Daftar isi
Peran Mangrove Dalam Meminimalisir Dampak Abrasi
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang bercirikan benua maritim dengan 176 kabupaten dan 30 kota dari sekitar 368 kabupaten dan kota, yang mempunyai wilayah pesisir dan laut (Sulasdi, 2001; 44). Kondisi ini dapat digunakan sebagai dasar kuat untuk mengatakan bahwa Indonesia sesungguhnya merupakan negara maritim.
Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti yang strategis karena merupakan wilayah interaksi/peralihan (interface) antara ekosistem darat dan laut yang memiliki sifat dan ciri yang unik, dan mengandung produksi biologi cukup besar serta jasa lingkungan lainnya. Kebanyakan masyarakat yang tinggal ditepi pantai, pantai merupakan tempat sumber perekonomian mereka. Namun dalam hal tertentu, terdapat gejala alam yang disebabkan oleh perluasan daerah pemukiman yang membabibuta, yaitu terjadinya abrasi . Abrasi pantai ini terjadi hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Masalah ini harus segera diatasi karena dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi makhluk hidup, tidak terkecuali manusia.
Sudut pandang keseimbangan interaksi antara kekuatan-kekuatan asal darat dan kekuatan-kekuatan asal laut, Abrasi terjadi karena kekuatan-kekuatan asal laut lebih kuat daripada kekuatan-kekuatan asal darat. Abrasi dapat diprediksi kejadiannya berdasarkan pada pola arah angin dan kecepatan angin yang terdapat disuatu kawasan, orientasi garis pantai, konfigurasi garis pantai, dan material penyusun pantai. Abrasi saat ini sudah sering terjadi terutama didaerah pantai yang tidak terlindungi baik oleh vegetasi maupun pola hidup masyarakat yang tinggal di sekitar pantai. Salah satu upaya yang bisa kita lakukan untuk meminimalisir dampak abrasi yaitu dengan melestarikan hutan mangrove. Karena tanaman bakau memiliki akar yang kuat utuk menahan material-material pantai sehingga mengurangi terjadinya abrasi. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa dampak dari abrasi sangat berbahaya sehingga peran mangrove sangat dibutuhkan dalam meminimalisir dampak abrasi tersebut. Hal ini yang melatarbelakangi makalah ini untuk membahas bagaimana permasalahan abrasi yang terjadi di pantai dan bagaimana langkah atau cara yang tepat untuk menanggulanginya.
Oleh karena itu, pada makalah ini akan mengulas sedikitnya tentang pelestarian hutan mangrove sebagai upaya mencegah Abrasi secara umum.
1. 2. Rumusan Masalah
Pada makalah ini yang membahas mengenai isu permasalahan lingkungan yang terkait dengan dampak abrasi dan pengaruhnya terhadap lingkungan serta bagaimana peran mangrove dalam meminimalisir dampak tersebut, juga memiliki beberapa rumusan pertanyaan yang menjadi permasalahan untuk diketahui dan dipecahkan masalahnya :
1. Bagaimana abrasi dapat terjadi dan apa yang menyebabkan terjadinya abrasi ?
2. Bagaimana keadaan pemukiman penduduk dan masyarakat yang berada di daerah pantai yang mengalami abrasi tersebut?
3. Apa yang dimaksud hutan mangrove,serta fungsi dan manfaat dari hutan mangrove tersebut?
4. Bagaimana kondisi hutan mangrove yang berada di Indonesia?
5. Bagaimana peranan hutan bakau dalam usaha pencegahan terjadinya abrasi ?
1. 3. Tujuan Makalah
Makalah ini disusun menjadi sedemikian rupa untuk mencapai beberapa tujuan yang tentunya berupa hal positif. Berikut tujuan makalah ini:
1. Untuk mengetahui terjadinya proses abrasi dan penyebab terjadinya abrasi.
2. Untuk mengetahui keadaan yang tampak pada pemukiman penduduk dan masyarakat yang berada di daerah pantai yang mengalami abrasi.
