Daftar isi
Perjanjian Jual Beli Beserta Contonya
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan yang bersifat fisik dan non fisik.Kebutuhan itu tidak pernah dapat dihentikan selama hidup manusia. Untuk mencapai kebutuhan itu, satu sama lain saling bergantung. Manusia sebagai makhluk sosial tidak mungkin dapat hidup seorang diri. Manusia pasti memerlukan kawan atau orang lain. Oleh karena itu, manusia perlu saling hormat menghormati, tolong menolong dan saling membantu dan tidak boleh saling menghina, menzalimi, dan merugikan orang lain
Dalam upaya menanamkan kepekaan untuk saling tolong menolong, kita dapat mebiasakan diri dengan menginfakkan atau memberikan sebagian rezeki yang kita peroleh meskipun sedikit, seperti memberikan santunan kepada fakir miskin, orang tua dan jompo, mengangkat anak asuh, memberi bantuan kepada orang yang sedang menuntut ilmu, membangun sarana umum (jalan), serta menjadi makhluk sosial yang tidak lepas dari kita memerlukan orang lain, untuk memenuhi kebutuhan hidup kita sebagai mahluk sosial, dalam hal ini tidak di pungkiri manusia membutuhkan manusia lain termasuk dalam jual beli.
Peristiwa jual beli merupakan bagian dari Hukum Perdata yang apabila terjadi suatu perkara merupakan hal yang dapat dituntut atau diajukan tuntutannya di depan pengadilan. Faktanya; Peristiwa jual beli kerap kali kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari namun pada umumnya kita tidak benar-benar menyadari bahwa apa yang kita lakukan adalah suatu perbuatan hukum yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum apabila terjadi kecurangan atau salah satu pihak mengingkari adanya perjanjian tersebut. Jadi apapun yang kita lakukan dalam suatu jual beli dapat di tuntuk ke muka hukum apabila ada sebuah kecurangan didalamnya.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa yang dimaksud dengan perjanjian jual beli ?
b. Apa yang menjadi asas dan syarat sahnya suatu perjanjian jual beli ?
c. Apa saja subjek dan objek dari perjanjian jual beli ?
d. Apa saja hak dan kewajiban yang harus di penuhi dalam jual beli ?
e. Apa saja bentuk-bentuk dalam jual beli ?
f.. Apa saja resiko-resiko yang terdapat dalam jual beli ?
g. Bagaimana penulisan dan contoh surat perjanjian jual beli ?
C. TUJUAN
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perjanjian jual beli.
b. Untuk mengetahui apa yang menjadi asas dan syarat sahnya suatu perjanjian jual beli.
c. Untuk mengetahui apa saja subjek dan objek dari perjanjian jual beli.
d. Untuk mengetahui apa yang saja kewajiban yang harus di penuhi dalam jual beli.
e. Untuk mengetahui apa saja bentuk-bentuk dalam jual beli.
f. Untuk mengetahui apa saja resiko-resiko yang terdapat dalam jual beli.
g. Untuk mengetahui cara penulisan dan contoh surat perjanjian jul beli.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perjanjian Jual Beli
Jual beli diatur dalam buku III KUHPerdata, bab ke lima tentang “jual beli”. Dalam pasal 1457 KUHPerdata dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu (penjual) mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain (pembeli) untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Perjanjian jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang – undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara khusus terhadap perjanjian ini.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikemukakan lebih lanjut bahwa perjanjian jual beli merupakan perjanjian timbal balik sempurna, dimana kewajiban penjual merupakan hak dari pembeli dan sebaliknya kewajiban pembeli merupakan hak dari penjual. Dalam hal ini, penjual berkewajiban untuk menyerahkan suatu kebendaan serta berhak untuk menerima pembanyaran, sedang pembeli berkewajiban untuk melakukan pembayaran dan berhak untuk menerima suatu kebendaan. Apabila hal tersebut tidak dipenuhi, maka tidak akan terjadi perikatan jual beli.
Perjanjian jual beli saja tidak lantas menyebabkan beralihnya hak milik atas barang dari tangan penjual ke tanggan pembeli sebelum dilakukan penyerahan (levering). Pada hakekatnya perjanjian jual beli itu dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap kesepakatan kedua belah pihak mengenai barang dan harga yang ditandai dengan kata sepakat (Jual beli) dan yang kedua, tahap penyerahan (levering) benda yang menjadi obyek perjanjian, dengan tujuan untuk mengalihkan hak milik dari benda tersebut.
