Daftar isi
Proyek Penanaman dan Perawatan Tanaman Kopi
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu komoditas unggulan dalam sektor perkebunan Indonesia.Kopi secara umum dibagi menjadi dua jenis yang dihasilkan di Indonesia, yaitu kopi robusta dan kopi arabika. Kopi jenis arabika dapat tumbuh dengan baik didaerah yang memiliki ketinggian diatas 1.000 – 2.100 meter di atas permukaan laut, sedangkan kopi robusta dapat tumbuh di ketinggian yang lebih rendah daripada ketinggian penanaman kopi arabika, yaitu pada ketinggian 400-800m di atas permukaan laut. Kopi di Indonesia memiliki luas areal perkebunan yang mencapai 1,2 juta hektar. Dari luas areal tersebut, 96% merupakan lahan perkebunan kopi rakyat dan sisanya 4% milik perkebunan swasta dan Pemerintah. Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI, 2015).
Total produksi kopi di Indonesia mulai dari tahun 2011 sebesar 638.646 ton yang kedua terbesar ada pada tahun 2012, yaitu sebesar 691.163 ton lalu setelah tahun 2012 tingkat produksi kopi mengalami penurunan. Penurunan produksi tersebut didasarkan oleh faktor cuaca dimana sering terjadi hujan. Namun pada tahun 2015 Indonesia kembali mampu meningkatkan produktivitas kopinya dengan total produksi yang mencapai 739.005 ton, jauh lebih besar daripada total produksi kopi tahun 2012 (Kementerian Pertanian, 2015).Selain itu faktor penurunan produksi dapat terjadi karena adanya pembaharuan pohon kopi, penggunaan pupuk yang berlebihan pada tahun sebelumnya, kemarau panjang, atau kesalahan pada pemotongan cabang kopi, sedangkan penurunan luas lahan dapat terjadi karena adanya alih fungsi lahan (Indreswari, 2015).
Peningkatan produktivitas dan mutu hasil kopi dapat dilakukan dengan cara memperhatikan teknik budidaya tanaman kopi mulai dari penanaman hingga perawatan. Kegiatan penanaman diawali dengan pemiliahan varietas yang sesuai dengan kondisi lahan, serta penentuan jarak tanam kopi yang disesuaikan dengan kemiringan tanah. Pemupukan dilakukan dengan memperhatikan waktu, dosis dan jenis pupuk serta cara pengaplikasiannya. Selain itu, perlu adanya pemangkasan agar tanaman kopi tetap rendah sehingga mudah dalam perawatan, pembentukan cabang-cabang produktif, mempermudah masuknya cahaya,serta mempermudah pengendalian hama dan penyakit (Prastowo, 2010).
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum Teknologi Produksi Tanaman pada komoditas kopi adalah untuk mengetahui teknik budidaya kopi dimulai dari penanaman hingga perawatan serta hubungan faktor lingkungan dengan pertumbuhan tanaman kopi tersebut.
Bab II. Tinjauan Pustaka
A. Sejarah dan Perkembangan Kopi di Indonesia
Sejarah kopi di Indonesia dimulai pada tahun 1696 ketika Belanda membawa kopi dari Malabar, India, ke Jawa. Mereka membudidayakan tanaman kopi tersebut di Kedawung, sebuah perkebunan yang terletak dekat Batavia. Namun, upaya ini gagal kerena tanaman tersebut rusak oleh gempa bumi dan banjir. Upaya kedua dilakukan pada tahun 1699 dengan mendatangkan stek pohon kopi dari Malabar. Pada tahun 1706 sampel kopi yang dihasilkan dari tanaman di Jawa dikirim ke negeri Belanda untuk diteliti di Kebun Raya Amsterdam. Hasilnya sukses besar, kopi yang dihasilkan memiliki kualitas yang sangat baik. Selanjutnya, tanaman kopi ini dijadikan bibit bagi seluruh perkebunan yang dikembangkan di Indonesia. Belanda pun memperluas areal budidaya kopi ke Sumatera, Sulawesi, Bali, Timor dan pulau-pulau lainnya di Indonesia. Pada tahun 1878, hampir seluruh perkebunan kopi yang ada di Indonesia terutama di dataran rendah rusak terserang penyakit karat daun atau Hemileia vastatrix (HV).
Pada saat itu semua tanaman kopi yang ada di Indonesia merupakan jenis arabika (Coffea arabica). Untuk menanggulanginya, Belanda mendatangkan spesies kopi liberika (Coffea liberica) yang diperkirakan lebih tahan terhadap penyakit karat daun. Sampai beberapa tahun lamanya, kopi liberika menggantikan kopi arabika di perkebunan dataran rendah. Di pasar Eropa kopi liberika saat itu dihargai sama dengan arabika. Namun, tanaman kopi liberika juga mengalami hal yang sama, rusak terserang karat daun. Kemudian pada tahun 1907, Belanda mendatangkan spesies lain yakni kopi robusta (Coffea canephora). Usaha kali ini berhasil, hingga saat ini perkebunan-perkebunan kopi robusta yang ada di dataran rendah bisa bertahan. Pasca kemerdekaan Indonesia tahun 1945, seluruh perkebunan kopi Belanda yang ada di Indonesia di nasionalisasi dan sejak itu Belanda tidak lagi menjadi pemasok kopi dunia (Nasution, 2006).
Saat ini perkembangan kopi di Indonesia terus mengalami kemajuan yang cukup signifikan (Nuril, 2003). Beberapa daerah di Indonesia dikenal sebagai penghasil kopi terbaik dunia. Lampung dikenal sebagai penghasil kopi terbesar di Indonesia yang memiliki jenis kopi robusta. Di Pulau Sumatera saja misalnya banyak jenis kopi berkualitas yang juga sudah dikenal hingga ke mancanegara.Seperti kopi sidikalang dari Sumatera Utara, kopi mandailing dan kopi gayo dari Aceh dan sebagainya. Di Jawa misalnya juga dikenal kopi malang yang mirip dengan yang ada di Lampung, kopi bali dan masih banyak lagi jenis kopi yang lainnya. Indonesia sebagai negara kepulauan nusantara memiliki pesona rasa kopi nusantara yang sangat beragam dan rasanya pun merupakan rasa yang berstandar kualitas ekspor.
Salah satu keistimewaan kopi yang ada di Indonesia, seperti kopi sumatera adalah perawatan dan pengelolaanya dilakukan dengan sangat intensif sehingga rasa dan aroma yang dihasilkan bisa lebih baik. Selain itu, beberapa daerah di Indonesia juga sudah mulai mengembangkan teknik budidaya tanaman kopi secara organik. Saat ini jenis tanaman organik yang lebih sehat ternyata lebih diminati oleh para pecinta kopi di tingkat dunia. Hal ini merupakan cara yang dilakukan oleh para petani kopi di Indonesia untuk mempertahankan daya jual kopi Indonesia di tingkat dunia.
Kopi nusantara yang tersebar di beberapa kawasan di Indonesia umumnya memiliki kualitas rasa yang cukup baik. Hal ini disebabkan karena Indonesia merupakan negara beriklim tropis dimana tanaman kopi akan sangat cocok tumbuh di kawasan yang beriklim tropis. Kawasan pegunungan di Indonesia dengan curah hujan yang cukup serta penetrasi cahaya matahari yang baik dan suhu tropis yang mendukung membuat tanaman kopi yang ada di Indonesia bisa tumbuh dengan kualitas yang baik. Bahkan untuk jenis kopi luwak misalnya, Indonesia bahkan diakui sebagai kopi luwak terbaik di tingkat dunia.
