Karakteristik dan Pengelompokan Jaringan Jalan

3 min read

Ditinjau dari sisi penyediaan (supply), keberadaan jaringan jalan yang terdapat dalam suatu kota sangat menentukan pola jaringan pelayanan angkutan umum. Karakteristik jaringan jalan meliputi jenis jaringan, klasifikasi, kapasitas, serta kualitas jalan.

A. Jenis Jaringan Jalan

Beberapa jenis ideal jaringan jalan (Morlok, 1978: 682) adalah jaringan jalan grid (kisi-kisi), radial, cincin-radial, spinal (tulang belakang), heksagonal, dan delta. Gambar berikut menggambarkan jenis jaringan jalan tersebut.

Jenis Jenis Jaringan Jalan (Morlok, 1978)

Jaringan jalan grid merupakan bentuk jaringan jalan pada sebagian besar kota yang mempunyai jaringan jalan yang telah direncanakan. Jaringan ini terutama cocok untuk situasi di mana pola perjalanan sangat terpencar dan untuk layanan transportasi yang sama pada semua area.

Jenis jaringan radial difokuskan pada daerah inti tertentu seperti CBD. Pola jalan seperti menunjukkan pentingnya CBD dibandingkan dengan berbagai pusat kegiatan lainnya di wilayah kota tersebut. Jenis populer lainnya dari jaringan jalan, terutama untuk jalan-jalan arteri utama, adalah kombinasi bentuk-bentuk radial dan cincin Jaringan jalan ini tidak saja memberikan akses yang baik menuju pusat kota, tetapi juga cocok untuk lalu lintas dari dan ke pusat-pusat kota lainnya dengan memutar pusat-pusat kemacetan.

Bentuk lain adalah jaringan jalan spinal yang biasa terdapat pada jaringan transportasi antar kota pada banyak koridor perkotaan yang telah berkembang pesat, seperti pada bagian timur laut Amerika Serikat. Ada bentuk lainnya bersifat abstrak yang memang mungkin untuk diterapkan tetapi tampaknya tidak pernah dipakai, yaitu jaringan jalan heksagonal. Keuntungan jaringan jalan ini adalah adanya persimpangan-persimpangan jalan yang berpencar dan mengumpul tetapi tanpa melintang satu sama lain secara langsung.

B. Klasifikasi Jalan

Jalan mempunyai suatu sistem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam suatu hubungan hirarki (Setijowarno dan Frazila, 2001: 107). Menurut peranan pelayanan jasa distribusinya, sistem jaringan jalan terdiri dari:

  1. Sistem jaringan jalan primer, yaitu sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang kemudian berwujud kota;
  2. Sistem jaringan jalan sekunder, yaitu sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi untuk masyarakat di dalam kota.

Pengelompokkan jalan berdasarkan peranannya dapat digolongkan menjadi:

  1. Jalan arteri, yaitu jalan yang melayani angkutan jarak jauh dengan kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien;
  2. Jalan kolektor, yaitu jalan yang melayani angkutan pengumpulan dan pembagian dengan ciri-ciri merupakan perjalanan jarak dekat dengan kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk dibatasi;
  3. Jalan lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dengan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

Klasifikasi jalan menurut kelasnya dalam Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1993 tentang Prasarana Lalu Lintas Jalan adalah sebagai berikut:

  1. Jalan kelas I, jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan maksimal lebar 2.500 mm, panjang 18.000 mm, dan muatan sumbu terberat > 10 ton;
  2. Jalan kelas II, jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan maksimal lebar 2.500 mm, panjang 18.000 mm, dan muatan sumbu terberat maksimal 10 ton;
  3. Jalan kelas III A, jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan maksimal lebar 2.500 mm, panjang 18.000 mm, dan muatan sumbu terberat maksimal 8 ton;
  4. Jalan kelas III B, jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan maksimal lebar 2.500 mm, panjang 12.000 mm, dan muatan sumbu terberat maksimal 8 ton;
  5. Jalan kelas III C, jalan lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan maksimal lebar 2.100 mm, panjang 9.000 mm, dan muatan sumbu terberat maksimal 8 ton;

C. Kapasitas Jalan

Kapasitas jalan adalah volume maksimum dimana lalu lintas dapat lewat sepanjang jalan tersebut pada keadaan tertentu. Hal ini berguna sebagai tolok ukur dalam penetapan keadaan lalu lintas sekarang atau pengaruh dari usulan pengembangan baru.

Kapasitas jalan di perkotaan biasanya ditentukan oleh kemampuan kendaraan yang dilewatkan/dilepaskan oleh persimpangan. Jaringan jalan terdiri dari persimpangan dan link, dan masing-masing komponen ini mempunyai karakter fisik yang mempengaruhi arus lalu lintas maksimum yang dapat dilewatkan. Arus lalu lintas juga bergantung kepada bentuk pergerakan kendaraan dan pejalan kaki pada keseluruhan jaringan, sesuai geometrik dan jumlah ruang jalan yang tersedia.