3. Untuk mengetahui pengertian dari hutan mangrove, fungsi serta manfaat dari hutan mangrove tersebut.
4. Untuk mengertahui bagaimana kondisi hutan mangrove di Indonesia.
5. Untuk mengetahui peranan hutan bakau dalam usaha pencegahan terjadinya abrasi.
1. 4. Manfaat Makalah
Dari penulisan makalah ini diharapkan ada beberapa manfaat yang dapat diambil. Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan makalah di atas maka dapat ditarik beberapa manfaat sebagai berikut :
1. Mengetahui terjadinya proses abrasi dan penyebab terjadinya abrasi.
2. Mengetahui keadaan yang tampak pada pemukiman penduduk dan masyarakat yang berada di daerah pantai yang mengalami abrasi.
3. Mengetahui pengertian dari hutan mangrove, fungsi serta manfaat dari hutan mangrove tersebut.
4. Mengertahui bagaimana kondisi hutan mangrove di Indonesia.
5. Mengetahui peranan hutan bakau dalam usaha pencegahan terjadinya abrasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Abrasi
Abrasi merupakan peristiwa terkikisnya alur-alur pantai akibat gerusan air laut. Gerusan laut baik yang disebabkan oleh meningkatnya air laut ataupun oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak, Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Naiknya permukaan air laut ini disebabkan mencairnya es di daerah kutub akibat pemanasan global.
Dampak yang disebabkan abrasi ini sangat besar, Garis pantai akan semakin menyempit dan apabila tidak diatasi lama kelamaan daerah-daerah yang permukaannya rendah akan tenggelam. Pantai yang indah dan menjadi tujuan wisata menjadi rusak, Pemukiman warga dan tembokbergerus menjadi laut. Tidak sedikit warga di pesisir pantai yang telah direlokasi gara-gara abrasi ini. Abrasi pantai juga berpotensi menenggelamkan beberapa pulau kecil diperairan indonesia.
Abrasi pantai disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
· Menaiknya permukaan air laut yang diakibatkan oleh mencairnya es didaerah kutub sebagai akibat pemanasan global.
· Hilangnya vegetasi mangrove(hutan bakau) dipesisir pantai. Sebagaimana diketahui, mangrove yang ditanam dipinggiran pantai, akar-akarnya mampu menahan ombak sehingga menghambat terjadinya pengikisan pantai(abrasi).
· pengembangan hasil produksi perikanan maupun pemanfaatan sumber daya kelautan lainnya yang secara berlebihan.
Penyebab lainnya yaitu pada saat terjadinya bencana tsunami, yang mana pada saat tsunami berlangsung, pecahan ombak juga ikut memecah material yang ada didarat sehingga terjadi pengikisan di daerah pantai. Selain itu, Rusaknya bibir pantai diperairan Indonesia akibat abrasi itu tidak terlepas dari geologi,kekuatan ombak laut serta pusaran angin.
Abrasi yang terjadi di kabupaten Indramayu merupakan contoh kasus abrasi yang terjadi di Indonesia. Selain di kedua tempat tadi, masih banyak daerah lain yang juga mengalami abrasi dengan tingkat yang tergolong parah. Apabila hal ini tidak ditindaklanjuti secara serius, maka dikhawatirkan
dalam waktu yang tidak lama beberapa pulau yang permukaannya rendah akan tenggelam.
Dalam skala waktu besar(jangka panjang), erosi pantai berlangsung terus menerus sampai kondisi keseimbangan konfigurasi garis pantai tercapai atau keseimbangan berubah karena perubahan kondisi lingkungan dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam jangka pendek(temporer), erosi pantai terjadi pada saat musim angin tertentu berlaku, dan berhenti ketika musim berganti.
2.2. Dampak Abrasi Terhadap Daerah Pesisir Pantai, Pemukiman Penduduk dan Masyarakatnya
Abrasi yang merupakan salah satu hasil dari kerusakan di alam memiliki dampak negatif yaitu
antara lain:
1. Penyusutan lebar pantai sehingga menyempitnya lahan bagi penduduk yang tinggal di pinggir pantai
2. Kerusakan hutan bakau di sepanjang pantai, karena terpaan ombak yang didorong angin kencang begitu besar.
3. Kehilangan tempat berkumpulnya ikan ikan perairan pantai karena terkikisnya hutan bakau.
Selain itu, di beberapa tempat di areal pesisir dan pertambakan yang telah terkikis (abrasi pantai) dan rob yang lebih dalam ke daratan. Tambak-tambak udang yang terkikis menjadi hilang dan berubah kondisinya menjadi laut dan akibat pemanasan global menyebabkan air masuk lebih dalam. Hilangnya tambak akibat terkikis, menghilangkan pendapatan sebagian petani tambak . Karena adanya pengurangan atau perubahan baik dari hasil pendapatan (menurunnya perekonomian), kesehatan dan sebagainya,maka tidak sedikit penduduk yang mengalami penurunan pendapatan akibat abrasi tambak dan rob mengalami perubahan perilaku yang bersifat negatif yaitu apriori, apatis dan mengalami gangguan jiwa. Selain itu, Akibat penurunan pendapatan para nelayan dan petani tambak tidak dapat menyekolahkan anaknya lebih tinggi. Maka, ada penduduk yang mengambil keputusan untuk mengadakan perpindahan ketempat lain yang diperkirakan dapat memperbaiki penghasilan mereka.
2.3. Pengertian Mangrove
Mangrove berasal dari kata mangal yang menunjukkan komunitas suatu tumbuhan
(Odum. 1983). Di Suriname, kata mangro pada mulanya merupakan kata yang umum dipakai untuk jenis Rhizophora mangle (Karsten 1890 dalam Chapman 1976). Di Portugal, kata mangue digunakan untuk menunjukkan suatu individu pohon dan kata mangal untuk komunitas pohon tersebut. Di Perancis, padanan yang digunakan untuk mangrove adalah kata menglier. MacNae (1968) menggunakan kata mangrove untuk individu tumbuhan dan mangal untuk komunitasnya. Di lain pihak, Tomlinson (1986) dalam Wightman (1989) menggunakan kata mangrove baik untuk tumbuhan maupun komunitasnya, dan Davis (1940) dalam Walsh (1974) menyebutkan bahwa kata mangrove merupakan istilah umum untuk pohon yang hidup di daerah yang berlumpur, basah dan terletak di perairan pasang surut daerah tropis. Meskipun terdapat perbedaan dalam penggunaan kata, Mepham dan Mepham (1985) dalam Wightman (1989) menyatakan bahwa pada umumnya tidak perlu dikacaukan dalam penggunaan kontekstual dari kata-kata tersebut.
Beberapa ahli mengemukakan definisi hutan mangrove sebagai hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terdapat di daerah teluk dan di muara sungai yang dicirikan oleh:
(1) tidak terpengaruh iklim;
(2) dipengaruhi pasang surut;
(3) tanah tergenang air laut;
(4) tanah rendah pantai;
(5) hutan tidak mempunyai struktur tajuk;
(6) jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri atas api-api (Avicenia Sp), pedada (Sonner– atia), bakau (Rhizophora Sp),lacang (Bruguiera Sp), nyirih (Xylocarpus Sp), nipah (Nypa Sp) dan lain-lain (Soerianegara dan Indrawan, 1982).
Hutan mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut di daerah pasang surut (Kusmana, 2002) . Hutan mangrove adalah tipe hutan yang secara alami dipengaruhi oleh pasang surut air laut, tergenang pada saat pasang naik dan bebas dari genangan pada saat pasang rendah. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat mangrove. Menurut Steenis (1978), yang dimaksud dengan “mangrove” adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut.
Selain itu, hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa species pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin (Nybakken,1988). Hutan mangrove disebut juga “Coastal Woodland” (hutan pantai) atau “Tidal Forest” (hutan surut)/hutan bakau, yang merupakan formasi tumbuhan litoral yang karakteristiknya terdapat di daerah tropika (Saenger,1983)
2.4. Fungsi dan Manfaat Hutan mangrove
Saenger(1983); Saenger et al. (1981); Salim(1986); dan Naamin(1990) menyatakan bahwa fungsi ekosistem mangrove mencakup:
1. Fungsi fisik;
· menjaga garis pantai agar tetap stabil
· mengendalikan abrasi pantai
melalui mekanisme pemecahan energi kinetik gelombang air laut dan pengurangan jangkauan air pasang ke daratan, Hasil analisis melaporkan pada lokasi yang ditumbuhi mangrove dengan lebar ³ 100 m relatif tidak terjadi abrasi.
· Mempercepat laju sedimentasi yang akhirnya menimbulkan tanah timbul sehingga daratan bertambah luas.
Hasil analisis melaporkan bahwa tanah timbul di pantai utara pulau Jawa hanya dijumpai didepan hutan mangrove dengan fenomena semakin lebar mangrove semakin lebar pula tanah (Suryana, 1998).