Tidak heran apabila kopi merupakan salah satu komoditas unggulan yang dikembangkan di Indonesia karena tergolong di dalam kategori komoditi penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Peran kopi sebagai salah satu komoditas ekspor yang menguntungkan telah dimulai sejak masa kolonial.
Pada masa kolonial, perkebunan menjadi penopang kehidupan perekonomian yang berbasis pada ekonomi perkebunan. Berdasarkan pangsa pasar yang terus mengalami peningkatan, kopi tidak hanya dibudidayakan oleh pemerintah kolonial, tetapi juga oleh rakyat (Ekadinata, 2002). Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah lama dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang lumayan tinggi. Konsumsi kopi dunia mencapai 70% berasal dari spesies kopi arabika dan 26% berasal dari spesies kopi robusta. Kopi berasal dari Afrika, yaitu daerah pegunungan di Etopia. Namun, kopi baru dikenal oleh masyarakat dunia setelah tanaman tersebut dikembangkan di luar daerah asalnya yaitu Yaman di bagian selatan Arab, melalui para saudagar Arab (Rahardjo, 2012).
B. Tanaman Kopi
I. Klasifikasi Tanaman Kopi
Kopi merupakan tanaman tropis yang dapat tumbuh dengan baik hampir di semua tempat, kecuali pada tempat yang terlalu tinggi dengan suhu yang sangat dingin. Indonesia yang merupakan salah satu negara dengan iklim tropis menyediakan tempat tumbuh yang baik bagi kopi. Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi diantara tanaman perkebunan lainnya, termasuk tanaman tahunan yang bisa mencapai umur produktif selama 20 tahun. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor penting dari Indonesia yang berperan penting sebagai sumber devisa negara. Tanaman kopi sendiri berasal dari Afrika, yaitu daerah pegunungan di Etopia. Tanaman kopi termasuk dalam famili Rubiaceae yang memiliki banyak jenis, namun jenis kopi yang dikenal secara umum antara lain Coffea arabica, Coffea robusta, dan Coffea liberica. Menurut Andrifah (2012), Coffea sp. atau tanaman kopi ini tergolong kedalam kingdom (Plantae), Divisi (Magnoliophyta), Kelas (Magnoliopsida), Ordo (Gentianales), Famili (Rubiaceae),dan Genus (Coffea canephora).
II. Morfologi Tanaman Kopi
Tanaman kopi merupakan tanaman tahunan yang memiliki bagian-bagian pada tanamannya seperti daun, batang, akar, bunga, dan buah.
a) Daun
Daun kopi berbentuk bulat, ujungnya agak meruncing sampai bulat dengan bagian pinggir yang bergelombang. Daun tumbuh pada batang, cabang dan ranting. Menurut Panggabean (2011), daun tanaman kopi hampir memiliki karakteristik yang sama dengan daun pada tanaman kakao yang lebar dan tipis, sehingga dalam budidayanya memerlukan tanaman naungan. Sedangkanmenurut Najiyati (2001), daun kopi memiliki bentuk bulat telur dengan ujung agak meruncing. Daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang, dan rantingnya-rantingnya.
b) Batang
Kopi merupakan tumbuhan berkayu, memiliki batang yang tumbuh tegak ke atas, dan berwarna putih keabu-abuan. Pada batang, terdapat dua macam tunas yaitu tunas seri (tunas reproduksi) yang selalu tumbuh searah dengan tempat tumbuh asalnya dan tunas legitim yang hanya dapat tumbuh sekali dengan arah tumbuh yang membentuk sudut nyata dengan tempat aslinya (Arief, 2011).
c) Akar
Tanaman kopi merupakan tanaman semak belukar berkeping dua (dikotil), sehingga memiliki perakaran tunggang. Perakaran ini hanya dimiliki jika tanaman kopi berasal dari bibit semai atau bibit sambung (okulasi) yang batang bawahnya berasal dari bibit semai (Anshori, 2014). Sistem perakaran pada kopi yaitu sistem perakaran tunggang yang tidak mudah rebah. Perakaran tanaman kopi relatif dangkal, lebih dari 90% dari berat akar terdapat pada lapisan tanah 0-30 cm (Najiyati, 2012).
d) Bunga
Pada umumnya, tanaman kopi berbunga setelah berumur sekitar dua tahun. Bunga kopi berukuran kecil, mahkota berwarna putih dan berbau harum. Kelopak bunga berwarna hijau, bunga tersusun dalam kelompok, masing-masing terdiri dari 4-6 kuntum bunga. Tanaman kopi yang sudah cukup dewasa dan dipelihara dengan baik dapat menghasilkan ribuan bunga. Bila bunga sudah dewasa, kelopak dan mahkota akan membuka, kemudian segera terjadi penyerbukan. Setelah itu bunga akan berkembang menjadi buah. Waktu yang diperlukan sejak terbentuknya bunga hingga buah menjadi matang ± 8-11 bulan, tergantung dari jenis dan faktor lingkungannya (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009).
e) Buah
Buah kopi mentah berwarna hijau dan ketika matang akan berubah menjadi warna merah. Buah kopi terdiri atas daging buah dan biji. Daging buah terdiri atas tiga bagian yaitu lapisan kulit luar (eksokarp), lapisan daging buah (mesokarp), dan lapisan kulit tanduk (endokarp). Kulit tanduk buah kopi memiliki tekstur agak keras dan membungkus sepanjang biji kopi. Daging buah ketika matang mengandung lender dan senyawa gula yang rasanya manis (Panggabean, 2011).
Buah kopi umumnya mengandung dua butir biji tetapi ada juga buah yang tidak menghasilkan biji atau hanya menghasilkan satu butir biji. Biji kopi terdiri atas kulit biji dan lembaga. Secara morfologi, biji kopi berbentuk bulat telur, bertekstur keras, dan berwarna putih kotor (Najiyati, 2012).
III. Syarat Tumbuh Tanaman Kopi
Kopi adalah suatu jenis tanaman yang terdapat di daerah tropis dan subtropis yang dapat hidup di dataran rendah dan dataran tinggi. Kondisi lingkungan tumbuh tanaman kopi yang berpengaruh terhadap produktivitas tanaman kopi adalah tinggi tempat dan curah hujan. Menurut Ryan (2016), faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kopi antara lain, ketinggian tempat, curah hujan, kondisi tanah, intensitas cahaya, dan angin agar pertumbuhan tanaman kopi bisa optimal. Secara garis besar, di Indonesia terdapat dua jenis kopi yang keduanya tumbuh dan berkembang secara optimal pada dua kondisi iklim yang berbeda. Kedua jenis kopi tersebut yaitu kopi arabika untuk dataran tinggi dan kopi robusta untuk dataran menengah sampai rendah.
Kopi arabika merupakan jenis tanaman kopi yang dapat tumbuh optimal di dataran tinggi. Kopi arabika tumbuh baik dengan citarasa yang bermutu pada ketinggian di atas 1000 meter dari permukaan laut. Menurut Rahardjo (2012), kopi arabika adalah jenis tanaman dataran tinggi antara 1250-1850 meter dari permukaan laut dengan suhu sekitar 17-21 ˚C. Kopi jenis lain yang berkembang di Indonesia dalah kopi robusta. Kopi robusta merupakan jenis tanaman kopi yang dapat tumbuh di daerah dataran menengah sampai rendah. Kopi robusta dapat tumbuh optimal pada ketinggian dibawah 1000 meter dari permukaan laut. Menurut Ryan (2016), tanaman kopi robusta tumbuh di dataran dengan ketinggian 400-700 meter di atas permukaan laut. Tanaman kopi robusta menghendaki curah hujan 2000-3000 mm per tahun.
