, Solo, dan Semarang (MPP Joglosemar). Mereka keberatan masuknya Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan. Pasal yang diuji, parpol wajib mensosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan yaitu Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika, dan UUD 1945.

Pasal itu dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum karena menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan yang sejajar dengan ketiga pilar lainnya. Penempatan Pancasila sebagai pilar merupakan kesalahan fatal karena Pancasila telah disepakati para pendiri bangsa sebagai dasar negara (philosophie groundslaag) dalam Pembukaan UUD 1945. Sedangkan kata ”dasar” dan ”pilar” memiliki makna yang berbeda yang menimbulkan kebingungan dosen di perguruan tinggi saat menjelaskan kepada mahasiswanya. Karena itu, ”proyek” sosialisasi oleh MPR mengenai empat pilar yang salah satunya Pancasila harus dihentikan karena menyesatkan bangsa ini. Dalam Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, 2012:5, disebutkan bahwa penyebutan Empat Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara tidaklah dimaksudkan bahwa keempat pilar tersebut memiliki kedudukan yang sederajat. Setiap pilar memiliki tingkat, fungsi dan konteks yang berbeda. Pada prinsipnya Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara kedudukannya berada di atas tiga pilar yang lain.

Namun, pasal itu tetap diminta dinyatakan inkonstitusional atau sekurang-kurangnya kata “Pancasila” dalam pasal itu dicabut dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan mengikat. Pendidikan politik berbangsa dan bernegara bukan hanya terbatas pada keempat pilar itu, melainkan masih banyak aspek lain yang penting antara lain negara hukum, kedaulatan rakyat, wawasan nusantara, ketahanan nasional. Karenanya, partai politik juga harus melakukan pendidikan politik terhadap aspek-aspek itu.

Hakim konstitusi Arief Hidayat menyatakan concurring opinion (alasan berbeda), dan hakim Patrialis Akbar mengajukan dissenting opinion (pendapat berbeda). Arief mengatakan istilah empat pilar yang memasukkan Pancasila sebagai salah satu pilarnya tidak dapat dimaknai Pancasila memiliki kedudukan yang sama dengan pilar lainnya. Sebab, masing-masing pilar memiliki kedudukan beragam sesuai karakter dan fungsinya.

Namun, penyebutan pilar terhadap Pancasila bertentangan dengan alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Karenanya, frasa “empat pilar berbangsa dan bernegara” dalam Pasal 34 ayat (3b) UU Parpol bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai Pancasila merupakan dasar dan ideologi negara. Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara harus menjadi jiwa yang menginspirasi  seluruh pengaturan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai Pancasila baik sebagai ideologi dan dasar negara sampai hari ini tetap kokoh menjadi landasan dalam bernegara. Pancasila juga  tetap tercantum dalam konstitusi negara kita meskipun beberapa kali mengalami pergantian dan perubahan konstitusi. Ini menunjukkan bahwa  Pancasila merupakan  konsensus nasional dan dapat diterima oleh semua kelompok masyarakat Indonesia. Pancasila terbukti mampu memberi  kekuatan kepada bangsa Indonesia, sehingga  perlu dimaknai, direnungkan, dan diingat oleh seluruh komponen bangsa.

G. Desain Pendidikan Karakter di Sekolah

Dinamika perubahan jaman selalu diikuti pula oleh dinamika penyempurnaan desain pendidikan, yaitu kurikulum. Kurikulum adalah sebuah alat untuk mencapai tujuan pendidikan sekaligus sebagai pedoman  pelaksanaan pendidikan. Falsafah hidup bangsa, tujuan ke arah mana bentuk tujuan hidup bangsa kelak itu ditentukan semuanya tergantung pada kurikulum yang digunakan. Dalam kehidupan sosial kebutuhan dan tuntutan masyarakat cenderung mengalami perubahan, dan kurikulum lah yang mengantisipasi  perubahan tersebut. Karena bagaimanapun juga pendidikan dianggap sebagai langkah yang paling strategis untuk mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.  Pendidikan jualah yang mengantarkan sebuah bangsa mencapai peradaban kebudayaan tinggi. Dan dalam sejarah perjalanannya sejak bangsa Indonesia merdeka desain pendidikan mengalami perubahan, yaitu kurikulum Rencana Pelajaran tahun 1948-1968, Kurikulum Berbasis Tujuan tahun 1975-1984, serta KBK dan KTSP tahun 2004-2006. Sedangkan kurikulum yang diberlakukan pada saat ini adalah kurikulum 2013.