Hak milik beralih dengan adanya penyerahan (levering). Penyerahan adalah suatu pemindahan barang yang telah dijual ke dalam penguasaan dan kepunyaan si pembeli (pasal 1475). Jadi penyerahan dapat diartikan sebagai cara untuk mendapatkan hak milik karena adanya pemindahan hak milik akibat dari perjanjian jual beli. Untuk perjanjian jual beli dengan system indent penyerahan barang dilakukan dengan penyerahan kekuasaan atas barang (kendaraan dianalogikan sebagai barang bergerak) sebagaimana diatur dalam pasal 612 KUHPerdata. Biasanya, penyerahan dilakukan langsung ditempat penjual atau ditempat lain yang telah diperjanjikan sebelumnya.
Kesepakatan para pihak dalam perjanjian jual beli sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata melahirkan dua macam perjanjian, yaitu perjanjian obligatoir (perjanjian yang menimbulkan perikatan) dan perjanjian kebendaan (perjanjian untuk mengadakan, mengubah dan menghapuskan hak-hak kebendaan). Akibat pembedaan perjanjian tersebut, maka dalam perjanjian jual beli harus disertai dengan perjanjian penyerahan (levering), yaitu sebenarnya merupakan perjanjian untuk melaksanakan perjanjian jual beli.
Dari pengertian yang diberikan pasal 1457 diatas, perjanjian jual beli membebankan dua kewajiban yaitu :
1. Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli.
2. Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada penjual.
B. Asas-asas dan syarat Perjanjian Jual Beli
Asas-asas yang terdapat dalam suatu perjanjian umumnya terdapat dalam perjanjian jual beli. Dalam hukum perjanjian ada beberapa asas, namun secara umum asas perjanjian ada lima yaitu :
ü Asas Kebebasan Berkontrak
Asas Kebebasan Berkontrak dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “ Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas Kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk :
a) Membuat atau tidak membuat perjanjian,
b) Mengadakan perjanjian dengan siapa pun,
c) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan
d) Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang paling penting di dalam perjanjian karena di dalam asas ini tampak adanya ungkapan hak asasi manusia dalam membuat suatu perjanjian serta memberi peluang bagi perkembangan hukum perjanjian.
ü Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dapat dilihat dalam pasal 1320 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa salah satu syarat adanya suatu perjanjian adalah adanya kesepakatan dari kedua belah pihak. Asas konsensualisme mengandung pengertian bahwa suatu perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal melainkan cukup dengan kesepakatan antara kedua belah pihak saja. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan dari kedua belah pihak.
ü Asas mengikatnya suatu perjanjian
Asas ini terdapat dalam pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dimana suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi pembuatnya.Setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang.
ü Asas iktikad baik (Goede Trouw)
Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik (Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata). Iktikad baik ada dua yaitu :
a. Bersifat objektif, artinya mengindahkan kepatutan dan kesusilaan. Contoh, Si A melakukan perjanjian dengan si B membangun rumah. Si A ingin memakai keramik cap gajah namun di pasaran habis maka diganti cap semut oleh si B.
b. Bersifat subjektif, artinya ditentukan sikap batin seseorang. Contoh, si A ingin membeli motor, kemudian datanglah si B (penampilan preman) yang mau menjual motor tanpa surat-surat dengan harga sangat murah. Si A tidak mau membeli karena takut bukan barang halal atau barang tidak legal.
ü Asas Kepribadian
Pada umumnya tidak seorang pun dapat mengadakan perjanjian kecuali untuk dirinya sendiri.Pengecualiannya terdapat dalam pasal 1317 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang janji untuk pihak ketiga.
