Makalah Anemia Pada Ibu Hamil

10 min read

Ibu Hamil Cantik Makan Sayur Kurang Anemia Pada Ibu Hamil

Berikut ini adalah contoh makalah Anemia Pada Ibu Hamil. Makalah ini membahas tentang penyebab ibu hamil bisa mengalami anemia, pencegahan dan penangananya.

Anemia Pada Ibu Hamil

Bab I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Anemia khususnya pada ibu hamil sepertinya masih merupakan masalah klasik yang tidak pernah bisa ditangani dan memiliki dampak yang serius pada ibu dan bayi. Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu hamil dengan kadar hemoglobin (Hb) < 11g/dl pada trimester I dan III, sedangkan pada trimester II kadar Hb < 10,5g/dl (Kemenkes RI, 2013). Sebagian besar penyebab anemia pada ibu hamil di Indonesia adalah kekurangan zat besi. Kebutuhan yang meningkat pada masa kehamilan, rendahnya asupan zat besi merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya anemia defisiensi besi. Volume darah pada saat hamil meningkat 50%, karena kebutuhan meningkat untuk mensuplai oksigen dan makanan bagi
pertumbuhan janin.

Anemia dalam kehamilan merupakan masalah yang perlu mendapat penanganan khusus oleh karena prevalensinya yang masih tinggi. Berbagai negara termasuk Indonesia melaporkan angka prevalensi anemia pada wanita hamil masih tinggi. Badan Kesehatan Dunia (World Health Organizatin/WHO) melaporkan bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami anemia sekitar 35-75% serta semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Kemenkes RI (2020), melaporkan bahwa menurut laporan Riskesdas 2018 sebanyak 48,9% ibu hamil di Indonesia mengalami anemia dan persentase ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan data Riskesdas tahun 2013 yaitu 37,1%. Angka kejadian anemia di Provinsi Bali tahun 2019 adalah 5,07% (Dinas Kesehatan Provinsi Bali,
2020) meningkat menjadi 5,78% pada tahun 2020. Sementara itu angka kejadian anemia di Kota Denpasar sebesar 4,7% meningkat menjadi 7,55% pada tahun 2020 dengan angka tertinggi ada di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Puskesmas II Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Utara yaitu 10,11% tahun 2019 dan meningkat menjadi 16,46% pada tahun 2020.

Kejadian anemia yang tidak ditindaklanjuti dengan baik kemungkinan besar akan berdampak semakin buruk pada kesehatan ibu dan bayi serta meningkatkan angka kematian ibu dan bayi. Berdasarkan Supas tahun 2015 Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia pada tahun 2015 adalah 305 per 100.000 kelahiran hidup. Sementara pada tahun 2019 kematian ibu di Indonesia sebanyak 4221 orang dari 4.778.621 kelahiran hidup atau angka kematian ibu 88,33 per 100.000 kelahiran hidup. Perdarahan merupakan penyebab kematian ibu terbanyak yaitu 1280 kasus (30,32%), hipertensi dalam kehamilan 1066 kasus (25,2%) dan 207 kasus (4,9%) disebabkan oleh karena infeksi (Kemenkes RI, 2020). Angka kematian ibu di Provinsi Bali tahun 2019 adalah 67,6 per 100.000 kelahiran hidup dan 26,09% disebabkan oleh karena perdarahan.

Dampak yang mungkin timbul pada ibu hamil dengan anemia adalah abortus. Penelitian (Rosadi et al., 2019) menyatakan bahwa ada hubungan antara ibu hamil anemia dengan kejadian abortus, sebesar 65,2% ibu hamil dengan anemia mengalami abortus. Ibu hamil dengan anemia dapat mengalami perpanjangan kala I atau terjadi partus lama. Hasil penelitian (Latifa et al., 2014) menunjukkan bahwa ibu bersalin yang anemia dan terjadi kala I lama sebanyak 68,4%. Anemia juga merupakan salah satu penyebab terjadinya perdarahan post partum. Penelitian (Satriyandari & Hariyati, 2017) menyatakan sebagian besar ibu hamil dengan anemia mengalami perdarahan postpartum yaitu sebanyak 77,8%. Ibu dengan anemia memiliki peluang 4,8 kali mengalami perdarahan postpartum dibanding ibu yang tidak anemia. Anemia pada wanita hamil juga berdampak pada beratnya infeksi selama kehamilan (Ani, 2013).

