Berikut ini adalah laporan Praktikum Pemeriksaan Cacing Trematoda pada Keong Mas. Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui cara pemeriksaan infeksi dari trematoda.
Daftar isi
Pemeriksaan Cacing Trematoda pada Keong
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Trematoda disebut juga cacing daun yaitu cacing yang termasuk kelas Trematoda kelas Platyhelminthes dan hidup sebagai parasit. Pada umumnya cacing ini bersifat hermaprodit kecuali cacing Schistosoma. Spesies yang termasuk parasit pada manusia termasuk subkelas Digenea, yang hidup sebagai endoparasit. Pada beberapa spesies trematoda, telur matang menetas bila ditelan keong (hospes perantara) dan keluarlah mirasidium yang masuk ke dalam jaringan keong; atau telur dapat langsung menetas dan mirasidium berenang di air; dalam waktu 24 jam mirasidium harus sudah menemukan keong air agar dapat melanjutkan perkembangannya. Keong air di sini berfungsi sebagai hosper perantara pertama (HP 1). Dalam keong air tersebut, mirasiudium berkembang menjadi spoorokista yaitu kantung yang berisi embrio lalu berkembang lagi menjadi redia yang siap dikeluarkan dari tubuh keong. (Staf Pengajar FKUI, 2009)
Pada umumnya cacing trematoda yang hidup pada siput ditemukan pada beberapa Negara seperti di RRC, Korea, Jepang, Filipina, Thailand, Vietnam, Taiwan, India dan Afrika. Beberapa spesies juga ditemukan di Indonesia seperti Fasciolopsis buski di Kalimantan, Echinostoma di Jawa dan Sulawesi, Heterophydae di Jakarta dan Schistosoma japonicum di Sulawesi Tengah (Irmawati, 2013)
Secara umum gastropoda memberi manfaat kepada manusia, baik dagingnya sebagai bahan makanan yang berprotein tinggi sehingga dapat dikonsumsi oleh penduduk, juga sebagai pakan ternak unggas dan cangkangnya dapat dibuat berbagai macam lukisan, cendramata dan bunga-bungaan. Akan tetapi, selain memiliki berbagai macam manfaat tersebut, siput juga dapat merugikan yaitu sebagai hama yang merupakan ancaman bagi manusia karena memakan tanaman muda misalnya padi, serta beberapa jenis diantaranya ternyata dapat berpotensi sebagai inang perantara parasit cacing trematoda, yang stadium dewasanya berparasit pada manusia (Sutrisnawati, 2001).
B. Tujuan
- Dapat mengetahui cara pemeriksaan infeksi dari trematoda.
- Mengetahui ada tidaknya infeksi larva cacing trematoda pada sampel keong yang diperiksa.
Bab III. Metode Praktikum
A. Metode Pemeriksaan
Maksud dari dilaksanakannya praktikum ini adalah untuk mengetahui berbagai macam stadium dalam kelas Trematoda dalam hati siput yang diperiksa dalam laboratorium. Dasar teorinya yaitu siput dikatakan sebagai hospes perantara dari berbagi jenis Trematoda karena di dalam hati siput ditemukan stadium sporokista, redia, dan sercaria. Hati siput terletak pada lingkaran atau sutura ketiga dari ujungnya. Ditemukannya stadium sporokista, redia dan serkaria pada tubuh siput menunjukkan bahwa siput terinfeksi cacing trematoda.
Metode pemeriksaan serkaria pada keong mas dan kraca yaitu dengan memotong pada segmen ketiga dari ujung yang merupakan lokasi perkembangbiakan trematoda secara aseksual berada pada hospes perantara yaitu tubuh siput yang berlokasi di hati.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
- Objek glass
- Cover glass
- Mikroskop elektrik
- Talenan
- Pisau
- Tisu
5. Bahan
- Keong mas
- Kraca
Cara kerja - Alat dan bahan disiapkan
- Sampel keong diletakkan di atas talenan.
- Tiga segmen dari ujung spesimen keong dipotong menggunakan pisau.
- Lendir yang didapat dari ujung spesimen yang telah dipotong diulaskan pada objek glass.
- Objek glass ditutup dengan cover glass.
- Amati di bawah mikroskop.
Bab IV. Hasil dan Pembahasan
A. Hasil Pengamatan
Sampel | Hasil |
Keong mas | Negatif |
Kraca | Negatif |
Dari percobaan mengenai pemeriksaan infeksi larva trematoda yang melibatkan tiga macam sampel antara lain keong mas dan kraca dapat diketahui bahwa hasil menunjukkan negatif karena tidak ditemukan adanya infeksi larva cacing trematoda yang terdapat pada ketiga macam spesimen tersebut setelah dilakukan pengamatan di bawah mikroskop.