Kapasitas jalan bergantung pada kondisi yang ada, termasuk:

  1. Sifat fisik jalan (seperti: lebar, jumlah dan tipe persimpangan, alinyemen, permukaan jalan dll).
  2. Komposisi lalu lintas dan kemampuan kendaraan (seperti: proporsi berbagai tipe kendaraan dan kemampuan penampilannya)
  3. Kondisi lingkungan dan operasi (yaitu: cuaca, tingkat aktivitas pejalan kaki)

D. Kualitas Jalan

Kualitas jalan berkaitan dengan kondisi jalan dan permukaan jalan. Ruas jalan-ruas jalan dengan permukaan jalan yang rusak mengakibatkan tingkat mobilitas yang rendah, karena kendaraan tidak dapat bergerak dengan lancar, mengalami banyak hambatan dan tundaan. Kualitas jalan yang baik selain memberikan kemudahan bergerak di atas jalan raya juga terpenuhinya unsur keamanan dalam berkendaraan.

Keterkaitan karakteristik jaringan jalan dengan angkutan umum adalah pada rute pelayanan. Penentuan rute pada suatu wilayah kota harus mempertimbangkan jaringan jalan yang tersedia agar dapat memberikan akses yang baik terhadap pembangkit lalu lintas. Sementara itu dalam menentukan dimensi angkutan yang beroperasi pada sebuah rute harus sesuai dengan klasifikasi jalan yang tersedia, sehingga tidak menimbulkan gangguan dalam perjalanannya

Daftar Pustaka:

B. G. Hutchinson (1974) Principles of Urban Trandport System Planning. Washington D. C: Scripta Book Company.

Black, J.A., (1981) Urban Transport Planning: Theory and Practise. London: Cromm Helm.

Boris S. Pushkarev (1977) Public Transportation and Land Use Policy. Bloomington: Indiana University Press.

Bruton, M.J., (1985) Introduction to Transport Planning. Third Edition. London: Anchor Brendon Ltd.

Chapin, F. Stuart Jr., and (1979) Urban Land Use Planning, Third Edition. Chicago: University of Illinois Press.

Effendi dan Manning (1989) “Prinsip-prinsip Analisisi Data”. Dalam Masri Singarimbun dan Sofian Effendi. Metode Penelitian Survai. Edisis Revisi. Jakarta: LP3ES, hal. 263-298.

Hadi Sabari Yunus (2000) Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Idwan Santoso (1996). Perencanaan Prasarana Angkutan Umum. Pusat Studi Transportasi & Komunikasi, Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Levinson, Hebert S. (1982) Urban Transportasion. New York.

Morlok, Edward K. (1978) Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi. Alih Bahasa Johan Kelanaputra Hainim. Editor Yani Sianipar. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Nazir, Mohamad (1988) Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nobert Oppenheim (1975) Urban Travel Demand Modeling. John Wiley & Sons, Inc.

Peter R. Stopher, Arnim H. Meyburg (1975) Urban Transportation Modeling and Planning. Forth edition. D. C. Health and Company.

Perencanaan Transportasi (1996). Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat, Institut Teknologi Bandung. Bandung

Perencanaan Sistem Angkutan Umum (1997). Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Setjowarno, D. dan Frazila, R.B (2001) Pengantar Sistem Transportasi. Edisi pertama. Semarang: Penerbit Universitas Katolik Soegijapranata.

Tesis Susanto Adi Wibowo, Kajian Kinerja dan Pengembangan Rute Angkutan Umum Penumpang Dalam Kota di Kota Salatiga (Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang Tahun 2003)

Tamin, Ofyar Z. (2000) Perencanaan dan Permodelan Transportasi. Edisi ke-2. Bandung: Penerbit ITB.

Warpani, Suwarjoko (1990) Merencanakan Sistem Perangkutan. Bandung: Penerbit ITB.

Wells, GR (1975) Comprehensive Transport Planning. London: Charles Griffin & Comp. Ltd

Wright, PH (1989). Transportation Engineering Planning and Design. New York: John Wiley & Sons, Inc

Laporan Praktikum Kimia Dasar I Reaksi-Reaksi Kimia

Reaksi-Reaksi Kimia A. Tujuan Percobaan Memperajari sifat-sifat kimia suatu zat melalui reaksi-reaksi kimia. B. Dasar Teori Reaksi kimia merupakan reaksi senyawa dalam larutan (air). Perubahan...
Ananda Dwi Putri
16 min read

Apa perbedaan Bilangan Nyata Dengan Imajiner?

Bilangan nyata adalah bilangan yang sesuai dengan namanya. Kebalikan dengan bilangan khayal, bilangan nyata mewakili nilai sebenarnya tidak berputa-pura atau berkhayal. Bilangan nyata yang merupakan...
Ahmad Dahlan
34 sec read

Keuntungan dan Kerugian Menggunakan Sistem Pneumatik

A.      Keuntungan Menggunakan Pneumatik Penggunaan udara kempa dalam sistim pneumatik memiliki beberapa keuntungan antara lain dapat disebutkan berikut ini :     • Ketersediaan yang tak...
Ahmad Dahlan
1 min read

Leave a Reply