Namun, menurut Mariam Darus ada 10 asas perjanjian, yaitu : Kebebasan mengadakan perjanjian ,Konsensualisme, Kepercayaan, Kekuatan Mengikat, Persamaan Hukum, Keseimbangan, Kepastian Hukum, Moral, Kepatutan dan Kebiasaan
Syarat sahnya suatu perjanjian seperti yang terdapat dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan syarat sahnya perjanjian jual beli dimana perjanjian jual beli merupakan salah satu jenis dari perjanjian. Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa syarat dari sahnya perjanjian adalah :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat pertama untuk sahnya suatu perjanjian adalah adanya suatu kesepakatan atau konsensus pada para pihak.Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian kehendak antara para pihak dalam perjanjian.Jadi dalam hal ini tidak boleh adanya unsur pemaksaan kehendak dari salah satu pihak pada pihak lainnya.Sepakat juga dinamakan suatu perizinan, terjadi oleh karena kedua belah pihak sama-sama setuju mengenai hal-hal yang pokok dari suatu perjanjian yang diadakan. Dalam hal ini kedua belah pihak menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Ada lima cara terjadinya persesuaian kehendak, yaitu dengan :
a. Bahasa yang sempurna dan tertulis
b. Bahasa yang sempurna secara lisan
c. Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan.
(Karena dalam kenyataannya seringkali seseorang menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya.)
d. Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya
e. Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan
Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa terjadinya kesepakatan dapat terjadi secara tertulis dan tidak tertulis .Seseorang yang melakukan kesepakatan secara tertulis biasanya dilakukan dengan akta otentik maupun akta di bawah tangan.Akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat oleh para pihak tanpa melibatkan pejabat yang berwenang membuat akta.Sedangkan akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang. Menurut pasal 1321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kata sepakat tidak didasarkan atas kemauan bebas / tidak sempurna apabila didasarkan :
Ø Kekhilafan (dwaling) Ø Paksaan (geveld) Ø Penipuan (bedrog)
Dengan adanya kesepakatan, maka perjanjian tersebut telah ada dan mengikat bagi kedua belah pihak serta dapat dilaksanakan.
2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian
Cakap artinya adalah kemampuan untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang dalam hal ini adalah membuat suatu perjanjian.Perbuatan hukum adalah segala perbuatan yang dapat menimbulkan akibat hukum.Orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa.Ukuran kedewasaan adalah berumur 21 tahun sesuai dengan pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam pasal 1330 disebutkan bahwa orang yang tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah :
a. Orang yang belum dewasa
b. Orang yang dibawah pengampuan
c. Seorang istri. Namun berdasarkan fatwa Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5 September 1963, orang-orang perempuan tidak lagi digolongkan sebagai yang tidak cakap. Mereka berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya.
3. Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu disebut juga dengan objek perjanjian.Objek perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para pihak yang dapat berupa barang maupun jasa namun juga dapat berupa tidak berbuat sesuatu.Objek Perjanjian juga biasa disebut dengan Prestasi. Prestasi terdiri atas :
Ø Memberikan sesuatu, misalnya membayar harga, menyerahkan barang.
Ø Berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki barang yang rusak, membangun rumah, melukis suatu lukisan yang dipesan.
Ø Tidak berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk tidak mendirikan suatu bangunan, perjanjian untuk tidak menggunakan merek dagang tertentu.
Prestasi dalam suatu perikatan harus memenuhi syarat-syarat :
a. Suatu prestasi harus merupakan suatu prestasi yang tertentu, atau sedikitnya dapat ditentukan jenisnya. Misalnya : A menyerahkan beras kepada B 1 kwintal.
b. Prestasi harus dihubungkan dengan suatu kepentingan.
Tanpa suatu kepentingan orang tidak dapat mengadakan tuntutan. Misalnya Concurrentie Beding (syarat untuk tidak bersaingan). Contoh: A membeli pabrik sepatu dari B dengan syarat bahwa B tidak boleh mendirikan pabrik yang memproduksi sepatu pula. Karena A menderita kerugian, maka pabrik sepatu diganti dengan produk lain. Dalam hal ini B boleh mendirikan pabrik sepatu lagi, karena antara A dan B sekarang tidak ada kepentingan lagi
c. Prestasi harus diperbolehkan oleh Undang-Undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
d. Prestasi harus mungkin dilaksanakan.
4. Suatu sebab yang halal
Di dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum perdata tidak dijelaskan pengertian sebab yang halal.Yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah bahwa isi perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum.
Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif karena berkaitan dengan subjek perjanjian dan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif karena berkaitan dengan objek perjanjian.Apabila syarat pertama dan syarat kedua tidak terpenuhi, maka perjanjian itu dapat diminta pembatalannya.Pihak yang dapat meminta pembatalan itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan ijinnya secara tidak bebas. Sedangkan apabila syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi, maka akibatnya adalah perjanjian tersebut batal demi hukum artinya perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada sama sekali sehingga para pihak tidak dapat menuntut apapun apabila terjadi masalah di kemudian hari.