B. Pembahasan
Metode pemeriksaan serkaria pada keong mas dan kraca adalah dengan memotong pada segmen ketiga dari ujung yang merupakan lokasi perkembangbiakan trematoda secara aseksual berada pada hospes perantara yaitu tubuh siput yang berlokasi di hati.
- Tujuan dari metode ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya infeksi larva cacing trematoda pada sampel siput yang diperiksa.
- Kelebihannnya adalah cara kerjanya mudah dan alat yang digunakan tidak banyak.
- Kerugiannya adalah harus menjaga spesimen agar tetap hidup dan menentukan tiga segmen dari ujung siput untuk dipotong.
Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan keong, kraca dan sumpil yaitu negatif karena tidak sitemukan adanya infeksi larva cacing trematoda yang terdapat pada ketiga macam sampel tersebut setelah dilakukan pengamatan di bawah mikroskop. Hal ini disebabkan oleh: - Air yang mengaliri sawah bersih dan tidak terkontaminasi oleh suatu apapun karena air tersebut selalu dijaga kebersihannya oleh para petani yang berada disawah tersebut.
- Sawah tempat pengambilan sampel siput sudah dibajak menggunakan traktor, bukan kerbau. Penggunaan traktor saat membajak sawah membuat sawah tidak terkontaminasi karena kotoran kerbau dan membuat siput tidak terinfeksi penyakit apapun yang ditimbulkan oleh kerbau tersebut.
- Pemotongan cangkang tidak pas pada organ hati siput yaitu bukan pada lingkaran segmen yang ketiga dari ujung siput
- Saat melakukan identifikasi praktikan kurang teliti dan tidak mengikuti prosedur yang ada sehingga pada beberapa siput tidak ditemukan stadium perkembangan cacing trematoda.
- Siput memang belum terinfeksi cacing Trematoda.
- Daerah ditemukannya siput belum tercemar sehingga cacing Trematodanya tidak ada.
Pomacea sp. adalah keong air tawar yang morfologinya cukup menarik. Keong ini berbentuk bulat mengerucut dan berwarna kuning keemasan sehingga dikenal dengan nama keong mas. Berdasarkan dagingnya, terdapat dua macam keong mas yakni yang berdaging kuning dan berdaging hitam. Lingkaran (ubin) cangkang terdiri dari lima sampai enam buah dipisahkan dengan kedalaman yang disebut suture, bukaan cangkang (aperture) berbentuk panjang dan hampir bulat. Keong mas jantan memiliki aperture lebih bulat dari betina. Ukuran cangkang bervariasi dengan lebar 4-6 cm dan tinggi 4,5-7,5 cm. Operculum (tutup cangkang) umumnya tebal dan strukturnya berpusat di pusat cangkang. Keong mas memiliki sifat yang sangat rakus sehingga memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai pemberantas gulma air di sawah dan menjadi sumber protein hewani. (Riani, 2011)
Keong sawah (Pilla ampullaceal) adalah jenis siput air yang mudah dijumpai di perairan tawar Asia tropis, seperti di sawah, aliran parit, dan danau. Hewan bercangkang ini dikenal pula sebagai kraca, keong gondang, siput sawah, siput air, atau tutut. Bentuknya agak menyerupai siput murbai, tetapi keong sawah memiliki warna cangkang hijau pekat sampai hitam. Sebagaimana anggota Ampullariidae lainnya, ia memiliki operculum , semacam penutup/ pelindung tubuhnya yang lunakketika menyembungikan diri di dalam cangkangnya (Muchsin dkk, 2010).
Parasit Trematoda mempunyai hubungan yang erat dengan hospes perantara Gastropoda yang berperan sebagai kendaraan untuk perkembangan dan transmisi Trematoda. Mereka menghadirkan beban ekonomi dan medis di Negara berkembang. Laboratorium meningkatkan system dan kultur sel in vitro siput dengan trematoda. Keseimbangan dinamis hubungan ini dimana parasit mempengaruhi secara kuat fisiologi hospes sangat spesifik dan mendorong kospesiasi. (Lockyer, dkk, 2004)
Menurut Onggowaluyo (2002), trematoda berasal dari kata trematos, artinya berlubang dan berlekuk, yaitu cacing yang tubuhnya terdapat satu atau lebih bagian yang berlekuk untuk menempel pada hospesnya. Trematoda yang hidup sebagai pada manusia memiliki organ pencernaan, genital, dan beberapa bagian lainnya mengalami kemunduran. Spesies yang hidup pada manusia disebut sebagai endoparasit karena hidup di dalam organ visceral, misalnya dalam sistem pembuluh darah. Trematoda dewasa tidak bersegmen, berbentuk pipih dorsoventral bilateral simetris, memanjang seperti daun. Cacing ini menempel pada hospes dengan dua batil isap (sucker), yaitu di bagian kepala (oral sucker) dan di bagian perut (ventral sucker). Cacing ini tidak mempunyai soelom dan system sirkulasi darah. Faring berbentuk bulat dan berotot, ususnya bercabang menyerupai huruf Y, sistem ekskresi terdiri dari sel api (flame cell), dan bersifat hermaprodit. Bentuk, ukuran, dan warna telur berbeda-beda. Ujung kulit telur umumnya tidak mempunyai operculum, tetapi mempunyai duri (spina).
