Berikut ini makalah dengan judul Dinamika Pelaksanan UUD 1945. Pembahasan dalam makalah ini berisi penjelasan tentang dinamika pelaksanaan UUD 1945.
Daftar isi
Dinamika Pelaksanaan UUD 1945
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pembahasan dalam materi ini bertujuan untuk memahami dinamika pelaksanaan UUD 1945, yang meliputi hal-hal berikut ini.
- Masa awal kemerdekaan.
- Masa orde lama.
- Masa orde baru.
- Masa era global.
Undang-undang Dasar 1945 berlaku di Indonesia dalam dua kurun waktu. Pertama sejak ditetapkannya oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945, yang berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 2 tanggal 10 Oktober diberlakukan surat mulai tanggal 17 Agustus 1945, sampai berlakunya Konstitusi RIS pada saat pengakuan kedaulatan tanggal 27 Desember 1949. Kedua adalah dalam kurun waktu sejak diumumkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 sampai sekarang, dan ini terbagi pula atas masa orde lama, orde baru, dan masa era global. Dalam kurun waktu berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 kita telah mencatat pengalaman tentang gerak pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan Undang-Undang Dasar 1945. Berikut ini kita akan bahas pelaksanaan UUD 1945 dalam dinamika ketatanegaraan RI.
B. Rumusan Masalah
- Mengetahui dinamika pelaksanaan UUD 1945 pada masa awal kemerdekaan
- Mengetahui dinamika pelaksanaan UUD 1945 pada masa orde lama
- Mengetahui dinamika pelaksanaan UUD 1945 pada masa orde baru
- Mengetahui dinamika pelaksanaan UUD 1945 pada masa reformasi
Bab II. Pembahasan
A. Masa awal kemerdekaan
Undang-undang 1945 disahkan setelah proklamasi pada 18 agustus 1945 merupakan bukti UUD 1945 tersebut diakui sebagai konstitusi negara. UUD 1945 merupakan sumber motivasi dan aspirasi perjuangan serta tekad bangsa indonesia.
UUD 1945 sebagai hukum dasar tertulis dalam gerak pelaksanaannya pada kurun waktu 1945-1949,jelas tidak dilaksanakan dengan baik,karena kita memang sedang dalam masa pancaroba,dalam usaha membela dan mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diproklamirkan,sedangkan pihak colonial Belanda justru ingin menjajah kembali Indonesia yang telah merdeka.Segala perhatian bangsa dan negara diarahkan untuk memenangkan perang kemerdekaan. Oleh karena itu,dalam pelaksanaannya UUD 1945 terjadi penyimpangan-penyimpangan konstitusional.
Sistem pemerintahan dalam kelembagaan yang ditetapkan dalam UUD 1945 jelas belum dapat dilaksanakan. Dalam masa ini sempat diangkat anggota DPA sementara,sedangkan MPR dan DPR belum sempat dibentuk. Pada waktu itu masih diberlakukan ketentuan Aturan Peralihan Masal IV yang menyatakan,“Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk melalui UUD ini, segala kekuasaanya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite Nasional”.
Penyimpangan Konstitusional yang dapat dalam kurun waktu 1945-1949. Pertama, berubahnya komite nasional pusat dari pembantu Presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislative dan ikut menentukan garis-garis besar Haluan Negara berdasarkan Maklumat Wakil Presiden No.X tanggal 16 Oktober 1945. Kedua, berdasarkan sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer.