Dampak awal yang terjadi pada janin adalah gangguan pertumbuhan janin dan partus prematurus yaitu bayi lahir sebelum waktunya yang dapat menimbulkan masalah pada bayi seperti Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yang berujung pada kematian bayi. Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2019 Angka Kematian Neonatal (AKN) adalah 4,44 per 1000 kelahiran hidup dengan penyebab utama BBLR sebanyak 14,9% kelahiran hidup. Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2020) melaporkan bahwa Angka Kematian Neonatal (AKN) adalah 3,5 per 1000 kelahiran hidup dengan BBLR menjadi penyebab utama sebesar 42%.

Penerapan standar pelayanan antenatal yang sesuai standar diharapkan dapat menurunkan kejadian anemia pada ibu hamil. Standar pelayanan khususnya dalam upaya pencegahan anemia pada ibu hamil diantaranya adalah pemeriksaan hemoglobin, pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) dan kegiatan temu wicara yang membahas materi tentang anemia. Konsumsi TTD secara teratur pada ibu hamil dengan anemia yang disebabkan oleh defisiensi besi akan meningkatkan kadar Hb dalam sebulan setelah konsumsi TTD (Kementerian Kesehatan, 2020). Catatan ketiga indikator diatas tertulis di dalam buku Kesehatan Ibu Dan Anak (KIA) sehingga kepemilikan buku KIA menjadi sangat penting bagi semua ibu
hamil.

Beberapa penelitian seperti (Bagu et al., 2019) dan (Widyarni, 2019) mengatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang gizi, asupan makanan dan kepatuhan minum tablet Fe dengan angka kejadian anemia. Penelitian (Akmila et al., 2020) menyatakaan bahwa adanya hubungan antara faktor antenatal care dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Angka kejadian anemia di UPTD Puskesmas II Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Utara dalam 2 tahun terakhir menduduki urutan tertinggi di Kota Denpasar. Kenaikan pada tahun 2020 cukup signifikan yaitu mencapai 61,42% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk meneliti hubungan penerapan standar pelayananan antenatal khususnya dalam upaya pencegahan anemia pada ibu hamil dengan kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah UPTD Puskesmas II Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Utara.

B. Rumusan Masalah

Adapun Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

  1. Apakah yang dimaksud dengan Anemia pada Ibu Hamil?
  2. Apakah yang menjadi faktor penyebab Ibu Hamil terkena anemia?
  3. Bagaimanakah cara mencegah anemia pada ibu hamil?

Bab II. Pembahasan

A. Anemia Pada Kehamilan

Anemia adalah suatu penyakit kekurangan sel darah merah (WHO, 2011). Ibu hamil dikatakan mengalami anemia apabila kadar hemoglobin ibu kurang dari 11g/dl pada trimester satu dan tiga, serta kurang dari 10,5 g/dl pada trimester kedua (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).Ada beberapa tingkatan anemia ibu hamil yang dialami ibu hamil menurut WHO (2011), yaitu:

  1. Anemia ringan: anemia pada ibu hamil disebut ringan apabila kadar hemoglobin ibu 10,9 g/dl sampai 10g/dl.
  2. Anemia sedang: anemia pada ibu hamil disebut sedang apabila kadar hemoglobin ibu 9,9g/dl sampai 7,0g/dl.
  3. Anemia berat: anemia pada ibu hamil disebut berat apabila kadar hemoglobin ibu berada dibawah 7,0g/dl.
1. Tanda dan gejala anemia

Tanda ibu hamil mengalami anemia adalah pucat, glossitis, stomatitis, eodema pada kaki karena hypoproteinemia. Gejala ibu hamil yang mengalami anemia adalah lesu dan perasaan kelelahan atau merasa lemah, gangguan pencernaan dan kehilangan nafsu makan (Tewary, 2011).