Menurut Irianto (2013), daur hidup trematoda meliputi: - Keluarnya telur dari feses hospes. Telur ini menetas dalam air dan menjadi mirasidium.
- Mirasidium menembus jaringan keong sebagai hospes perantara pertama. Di dalam keong, mirasidium mengalami metamorphosis yaitu sporokista lalu redia yang siap dikeluarkan.
- Redia menjadi serkaria yang berenang bebas di air dan memasuki hospes perantara kedua.
- Serkaria menjadi metaserkaria.
- Hospes perantara kedua dikonsumsi hospes definitif dan menginfeksi hospes definitif.
Menurut Staf Pengajar FKUI (2009), kelainan yang disebabkkan oleh cacing Trematoda tergantung dari lokalisasi cacing, pengaruh rangsangan setempat, dan zat toksin yang dikeluarkan oleh cacing. Cacing pada usus menimbulkan gejala ringan seperti mual, muntah, dan diare. Cacing pada paru menimbulkan gejala batuk, sesak napas, dan batuk darah (hemoptisis). Cacing pada saluran empedu hati menimbulkan peradangan saluran empedu, penyumbatan aliran empedu, dan gejala ikterus, serta hepatomegali.
Menurut Entjang (2003), berkecamuknya penyakit Trematoda di suatu daerah ditentukan oleh adanya mollusca sebagai host intermediate di wilayah tersebut, sedangkan hospes kedua relatif kurang berperan karena larva trematoda hanya akan melanjutkan perjalanan bila bertemu hospes perantara kedua. Namun, terhadap mollusca tidak terlalu memilih. Kebiasaan masyarakat di daerah menentukan terjadinya infeksi dan penyebaran. Kebiasaan, mandi, mencuci, berbasah-basah di sungai, kolam, atau sawah berisiko untuk terinfeksi cacing ini. Selain itu, memakan sayuran, udang, ikan yang kurang matang, pembuangan kotoran yang tidak benar juga menimbulkan penularan. Pencegahan terhadap penyakit Trematoda ini dapat dilakukan dengan: - Pengobatan semua penderita untuk menghilangkan sumber penularan.
- Pembuangan kotoran sesuai aturan kesehatan.
- Pemberantasan siput air tawar.
- Mengonsumsi sayuran, ikan, udang, keong yang benar-benar matang.
- Pendidikan kesehatan kepada masyarakat.
E. KESIMPULAN
- Metode pemeriksaan serkaria pada keong mas dan kraca yaitu dengan memotong pada segmen ketiga dari ujung yang merupakan lokasi perkembangbiakan trematoda secara aseksual berada pada hospes perantara yaitu tubuh siput yang berlokasi di hati
- Ada berbagai macam jenis keong yang merupakan hospes perantara dari cacing trematoda. Diantaranya adalah keong mas (Pomacea canaliculata) dan kraca (Pila ampullaceae).
- Hasil yang didapat dari pemeriksaan potongan segmen keong mas, kraca, dan sumpil adalah negatif, karena tidak terdapat larva cacing trematoda (serkaria) pada keong mas dan kraca.
Daftar Pustaka
Entjang, Indah. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Lockyer,Anne E, dkk. 2004. Trematodes and snails: an intimate association. Canadian Journal of Zoology. 82(2): 251-269, 10.1139/z03-215
Irmawati, dkk. 2013. Prevalensi Larva Echinostomatidae pada Berbagai Jenis Gastropoda Air Tawar di Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi. e-Jipbiol Vol. 2: 1-6.
Irianto, Koes. 2013. Parasitologi Medis. Bandung: Alphabeta.
Muchsin, dkk. 2010. Kepadatan Keong Pila ampullaceal di Areal Persawahan Pondok Hijau. Laporan Praktikum Ekologi Hewan.
Onggowaluyo, Jangkung. 2002. Parasitologi Medik I Helmintologi: Pendekatan Aspek Identifikasi, Diagnosis, dan Klinik. Jakarta: EGC.
Riani, Etty. 2011. Kemampuan Reproduksi Keong Mas (Pomacea sp.) Daging Kuning dan Daging Hitam. Jurnal Moluska Indonesia. Volume 2(1):9-13.
Sutrisnawati. (2001). Beberapa Aspek Biologi Gastropoda Air Tawar Serta Potensinya Sebagai Inang Perantara Parasit Cacing Trematoda Pada Manusia di Daerah Lembah Napu Sulawesi Tengah. [Thesis]. Bandung: Universitas Padjadjaran.
Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. 2009. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.