Berdasarkan usul Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BP-KNIP) tanggal 11 November 1945, yang kemudian dinyatakan presiden dan diumumkan dengan Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945,system cabinet presidensial berdasarkan UUD 1945 diganti dengan system cabinet parlementer.
a. Sistem Presidensial
Sistem pemerintahan RI menurut UUD 1945 tidak menganut suatu system dari negara manapun, tetapi adalah suatu system khas bangsa Indonesia. Hal itu dapat diketahui dari isi baik Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan, maupun dari pembicaraan-pembicaraan pada waktu perencanaan, penetapan dan pengesahan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut. Menurut. UUD 1945, disamping berkedudukan sebagai kepala negara, Presiden juga sebagai kepala pemerintahan. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan tertinggi dibawah MPR. Presiden adalah mandataris MPR. Kepala pemerintahan adalah presiden, sehingga menurut konstitusi ketatanegaraan ini, pemerintah pada hakikatnya adalah Presiden. System ketatanegaraan yang kepala pemerintahannya adalah presiden dinamakan system presidensial, UUD 1945 mempergunakan system presidensial. Sistwem presidensial ini berlangsung untuk pertama kalinya pada tanggal 18 Agustus sampai dengan 14 November 1945.
b. Penyimpangan UUD 1945
Pasal 4 dan 17 UUD 1945 telah menunjukkan, bahwa UUD 1945 menganut system pemerintahan presidensial. Presiden memegang kekuasaan pemerintah, mengangkat serta memberhentikan para menteri. Para menteri bertanggung jawab kepada Presiden. Pada tanggal 11 november 1945, Badan Pekerja KNIP mengusulkan kepada Presiden agar sistem pertanggungjawaban menteri kepada parlemen dengan pertimbangan sebagai berikut.
- Dalam UUD 1945 tidak terdapat satu pasal pun yang mewajibkan atau melarang menteri bertanggung jawab.
- Pertanggungjawaban kepada badan perwakilan rakyat itu adalah suatu jalan untuk memberlakukan kedaulatan rakyat.
Perkembangan pemerintah parlementer tidak berjalan sebagaimana diharapkan dalam Maklumat Pemerintah 14 November 1945. Hal keadaan politik dalam negeri dan keamanan negara. Keadaan politik ini memaksa Presiden kembali alih kekuasaan menjadi system pemerintahan presidensial.
UUD 1945 sebagai UUD negara bagian
Berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) yang menyatakan :
- Didirikannya negara RIS,
- Pengakuan kedaulatan oleh pemerintahan kerajaan Belanda kepada negara RIS,
- Didirikannya uni antara RIS dan kerajaan Belanda.
UUD 1945 tidak berlaku lagi
Terbentuknya negara RIS hanyalah sebuah siasat Belanda yang memecah-belah persatuan bangsa. Akibatnya, negara yang berbentuk federal itu hanya tinggal tiga negara saja, yaitu :
- Negara Republik Indonesia.
- Negara Indonesia Timur.
- Negara Sumatra Timur.
Pada tanggal 19 Mei 1950 tercapai kata sepakat antara RIS dan negara Republik Indonesia yang dituangkan dalam suatu piagam persetujuan RI-RIS untuk membentuk negara kesatuan sebagai penjelmaan dari negara Republik Indonesia berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945. Piagam persetujuan itu ditanda tangantangani oleh kedua belah pihak, yaitu Perdana Menteri RIS Dr. Moh. Hatta selaku pemegang mandate dari dua negara bagian dan pemerintah RI diwakili oleh Mr. A. Halim.
B. Masa orde lama
Pada bulan September 1955 dan Desember 1955. Diadakan pemilihan umum, masing-masing memilih anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Konstituante.Tugas Konstituante adalah untuk membuat suatu rancangan UUD sebagai pengganti UUDS 1950, yang menurut pasal 134 akan ditetapkan secepatnya bersama-bersama dengan pemerintah.
Untuk mengambil keputusan mengenai UUD, maka pasal 137 UUDS 1950 menyatakan sebagai berikut :
- Untuk mengambil putusan tentang rancangan UUD baru, maka sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota konstituante harus hadir.
- Rancangan tersebut diterima jika disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir.
- Rancangan yang telah diterima oleh konstituante, dikirimkan kepada Presiden untuk disahkan kepada pemerintah.