C. Subjek dan Objek Perjanjian Jual Beli
Perjanjian jual beli adalah merupakan perbuatan hukum.Subjek dari perbuatan hukum adalah Subjek Hukum.Subjek Hukum terdiri dari manusia dan badan hukum.Oleh sebab itu, pada dasarnya semua orang atau badan hukum dapat menjadi subjek dalam perjanjian jual beli yaitu sebagai penjual dan pembeli, dengan syarat yang bersangkutan telah dewasa dan atau sudah menikah. Namun secara yuridis ada beberapa orang yang tidak diperkenankan untuk melakukan perjanjian jual beli, sebagaimana dikemukakan berikut ini:
ü Jual beli Suami istri
Pertimbangan hukum tidak diperkenankannya jual beli antara suami istri adalah karena sejak terjadinya perkawinan, maka sejak saat itulah terjadi pencampuran harta, yang disebut harta bersama kecuali ada perjanjian kawin. Namun ketentuan tersebut ada pengecualiannya yaitu:
a. Jika seorang suami atau istri menyerahkan benda-benda kepada isteri atau suaminya, dari siapa ia oleh Pengadilan telah dipisahkan untuk memenuhi apa yang menjadi hak suami atau istri menurut hukum.
b. Jika penyerahan dilakukan oleh seorang suami kepada isterinya, juga dari siapa ia dipisahkan berdasarkan pada suatu alasan yang sah, misalnya mengembalikan benda-benda si istri yang telah dijual atau uang yang menjadi kepunyaan istri, jika benda itu dikecualikan dari persatuan.
c. Jika si istri menyerahkan barang-barang kepada suaminya untuk melunasi sejumlah uang yang ia telah janjikan kepada suaminya sebagai harta perkawinan.
ü Jual beli oleh para Hakim, Jaksa, Advokat, Pengacara, Juru Sita dan Notaris.
Para Pejabat ini tidak diperkenankan melakukan jual beli hanya terbatas pada benda-benda atau barang dalam sengketa.Apabila hal itu tetap dilakukan, maka jual beli itu dapat dibatalkan, serta dibebankan untuk penggantian biaya, rugi dan bunga.
ü Pegawai yang memangku jabatan umum
Yang dimaksud dalam hal ini adalah membeli untuk kepentingan sendiri terhadap barang yang dilelang.
Objek jual Beli
Yang dapat menjadi objek dalam jual beli adalah semua benda bergerak dan benda tidak bergerak, baik menurut tumpukan, berat, ukuran, dan timbangannya. Sedangkan yang tidak diperkenankan untuk diperjualbelikan adalah :
a. Benda atau barang orang lain
b. Barang yang tidak diperkenankan oleh undang-undang seperti obat terlarang
c. Bertentangan dengan ketertiban, dan
d. Kesusilaan yang baik
Pasal 1457 Kitab Undang-Undang hukum Perdata memakai istilah zaak untuk menentukan apa yang dapat menjadi objek jual beli. Menurut pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, zaak adalah barang atau hak yang dapat dimiliki.Hal tersebut berarti bahwa yang dapat dijual dan dibeli tidak hanya barang yang dimiliki, melainkan juga suatu hak atas suatu barang yang bukan hak milik
D. Hak dan Kewajiban para pihak dalam perjanjian Jual Beli
Hak dari Penjual menerima harga barang yang telah dijualnya dari pihak pembeli sesuai dengan kesepakatan harga antara kedua belah pihak. Sedangkan Kewajiban Penjual adalah sebagai berikut :
1. Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenal tiga jenis benda yaitu benda bergerak, benda tidak bergerak dan benda tidak bertubuh maka penyerahan hak miliknya juga ada tiga macam yang berlaku untuk masing-masing barang tersebut yaitu :
ü Penyerahan Benda Bergerak
Mengenai Penyerahan benda bergerak terdapat dalam pasal 612 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tak bertubuh dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan dalam mana kebendaan itu berada.