Pada kopi, curah hujan sangat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman, terutama selama proses pembungaan dan pembentukan buah. Pada umumnya, tanaman kopi dapat tumbuh di area dengan kondisi tanah yang gembur dan subur dengan pH sekitar 4,5-6,0. Pertumbuhan tanaman kopi dapat ditunjang dengan penyinaran secara teratur. Tanaman kopi dapat tumbuh optimal apabaila mendapat intensitas cahaya matahari secara langsung. Tanaman kopi termasuk tanaman yang tidak tahan terhadap goncangan angin kencang. Selain merusak percabangan dan membuat pohon rebah, angin kencang juga meningkatkan penguapan air di permukaan tanah dan daun yang menyebabkan tanaman mengalami kekeringan (Anggara, 2011).
IV. Jenis-jenis Tanaman Kopi
Secara umum, di Indonesia terdapat tiga jenis tanaman kopi, yaitu kopi arabika, kopi robusta dan kopi liberika.
a) Kopi Arabika
Kopi arabika merupakan kopi dengan cita rasa paling baik. Tanaman ini memiliki daun dengan warna hijau tua dan berombak-ombak. Kopi Arabika tidak tahan terhadap hama dan penyakit, serta jenis tanaman kopi ini banyak terdapat di daerah Amerika Latin, Afrika Tengah dan Timur, India serta beberapa terdapat di Indonesia. Jenis-jenis kopi yang termasuk dalam golongan arabika adalah abesinia, pasumah, marago dan congensis (Ningtyas, 2014).
b) Kopi Robusta
Kopi robusta merupakan kopi dengan cita rasa lebih rendah dibandingkan dengan cita rasa kopi arabika. Hampir seluruh produksi Kopi Robusta di seluruh dunia dihasilkan secara kering dan mengandung rasa-rasa asam dari hasil fermentasi. Kopi Robusta memiliki kelebihan yaitu kekentalan yang lebih dan warna yang kuat. Oleh karena itu, Kopi Robusta banyak diperlukan untuk bahan campuran blends untuk merek-merek tertentu. Jenis-jenis kopi robusta adalah quillou, uganda dan canephora (Ningtyas, 2014).
c) Kopi Liberika
Kopi Liberika merupakan jenis tanaman kopi yang dapat tumbuh di iklim panas maupun basah. Jenis tanaman ini tidak menuntut tanah yang subur dan pemeliharaan yang istimewa (Rahardjo, 2012). Kopi Liberika termasuk kopi yang dibudidayakan dalam skala kecil. Hal ini tidak terlepas dari peran pasar internasional yang kurang begitu berminat dengan kopi liberika. Kopi Liberika terkenal atas resistensinya terhadap penyakit Hemiliea (Ningtyas, 2014).
C. Budidaya Tanaman kopi
Dalam budidaya kopi, terdapat beberapa proses yang penting untuk diperhatikan serta berpengaruh terhadap kualitas serta kuantitas produksi tanaman kopi menurut Arief (2011), yakni :
1. Persiapan Lahan
Kondisi lahan menjadi salah satu faktor utama yang berpengaruh dalam budidaya tanaman tak terkecuali untuk budidaya kopi, maka penting untuk terlebih dahulu dalam mempersiapkan lahan yang nantinya digunakan sebagai kegiatan budidaya tanaman kopi. Persiapan lahan dilakukan dengan pembersihan lahan dari rumput serta tumbuhan liar. Rumput maupun tumbuhan liar sebaiknya dibabat dan hasil pembabatan tidak dibakar melainkan ditumpuk dalam satu barisan sesuai dengan barisan tanaman kopi, hal tersebut dilakukan bertujuan agar memberikan stok humus pada tanah.
2. Pembuatan Lubang Tanam
Dalam pembuatan lubang tanam digunakan ukuran panjang, lebar serta kedalaman sekitar 30 cm x 30 cm x 30 cm agar memberikan pertumbuhan yang baik bagi perakaran tanaman kopi. Jarak yang digunakan antar tanaman kopi adalah 2 hingga 3 meter. Untuk kondisi lahan yang terjal atau memiliki kondisi lahan dengan derajat kemiringan diatas 100 sebaiknya dibuat teras serta digunakan tanaman naungan atau pelindung untuk mencegah terjadinya longsor yang dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman kopi.Agar lebih optimal, setelah lubang tanam telah dibuat sebaiknya lubang tanam tersebut dibiarkan beberapa hari dan kemudian diberikan pupuk kompos, hal tersebut bertujuan agar meminimalisir adanya penyakit serta unsur berbahaya yang ada pada tanah.
3. Cara Penanaman
Penanaman tanaman kopi, dapat dilakukan dengan mengaduk kompos dengan tanah dalam lubang kemudian membuat lubang seukuran polybag dan masukkan bibit kopi yang akan ditanam secara hati-hati agar tanah yang berasal dari polybag tidak pecah ataupun hancur dan pastikan agar leher akar tidak tertanam karena mampu menghambat pertumbuhan tanaman kopi. Agar pertumbuhan kopi dapat optimal maka sebaiknya penanaman dilakukan pada awal musim hujan serta dilakukan penambahan kompos 0,5 kg per pohon setelah tiga bulan penanaman.
4. Pemangkasan
Pemangkasan pada tanaman kopi bertujuan untuk mempertahankan keseimbangan kerangka tanaman yakni dengan cara menghilangkan cabang-cabang tidak berproduktif. Cabang tersebut meliputi cabang tua yang telah berbuah 2-3 kali, cabang balik, cabang liar, cabang yang saling tindih, tunas cacing, serta cabang yang telah terserang hama dan penyakit tanaman.
a) Pemangkasan Bentuk
Dilakukannya pemangkasan bentuk agar membentuk kerangka pohon yang diinginkan, dimana percabangan yang ditinggalkan letaknya lebih teratur, memiliki arah yang menyebar dan juga produktif sehingga pertumbuhan cabang dapat lebih kuat. Pemangkasan bentuk pada tanaman kopi dapat dilakukan dua kali yakni pada usia tanaman 8-12 bulan dan pada tanaman berusia 1-2 tahun.
b) Pemangkasan Pemeliharaan
Pada pemangkasan pemeliharaan dapat dilakukan pada tanaman kopi yang telah berusia 2-3 tahun dimana cabang yang harus dipangkas adalah percabangan dibawah 40 cm supaya mampu mengurangi kelembaban di sekitar tanaman, tanaman yang memiliki ketinggian lebih dari dua meter, tunas air agar tidak menggangu pertumbuhan tanaman, tunas baru (wiwilan).
c) Pemangkasan Produksi
Pemangkasan produksi dilakukan pada tanaman kopi yang berada dalam keadaan sudah siap berproduksi tinggi yakni dengan usia tanaman diatas 3 tahun.
5. Pemupukan
Pemberian pupuk sangat penting untuk pertumbuhan tanaman kopi karena mampu menambah nutrisi bagi tanaman yang bertujuan untuk peningkatan hasil produksi, meningkatkan kemampuan tanaman untuk tahan terhadap serangan hama serta penyakit, memperbaiki kondisi tanah serta menambah kesuburan tanaman.
Pemupukan dalam budidaya tanaman kopi dapat menggunakan pupuk organik maupun anorganik, keduanya memiliki tujuan yang sama yakni memenuhi kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Waktu yang tepat untuk dilakuannya pemupukan adalah pada awal musim hujan dan pada akhir musim hujan agar pupuk mudah diserap oleh akar tanaman dan dilakukan setelah selesainya kegiatan pemangkasan serta dibersihkan dari rumput dan tumbuhan liar. Dalam pemberian pupuk organik dapat menggunakan pupuk kompos, pupuk kandang maupun pupuk organik cair (POC).
