Dalam Gerakan Literasi Nasional, literasi baca-tulis dikembangkan dan diimplementasikan berlandaskan pada lima prinsip dasar. Kelima prinsip dasar pengembangan dan implementasi literasi baca-tulis yang dimaksud adalah keutuhan dan kemenyeluruhan (holistik), keterpaduan (terintegrasi), keberlanjutan (sustainabilitas), kontekstualitas, dan responsif kearifan lokal. Tiap-tiap prinsip dasar tersebut diuraikan secara ringkas sebagai berikut.
1. Prinsip Keutuhan dan Kemenyeluruhan (Holistik)
Literasi baca-tulis dikembangkan dan diimplementasikan secara utuh-menyeluruh (holistik), tidak terpisah dari aspek terkait yang lain dan menjadi bagian elemen yang terkait dengan yang lain, baik internal maupun eksternal. Di sini pengembangan dan implementasi literasi baca-tulis tidak terpisahkan dari literasi numerasi, sains, digital, finansial, serta budaya dan kewargaan. Pengembangan dan implementasi literasi baca-tulis di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat juga merupakan satu kesatuan dan keutuhan, harus saling mendukung dan memperkuat, tidak merintangi dan menghambat. Lebih lanjut, literasi bacatulis sebagai satu keutuhan literasi dasar perlu dikembangkan dan diimplementasikan secara serasi, serempak, dan sinkron dengan pengembangan kualitas karakter (dalam Gerakan PPK) dan kompetensi (dalam pelaksanaan Kurikulum 13) sebagai roh utama Kecakapan Abad XXI. Begitu juga pengembangan dan implementasi literasi baca-tulis yang dilaksanakan oleh berbagai unit kerja di Kemendikbud dan lingkungan pemerintahan lain (kementerian dan LPNK) serta kelompok masyarakat merupakan satu keutuhan dan kesatuan untuk mencapai tujuan dan maksud GLN, tujuan pendidikan nasional, dan visi pemerintahan.
2. Prinsip Keterpaduan (Terintegrasi )
Literasi baca-tulis dikembangkan dan diimplementasikan dengan memadukan (mengintegrasikan) secara sistemis, menghubungkan dan merangkaikan secara harmonis, dan melekatkan literasi baca-tulis secara sinergis dengan yang lain, baik dalam hal kebijakan, program, kegiatan, maupun pelaksana dan berbagai pihak yang mendukung; bukan sekadar tambahan, tempelan, dan sisipan dalam kebijakan, program, dan kegiatan pendidikan dan kebudayaan di ranah sekolah, keluarga, dan
masyarakat. Dalam belajar dan pembelajaran di sekolah, misalnya, program dan kegiatan literasi baca-tulis perlu melekat secara sinergis dengan program dan kegiatan pembelajaran semua mata pelajaran; program dan kegiatan literasi baca-tulis di dalam kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler perlu saling terhubung dan terangkai secara baik; dan guru mata pelajaran, pendamping kegiatan kokurikuler, dan pembina kegiatan ekstrakurikuler yang melaksanakan kegiatan literasi baca-tulis perlu saling melengkapi dan memperkaya. Demikian juga program dan kegiatan literasi baca-tulis di masyarakat harus bisa saling melengkapi dan memperkaya program dan kegiatan
literasi baca-tulis di keluarga. Bahkan, kebijakan literasi bacatulis di Kemendikbud perlu terhubung dan tersatukan dengan kebijakan literasi baca-tulis di kementerian dan LPNK lainnya.
3. Prinsip Keberlanjutan (Sustainabilitas)
Literasi baca-tulis dikembangkan dan diimplementasikan secara berkesinambungan, dinamis terus-menerus, dan berlanjut dari waktu ke waktu, tidak sekali jadi dan selesai dalam satuan waktu tertentu. Pengembangan dan pelaksanaan kebijakan literasi bacatulis di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat dilakukan secara berkesinambungan dan terus-menerus di samping partisipasi dan keterlibatan berbagai pihak terkait secara terus-menerus diperluas dan diperkuat dari waktu ke waktu. Perbaikan dan peningkatan program dan kegiatan literasi baca-tulis juga dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan berdasarkan praktik baik, hasil evaluasi program, peluang dan tantangan baru yang muncul, dan masalah-masalah pelaksanaan literasi baca-tulis di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat oleh berbagai pemangku kepentingan GLN, khususnya gerakan literasi baca-tulis.
4. Prinsip Kontekstualitas
Kebijakan, strategi, program, dan kegiatan literasi baca-tulis dikembangkan dan diimplementasikan dengan mendasarkan dan mempertimbangkan konteks geografis, demografis, sosial, dan kultural yang ada di Indonesia. Oleh sebab itu, sekalipun terikat dengan kebijakan dan program pokok yang tercantum dalam Peta Jalan GLN, secara operasional pelaksanaan atau penerapan kebijakan, program, dan kegiatan literasi baca-tulis di Indonesia bisa beraneka ragam dan berbineka, tidak seragam dan sama. Misalnya, program, jenis, dan bahan kegiatan literasi baca-tulis di daerah urban, satelit, perdesaan, dan perbatasan dapat berbeda sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing, sekalipun tidak boleh asal berbeda. Penyesuaian dan adaptasi sesuai dengan karakteristik daerah dimungkinkan dalam implementasi literasi baca-tulis. Di samping itu, karakteristik sosial dan kultural masyarakat juga diperhitungkan. Sebagai contoh, bentuk dan strategi kegiatan literasi baca-tulis di sekolah, keluarga, dan masyarakat dapat mendayagunakan dan memanfaatkan kekayaan sosial dan budaya setempat. Pengembangan dan implementasi literasi baca-tulis yang peka konteks seperti ini niscaya akan memiliki keberterimaan dan tingkat keberhasilan yang lebih baik.
5. Prinsip Responsif Kearifan Lokal
Literasi baca-tulis tidak berada di ruang vakum sosial dan budaya serta tidak bisa dikembangkan dan diimplementasikan dengan mengabaikan, lebih-lebih meniadakan lokalitas sosial dan budaya. Agar gerakan literasi baca-tulis membumi dan berhasil tujuannya, pengembangan dan implementasi literasi baca-tulis perlu responsif dan adaptif terhadap kearifan lokal; kearifan lokal nusantara yang demikian kaya dan beragam perlu didayagunakan dan dimanfaatkan secara optimal dalam perencanaan dan pelaksanaan literasi baca-tulis di sekolah, keluarga, dan masyarakat sehingga literasi baca-tulis juga mampu merawat, merevitalisasi, dan melestarikan serta meremajakan (rejuvinasi) kearifan lokal Indonesia. Untuk mewujudkan hal ini, diperlukan kesigapan dan kecekatan para pemangku kepentingan literasi baca-tulis yang ada di berbagai lini GLN, baik di Kemendikbud dan dinas pendidikan dan/atau kebudayaan maupun di lingkungan kementerian dan LPNK lain.