ü Penyerahan Benda Tidak Bergerak
Mengenai Penyerahan benda tidak bergerak diatur dalam Pasal 616-620 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa penyerahan barang tidak bergerak dilakukan dengan balik nama. Untuk tanah dilakukan dengan Akta PPAT sedangkan yang lain dilakukan dengan akta notaris.
ü Penyerahan Benda Tidak Bertubuh
Diatur dalam pasal 613 KUH. Perdata yang menyebutkan penyerahan akan piutang atas nama dilakukan dengan akta notaris atau akta dibawah tangan yang harus diberitahukan kepada dibitur secara tertulis, disetujui dan diakuinya. Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu, penyerahan tiap-tiap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan endosemen.
2. Menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung terhadap cacat-cacat tersembunyi.
Pasal 30 sampai dengan pasal 52 United Nations Convention on Contract for the International Sale of Goods mengatur tentang kewajiban pokok dari penjual yaitu sebagai berikut :
ü Menyerahkan barang ü Menyerahterimakan dokumen ü Memindahkan Hak Milik
Hak dari Pembeli adalah menerima barang yang telah dibelinya, baik secara nyata maupun secara yuridis.Di dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Penjualan barang-barang Internasional (United Nations Convention on Contract for the International Sale of Goods) telah diatur tentang kewajiban antara penjual dan pembeli. Pasal 53 sampai 60 United Nations Convention on Contract for the International Sale of Goods mengatur tentang kewajiban pembeli. Ada 3 kewajiban pokok pembeli yaitu:
ü Memeriksa barang-barang yang dikirim oleh Penjual
ü Membayar harga barang sesuai dengan kontrak
ü Menerima penyerahan barang seperti disebut dalam kontrak
Kewajiban pembeli untuk membayar harga barang termasuk tindakan mengambil langkah-langkah dan melengkapi dengan formalitas yang mungkin dituntut dalam kontrak atau oleh hukum dan peraturan untuk memungkinkan pelaksanaan pembayaran.Tempat pembayaran di tempat yang disepakati kedua belah pihak. Kewajiban Pihak Pembeli adalah :
ü Membayar harga barang yang dibelinya sesuai dengan janji yang telah dibuat
ü Memikul biaya yang ditimbulkan dalam jual beli, misalnya ongkos antar, biaya akta dan sebagainya kecuali kalau diperjanjikan sebaliknya.
Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa Kewajiban dari pihak pembeli adalah merupakan Hak bagi pihak Penjual dan sebaliknya Kewajiban dari Pihak Penjual adalah merupakan hak bagi pihak Pembeli.
E. Bentuk-bentuk Perjanjian Jual Beli
Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu, dapat dibuat secara lisan dan tulisan yang dapat bersifat sebagai alat bukti apabila terjadi perselisihan.Untuk beberapa perjanjian tertentu undang-undang menentukan suatu bentuk tertentu, sehingga apabila bentuk itu tidak dituruti maka perjanjian itu tidak sah.Dengan demikian bentuk tertulis tidaklah hanya semata-mata merupakan alat pembuktian saja, tetapi merupakan syarat untuk adanya perjanjian tersebut.Misalnya perjanjian mendirikan Perseroan Terbatas harus dengan akta Notaris. Bentuk perjanjian jual beli ada dua yaitu :
1. Lisan, yaitu dilakukan secara lisan dimana kedua belah pihak bersepakat untuk mengikatkan dirinya melakukan perjanjian jual beli yang dilakukan secara lisan.
2. Tulisan, yaitu Perjanjian Jual beli dilakukan secara tertulis biasanya dilakukan dengan akta autentik maupun dengan akta di bawah tangan.
Akta Autentik adalah suatu akta yang dibuat di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Mengenai Akta Autentik diatur dalam pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Berdasarkan inisiatif pembuatnya akta autentik dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Akta Pejabat (acte amtelijke)
Akta Pejabat adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu dengan mana pejabat tersebut menerangkan apa yang dilihat serta apa yang dilakukannya. Jadi inisiatifnya tidak berasal dari orang yang namanya diterangkan di dalam akta itu. Contohnya Akta Kelahiran.
2. Akta Para Pihak (acte partij)
Akta Para Pihak adalah akta yang inisiatif pembuatannyadari para pihak di hadapan pejabat yang berwenang.Contohnya akta sewa menyewa.