2. Tipe-tipe anemia

Menurut Waryana (2010) dapat anemia digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu :

a. Anemia defisiensi gizi besi

Anemia jenis ini biasanya berbentuk normositik dan hipokromik. Keadaan ini paling banyak dijumpai pada kehamilan.

b. Anemia megaloblastik

Anemia ini biasanya berbentuk makrosistik, penyebabnya adalah karena kekurangan asam folat, namun jenis anemia ini jarang terjadi.

c. Anemia hipoplastik

Anemia hipoplastik disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang dalam membentuk sel-sel darah merah baru.

d. Anemia hemolitik

Anemia hemolitik disebabkan oleh penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya.

3. Upaya pencegahan anemia

Pencegahan dapat dilakukan dengan mengatur pola makan yaitu dengan mengkombinasikan menu makanan serta konsumsi buah dan sayuran yang mengandung vitamin C (seperti tomat, jeruk, jambu) dan mengandung zat besi (sayuran berwarna hijau tua seperti bayam). Kopi dan teh adalah minuman yang dapat menghambat penyerapan zat besi sehingga tidak dianjurkan untuk dikonsumsi (Arantika dan Fatimah, 2019).

4. Penyebab anemia

a. Penyakit infeksi

Perdarahan patologis akibat penyakit atau infeksi parasit seperti cacingan dan saluran pencernaan juga berhubungan positif terhadap anemia. Darah yang hilang akibat infestasi cacing bervariasi antara 2-100cc/hari, tergantung beratnya infestasi. Anemia yang disebabkan karena penyakit infeksi, seperti seperti malaria, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan cacingan terjadi secara cepat saat cadangan zat besi tidak mencukupi peningkatan kebutuhan zat besi (Listiana, 2016).

Kehilangan besi dapat pula diakibatkan oleh infestasi parasit seperti cacing tambang, Schistoma, dan mungkin pula Trichuris trichura. Hal ini lazim terjadi di negara tropis, lembab serta keadaan sanitasi yang buruk. Penyakit kronis seperti ISPA, malaria dan cacingan akan memperberat anemia. Penyakit infeksi akan menyebabkan gangguan gizi melalui beberapa cara yaitu menghilangkan bahan makanan melalui muntah-muntah dan diare serta dapat menurunkan nafsu makan. Infeksi juga dapat menyebabkan pembentukan hemoglobin (hb) terlalu lambat. Penyakit diare dan ISPA dapat menganggu nafsu makan yang akhirnya dapat menurunkan tingkat konsumsi gizi (Listiana, 2016).

b. Umur

Ibu yang berumur dibawah 20 tahun dan lebih dari 35 tahun lebih rentan menderita anemia hal ini disebabkan oleh faktor fisik dan psikis. Wanita yang hamil di usia kurang dari 20 tahun beresiko terhadap anemia karena pada usia ini sering terjadi kekurangan gizi. Hal ini muncul biasanya karena usia remaja
menginginkan tubuh yang ideal sehingga mendorong untuk melakukan diet yang ketat tanpa memperhatikan keseimbangan gizi sehingga pada saat memasuki kehamilan dengan status gizi kurang. Sedangkan, ibu yang berusia di atas 35 tahun usia ini rentan terhadap penurunan daya tahan tubuh sehingga mengakibatkan ibu hamil mudah terkena infeksi dan terserang penyakit (Herawati dan Astuti, 2010).