· mengendaliakan intrusi air laut
pada lokasi yang tanpa hutan mangrove, percepatan intrusi air laut meningkat drastis 1 km pada selebar 0,75 m menjadi 4,24 km. Secara teoritis diperkirakan percepatan intrusi air laut meningkat 2 – 3 kali pada lokasi tanpa hutan mangrove(Hilmi, 1998).
· Menyerap dan mengurani bahan pencemar (polutan) dari badan air baik melalui penyerapan polutan tersebut oleh jaringan anatomi tumbuhan mangrove maupun menyerap bahan polutan yang bersangkutan dalam sedimen lumpur (IUCN & E/P Forum, 1993).
· Mengurangi tiupan angin kencang dan terjangan gelombang laut
Keberadaan tegakan mangrove secara signifikan dapat mengurangi kecepatan tiupan angin dan kecepatan arus gelombang air laut (Aksornkoae, 1993).
2. Fungsi biologis
· Tempat tumbuh berbagai jenis tumbuhan dan fauna
Umali et al (1987) dalam Kusmana (1997)melaporkan adanya sekitar 130 jenis tumbuhan yang hidup d habitat mangrove baik fauna darat atau fauna laut.
· Sebagai tempat asuban (nursery ground), dan daerah mencari makan (feeding ground), serta daerah pemijahan (spawning ground) bagi berbagai jenis ikan, udang, dan biota laut lainnya. tempat bersarangnya burung dan habitat alami bagi berbagai jenis biota.
Secara normal produktivitas mangrove berkisar antara 10,00 ton/ha/th sampai 14,00 ton/ha/th yang mana sekitar 50 % dari serasah tersebut diekspor ke perairan pantai lepas (Department of Forestry, 1997) dan sekitar 90 % masuk kedalam jaring-jaring pangan (UNEP, 1985).
3. Fungsi ekonomi
· Pertambakan
· Tempat pembuatan garam
· Hasil hutan mangrove yang berupa bermacam-macam jenis kayu yang dapat digunakan sebagai:
Bahan bangunan , chips, penghara industri papan dan plywood , scalfold, kayu bakar dan arang yang berkualitas tinggi yang menghasilkan tanin(zat penyamak)dan lain-lain(Hardjosento,1981; Saenger , 1983)
· Hasil hutan bukan kayu, seperti madu, obat-obatan, tanin, minuman. Ikan/udang /kepiting, dll
· Rekreasi seperti halnya hutan rekreasi
Ekosistem mangrove, baik secara sendiri maupun secara bersama dengan ekosistem padang lamun dan terumbu karang berperan penting dalam stabilisasi suatu ekosistem pesisir, baik secara fisik maupun secara biologis, disamping itu, ekosistem mangrove merupakan sumber plasma nutfah yang cukup tinggi (misal, mangrove di Indonesia terdiri atas 157 jenis tumbuhan tingkat tinggi dan rendah, 118 jenis fauna laut dan berbagai jenis fauna darat (Kusmana, 2002). Ekosistem mangrove juga merupakan perlindungan pantai secara alami untuk mengurangi resiko terhadap bahaya tsunami. Hasil penelitian yang dilakukan di Teluk Grajagan, Banyuwangi, Jawa Timur, menunjukkan bahwa dengan adanya ekosistem mangrove telah terjadi reduksi tinggi gelombang sebesar 0,7340, dan perubahan energi gelombang sebesar (E) = 19635.26 joule (Pratikto dkk., 2002). Karena karakter pohon mangrove yang khas, ekosistem mangrove berfungsi sebagai peredam gelombang dan badai, pelindung abrasi, penahan lumpur, dan perangkap sedimen. Disamping itu, ekosistem mangrove juga sebagai pemasok larva ikan, udang, dan sebagai tempat pariwisata.
Selanjutnya Saenger, (1983) juga merinci hasil-hasil produk dari ekosistem hutan mangrove berupa :
§ Bahan bakar; kayu bakar, arang dan alkohol.
§ Bahan bangunan; balok perancah, bangunan, jembatan, balok rel kereta api,
§ pembuatan kapal, tonggak dan atap rumah. Tikar bahkan pagar pun menggunakan jenis yang berasal dari hutan mangrove.