F. Resiko dalam perjanjian jual beli
Di dalam hukum dikenal suatu ajaran yang dinamakan dengan Resicoleer. Resicoleer adalah suatu ajaran , yaitu seseorang berkewajiban memikul kerugian, jika ada sesuatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang menjadi objek perjanjian. Sedengkan Risiko dalam Perjanjian jual beli tergantung pada jenis barang yang diperjualbelikan, yaitu
a. Barang telah ditentukan
Mengenai risiko dalam jual beli terhadap barang tertentu diatur dalam pasal 1460 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.Hal pertama yang harus dipahami adalah pengertian dari barang tertentu tersebut.Yang dimaksudkan dengan barang tertentu adalah barang yang pada waktu perjanjian dibuat sudah ada dan ditunjuk oleh pembeli. Mengenai barang seperti itu pasal 1460 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menetapkan bahwa risiko terhadap barang tersebut ditanggung oleh si pembeli meskipun barangnya belum diserahkan. Dapat dilihat bahwa ketentuan tersebut adalah tidak adil dimana pembeli belumlah resmi sebagai pemilik dari barang tersebut akan tetapi ia sudah dibebankan untuk menanggung risiko terhadap barang tersebut. Si pembeli dapat resmi sebagai pemilik apabila telah dilakukan penyerahan terhadap si pembeli.Oleh sebab itu, dia harus menanggung segala risiko yang dapat terjadi karena barang tersebut telah diserahkan kepadanya.Ketentuan pasal 1460 ini dinyatakan tidak berlaku lagi dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung No 3 tahun 1963. Menurut Prof. R. Subekti, Surat edaran Mahkamah Agung tersebut merupakan suatu anjuran kepada semua hakim dan pengadilan untuk membuat yurisprudensi yang menyatakan pasal 1460 tersebut sebagai pasal yang mati dan karena itu tidak boleh dipakai lagi.
b. Barang tumpukan
Barang yang dijual menurut tumpukan, dapat dikatakan sudah dari semula dipisahkan dari barang-barang milik penjual lainnya, sehingga sudah dari semula dalam keadaan siap untuk diserahkan kepada pembeli. Oleh sebab itu dalam hal ini, risiko diletakkan kepada si pembeli karena barang-barang tersebut telah terpisah
c. Barang yang dijual berdasarkan timbangan, ukuran atau jumlah.
Barang yang masih harus ditimbang terlebih dahulu, dihitung atau diukur sebelumnya dikirim (diserahkan) kepada si pembeli, boleh dikatakan baru dipisahkan dari barang-barang milik si penjual lainnya setelah dilakukan penimbangan, penghitungan atau pengukuran.Setelah dilakukannya penimbangan, penghitungan atau pengukuran, maka segala risiko yang terjadi pada barang tersebut adalah merupakan tanggung jawab dari si pembeli.Sebaliknya apabila barang tersebut belum dilakukan penimbangan, penghitungan atau pengukuran maka segala risiko yang ada pada barang tersebut merupakan tanggungjawab dari pihak penjual.Hal ini diatur dalam pasal 1461 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
G. Penulisan dan Contoh Surat Perjanjian Jual Beli
Cara Penulisan.
Dalam sebuah perjanjian jual beli tanah, setidaknya harus di muat hal-hal berikut ini:
1. Identitas lengkap par pihak (penjual dan pembeli) dan kedudukan dalam transaksi.
2. Deskripsi atau gambaran tanah meliputi:
Ø Letak tanah daam bentuk alamat
Ø Luas tanah dalam bentuk Meter Persegi
Ø Batas tanah (Empat mata arah angin)
Ø Status Kepemilikan
Ø Nomor surat tanah
Ø Harga tanah sesuai kesepekatan
3. Pencantuman jaminn dnn identitas saksi.
4. Cara dan batas waktu pembayaran.
5. Kesepakatan penyelesaian masalah jika terjadi perselisihan.
Jika diperlukan, Bisa menambahkan lagi pasal-pasal lain sesuai kesepakatan kedua belah pihak seperti BNN (Bea Balik Nama).
CONTOH
SURAT PERJANJIAN
Kami yang bertanda tangan di bawah ini:
· Nama : AHMAD HAMBAL bin KARTO SUWITO
Umur : 60 Tahun
Pekerjaan : Tani
Alamat : Desa Randu RT.01/II, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta
Nomor KTP : 8081234567890
Dalam hal ini bertindak atas nama diri pribadi yang selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA.