Bab III. Metode Praktikum
A. Waktu dan Tempat
Kegiatan Praktikum Teknologi Produksi Pertanian komoditas kopi meliputi penanaman dan perawatan yang dilakukan di lahan percobaan UB Forest Dusun Sumbersari, Desa Tawang Argo dan Dusun Sumberwangi, Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Penanaman dan perawatan dilakukan pada tanggal 5 November 2017.
Dusun Sumberwangi berada di ketinggian 1000-1200 mdpl dengan suhu sekitar 20-210C. Dusun Sumbersari berada di ketinggian 1100-1300mdpl dengan suhu sekitar 21-23oCdan curah hujan rata-rata mencapai 1500-2000 mm.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam kegiatan fieldtrip ini dibedakan berdasarkan jenis kegiatannya. Pada kegiatan tanam, alat yang digunakan yaitu roll meter, tali, ajir (bambu setinggi 1 m), dan cangkul. Kegiatan pemupukan anorganik digunakan alat yaitu cangkul, timba, dan timbangan. Pada kegiatan pemangkasan digunakan gunting pangkas dan sabit. Adapun bahan-bahan yang dibutuhkan dalam kegiatan tanam yaitu bibit tanaman kopi dan pupuk kandang. Pada kegiatan pemupukan dibutuhkan pupuk Urea, SP36 dan KCl, dan pada kegiatan pemangkasan dibutuhkan tanaman kopi menghasilkan (TM).
C. Metode Praktikum
Pada kegiatan filedtrip komoditas kopi terdapat beberapa metode yang dilakukan. Adapun metode-metode tersebut adalah tanam, pemupukan pupuk anorganik dan pemangkasan.
I. Tanam
Penanaman kopi menggunakan bibit yang sudah disemai terlebih dahulu yang berumur sekitar 6-8 bulan dan mempunyai tinggi 30cm. Kemudian menetapkan titik awal untuk membuat jarak tanam dan mengatur jarak tanam dengan pola tunggal 2,5 x 2,5 m. Lubang tanam dibuat menggunakan cangkul pada tempat yang telah ditandai ajir dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm dengan posisi ajir tepat berada di tengah lubang tanam. Tanah hasil galian lapisan atas (top soil) pada kedalam 0 – 20 cm diletakkan di sebelah kanan lubang, kemudian tanah hasil galian lapisan bawah (sub soil) pada kedalaman 20 – 40 cm tersebut diletakkan di sebelah kiri lubang. Setelah itu, tanah hasil galian lapisan atas (top soil) dicampur dengan pupuk kandang sebanyak 1 – 2 kg atau 1 timba kecil. Kemudian tanah top soil dimasukkan terlebih dahulu kedalam lubang tanam. Setelah lubang tanam terisi tanah lapisan atas, lalumemasukkan tanah lapisan bawah (sub soil) padalubang tanam. Setelah lubang tanam terisi penuh, beri tanda ajir tepat ditengah. Selanjutnya melepaskan bibit tanaman kopi yang sudah di siapkan dari polibagnya dengan hati-hati sehingga akar bibit tetap terbungkus dengan tanah. Jika akar tunggang terlalu panjang maka dapat dipotong. Lalu membuat lubang tanam dengan cangkul kecil atau tangan sesuai dengan tanah yang membungkus akar, tepat ditengah ajir. Kemudian meletakkan bibit dengan pangkal batang berada diatas permukaan tanah. Setelah bibit tertanam,tanah disekeliling bibit dipadatkan menggunakan telapak tangan agar bibit tidak tergerus air hujan dan tidak mudah roboh. Langkah terakhir adalah dengan meletakkan ajir dengan panjang 10 cm di sisi tanaman untuk menandai bahwa tanaman baru di tanam.
II. Pemangkasan
Kegiatan pemangkasan dilakukan agar tanaman kopi dapat tumbuh dengan baik dan produktif. Pemangkasan yang dilakukan yaitu pemangkasan pemeliharan. Kemudian kopi TM yang telah dipilih dipangkas pada bagian cabang tidak produktif menggunakan sabit atau gunting pangkas. Cabang tidak produktif meliputi tunas air/wiwilan, tunas balik dan tunas cabang kering terserang hama/penyakit.
III. Pemumpukan Anorganik
Pemupukan pada tanaman kopi diberikan pada saat pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman kopi yang sudah menghasilkan umur diatas 4 tahun (TM). Pemupukan di lakukan dengan memilih tanaman yang akan dipupukterlebih dahulu, kemudian menetapkan kriteria dan umur tanaman kopi tersebut. Pupuk yang akan digunakan ditimbang terlebih dahulu yaitu dengan dosis pupuk: 90 kg NHa-1 dan 72 kg P2O5Ha-1 dengan hasil penimbangan disesuaikan dengan lahan yang tersedia. Sebelum mengaplikasikan pupuk, daerah piringan pada tanaman kopi dibersihkan terlebih dahulu dari gulma yang ada baru setelah itu dibuat alur menggunakan cangkul di sekeliling piringan atau keliling kanopi kemudian pupuk ditaburkan sesuai takaran lalu tutup dengan tanah.
Bab IV. Hasil dan Pembahasan
A. Identifikasi Umum
Tanaman kopi merupakan golongan tanaman C3 yang tidak membutuhkan penyinaran secara penuh. Menurut Sanger (1998) dalam Anita (2016) menyatakan bahwa tanaman C3 membutuhkan intensitas cahaya tidak penuh supaya tanaman dapat tumbuh dengan optimal. Fotosintesis dapat berjalan dengan baik yaitu apabila cahaya matahari yang diterima tidak lebih dari 60% (Prawoto, 2007). Oleh karenanya agar tanaman kopi dapat tumbuh optimal dibutuhkan tanaman naungan untuk mengurangi intensitas cahaya langsung ke tanaman. Berdasarkan hasil praktikum lapang yang telah dilakukan, tanaman kopi yang di tanam di Dusun Sumbersari dan di Dusun Sumberwangi ditanam secara polikurtur dengan pohon pinus sebagai tanaman naungan. Pohon pinus selain mampu mengurangi intensitas cahaya langsung ke tanaman juga mampu melindungi tanah dari erosi dan mampu menjaga kondisi air dalam tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guimaraes(2014) dalam Supriadi (2015) bahwa kadar air tanah pada sistem agroforestri tanaman kopi dengan tanaman naungan lebih tinggi dibandingkan tanaman kopi yang ditanam secara monokultur (tanpa naungan). Menurut Supriadi (2015) juga menyatakan bahwa penanaman kopi dengan tanaman berkayu lainnya dapat mengurangi laju aliran permukaan dan erosi tanah. Hal ini disebabkan sistem perakaran tanaman berkayu yang kuat membantu dalam menahan tanah. Dengan kondisi tersebut tanah-tanah tersebut tidak akan mudah mengalami erosi.
Ketinggian merupakan salah satu faktor penting dalam penanaman kopi. Setiap jenis kopi memiliki kriteria ketinggian yang berbeda sehingga dapat tumbuh dengan optimal. Berdasarkan hasil praktikum lapang yang telah dilakukan, jenis kopi yang ditanam yaitu kopi arabika. Tanaman kopi tersebut ditanam pada ketinggian 700-1000 mdpl dan 1000-1300 mdpl. Menurut AEKI (2015) Kopi arabika adalah tanaman kopi dataran tinggi yang sesuai ditanam pada daerah dengan ketinggian antara 1250-1850 mdpl dengan suhu udara sekitar 17-21º C. Kesesuain ketinggian tempat dengan jenis kopi yang ditanam dapat mengoptimalkan pertumbuhan kopi. Karena jika syarat tumbuh tanaman terpenuhi maka proses fisiologis tanaman akan berjalan dengan normal dan produk yang dihasilkan akan maksimal.