§ Makanan; obat-obatan dan minuman, gula alkohol, asam cuka, obat- obatan.
§ Perikanan; tiang-tiang untuk perangkap ikan, pelampung jaring, pengeringan ikan, bahan penyamak jaring dan lantai.
§ Pertanian, makanan ternak, pupuk dsb.
§ Produksi kertas; berbagai macam kertas
Hutan mangrove merupakan sumber daya alam daerah tropis yang mempunyai manfaat ganda baik dari aspek sosial ekonomi maupun ekologi. Besarnya peranan ekosistem hutan mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan baik yang hidup di perairan, di atas lahan maupun di tajuk- tajuk pohon mangrove atau manusia yang bergantung pada hutan mangrove tersebut (Naamin, 1991).
1. Manfaat ekonomi diantaranya terdiri atas hasil berupa kayu (kayu bakar, arang, kayu konstruksi) dan hasil bukan kayu (hasil hutan ikutan dan pariwisata).
2. Manfaat ekologis, yang terdiri atas berbagai fungsi lindungan baik bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis fauna, diantaranya :
§ Sebagai proteksi dari abrasi/erosi, gelombang atau angin kencang
§ Pengendali intrusi air laut
§ Habitat berbagai jenis fauna
§ Sebagai tempat mencari makan, memijah dan berkembang biak berbagai
§ jenis ikan dan udang
§ Pembangun lahan melalui proses sedimentasi
§ Pengontrol penyakit malaria
§ Memelihara kualitas air (meredukasi polutan, pencemar air)
§ Penyerap CO2 dan penghasil O2 yang relatif tinggi dibanding tipe hutan lain.
2.3. Kondisi Mangrove di Indonesia
Luas ekosistem mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, atau sekitar 27% dari luas mangrove di dunia. Kekhasan ekosistem mangrove Indonesia adalah memiliki keragaman jenis yang tertinggi di dunia. Sebaran mangrove di Indonesia terutama di wilayah pesisir Sumatera, Kalimantan dan Papua. Luas penyebaran mangrove terus mengalami penurunan dari 4,25 juta hektar pada tahun 1982 menjadi sekitar 3,24 juta hektar pada tahun 1987, dan tersisa seluas 2,50 juta hektar pada tahun 1993. Kecenderungan penurunan tersebut mengindikasikan bahwa terjadi degradasi hutan mangrove yang cukup nyata, yaitu sekitar 200 ribu hektar/tahun. Hal tersebut disebabkan oleh kegiatan konversi menjadi lahan tambak, penebangan liar dan sebagainya (Dahuri, 2002). Indonesia memiliki vegetasi hutan mangrove yang keragaman jenis yang tinggi. Jumlah jenis yang tercatat mencapai 202 jenis yang terdiri dari 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit, dan 1 jenis sikas. Terdapat sekitar 47 jenis vegetasi yang spesifik hutan mangrove. Dalam hutan mangrove, paling tidak terdapat salah satu jenis tumbuhan mangrove sejati, yang termasuk ke dalam empat famili: Rhizoporaceae (Rhizophora, Bruguiera, dan Ceriops),Sonneratiaceae (Sonneratia), Avicenniaceae(Avicennia), dan Meliaceae (Xylocarpus). Pohon mangrove sanggup beradaptasi terhadap kadar oksigen yang rendah, terhadap salinitas yang tinggi, serta terhadap tanah yang kurang stabil dan pasang surut (Kusmana, 2002). Ekosistem mangrove terdiri dari hutan atau vegetasi mangrove yang merupakan komunitas pantai tropis. Secara umum, karakteristik habitat hutan mangrove tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung, dan/atau berpasir. Daerah habitat mangrove tergenang air laut secara berkala, setiap hari, atau pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove. Hutan mangrove menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat serta terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Habitat hutan mangrove memiliki air bersalinitas payau (2-22 bagian per mil) hingga asin (mencapai 38 bagian permil). Hutan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, dan daerah pantai yang terlindung.