· Nama : AGUS SETIAWAN, S.H bin SUROSO
Umur : 45 Tahun
Pekerjaan : PNS
Alamat : Desa Prapag Kidul, Pituruh, Purworejo, Jawa Tengah
Nomor KTP : 3031234567890
Dalam hal ini bertindak atas nama diri pribadi yang selanjutnya disebut PIHAK KEDUA.
Pihak pertama dengan ini berjanji untuk menyatakan dan mengikatkan diri untuk menjual kepada pihak kedua dan pihak kedua juga berjanji menyatakan serta mengikatkan diri untuk membeli dari pihak pertama berupa:
Sebidang tanah Hak Milik yang terletak di Desa Suromadu RT.5/III, Kecamatan Condong Catur Depok Sleman Yogyakarta, seluas 10.000 M³ (sepuluh ribu) meter persegi, dengan batas-batas tanah tersebut adalah sebagai berikut :
· Sebelah barat : Berbatasan dengan tanah H. Sabar
· Sebelah timur : Berbatasan dengan tanah Suripto
· Sebelah utara : Berbatasan dengan tanah Rasyid Rizani
· Sebelah selatan : Berbatasan dengan tanah Susilo Bambang
Dengan syarat dan ketentuan yang diatur dalam 9 (sembilan) pasal, berikut ini:
Pasal 1
HARGA
Jual beli tanah tersebut dilakukan dan disetujui oleh masing-masing pihak dengan harga tanah sebesar Rp.1000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
Pasal 2
CARA PEMBAYARAN
· Pihak kedua akan memberikan uang tanda jadi sebesar Rp.400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) kepada pihak pertama yaitu pada tanggal 10 Maret 2014.
· Sisa pembayaran sebesar Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) akan dibayarkan oleh pihak kedua pada tanggal 01 April 2014.
Pasal 3
JAMINAN DAN SAKSI
· Pihak pertama menjamin sepenuhnya bahwa tanah yang dijualnya adalah benar-benar milik atau hak pihak pertama sendiri dan tidak ada orang atau pihak lain yang turut mempunyai hak, bebas dari sitaan, tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa, hak kepemilikannya tidak sedang dipindahkan atau sedang dijaminkan kepada orang atau pihak lain dengan cara bagaimanapun juga, dan tidak sedang atau telah dijual kepada orang atau pihak lain.
· Jaminan pihak pertama dikuatkan oleh dua orang yang turut menandatangani Surat Perjanjian ini selaku saksi.
· Apabila pihak kedua pada tanggal yang telah ditentukan diatas tidak memenuhi perjanjian ini yaitu memberikan tanda jadi sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 ayat (1) maka perjanjian ini batal secara hukum.
· Apabila pihak kedua pada tanggal yang telah ditentukan diatas untuk pelunasan sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 ayat (2), secara hukum perjanjian jual beli ini batal dan pihak pertama akan mengembalikan uang tanda jadi setelah tanah dalam perjanjian ini terjual dan tanda jadi akan dikembalikan sepenuhnya.
· Kedua orang saksi tersebut adalah:
· Nama : SUKARWO bin SUMITRO
Umur : 53 tahun
Pekerjaan : Tani
Alamat : Desa Randu RT.01/II, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta
Selanjutnya disebut sebagai Saksi I
· Nama : WIRANTO bin JOKOWI
Umur : 48 tahun
Pekerjaan : Wirausaha
Alamat : Desa Randu RT.01/II, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta
Selanjutnya disebut sebagai Saksi II.
Pasal 4
PENYERAHAN
Pihak pertama berjanji serta mengikatkan diri untuk menyerahkan sertifikat tanah kepada pihak kedua selambat-lambatnya satu minggu setelah pihak kedua melunasi seluruh pembayarannya.
Pasal 5
STATUS KEPEMILIKAN
Sejak ditandatanganinya Surat Perjanjian ini maka tanah tersebut di atas beserta segala keuntungan maupun kerugiannya sepenuhnya menjadi hak milik pihak kedua.
