Menurut (Yunus, 1999:41), perkembangan perkotaan adalah suatu proses perubahan keadaan perkotaan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain dalam waktu yang berbeda. Sorotan perubahan keadaan tersebut biasanya didasarkan pada waktu yang berbeda dan untuk menganalisis ruang yang sama. Perkembangan kota menurut (J.H.Goode dalam Daldjoeni, 1998:21) dipandang sebagai fungsi dari pada faktor-faktor jumlah penduduk, penguasaan alat atau lingkungan, kemajuan teknologi dan kemajuan dalam organisasi sosial.
Menurut (Bintarto, 1989:66-67), perkembangan kota dapat dilihat dari aspek zone-zone yang berada di dalam wilayah perkotaan. Dalam konsep ini Bintarto menjelaskan perkembangan kota tersebut terlihat dari penggunaan lahan yang membentuk zone-zone tertentu di dalam ruang perkotaaan sedangkan menurut (Branch,1995:52), bentuk kota secara keseluruhan mencerminkan posisinya secara geografis dan karakteristik tempatnya.
Selanjutnya menurut (Alexander, J.W. dalam Jayadinata, T. Johara 1999:179), bahwa karena keadaan topograpi tertentu atau karena perkembangan sosial ekonomi tertentu, akan berkembang beberapa pola perkembangan kota, yaitu pola menyebar, pola sejajar dan pola merumpun. Pola menyebar (dispersed pattern) dari perkotaan terjadi pada keadaan topograpi yang seragam dan ekonomi yang homogen. Pola sejajar (linnier pattern) dari perkotaan terjadi sebagai akibat adanya perkembangan sepanjang jalan, lembah, sungai atau pantai. Pola merumpun (clustered pattern) dari perkotaan terjadi pada topograpi agak datar tetapi terdapat beberapa relief lokal yang nyata dan sering kali berkembang berhubungan dengan pertambangan.
Pola perkembangan kota di atas tanah datar terlihat pada gambar berikut:
Berdasarkan pada penampakan morfologi kota serta jenis penyebaran areal perkotaan yang ada, (Hudson dalam Yunus, 1999,133-141) mengemukakan beberapa alternatif model bentuk kota. Secara garis besar ada 7 model bentuk kota yang disarankan, yaitu;
a) Bentuk satelit dan pusat-pusat baru (satelite and neighbourhood plans), kota utama dengan kota-kota kecil akan dijalin hubungan pertalian fungsional yang efektif dan efisien;
b) Bentuk stellar atau radial (stellar or radial plans), tiap lidah dibentuk pusat kegiatan kedua yang berfungsi memberi pelayanan pada areal perkotaan dan yang menjorok ke dalam direncanakan sebagai jalur hijau dan berfungsi sebagai paru-paru kota, tempat rekreasi dan tempat olah raga bagi penduduk kota;
c) Bentuk cincin (circuit linier or ring plans), kota berkembang di sepanjang jalan utama yang melingkar, di bagian tengah wilayah dipertahankan sebagai daerah hijau terbuka;
d) Bentuk linier bermanik (bealded linier plans), pusat perkotaan yang lebih kecil tumbuh di kanan-kiri pusat perkotaan utamanya, pertumbuhan perkotaan hanya terbatas di sepanjang jalan utama maka pola umumnya linier, dipinggir jalan biasanya ditempati bangunan komersial dan dibelakangnya ditempati permukiman penduduk;
e) Bentuk inti/kompak (the core or compact plans), perkembangan kota biasanya lebih didominasi oleh perkembangan vertikal sehingga memungkinkan terciptanya konsentrasi banyak bangunan pada areal kecil;
f) Bentuk memencar (dispersed city plans), dalam kesatuan morfologi yang besar dan kompak terdapat beberapa urban center , dimana masing-masing pusat mempunyai grup fungsi-fungsi yang khusus dan berbeda satu sama lain; dan
g) Bentuk kota bawah tanah (under ground city plans), struktur perkotaannya dibangun di bawah permukaan bumi sehingga kenampakan morfologinya tidak dapat diamati pada permukaan bumi, di daerah atasnya berfungsi sebagai jalur hijau atau daerah pertanian yang tetap hijau.
Sumber:
Tesis Erizal, Evaluasi Kinerja Ruas Jalan Arteri Primer, studi kasus Ruas Jalan Sudirman Kota Bekasi (Program Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro Tahun 2003)