2.5. Peranan Pelestarian Hutan Bakau Sebagai Pencegahan Atau Pengurangan Terjadinya Erosi Pantai (Abrasi)
Ada beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya abrasi,
diantaranya yaitu:
1. Penanaman kembali hutan bakau
2. Pelarangan penggalian pasir pantai
3. Pembuatan pemecah gelombang
4. Pelestarian terumbu karang
Hutan Bakau (mangrove) merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2000). Sementara ini wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut. Batas wilayah pesisir di daratan ialah daerah-daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air dan masih dipengaruhi oleh proses-proses bahari seperti pasang surutnya laut, angin laut dan intrusi air laut, sedangkan batas wilayah pesisir di laut ialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
Tumbuhan mangrove memiliki ciri-ciri :
a) tumbuhan berpembuluh (vaskuler),
b) beradaptasi pada kondisi salin, dengan mencegah masuknya sebagian
c) besar garam dan mengeluarkan atau menyimpan kelebihan garam,
d) beradaptasi secara reproduktif dengan menghasilkan biji vivipar yang tumbuh dengan cepat dan dapat mengapung.
e) beradaptasi terhadap kondisi tanah anaerob dan lembek dengan membentuk struktur pneumatofor (akar napas) untuk menyokong dan Mengait, serta menyerap oksigen selama air surut.
Komunitas mangrove terdiri dari tumbuhan, hewan, dan mikrobia, namun tanpa kehadiran tumbuhan mangrove, kawasan tersebut tidak dapat disebut ekosistem mangrove (Jayatissa et al., 2002).
Gambar 4 menunjukan hasil penanaman mangrove oleh masyarakat dan mendapat dukungan dari pemerintah berupa bibit, serta biaya pemeliharaan. Di samping itu untuk Masyarakat menjaga agar tanaman mangrove yang sudah tumbuh subur terjaga dari kerusakan akibat abrasi maka oleh pemerintah dibuat tanggul pengaman.
Hutan bakau atau hutan mangrove, selain sebagai pencegah terjadinya abrasi, juga memiliki fungsi lain bag kehidupan didaerah pantai, yaitu sebgai berikut.
1. Habitat satwa langka
Hutan bakau sering menjadi habitat jenis-jenis satwa. Lebih dari 100 jenis burung hidup di sini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan bakau merupakan tempat mendaratnya ribuan burung pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus).
2. Pelindung terhadap bencana alam
Vegetasi hutan bakau dapat melindungi bangunan, tanaman pertanian, atau vegetasi alami dari kerusakan akibat badai atau angin yang bermuatan garam melalui proses filtrasi.
3. Pengendapan lumpur
Sifat fisik tanaman pada hutan bakau membantu proses pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur. Dengan hutan bakau, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.
4. Penambah unsur hara
Sifat fisik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan terjadi pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.
5. Penambat racun
Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat pada permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air. Beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan membantu proses penambatan racun secara aktif.
6. Sumber alam dalam kawasan (In-Situ) dan luar Kawasan (Ex-Situ)
Hasil alam in-situ mencakup semua fauna dan hasil pertambangan atau mineral yang dapat dimanfaatkan secara langsung di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam ex-situ meliputi produk-produk alamiah di hutan mangrove dan terangkut/berpindah ke tempat lain yang kemudian digunakan oleh masyarakat di daerah tersebut, menjadi sumber makanan bagi organisme lain atau menyediakan fungsi lain seperti menambah luas pantai karena pemindahan pasir dan lumpur.
7. Transportasi
Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.
8. Sumber plasma nutfah
Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya baik bagi perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untuk memelihara populasi kehidupan liar itu sendiri.
9. Rekreasi dan pariwisata
Hutan bakau memiliki nilai estetika, baik dari faktor alamnya maupun dari kehidupan yang ada di dalamnya. Hutan mangrove yang telah dikembangkan menjadi obyek wisata alam antara lain di Sinjai (Sulawesi Selatan), Muara Angke (DKI), Suwung, Denpasar (Bali), Blanakan dan Cikeong (Jawa Barat), dan Cilacap (Jawa Tengah). Kegiatan wisata ini disamping memberikan pendapatan langsung bagi pengelola melalui penjualan tiket masuk dan parkir, juga mampu menumbuhkan perekonomian masyarakat di sekitarnya dengan menyediakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, seperti membuka warung makan, menyewakan perahu, dan menjadi pemandu wisata.
10. Sarana pendidikan dan penelitian
Upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan pendidikan.
11. Memelihara proses-proses dan sistem alami
Hutan bakau sangat tinggi peranannya dalam mendukung berlangsungnya proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya.