Pasal 6
PEMBALIKNAMAAN KEPEMILIKAN
· Pihak pertama wajib membantu pihak kedua dalam proses pembaliknamaan atas kepemilikan hak tanah dan bangunan rumah tersebut dalam hal pengurusan yang menyangkut instansi-instansi terkait, memberikan keterangan-keterangan serta menandatangani surat-surat yang bersangkutan serta melakukan segala hak yang ada hubungannya dengan pembaliknamaan serta perpindahan hak dari pihak pertama kepada pihak kedua.
· Segala macam ongkos atau biaya yang berhubungan dengan balik nama atas tanah dan bangunan rumah dari pihak pertama kepada pihak kedua dibebankan sepenuhnya kepada pihak kedua.
Pasal 7
MASA BERLAKUNYA PERJANJIAN
Perjanjian ini tidak berakhir karena meninggal dunianya pihak pertama, atau karena sebab apapun juga. Dalam keadaan demikian maka para ahli waris atau pengganti pihak pertama wajib mentaati ketentuan yang termaktub dalam perjanjian ini dan pihak pertama mengikat diri untuk melakukan segala apa yang perlu guna melaksanakan ketentuan ini.
Pasal 8
HAL-HAL LAIN
Hal-hal yang belum tercantum dalam perjanjian ini akan dibicarakan serta diselesaikan secara kekeluargaan melalui jalan musyawarah untuk mufakat oleh kedua belah pihak.
Pasal 9
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Tentang perjanjian ini dan segala akibatnya, kedua belah pihak memilih menyelesaikan perkara jika terjadi perselisihan di Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Kabupaten Sleman Yogyakarta.
Demikianlah Surat Perjanjan ini dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang bermaterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama, ditandatangani kedua belah pihak dalam keadaan sadar serta tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak manapun.
Dibuat di : Sleman
Tanggal : 03 Maret 2014
PIHAK PERTAMA, PIHAK KEDUA,
ttd ttd
(AHMAD HAMBAL bin KARTO SUWITO) ( AGUS SETIAWAN, S.H bin SUROSO)
Saksi-Saksi:
1)SUKARWO bin SUMITRO
ttd
…………………………………
2) WIRANTO bin JOKOWI
ttd
………………………………….
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Perjanjian jual beli merupakan perjanjian timbal balik sempurna, dimana kewajiban penjual merupakan hak dari pembeli dan sebaliknya kewajiban pembeli merupakan hak dari penjual.
2. Dalam peristiwa jual beli ada ketentuan yang mengatur mengenai hak dan kewajiban penjual maupun pembeli memiliki kewajiban untuk mematuhi perjanjian diantara mereka. Dimana perjanjian tersebut berlaku selayaknya Undang –undang bagi kedua belah pihak.pihak penjual berhak memperoleh pembayaran atas kebendaan yang telah diserahkan dan pembeli berhak untuk memperoleh jaminan atas kebendaan yang diterima dari penjual.
3. Dalam hal-hal khusus seperti pembelian kembali kebendaan yang telah diperjualbelikan sebagimana yang disepakati dalam perjanjian, pihak penjual harus membayarkan sejumlah harga yang telah dibayarkan oleh pembeli beserta jumlah dari penambahan nilai yang dilakukan pembeli atas kebendaan tersebut sehingga harga jual kebendaan tersebut bertambah.
B. SARAN
Dalam melakukan perjanjian jual beli, para piha harus memahami bentuk dan isi perjanjian.karena bentuk dan isi perjanjian berfungsi untuk menjamin kepentingan hukum mereka dan untuk mengantisipasi dan mengeliminasi kerugian yang akan timbul jika terjadi suatu wanprestasi.
DAFTAR PUSTAKA
Idris Subrata,”Perjanjian jual beli”.Blogger.(19 Desember 2013) http://muhammadsubrata.blogspot.com/2013/12/perjanjian-jual-beli.html.(12
April 2015).
Sarfareh Yusuf Zainuddin,”Makalah Hukum Perdata Perjanjian Jual Beli”. Blogger(10 Oktober 2013). http://siyasahhjinnazah.blogspot.com/2013/10/makalah- hukum-perdata-perjanjian-jual.html.(12 April 2015).
Contohpedi.com,”Contoh surat perjanjian jual beli tanah yang benar”.
WordPress(Januari 2013). http://contohpedi.com/2014/03/contoh-surat-perjanjian-jual-beli-tanah-yang-baik-dan-benar/(12 April 2015)