- Pemerintah harus mengesahkan rancangan itu dengan segera, serta mengumumkan UUD itu dengan keluhuran.
Lebih dari dua tahun bersidang, Konstituante belum berhasil merumuskan rancangan UUD baru. Perbedaan pendapat yang telah terjadi perdebatan-perdebatan didalam gedung konstituante mengenai dasar negara yang telah menjalar ke luar gedung konstituante dan diperkirakan pula akan menimbulkan ketegangan-ketegangan politik dan fisik dikalangan masarakat.
Saran untuk kembali pada UUD 1945 itu pada hakikatnya dapat diterima para anggota konstituante, namun dengan berbagai pandangan. Pertama, menerima saran kembali kepada UUD 1945 secara utuh. Kedua, menghendaki kembalinya kepada UUD 1945 dengan suatu amandemen, yaitu dimasukanya lagi tujuh kata “Dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Sehubungan tidak memperoleh kemufakatan antara dua pandangan itu, maka konstituante mengadakan pemungutan suara terhadap usul pemerintah untuk kembali kepada UUD 1945. Pertama-tama diadakan kembali pemungatan suara terhadap usul amandemen, dan dilaksanakan 29 Mei 1959. Usul amandemen itu tidak memperoleh suara dua pertiga dari anggota yang hadir.
Selanjutnya, dilaksanakan pemungutan suara terhadap usul pemerintah untuk kembali ke UUD 1945 secara utuh. Pemungutan suara dilakukan sebanyak tiga kali. Tanggal 30 Mei 1959 diadakan pemungutan suara yang pertama dengan hasil 269 suara yang setuju dan 199 suara yang tidak setuju. Karena persyaratan formal yaitu, 2/3 dari jumlah anggota yang hadir sesuai dengan ketentuan Pasal 137 UUDS 1950 tidak terpenuhi, maka tanggal 1 Juni 1959 diselenggarakan pemungutan suara yang kedua. Hasilnya adalah 264 suara setuju menerima usul untuk kembali ke UUD 1945 dan 204 suara menolak, yang juga tidak memenuhi kourum. Pemungutan suara ketiga dilangsungkan tanggal 2 Juni 1959 dan secara rahasia dengan hasil 263 suara setuju dan 203 menolak, sehingga persyaratan formal juga tidak terpenuhi.
Untuk mencegah timbulnya permasalahan bagi bangsa Indonesia, maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 tentang kembali kepada UUD 1945.
Dekrit Presiden berbunyi sebagai berikut.
- Menetapkan pembubaran konstituante.
- Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 sudah tidak berlaku lagi.
- Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, serta Dewan Pertimabangan Agung Sementara akan diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Penyimpangan-penyimpangan pada masa orde lama :
- MPR, dengan ketetapan, No.1/MPRS/1960 telah mengambil putusan menetapkan pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul ”Penemuan Kembali Resolusi Kita” yang lebih dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (MANIPOL) sebagai GBHN bersifat tetap. Hal ini jelas bertentangan dengan ketentuan UUD 1945.
- MPRS mengambil putusan mengangkat Ir.Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945 yang menetapkan masa presiden lima tahun.
- Hak budget DPR tidak berjalan, karena setelah tahun 1960 pemerintaah tidak mengajukan rangcangan Undang-Undang APBN untuk mendapat persetujuan DPR sebelum berlakunya tahun anggaran yang bersangkutan.
- Pimpinan lembaga-lembaga negara dijadikan menteri-menteri negara, sedangkan presiden menjadi anggota DPA, yang semuanya tidak sesuai dengan Undang-Undang 1945.
Penyimpangan ini jelas bukan hanya mengakibatkan tidak berjalannya system yang ditetapkan dalam UUD 1945, melainkan juga telah mgengakibatkan memburuknya keadaan politik dan keamanan serta terjadinya kemerosotan ekonomi yang mencapai puncaknya dengan pemberontakan G-30-PKI. Dan pemberontakan tersebut dapat digagalkan oleh rakyat Indonesia terutama oleh generasi muda.