Curah hujan juga termasuk salah satu faktor penting dalam penanaman kopi selain kesesuaian ketinggian tempat. Berdasarkan data hasil praktikum lapang diketahui curah hujan rata-rata di Dusun Sumbersari mencapai 1500-2000 mm. Jumlah curah hujan di kedua tempat tersebut sudah mencukupi kebutuhan curah hujan untuk mengoptimalkan pertumbuhan kopi. Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan Kandari (2013) bahwa tanaman kopi arabika tumbuh dengan optimal dengan curah hujan antara 1300-2000 mm.
B. Penanaman Tanaman Kopi
Pada Penanaman bibit kopi, kegiatan yang dilakukan adalah persiapan bahan tanam, pembuatan lubang tanam, pencampuran pupuk kandang, dan penanaman bibit.Penanaman bibit kopi dilakukan pada 2 lokasi yaitu pada UB Forest dan Dsn. Sumberwangi. Pada persiapan bahan tanam, hal pertama yang dilakukan adalah memilih bibit kopi yang sehat. Hal ini karena pemilihan bibit dapat menentukan hasil tingkat produksi tanaman. Bibit yang digunakan pada lahan di Dusun Sumbersari adalah jenis kopi arabika. Bibit kopi yang dipakai merupakan bibit yang masih kedalam fase vegetative. Menurut Edi (2014) bahwa pada fase vegetatif, karakter tinggi tanaman kopi dan diameter batang kopi dapat digunakan sebagai kriteria seleksi untuk produksi tinggi. Hal tersebut dijelaskan oleh Alnopri (2011) bahwa kriteria seleksi genotipe tanaman kopi berdaya hasil tinggi dapat ditempuh melalui pendekatan morfologi tanaman kopi yang digunakan sebagai kriteria seleksi adalah sifat batang, sifat percabangan dan sifat buah.
Bibit kopi yang digunakan pada UB forest dan Dsn. Sumberwangi menggunakan bibit yang digunakan dari perbanyakan yang berbeda. Pada UB forest menggunakan bibit yang berasal dari okulasi, sedangkan bibit yang digunakan pada Dsn.Sumberwangi menggunakan bibit stek. Pada bibit yang digunakan pada UB forest menggunakan pembibitan melalui teknik vegetatif okulasi yang memiliki banyak keuntungan dalam peningkatan produksi, diantaranya sifatnya akan sama dengan induknya, lebih cepat berbiji, dan hasilnya akan lebih seragam.Hal ini diperkuat dengan pernyataan Suwandi (2012) menyatakan bahwa perbanyakan tanaman secara okulasi dapat memperbaiki jenis – jenis tanaman yang telah tumbuh, sehingga jenis yang tidak diinginkan diubah menjadi jenis yang dikehendaki dan dapat mempercepat berbuahnya tanaman.
Pada bibit yang digunakan pada Dusun Sumberwangi menggunakan pembibitan melalui teknik vegetatif stek yang memiliki banyak keuntungan dalam peningkatan produksi, diantaranya sifatnya akan sama dengan induknya, usia siap tanam pendek dan hasilnya akan lebih seragam. Hal ini diperkuat dengan data dari balai penelitian dan pengembangan pertanianyang menyatakan bahwa perbanyakan tanaman secara vegetatif stek menghasilkan tanaman dengan sifat yang sama dengan induknya, mutu yang dihasilkan seragam dan usia tanam yang pendek (9 – 12 bulan).
Setelah memilih bibit hal yang dilakukan selanjutnya yaitu mengukur jarak tanam, jarak tanam yang digunakan pada penanaman kopi Arabika yaitu 2,5 x 2,5 m. Hal ini sesuai dengan menurut Prastowo (2010) bahwa pada kemiringan tanah landai (0-15%) menggunakan jarak tanam 2,5 x 2,5 m. Jarak tanam dibedakan menurut ketinggian lahan. Semakin tinggi lahan semakin jarang dan semakin rendah semakin banyak.Selanjutnya membersihkan seresah sebelum pembuatan lubang tanam, hal ini digunakan agar mempermudah saat pembuatan lubang tanam. Sehingga bagian sub soil dan top soil yang diletakkan pada sebelah kiri dan kanan lubang tanam tidak tercampur oleh seresah. Akan tetapi, seresah yang terlalu banyak juga akan berpengaruh pada tanaman. Menurut Anita (2014) yang mengatakan bahwa penambahan seresah asal hutan lebih lambat terdekomposisi dan termineralisasi. Sehingga seresah hutan tidak malah membuat tanaman pertumbuhannya lancar malah menjadi membuat tanaman pertumbuhannya terganggu.
Pada pembuatan lubang tanam, persiapan tanam dilakukan dimana pupuk kandang dan tanah sub soil dicampurkan. Langkah pertama yaitu menggali lubang dengan kedalaman 40cm x 40cm x40cm dengan rincian untuk top soil (20cm dari permukaan tanah) yaitu tanah pada bagian atas permukaan tanah, sub soil 20 cm bagian bawah permukaan tanah. Pada hal ini bahwa tanah galian lubang bagian atas sekitar 20 cm dari permukaan tanah dipisahkan dengan galian lubang 20 cm bagian bawah (sub soil). Hal ini di sebabkan bagian top soil lebih subur daripada bagian sub soil karena bagian top soil banyak bahan organik dan seresah. Hal ini sesuai dengan Sitopu (2014) bahwa komposisi sub soildengan pupuk kandang ayam yang berimbang diharapkan dapat menjadi media tanam yang baik untuk pertumbuhan bibit kopi arabika.Tanah yang dicampur dengan pupuk kandang akan menjadi lebih subur dan gembur.
Langkah terakhir adalah peletakan bahan tanam berupa bibit kopi dilakukan dengan cara memasukkan tanah bagian atas (top soil) kedalam lubangmeletakkan bibit kopi kedalam lubang diatas tanah yang telah dicampurkan dengan pupuk kandang dan kemudian menutupnya dengan tanah di bagian bawah (sub soil). Tujuan peletakkan tanah dibalik adalah untuk menekan gulma yang tumbuh di sekitar lubang tanam tanaman kopi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Umiyati dan Kurniadi (2016) bahwa pembalikan tanah merupakan salah satu sistem olah tanah sempurna dimana sistem olah tanah ini bertujuan untuk memberikan peluang bagi biji gulma yang dorman untuk berkecambah yang kemudian gulma yang tumbuh akibat sistem olah tanam sempurna ini dapat dengan segera dikendalikan dengan cara pengendalian mekanis ataupun menggunakan cara pengendalian kimia berupa aplikasi pestisida.
C. Perawatan Tanaman Kopi
Perawatan yang dilakukan di Ub Forest pada tanaman kopi yaitu berupa penyiangan, pemangkasan dan pemupukan. Tanaman kopi adalah tanaman C3, yang mempunyai karakter mampu berfotosintesis maksimal pada intensitas kurang dari 100 %. Oleh karena itu tanaman kopi baik ditanam dibawah naungan, misal tanaman pinus, lamtoro dan sengon. Keberadaan tanaman naungan pada tingkat tertentu akan membantu mengurangi intensitas radiasi matahari yang bermanfaat menurunkan evapotranspirasi tanaman.