Disdik, Abd Kadir, M. Pd. , menyatakan bahwa  perubahan yang paling mendasar dan riil dari kurikulum 2013 adalah lebih menitikberatkan pada pembentukan karakter, “ Penguatan fondasi ettitut dari bawah yaitu di pendidikan dasar, penanaman nilai-nilai etika, etiket, moral dan norma mendapatkan porsi yang besar dan diintegralkan dalam mata pelajaran yang diajarkan. Semakin ke atas yaitu tingkat SMP maka porsi tersebut semakin berkurang dan semakin ke atas lagi  tingkat SMA semakin berkurang. Yang kedua adalah penguatan pada skill (Ketrampilan) dan baru kemudian pada ilmu pengetahuan dan teknologinya. Semakin jenjang pendidikan ke atas maka semakin banyak dan luas pengetahuan diberikan. (Lilik Rosida Irmawati)

Untuk memahami makna belajar dalam pendidikan karakter pengajar harus bisa membawa suasana agar peserta didik dapat mengikuti pelajaran tersebut dan tidak menyebabkan jenuh. Untuk hal tesebut dibutuhkan model pembelajaran pendidikan karakter yang sesuai dengan keadaan peserta didik.

Sebagai kerangka kerja, dalam pendidikan karakter penting sekali dikembangkan nilai-nilai etika inti, seperti keimanan, kejujuran, rasa hormat, kepedulian, dan nilai-nilai kinerja pendukungnya, seperti komitmen, kesungguhan, ketekunan dan kegigihan sebagai basis karakter yang baik.

  1. Sekolah berkomitmen untuk mengembangkan karakter peserta didik berdasarkan nilai-nilai dimaksud.
  2. mendefinisikan karakter dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah sehari-hari.
  3. mencontohkan nilai-nilai karakter, mengkaji dan mendiskusikannya, menggunakannya sebagai dasar dalam hubungan antar warga sekolah.
  4. mengapresiasi manifestasi nilai-nilai tersebut di sekolah dan masyarakat. Hal terpenting, semua komponen sekolah bertanggung jawab terhadap standar-standar perilaku yang konsisten sesuai dengan nilai-nilai inti.

Siswa memahami nilai-nilai inti dengan mempelajari dan mendiskusikannya, mengamati perilaku model dan mempraktekkan pemecahan masalah yang melibatkan nilai-nilai. Siswa belajar peduli terhadap nilai-nilai inti dengan mengembangkan keterampilan empati, membentuk hubungan yang penuh perhatian, membantu menciptakan komunitas bermoral, mendengar cerita ilustratif dan inspiratif, dan merefleksikan pengalaman hidup. Dalam konteks seperti itu diperlukan pembelajaran yang dialogis antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa dengan semua warga sekolah. Untuk pembelajaran di kelas dapat diterapkan pembelajaran kooperatif dengan memberikan penguatan pada kegiatan kelompok.