12. Penyerapan karbon
Proses fotosentesis mengubah karbon anorganik (C02) menjadi karbon organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai (C02). Akan tetapi hutan bakau justru mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, hutan bakau lebih berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan dengan sumber karbon.
13. Memelihara iklim mikro
Evapotranspirasi hutan bakau mampu menjaga ketembaban dan curah hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.
14. Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam
Keberadaan hutan bakau dapat mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi berkembangnya kondisi alam.
BAB III
PENUTUP
3. 1. Kesimpulan
Dari pendahuluan hingga pembahasannya dalam BAB II Isi tadi, dapat ditarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan isu yang dibahas pada makalah ini. Pada pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
§ Abrasi diakibatkan oleh peristiwa terkikisnya alur-alur pantai akibat gerusan air baik yang disebabkan oleh meningkatnya air laut ataupun oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak, naiknya permukaan air laut ini disebabkan mencairnya es di daerah kutub akibat pemanasan global.
§ Dampak yang diakibatkan oleh abrasi ini sangat besar. Garis pantai akan semakin menyempit dan apabila tidak diatasi lama kelamaan daerah-daerah yang permukaannya rendah akan tenggelam.
§ Erosi pantai dapat dicegah atau dikurangi salah satunya dengan cara melestarikan dan menanam tanaman bakau (hutan mangrove) di daerah pantai untuk menahan material pantai.
3. 2.Saran
§ Sebaiknya pelestarian hutan bakau tidak hanya dilakukan pada saat penanamannya saja, namun juga pada saat pemeliharaannya agar tanaman bakau dapat tumbuh dengan baik karena pada hakekatnya tanaman bakau yang baru ditanam termasuk sulit untuk tumbuh.
§ Masyarakat harus mengambil peran dalam mengatasi masalah abrasi dan pencemaran pantai, karena usaha dari pemerintah saja tidak cukup berarti tanpa bantuan dari masyarakat.Ini termasuk penanaman dan pemeliharaan vegetasi pelindung pantai, seperti mangrove dan terumbu karang.
§ Pemerintah harus memberikan hukuman yang tagas bagi setiap orang yang merusak lingkungan.
§ Pembangunan alat pemecah ombak dan penanaman pohon bakau harus segera dilakukan agar abrasi yang terjadi di beberapa daerah tidak bertambah parah.
§ Bagi para pemilik pabrik maupun usaha apapun yang ada di sekitar pantai agar tidak membuang limbah atau sampah ke laut. Mereka harus menyediakan sarana kebersihan agar limbah atau sampah yang mereka hasilkan tidak mencemari pantai.
DAFTAR PUSTAKA
Aksornkoae, S. 1993. Ecological and Management of Mangroves. The IUCN Wetlands Programme, Switzerland.
Bengen, D.G. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Pusat Kajian Bengkulu Utara, Bengkulu. 2004. Jakarta.
Department of Forestry. 1997. national Strategy of Mangrove Management in Indonesia. Department of Forestry of Republic Indonesia. Jakarta.
Dewini, 2010. Makalah-tugas-pklh; erosi pantai. Dipetik Oktober, 2010 dari http://dewini.blogspot.com
Hilmi, E. 1998. Penentuan Lebar Jalur Hijau Hutan Mangrove Melalui Pendekatan Sistem (studi kasus di hutan Muara Angke Jakarta). Thesis . Pascasarjana IPB. Bogor.
Hidayat, R . 2012. contoh KTI UPAYA PELESTARIAN HUTAN MANGROVE BERDASARKAN PENDEKATAN MASYARAKAT (Di Desa Kasimbar Selatan Kecamatan Kasimbar Kabupaten Parigi Moutong). Dipetik November 03, 2012, dari http://forester-untad.blogspot.com.
Kusmana, C. 2005. Rencana Rehabilitasi Hutan Mangrove dan Hutan Pantai Pasca Tsunami di NAD dan Nias. Makalah dalam Lokakarya Hutan mangrove Pasca sunami, Medan, April 2005
Kusuma, C. 2010. mangrove-dalam-upaya-menangangi-abrasi-dan-pengelolaan pantai. Dipetik Oktober 10, 2013, dari http://cecep_kusmana.staff.ipb.ac.id
UNEP. 1985. Ecological Interactions Between Tropical Coastal Ecosystems. UNEP Regional Seas Reports and Studios No. 75.