Dengan dipelopori oleh pemuda, pelajar, dan mahasiswa rakyat Indonesia menyampaikan Tritula (Tri Tuntutan Rakyat) yang meliputi:
- Bubarkan PKI.
- Bersihkan kabinet dari unsur-unsur KPI.
- Turunkan harga/perbaikan ekonomi.
Gelombang gerakan rakyat semakin besar, sehingga presiden tidak mampu lagi mengembalikannya ,maka keluarlah surat perintah 11 maret 1966 yangmemberikan kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil langkah-langkah dalam mengembalikan keamanan negara. Sejak peristiwa inilah sejarah ketatanegaraan Indonesia dikuasai oleh kekuasaan Orde Baru.
C. Masa Orde Baru
Masa Orde Baru lahir sejak munculnya Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) yang diberikan Presiden kepada Letnan Jendral TNI Soeharto. Inti dari Supersemar berisi memberikan wewenang kepadanya untuk mengambil langkah-langkah pengamanan yang dianggap perlu untuk menyelamatkan keadaan. Orde Baru lahir dengan tekad awalnya adalah untuk mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia atas dasar pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Pengemban Supersemar telah membubarkan PKI dan ormas-ormasnya dan dan mengadakan koreksi terhadap penyimpangan dalam berbagai bidang selama pemerintahan Orde Lama dengan konstitusional, yaitu melalui siding MPRS yang telah menghasilkan berikut ini.
- Pengukuhan Supersemar (Tap. No. IX/MPRS/1966).
- Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya (Tap. No. XXY/MPRS/1966).
- Penegasan Kembali Landasan Kebijakan Politik Luar Negeri RI (Tap. No. XII/MPRS/1966).
- Pembaharuan Kembali Landasan Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan (Tap. No. XXIII/MPRS/1966).
- Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presideb Soekarno (Tap. No. XXXIII/MPRS/1966).
- Pengangkatan Soehato sebagai Presideb sampai terpilihnya Presiden oleh MPR hasil pemilihan umum (Tap. No XLIV/MPRS/1966).
Dalam pelaksanaan demokrasi sepanjang pemerintahan orde baru peranan UUD 1945 cenderung berpihak kepada rezim yang berkuasa dari pada upaya menegakkan kedaulatan rakyat, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UUD 1945. Permerintahan orde baru telah banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan pemilu-pemilu, antara lain sebagai berikut.
- Campur tangan birokrasi terlalu besar.
- Panitia pemilu tidak independen (memihak).
- Kompetisi antarkontestan tidak leluasa.
- Rakyat tidak bebas berdiskusi dan menentukan pilihan.
- Penghitungan suara tidak jujur.
- Kontestan tidak bebas kampanye.
Berikut ini penyebab penyimpangan dalam pelaksaan pembangunan Orde Baru.
- Bidang ekonomi, pelaksanaannya masih cenderung monopolistik.
- Bidang politik. Mekanisme hubungan pusat dan daerah cenderuung menganut sentralisasi kekuasaan.
- Bidang hukum. Undang-undang tentang pembatasan presiden belum memadai sehingga memberi peluang terjadinya korupsi, kolusi, nepotisme.
D. Masa Reformasi
Pada masa ini sering terjadi pergantian kepemimpinan dalam pemerintah. Tercatat pada masa ini terdapat empat kali pergantian Presiden yaitu BJ Habibie, Abdurahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri. Yang paling terasa pada pelaksanaan UUD 1945 pada masa ini terutama pada masa Presiden Megawati adalah terjadi perubahan-perubahan pada batang tubuh UUD 1945 atau yang akrab kita dengar dengan istilah amandemen.