I. Penyiangan
Penyiangan merupakan menghilangkan gulma yang ada di sekitar tanaman. Penyiangan yang dilakukan di Ub Forest pada tanaman kopi bertujuan untuk menggemburkan tanah supaya aerasi menjadi lebih baik untuk mendorong perkembangan akar tanaman yang maksimal sehingga diperoleh tanaman dengan perakaran yang kokoh dan pertumbuhan yang optimal dan tentunya tanaman akan lebih sehat dan menjadi tidak mudah terserang hama dan penyakit. Dan yang kedua adalah untuk mengendalikan gulma yang tumbuh disela-sela tanaman budidaya, dengan adanya gulma yang lebat tentunya akan menambah persaingan untuk memperoleh unsur hara dan sinar matahari yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman budidaya terganggu dan bisa menurunkan produksi.
B. Pemangkasan
Tabel 1. Data Rata-rata Pemangkasan
Sampel Tanaman Kopi ke- | Identifikasi Tunas dan Cabang | |||
Tunas Air | Tunas Balik | Tunas Cabang Kering Terserang Hama/ Penyakit | Pemangkasan cabang yang sejajar | |
Rata-rata | 5 | 2,67 | 25 | 3,16 |
Pada perawatan kopi dilakukan pemangkasan pemeliharaan yaitu dengan memangkas cabang yang tidak produktif yang meliputi tunas air/wiwilan, tunas balik, tunas cabang kering terserang penyakit dan cabang yang sejajar. Dari hasil pengamatan 6 sampel tanaman kopi diperoleh rata-rata tunas air/wiwilan adalah 5, rata-rata tunas balik ada 2,67, rata-rata tunas cabang kering terserang hama/penyakit ada 2,5 dan rata-rata cabang yang sejajar ada 3,16.
Pemangkasan merupakan tindakan kultur teknik berupa tindakan Pemotongan bagian bagian tanaman yang tidak dikehendaki Seperti cabang yang telah tua, cabang kering, dan cabang lain. Manfaat dan fungsi Pemangkasan Umumnya adalah agar pohon tetap Rendah sehingga mudah perawatannya, membentuk cabang-cabang produksi yang baru, mempermudah masuknya Cahaya dan mempermudah pengendalian Hama dan Penyakit. Pangkasan juga dapat dilakukan selama panen sambil menghilangkan cabang-cabang yang tidak produktif, cabang liar maupun yang sudah tua. Cabang yang kurang produktif dipangkas agar unsur hara yang diberikan dapat tersalur kepada batang-batang yang lebih produktif. Secara morfologi buah kopi akan muncul pada percabangan, oleh karena itu perlu diperoleh cabang yang banyak. Pangkasan dilakukan bukan hanya untuk menghasilkan cabang-cabang saja, (pertumbuhan vegetatif) tetapi juga banyak menghasilkan buah (Prastowo, 2010).
Untuk menjadikan tanaman kopi sehat, kuat dan mempunyai keseimbangan antara vegetative dan generative sehingga tanaman lebih produktif. Pada saat pemangkasan yang dilakukan di Ub Forest pada tanaman kopi berumur 7 tahun yang tergolong TM (Tanaman Menghasilkan). Pemangkasan yang dilakukan adalah pemangkasan pemeliharaan. Pemangkasan dilakukan dengan cara memotong cabang tanaman yang sudah tidak produktif, yaitutunas air atau wiwilan, tunas balik, dan tunas cabang kering terserang hama atau penyakit.
III. Pemupukan
Pemupukan merupakan pemberian bahan yang dimaksudkan untuk menyediakan hara bagi tanaman. Umumnya pupuk diberikan dalam bentuk padat atau cair melalui tanah dan diserap oleh akar tanaman. Namun pupuk dapat juga diberikan lewat permukaan tanaman, terutama daun. bertujuan untuk menyediakan nutrisi pada tanaman. Pada tanaman kopi, pupuk anorganik diberikan pada saat pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman kopi yang sudah menghasilkan umur diatas 4 tahun (TM).
Pentingnya pemupukan untuk Tanaman kopi adalah menjaga daya tahan tanaman, meningkatkan produksi dan mutu hasil serta menjaga agar hasil produksi stabil tinggi. Seperti pada tanaman lainnya pemberian pupuk harus tepat waktu, dosis, dan jenis pupuk serta cara pemberiannya. Semuanya tergantung pada Jenis Tanah, iklim dan umur Tanaman. Pemberian pupuk dapat diletakkan secara melingkar disekitar akar Tanaman yang menyesuaikan dengan Lebar Kanopi (Prastowo, 2010).
Tabel 2. Kebutuhan pupuk tanaman kopi
Jenis Pupuk | Presentase Unsur | Kebutuhan Pupuk (kg/hektar) | Kebutuhan Per Tanaman (kg/tanaman) |
SP36 | 36 % | 200 | 0,125 |
UREA | 46 % | 200 | 0,125 |
Tahap pertama yang dilakukan pada proses pemupukan yaitu menyiapkan alat dan bahan, melakukan proses penyiangan gulma dan seresah di sekitar areal tanaman. Kemudian membuat piringan berupa lubang dengan cetok untuk penempatan pupuk yang disesuaikan dengan lebar tajuk tanaman. Setelah itu, pupuk urea 0,125 kg/tanaman dan SP36 0,125 kg/tanaman disebar secara merata pada alur piringan yang telah dibuat. Langkah terakhir yang dilakukan yaitu dengan menutup alur dengan tanah. Tujuan dari pemupukan ini untuk menambah unsur hara di dalam tanah.
D. Hubungan Faktor Lingkungan dengan Pertumbuhan Tanaman
Tanaman kopi arabika yang ditanam di lokasi Dusun Sumbersari memiliki ketinggian sekitar 1200 meter di atas permukaan laut (mdpl), sedangkan di lokasi Dusun Sumberwangi memiliki ketinggian sekitar 1100 meter diatas permukaan laut (mdpl). Hal tersebut telah sesuai dengan pernyataan Nadjiyati (2004), yang menyatakan bahwa untuk penanaman kopi arabika cenderung menghendaki daerah dengan ketinggian antara 700-1700 m dpl. Ketinggian tempat yang sesuai untuk pertumbuhan kopi Arabika berada pada sekitar 1.000 – 1.700 meter di atas permukaan laut (dpl). Jika berada pada ketinggian < 1000 meter dpl, maka kopi Arabika akan mudah terserang penyakit Hemileia vastatrix, sedangkan jika berada pada > 1.700 meter dpl akan mengakibatkan produksi kopi Arabika menjadi tidak optimal karena pertumbuhan vegetatif lebih besar dari generatif (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
Daya dukung lingkungan terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman kopi ditentukan oleh faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor biotik utama yang berkaitan dengan pertumbuhan tanaman kopi adalah serangga. Serangga yang ditemukan pada lahan kopi di UB Forest adalah ulat jengkal. Ulat jengkal (Hyposidra Talaca) merupakan serangga hama yang menyerang tanaman kopi pada bagian daun. Gejala yang disebabkan oleh hama ini adalah daunnya berlubang-lubang, ada bagian daun dan tulang daun baik primer maupun sekunder dimakan sehingga daun tinggal setengah atau sepertiga (Pradana, 2013). Sedangkan, serangga yang ditemukan pada lahan di Dusun Sumberwangi adalah uret (Lepidiota stigma).