Ibu hamil pada umur muda atau di bawah 20 tahun perlu tambahan gizi yang banyak, karena selain digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan dirinya sendiri juga harus berbagi dengan janin yang sedang dikandung. Ibu hamil dengan umur yang tua di atas 35 tahun perlu energi yang besar juga karena fungsi organ yang makin melemah dan diharuskan untuk bekerja maksimal maka memerlukan tambahan energi yang cukup guna mendukung kehamilan yang sedang berlangsung (Kristiyanasari, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Dwi (2016), usia ibu hamil dapat mempengaruhi anemia jika usia ibu hamil relatif muda di bawah 20 tahun, karena pada umur tersebut masih terjadi pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi lebih banyak. Jika zat gizi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, akan terjadi kompetisi zat gizi antara ibu dan bayinya.

c. Status gizi

Melorys dan Nita (2017) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa terdapat hubungan antara status gizi dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Kekurangan gizi tentu saja akan menyebabkan akibat yang buruk bagi ibu dan janin. Kekurangan gizi dapat menyebabkan ibu menderita anemia, suplai darah
yang mengantarkan oksigen dan makanan pada janin akan terhambat, sehingga janin akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Oleh karena itu, pemantauan gizi ibu hamil sangat penting dilakukan.

Menurut Muliawati (2013) penilaian status gizi dapat dilakukan dengan menggunakan penilaian antropometri yang terdiri dari:

1) Tinggi badan

Tinggi badan dapat dijadikan sebagai salah satu syarat status gizi ibu hamil disebut baik. Tinggi badan ibu hamil dianggap memenuhi syarat, apabila memiliki tinggi minimal 145 cm.

2) Berat badan

Pertambahan berat badan secara teratur selama kehamilan yang tercatat dan membandingkan hal tersebut dengan berat badan sebelum hamil adalah salah satu metode untuk mengetahui atau memantau status gizi seorang ibu hamil. Kenaikan berat badan yang ideal selama kehamilan adalah 10kg hingga 12 kg dengan perhitungan pada trimester pertama kenaikan kurang lebih satu kilogram, trimester kedua kurang lebih tiga kilogram dan trimester tiga kurang lebih enam kilogram. Ibu hamil yang dapat mencapai kenaikan berat badan tersebut ibu dapat dikatakan memiliki status gizi yang baik.

3) Lingkar lengan atas (LILA)

Pengukuran lingkar lengan atas (LILA) adalah suatu cara untuk mengetahui risiko kekurangan energi kronis wanita usia subur. Wanita usia subur adalah wanita dengan usia 15 sampai dengan 45 tahun yang meliputi remaja, ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur (PUS). Ambang batas LILA wanita usia subur (WUS) dengan resiko kekurangan energi kronis (KEK) adalah 23,5cm, yang diukur dengan menggunakan pita ukur.

4) Gizi atau nutrisi ibu hamil

Gizi pada masa kehamilan sangat penting, bukan saja karena makanan yang diperoleh mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi, tetapi juga berpengaruh saat menyusui nanti. Kebutuhan energi untuk kehamilan yang normal memerlukan kira-kira 80.000 kalori selama kurang lebih 280 hari.

6. Dampak anemia

a. Abortus

Penelitian yang dilakukan oleh Aryanti (2016) menyebutkan bawah terdapat hubungan antara anemia dengan abortus. Hal ini disebabkan oleh metabolisme ibu yang terganggu karena kekurangan kadar hemoglobin untuk mengikat oksigen. Efek tidak langsung yang dapat diakibatkan oleh ibu dan janin
antara lain terjadinya abortus, selain itu ibu lebih rentan terhadap infeksi dan kemungkinan bayi lahir prematur.

b. Ketuban pecah dini

Ketuban pecah dini dapat disebabkan oleh anemia karena karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen sehingga kemampuan jasmani menjadi menurun. Anemia pada wanita hamil dapat meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka
prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal dapat meningkat oleh hal tersebut (Usman, 2017).

c. Perdarahan postpartum

Penelitian Frass (2015) dalam Rizky, dkk. (2017) yang melaporkan bahwa terdapat hubungan antara anemia dengan risiko perdarahan postpartum. Anemia pada kehamilan menyebabkan oksigen yang diikat dalam darah kurang sehingga jumlah oksigen berkurang dalam uterus dan menyebabkan otot-otot uterus tidak berkontraksi dengan adekuat sehingga menimbulkan perdarahan postpartum, sehingga ibu hamil yang mengalami anemia memiliki kemungkinan terjadi perdarahan postpartum 15,62 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil yang tidak mengalami anemia.