Tujuannya adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai denagn perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Tercatat telah terjadi empat kali Amandemen UUD 1945 selama kurun waktu 1999-2002 diantaranya:
- Sidang Umum MPR, tanggal 14-21 Oktober 1999 Perubahan Pertama
- Sidang Tahunan MPR, tanggal 7-21 Agustus 2000 Perubahan Kedua
- Sidang Tahunan MPR, tanggal 1-9 November 2001 Perubahan Ketiga
- Sidang Tahunan MPR, tanggal 1-11 Agustus 2002 Perubahan Keempat
Menurut Soetanto ( 2004: 93-94 ) ada beberapa alasan dari segi materi muatan, mengapa UUD 1945 setelah berbagai perubahan perlu disempurnakan dalam rangka reformasi hukum, diantaranya:
- Alasan Histories, bahwa sejarah mencatat pembentukan UUD 1945 memang didesain para pendiri negara (BPUPKI & PPKI) sebagai UUD yang sifatnya sementara dan butuh penyempurnaan lebih lanjut.
- Alasan Filosofis, bahwa dalam UUD 1945 terdapat percampuradukan beberapa gagasan yang saling bertentangan.
- Alasan Teoritis, bahwa dari sudut pandang teori konstitusi, keberadaan konstitusi bagi suatu negara hakikatnya adalah untuk membatasi kekuasaan negara agar tidak sewenang-wenang tetapi justru UUD 1945 kurang menonjolkan hal tersebut.
- Alasan Yuridis, sebagaimana lazimnya konstitusi tertulis yang selalu memuat adanya klausula perubahan didalam naskahnya, begitupun UUD 1945 yang didasari akan ketidaksempurnaan didalamnya dikarenakan UUD 1945 itu sendiri merupakan hasil pekerjaan manusia.
- Alasan Politis Praktis, bahwa secara sadar atau tidak, langsung atau tidak langsung, dalam praktik politik sebenarnya UUD 1945 sudah sering mengalami perubahan yang menyimpang dari teks aslinya.
Bab III. Penutup
A. Kesimpulan
- UUD 1945 merupakan peraturan perundang-undangan tertinggi dalam Negara dan menjadi hukum dasar tertulis Negara, yang bersifat mengikat dan berisi aturan yang harus ditaati oleh setiap warga Negara.
- Pelaksanaan UUD 1945 dari awal kemerdekaan sampai dengan sekarang masih sering terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dapat menimbulkan korupsi, kolusi, nepotisme. Seperti yang terjadi sekarang ini yang paling menojol ialah krisis ekonomi. Seharusnya UUD 1945 sebagai landasan hukum tertinggi bisa melaksanakan peranannya dengan baik secara tranfaran.
- Seperti didalam pembukaan UUD 1945 “penjajahan diatas dunia harus dihapuskan” pernyataan seperti ini sebenarnya bukan hanya ditujukan kepada negara lain tetapi kepada negara sendiri.
- Sebaiknya kita sebagai warna negara yang memiliki UUD 1945 sebagai hukum tertinggi bisa meresapi, memaknai dan mengaplikasikannya kedalam kehidupan bersosial.
DAFTAR PUSTAKA
Syahrial Syarbani. 2014. PENDIDIKAN PANCASILA DI PERGURUAN TINGGI. Bogor. Ghalia Indonesia
Aim Abdulkarim, 2013. PANCASILA AND CIVIC EDUCATION I. Bandung. Grafindo Media Pratama.
Aim Abdulkarim, 2013. PANCASILA AND CIVIC EDUCATION II. Bandung. Grafindo Media Pratama.
http://patiahlistiana11.blogspot.co.id/2014/12/makalah-dinamika-pelaksanaan-uud-1945.html
http://ucuandyhafiandy.blogspot.co.id/2013/01/makalah-dinamika-pelaksanaan-uud-1945.html
http://hitamandbiru.blogspot.co.id/2011/01/dinamika-undang-undang-dasar-1945.html