Uret termasuk ke dalam serangga hama. Uret yang masih muda memakan bagian-bagian akar yang lunak, tetapi kerusakan yang ditimbulkannya tidak begitu berarti. Semakin besar ukuran uret, jumlah makanan yang diperlukan akan semakin banyak sehingga kerusakan yang akan ditimbulkannya akan semakin besar. Uret dewasa dapat memakan kulit akar sampai habis. Adanya kerusakan akar ini dapat menyebabkan terjadinya kelayuan pada tanaman muda dan sering menimbulkan kematian. Selain serangga, gulma merupakan faktor biotik kedua yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman kopi. Gulma yang ditemukan pada lahan adalah jenis kirinyuh (Euphatorium odoratum) merupakan tumbuhan berbentuk perdu, berasa pahit, tumbuh tegak, bercabang banyak, dan berbau. Gulma ini sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup suatu tanaman juga petani karena daya racun gulma ini menyebabkan kerusakan dan menghambat pertumbuhan tanaman (Sakdiah, 2006).
Sedangkan, faktor abiotik yang biasa dievaluasi terkait dengan daya dukung lingkungan tumbuh tanaman kopi adalah curah hujan rata-rata tahunan dan rata-rata lama bulan keringnya. Curah hujan kurang atau lebih daripada kisaran tertentu dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan tanaman. Demikian pula, lama bulan kering lebih dari pada kisaran tertentu (>3 bulan) dapat berdampak negatif atau bahkan menyebabkan kerusakan/kematian (>5 bulan) pada pertanaman kopi. Lalu, ada suhu dan kelembaban yang dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Suhu di lokasi Dusun Sumbersari sekitar 21-23oC, sedangkan suhu di lokasi Dusun Sumberwangi sekitar 20-210C. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sihombing (2011), yang menyatakan bahwa di Indonesia tanaman kopi Arabika cocok dikembangkan di daerah-daerah dengan suhu 15-24ºC. Suhu yang lebih tinggi dapat merangsang pembentukan tunas dan pertumbuhan tanaman, tetapi meningkatkan resiko serangan hama. Sementara sifat tanah berkaitan dengan produksi kopi. Kopi dapat berproduksi baik apabila ditanam pada tanah yang sesuai, yaitu tanah dengan kedalaman efektif yang cukup dalam (> 100 cm), gembur, berdrainase baik, serta cukup tersedia air, unsur hara terutama kalium (K), harus cukup tersedia bahan organik (>3%). Sedangkan untuk kemiringan lereng akan mempengaruhi tingkat bahaya erosi yang dihasilkan. Semakin besar % kemiringan lereng maka akan semakin besar tingkat erosi yang dihasilkan. Hal ini perlu diperhatikan sebagai salah satu pertimbangan dalam budidaya kopi arabika. Faktor tanah yang biasa dievaluasi terkait pertumbuhan tanaman kopi meliputi tinggi tempat, kemiringan lahan, drainasi tanah, kondisi fisik dan kimia tanah, serta toksisitas tanahnya. Terkait dengan peran air pada metabolisme tanaman, maka dapat dipahami bahwa ketersediaan air sepanjang tahun, baik dalam hal volumenya maupun sebarannya, dapat berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman (Erwiyono, 2006).
Secara alami dinamika ketersediaan air dalam lingkungan tertentu secara makro ditentukan oleh pola curah hujan setempat, yang meliputi naik turunnya kuantitas hujan yang turun dan sebarannya sepanjang tahun setiap tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kekurangan air oleh karena datangnya musim kemarau panjang menyebabkan turunnya produksi kopi tahun berikutnya, kerusakan tanaman dan dampak paling ekstrim pada kematian pertanaman kopi tergantung pada intensitas musim kemarau. Sebaliknya, turunnya hujan yang relatif lebat dan terus-menerus, serta curah hujan yang lebih tinggi daripada biasanya juga dapat berdampak pada kerusakan tanaman, khususnya mengganggu pembungaan, pembuahan, dan pertumbuhan buah kopi, sehingga berdampak pada turunnya produksi kopi (Erwiyono, 2006). Selain itu, yang menentukan pertumbuhan tanaman kopi juga terdapat faktor cahaya matahari, cahaya matahari secara keseluruhan mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi dan hasil tanaman. Hal tersebut dikarenakan cahaya matahari berperan dalam proses fotosintesis tanaman. Kopi memerlukan intensitas cahaya matahari sebesar 40% dan dengan naungan sebesar 60%. Menurut Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (BALITRI, 2012), tanaman kopi merupakan tanaman yang membutuhkan naungan sepanjang hidupnya. Tingkat naungan tersebut berbeda-beda sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman kopi, pada fase pembibitan atau umur muda tingkat naungan yang dibutuhkan lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada fase dewasa atau fase pertumbuhan generatif. Tingkat naungan yang tidak sesuai pada fase pembibitan akan menghasilkan kualitas benih kopi yang rendah. Intensitas cahaya adalah jumlah sinar matahari yang sampai pada permukaan tanaman, biasanya satuan yang digunakan persentase, sedangkan naungan bertolak belakang dengan intensitas cahaya, bila tingkat naungan semakin tinggi.
Ditinjau dari besarnya intensitas penaungan, Staver et al. (2001) mengemukakan bahwa pada daerah-daerah berelevasi rendah atau pada daerah zona kering ternyata intensitas penggunaan naungan sebesar 35-60% dapat mengurangi kerontokan daun pada saat musim kering dan mengurangi serangan penyakit bercak daun Cercospora coffeicola dan hama Planacoccus citri, tetapi dapat meningkatkan serangan penyakit karat daun Hemileia vastatrix. Sesuai dengan keadaan pada Lahan kopi di UB Forest besarnya intensitas naungan mempengaruhi pertumbuhan tanaman terutama pada daun yang banyak terserang penyakit karat jika berada pada daerah kering. Interaksi antara lingkungan tumbuh, varietas, dan manajemen pengelolaan tanaman merupakan faktor-faktor yang dapat menjadi pembeda dalam penggunaan berbagai jenis tanaman penaung. Pengaruh naungan terhadap hasil tanaman kopi banyak terjadi kontradiksi yang disebabkan perbedaan lingkungan biofisik, materi tanaman, kriteria evaluasi, dan lamanya studi. Interaksi antara pertanaman kopi dengan jenis-jenis tanaman penaung sangat dipengaruhi oleh perbedaan lingkungan tumbuh, karakteristik dan perbedaan varietas tanaman, serta perbedaan manajemen pengelolaan kebun. (Dossa, 2008).
Bab V. Kesimpulan
A. Kesimpulan
Praktikum Teknologi Poduksi Tanaman padakomoditas kopi dilaksanakan pada dua lokasi, yaitu di DusunSumbe
rsari dan DusunSumberwangi. Bibit yang di gunakan di Desa Sumbersari adalah jenis kopi arabika, sedangkan di Dusun sumberwangi menggunakan jenis kopi arabika dengan varietas Komasti C1. Jenis kopi ini cocok di dualokasipenanam kopi tersebut. Kegiatan yang dilakukan di Dusun Sumberwangi adalah penanaman, sedang di Dusun Sumbersari adalahpenanaman dan perawatan.
Kegiatan penamandiawalidenganpemilihanbibit.Bibit kopi yang dipilih berumur 6-8 bulandengan tinggi 30 cm. Jarak tanam yang digunakan adalah 2,5 m x 2,5 m dengan ukuan lubang tanam 40 cm x 40 cm x 40 cm.Kemudianmemisahkan antara top soil dan sub soilnya.Perawatantanaman kopi meliputikegiatanpemupukandanpemangkasan.Pemupukanbertujuan untuk menambahkan unsur hara bagitanaman.Pemangkasantanaman kopi adalah pemangkasan pemelihaaan yangdilakukan untukmembentukcabangprodutif yang baik. semakin tinggi jumlah gulma dan hama di lingkungan pada disekitar tanaman kopi akan mempengaruhi petumbuhan tanaman kopi. selain itu faktor kerapatan naungan, ketinggian tempat, dan suhu lingkungan disekitar tanaman kopi juga mempengaruhi produktivitas tanaman kopi. Apabila proses budidaya dilakukan dengan baik dan faktor lingkungan mendukung, maka pertumbuhan tanaman kopi akan maksimal sehingga produktifitas serta mutu tanaman kopi akan meningkat.