d. Kala I lama

Ibu bersalin dengan anemia akan lebih mudah mengalami keletihan otot uterus yang mengakibatkan his menjadi terganggu. Apabila his yang ditimbulkan sifatnya lemah, pendek, dan jarang maka akan mempengaruhi turunnya kepala dan pembukaan serviks atau yang disebut inkoordinasi kontraksi otot rahim, yang akhirnya akan mengganggu proses persalinan. His yang ditimbulkannya sifatnya lemah, pendek, dan jarang hal ini di sebabkan oleh proses terganggunya pembentukan Adenosin Trifosfat (ATP). Salah satu senyawa terpenting dalam pembentukan ATP adalah oksigen. Energi yang di hasilkan oleh ATP merupakan salah satu faktor yang berperan dalam terjadinya suatu kontraksi otot. Anemia dapat menyebabkan jumlah sel darah merah berkurang sehingga oksigen yang diikat dalam darah sedikit kemudian menghambat aliran darah menuju otot yang sedang berkontraksi, sehingga mengakibatkan kinerja otot uterus tidak maksimal (Ulfatul, dkk., 2014).

e. Berat badan lahir rendah (BBLR)

Penelitian yang dilakukan oleh Siti dan Siti (2018) menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara anemia dan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR). Anemia pada kehamilan akan menyebabkan terganggunya oksigenasi maupun suplai nutrisi dari ibu terhadap janin, akibatnya janin akan mengalami gangguan
penambahan berat badan sehingga terjadi BBLR.

Ibu hamil yang mengalami anemia pada trimester pertama berisiko 10,29 kali melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia dan ibu yang mengalami anemia pada trimester kedua kehamilan berisiko sebesar 16 kali lebihbanyak melahirkan bayi berat badan lahir rendah (BBLR) daripada ibu yang tidak anemia (Labir, dkk., 2013).

B. Kekurangan Energi Kronis (KEK)

Kekurangan energi kronik (KEK) adalah salah satu keadaan malnutrisi dimana keadaan ibu menderita kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronik) yang mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan pada ibu secara relatif atau absolut. (Suprariasa, dkk., 2013).

Tanda dan gejala kekurangan energi kronis (KEK) Muliawati (2013) menyebutkan bahwa tanda seseorang memiliki kekurangan energi kronis adalah pada ukuran lingkar lengan atas di bawah 23,5 cm.

Pengkuran lingkar lengan atas (LILA) pada ibu hamil

a. Pengertian

Pengukuran lingkar lengan atas (LILA) adalah pengukuran antropometri yang dilakukan kepada ibu hamil untuk mengetahui status resiko KEK (Supariasa, dkk., 2013).

b. Tujuan pengukuran lingkar lengan atas (LILA)

Menurut Supariasa, dkk. (2013), tujuan dari pengukuran LILA adalah:

  1. Mengetahui risiko kekurangan energi kronis wanita usia subur (WUS), baik ibu hamil maupun calon ibu, untuk menapis wanita yang mempunyai risiko melahirkan bayi berat lahir rendah.
  2. Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan dalam pencegahan dan penanggulangan kekurangan energi kronis.
  3. Mengembangkan gagasan baru dikalangan masyarakat dengan tujuanmeningkatakan kesejahteraan ibu dan anak.
  4. Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran wanita usia subur yang menderita kekurangan energi kronis.
  5. Meningkatkan peran dalam upaya perbaikan gizi wanita usia subur yang menderita kekurangan energi kronis.

c. Cara pengukuran lingkar lengan atas (LILA)

Pengukuran LILA dapat dilakukan melalui urutan-urutan yang berikut (Utami, 2016):

  1. Subjek diminta untuk beridiri maupun duduk
  2. Menanyakan lengan yang aktif digunakan, apabila lengan kanan aktif yang diukur adalah lengan kiri begitu pula sebaliknya.
  3. Meminta subjek untuk membuka lengan baju yang akan diukur
  4. Ukur LILA pada mid point. Cara menentukannya adalah dengan meminta subjek menekuk lengan 900 kemudian mengukur panjang lengan. Hasil pengukuran kemudian di bagi dua, hasil pembagian adalah mid point.
  5. Ukur ukuran lingkar lengan atas dengan pita ukur yang menempel sepenuhnya pada lengan.
  6. Catat hasil pengukuran

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran LILA adalah pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri (kecuali orang kidal, lengan yang diukur lengan kanan). Lengan harus pada posisi bebas, lengan baju dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang atau kencang dan alat ukur dalam keadaan baik.