Implementasi strategi pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan melalui model pendidikan terintegrasi. Model pendidikan terintegrasidilakukan dengan mengintegasikan nilai-nilai karakter pada kompetensi-kompetensi mata pelajaran. Implementasinya melalui kegiatan pembelajaran/KBM, pengembangan budaya sekolah, dan ekstra kurikuler. Misalnya:

  • Kegiatan Pembelajaran/Belajar Mengajar (KBM). Untuk menumbuhkan nilai karakter rasa ingin tahu melalui kegiatan observasi, meningkatkan keterampilan berkomunikasi yang efektif dengan kegiatan diskusi dan presentasi, mengembangkan berfikir kritis dengan kegiatan penelitian sederhana, dsb.
  • Budaya Sekolah. Untuk menumbuhkan karakter keimanan melalaui doa awal dan akhir pelajaran, dan/atau sholat berjamaah, meningkatkan sikap dan perilaku rasa hormat/respek dengan membiasakan berjabatan tangan dan mengucap salam secara santun,  untuk karakter peduli lingkungan dengan membiasakan menjaga kebersihan kelas dan membuang sampah di tempatnya. Dapat juga melalui kegiatan yang bersifat spontan, misalnya mengumpulkan sumbangan bagi korban bencana alam, mengunjungi teman yang sakit atau tertimpa musibah.
  • Kegaiatan Ekstra Kurikuler: Pramuka, Olah raga, Karya Ilmiah, Seni, PMR, dsb. Untuk mengembangkan kecakapan kerjasama dan jiwa sportif melalui bermain olah raga, mengembangkan rasa percaya diri melalui PENSI, peduli kemanusiaan dengan PMR donor darah, peduli sosial dengan bahti sosial bantuan bencana. Melalui kegiatan luar ruang akan terbentuk karakter keberanian, kerja sama, partiotisme, memahami dan menghargai alam, saling menolong, dengan demikian juga memupuk sikap peduli dan empati.

Pendidikan Karakter merupakan bagian dari pembelajaran secara keseluruhan. Nilai-nilai dari pendidikan karakter merupakan bagian dari kompetensi yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran. Karena itu, penilaiannya tirintegrasi dengan dengan penilaian pembelajaran untuk mencapai kompetensi yang dimaksud. Hal penting yang perlu disadari adalah kepastian untuk menilai aspek karakter yang telah diintegrasikan tersebut. Agar tidak memberatkan tugas, sebaiknya dipilih karakter yang esensial saja yang dinilai. Misalnya menilai kemampuan berkomunikasi dengan penilaian kinerja, menilai nilai keuletan dengan penilaian sikap, dsb.

Hasil penilaian pendidikan karakter, selanjutnya diformulasikan untuk di masukkan ke dalam buku rapor siswa. Misalnya nilai ini untuk mengsisi hasil belajar aspek ahklak dan kepribadian. Bentuk nilai sebaiknya tidak berupa angka, tetapi  kualifikasi kata:  Baik, Sedang, dan Kurang. Jika ingin lebih baik baik lagi dengan deskripsi kalimat pernyataan. Misalnya keimanan, rasa hormat, cinta tanah air baik, tetapi kepeduliaan lingkungan kurang.

Dengan desain yang dipaparkan diatas diharapkan dapat menambah pengetahuan peserta didik mengenai karakter yang baik, selain itu diharapkan dapat mampu diwujudkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika hal tersebut dapat berjalan dengan baik maka akan mencetak anak bangsa yang luar biasa yang  dapat meneruskan bangsa ini dengan tidak melupakan karate luruh bangsa Indonesia yang tercermin dalam nilai-nilai Pancasila.

Bab III. Penutup

A. Kesimpulan

Karakter bangsa Indonesia harus tercerminkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Di era arus globalisasi yang semakin maju akan menjadi tantangan tersendiri untuk membentuk karakter bangsa ini, harus dengan bertahap dan di dukung oleh semua elemen agar pembentukan karakter dapat berjalan dengan baik. Salah satunya dapat dilakukan dengan pendidikan.

Saat ini banyak pihak yang menuntut untuk meningkatkan pelaksanaan dan intensitas pendidikan karakter. Karena kenyataanya banyak anak muda sekarang ini mulai melupakan karakter yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia, mereka terseret oleh kebudayaan asing yang semakin merajalela. Jika perkembangan budaya asing yang terus memasuki Indonesia tanpa didampingi perkembangan karakter budaya Indonesia, maka secara perlahan budaya Indonesia itu sendiri akan tergeserakan dan dilupakan.