AEKI. 2015. Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi di Indonesia. http://aeki.aice.org. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2017.
Alnopri, Prasetyo dan Bandi Hermawan. 2011. Idiotipe Kopi Arabika Tanaman Belum Menghasilkan Pada Lingkungan Dataran Rendah dan Menengah. Jurnal Agrovigor 4(2)ISSN 1997-5777.
Anggara, Anies., Marini dan Sri. 2011. Kopi Si Hitam Menguntungkan: Budidaya dan Pemasaran. Yogyakarta: Penerbit Cahaya Atma Pustaka.
Anita, Tabrani., Gunawan dan Idwar. 2016. Pertumbuhan Bibit Kopi Arabika (Coffea arabica L.) Di Medium Gambut Pada Berbagai Tingkat Naungan Dan Dosis Pupuk Nitrogen. Jom Faperta 3(2): 1-9
Anshori, M. Fuad. 2014. Analisis Keragaman Morfologi Koleksi Tanaman Kopi Arabika dan Robusta Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar Sukabumi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Arief, M dan Candra Wirawan. 2011. Panduan Sekolah Lapangan Budidaya Kopi Konservasi. Jakarta: Conservation International Indonesia.
BALITRI. 2012. Intensitas Cahaya pada Pembibitan Kopi. http://balitri.litbang.pertanian.go.id. Diakses pada tanggal 05 November 2017.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2009. Volume dan nilai ekspor, impor Indonesia. http://Direktorat Jenderal Perkebunan.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2017.
Dossa, E. L., E. C. M. Fernandez, and W. S. Reid. 2008. Above and belowground biomass, nutrient and carbon stocks contrasting an open-grown and a shaded coffee plantation. Agroforestry Syst. 72 : 103- 115.
Edi, Wardiana dan Dibyo Pranowo. 2014. Seleksi Karakter Vegetatif dan Generatif Kopi Arabika melalui Penggunaan Analisis Lintasan Bertahap dan Model Persamaan Struktural. Jurnal Littri. 20(2): 77 – 86.
Ekadinata, O. 2002. Peranan Uji Citarasa dalam Pengendalian Mutu Kopi. Materi Pelatihan Uji Citarasa Kopi. Jember: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao.
Erwiyono, R., A. Wibawa., Pujiyanto dan J.B. Baon. 2006. Peranan perkebunan kopi terhadap kelestarian lingkungan dan produksi kopi: Kasus di tanah Andosol. Hal. 155-162. Dalam Wahyudi, T. et al. (Eds). Penguatan agribisnis kopi melalui peningkatan mutu, diversifikasi produk dan perluasan pasar. Simposium Kopi 2006 di Surabaya, 2-3 Agustus 2006.
Herbal News Pedia. 2015. Gambar Daun Tanaman Kopi. http://herbalnewspedia.blogspot.co.id/2015/11/khasiat-minuman-daun-kopi-kawa-daun.html. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2017.
Jansen, A. 2005. Plant Protection in Coffee: Recommendation for the Common Code for the Coffee Community-Initiative, Common Code for the Coffee Community. p.65.
Kandari, A. M., Safuan L. O. dan Amsil L. M. 2013. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Pengembangan Tanaman Kopi Robusta Berdasarkan Analisis Data Iklim Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografi. Jurnal Agroteknos 3(1): 8:13
Kementerian Pertanian. 2015. Basis Data Ekspor-Impor Komoditi Pertanian. http://www.pertanian.go.id. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2017.
Najiyati dan Danarti. 2004. Kopi Budidaya dan Penanganan Lepas Panen, Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Najiyati, S dan Danarti. 2001. Kopi, Budidaya dan Penanganan Lepas Panen. Jakarta: Penebar Swadaya.
Najiyati, S dan Danarti. 2012. Kopi, Budidaya dan Penanganan Lepas Panen. PT. Jakarta: Penebar Swadaya.
Nasution, H. S. P. 2006. Prospek Tinggi Bertanam Kopi Pedoman Meningkatkan Kualitas Perkebunan Kopi. Yogyakarta: Pustaka Baru.
Ningtyas, I. Perkebunan Kopi Rakyat di Jawa Timur 1920-1942. J. Avatra, e-JournalPendidikan Sejarah. 2(1): 122-129.
Nuril, E. 2006. Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kopi. Jember: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Indonesia.
Oktapiyanti, Mia Rifa . 2016. Gambar Akar Tanaman Kopi. http://pangapangapanga.blogspot.co.id/2016/10/klasifikasi-tanamankopi.html. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2017.
Oktapiyanti, Mia Rifa . 2016. Gambar Batang Tanaman Kopi. http://pangapangapanga.blogspot.co.id/2016/10/klasifikasi-tanamankopi.html. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2017.
Oktapiyanti, Mia Rifa . 2016. Gambar Bunga Tanaman Kopi. http://pangapangapanga.blogspot.co.id/2016/10/klasifikasi-tanamankopi.html. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2017.
Panggabean, Edy. 2011. Buku Pintar Kopi. Jakarta Selatan: PT. Agro Media Pustaka. p. 124-132.
Pradana R. 2013. Pengelolaan Kebun dan Upaya Pengendalian Hama Ulat Jengkal (Hyposidra talaca) dengaan Aplikasi Hyposidra talaca nucleopolyhedrovirus pada Tanaman Teh di PT. Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, Institut Pertanian Bogor
Prastowo, Bambang, dkk. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kopi. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.p. 20-26.
Prawoto, A. 2007. Materi Kuliah Fisiologi Tumbuhan.Puslit Koka Indonesia. Jember
Rahardjo, Pudji. 2012. Panduan Budi Daya Pengelolaan Kopi Arabika dan Robusta. Jakarta: Penebar Swadaya.
Ryan dan Soemaro. 2016. Pengelolaan Lahan untuk Kebun Kopi. Malang: Penerbit Gunung Samudra
Sakdiah, S. N. 2006. Pengaruh Tingkat Populasi Serangga Procecidochares connexa Dalam Mengendalikan Gulma Kirinyuh (Chromolaena odorata). Skripsi tidak diterbitkan. Banda Aceh: Fakultas Pertanian Unsyiah.
Sihombing, T. P., 2011, Studi Kelayakan Pengembangan Usaha Pengolahan Kopi Arabika (Studi Kasus PT. Sumatera Specialty Coffees). Skripsi: Institut Pertanian Bogor (internet) <http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/ 123456789/51308 (Diakses tanggal 5 Oktober 2017).
Sitopu, Melfa Fitriani. 2014. Pengaruh Komposisi Subsoil dengan Pupuk Kandang Ayam serta Kosentrasi Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan Bibit Kopi Robusta (Coffea Robusta L.) Asal Sidikalang. Journal Agriculture Science vol.1 (4) ; 328-336
Staver, C., F. Guharay, D. Monterroso, R. G. Mumschler, and J. Beer. 2001. Designing pest-suppressive multistrata perennial crop systems: Shade-grown coffee in Central America. Agroforestry Syst. 53: 151-170.
Supriadi, Handi dan Pranowo, Dibyo. Prospek Pengembangan Agroforestri Berbasis Kopi Di Indonesia. Perspektif 14(2): 135-150
Suwandi. 2012. Petunjuk Teknik Perbanyakan Tanaman Dengan Cara Sambungan. Yogyakarta: Balai Besar Penelitian Bioteknologi Ban Pemuliaan Tanaman Hutan.