Dampak kekurangan energi kronis pada kehamilan Menurut Waryana (2010), dampak dari KEK pada kehamilan antara lain:

  1. Terhadap ibu dapat menyebabkan risiko dan komplikasi antara lain : anemia, perdarahan, berat badan tidak bertambah secara normal dan terkena penyakit infeksi.
  2. Terhadap persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (prematur) dan perdarahan.
  3. Terhadap janin dapat mengakibatkan keguguran atau abortus, bayi lahir dengan keadaan meningggal, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR).

C. Hubungan Status Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil dengan Kejadian Anemia

Kekurangan energi kronis (KEK) merupakan suatu keadaan dimana status gizi seseorang buruk yang disebabkan karena kurangnya konsumsi pangan sumber energi yang mengandung zat gizi makronutrien yakni zat gizi yang diperlukan banyak oleh tubuh dan mikronutrien yang diperlukan sedikit oleh tubuh. Kebutuhan wanita hamil meningkat dari biasanya dan peningkatan jumlah konsumsi makan perlu ditambah terutama konsumsi pangan sumber energi untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin (Rahmaniar, 2013).

Energi di dalam tubuh dihasilkan oleh zat gizi makro yang dikonversikan menjadi energi. Energi diperlukan juga untuk membantu proses gerakan otot saluran pencernaan, sehingga gerakan ini membantu saluran pencernaan dapat membantu proses penyerapan zat besi pada usus. Seseorang
dengan IMT kurang dari 18 dikaitkan dengan keadaan kekurangan berat badan atau bila jauh di bawah 18 atau ukuran LILA kurang dari 23,5 cm dikaitkan dengan keadaan kurang energi kronis (KEK). Hal tersebut terjadi bila konsumsi energi lebih rendah dari kebutuhan yang mengakibatkan sebagian cadangan energi tubuh dalam bentuk lemak akan digunakan. Pemecahan jaringan lemak akan diikuti dengan penurunan berat badan sebanyak lemak yang digunakan.

Umumnya orang yang kekurangan energi protein signifikan dengan kekurangan zat gizi lain seperti kurang zat besi yang akan menyebabkan anemia (Heny, dkk., 2017) Penelitian yang dilakukan oleh Dwipayana (2018) juga menyebutkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara ibu hamil dengan lingkar lengan atas <23,5cm cenderung mengalami KEK, yang berarti ibu sudah mengalami keadaan
kurang gizi dalam jangka waktu yang telah lama.

Ibu hamil yang tidak mengalami KEK, cenderung lebih kecil tidak mengalami anemia dibandingkan mengalami anemia. Ibu hamil yang tidak mengalami KEK biasanya lebih menjaga pasokan nutrisi yang di konsumsi selama kehamilannya dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung gizi seimbang, baik makronutrien maupun mikronutrien, disertai konsumsi Vitamin C sehingga ibu hamil kemungkinan kecil mengalami anemia, namun pada trimester I biasanya ibu hamil mengalami mual dan muntah, apabila mengkonsumsi vitamin C dapat menyebabkan peningkatan asam lambung, oleh karena itu untuk membantu penyerapan zat besi disertai dengan konsumsi air putih. Ibu hamil yang tidak KEK kemudian mengalami anemia, kemungkinan disebabkan cara menjaga zat besi di dalam makanan tidak disertai dengan konsumsi makanan ataupun konsumsi air putih yang dapat membantu penyerapan zat besi, karena konsumsi kafein dapat menghambat penyerapan zat besi (Aminin, dkk., 2014).