Pemerintah kini juga sudah mulai mengembangkan kurikulum 2013, kurikulum yang menekankan pada perkembangan karakter bangsa. Peserta didik dituntut aktif serta dapat memiliki karakter yang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal; Sujak. Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter. 2011. Bandung: Yrama Widya.

Galih Manunggal Putra. Pancasila sebagai karakter dan jati diri bangsa

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 44/DIKTI/Kep/2006  TENTANG  RAMBU-RAMBU PELAKSANAAN KELOMPOK MATAKULIAH BERKEHIDUPAN BERMASYARAKAT DI PERGURUAN TINGGI

Kesuma, Dharma; Cepi, Triatna; Johar, Permana. 2011. Pendidikan Karakte Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Narwanti, Sri. 2011. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Familia.

Samani, Muchlas; Hariyanto. 2014. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Soegito AT dkk. 2013. Pendidikan Pancasila. Semarang:Pusat Pengembangan MKU/MKDK Universitas Negeri Semarang.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI

 undang-undang-no-20-tentang-sisdiknas

Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.2012. http://sida.lanri.info/sida/attachment/Pilar%20Kehidupan%20Berbangsa%20dan%20Bernegara.pdf

Finaldi, Zulkarnain. 2013. “Mahasiswa Unigal Demo Lagi”. http://www.kabar-priangan.com/news/detail/7838 (Diunduh 7 Mei 2015)

http://alhada-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-42607-Makalah-Cara%20Mengembalikan%20Jati%20Diri%20Bangsa%20Indonesia.html

http://definisimu.blogspot.com/2012/09/definisi-karakter.html

http://lidawati.com/penerapan-kurikulum-2013-menuju-pembentukan-karakter/ (26 April 2015, 13:45)

http://www.academia.edu/9112705/PEMBANGUNAN_KARAKTER_BANGSA_INDONESIA_BERDASARKAN_PANCASILA_MENUJU_BANGSA_MANDIRI_DI_ERA_GLOBALISASI_Oleh

http://www.jatengtime.com/2012/sospol/saat-ini-generasi-muda-kehilangan-jati-diri/#.VW8YPlJ0PIU

https://abiechuenk.wordpress.com/2012/01/17/pendidikan-dan-pembentukan-karakter/ (26 April 2015, 13:12)

https://hangeo.wordpress.com/2012/03/15/kendala-kendala-implementasi-pendidikan-karakter-di-sekolah/ (5 Mei 2015, 21:31)

https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20121106212218AA6bcNq

PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS PANCASILA.I Nyoman Yoga Segara. http://bdkjakarta.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=924 (23 April 2015, 22:30)

www.fokusjabar.com. “Mata Kuliah Pancasila Dihapus, Mahasiswa Demo”. (diunduh pada 7 Mei 2015, 23:06)

Laporan Praktikum Efek Fotolistrik

Efek Fotolistrik Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang Efek fotolistrik adalah fenomena terlepasnya elektron logam akibat disinari cahaya. Ditinjau dari perspektif sejarah, penemuan efek...
Ananda Dwi Putri
9 min read

Laporan Praktikum Tetes Minyak Milikan

Tetes Minyak Milikan Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang Elektron merupakan suatu dasar penyusun atom. Inti atom terdiri dari elektron (bermuatan negatif) dan proton...
Ahmad Dahlan
7 min read

Makalah Sifat Fantasi Dalam Tinjauan Psikologi

Sifat Fantasi Bab I. Pendahuluan Pada dasarnya psikologi mempersoalkan masalah aktivitas manusia. Baik yang dapat diamati maupun tidak secara umum aktivitas-aktivitas (dan penghayatan) itu...
Wahidah Rahmah
4 min read

Leave a Reply