Penalaran – Sumber, Bahasa dan Pikiran Manusia

4 min read

Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan (natijah) yang berupa pengetahuan. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan ‘berpikir’, dan bukan hanya dengan ‘perasaan’ saja. Tidak semua kegiatan berpikir harus menyandarkan diri pada penalaran. Tidak semua kegiatan berpikir harus bersifat logis dan analitis. Penalaran juga merupakan suatu kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menentukan kebenaran.

Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap dan tindakannya yang bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat kegiatan merasa atau berpikir. Meskipun pernah dikatakan BLAISE PASCAL (1623-1662) bahwa hatipun mempunyai logika tersendiri, namun patut kita sadari bahwa tidak semua kegiatan berpikir itu harus menyandarkan diri pada penalaran.

Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah tidak sama. Benar bagi kita, belum tentu bagi orang lain; benar bagi orang lain, belum tentu bagi kita. Maka oleh sebab itu, proses kegiatan berpikir untuk dapat menghasilkan pengetahuan yang benar, itupun berbeda-beda. Dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa yang disebut sebagai kriteria kebenaran. Dan kriteria kebenaran ini merupakan landasan bagi proses penemuan kebenaran tersebut.

Kemampuan menalar ini, menjadikan manusia mampu mengembangkan pengetahuan yang merupakan rahasia-rahasia kekuasaan-Nya. Secara simbolik, manusia memakan buah pengetahuan lewat Adam dan Hawa. Setelah itu, manusia mau tidak mau harus hidup berbekal pengetahuan ini.

Manusia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, serta mana yang indah dan mana yang jelek. Sadar ataupun tidak, mau ataupun tidak, rela ataupun tidak; secara terus-menerus manusia dipaksa harus mengambil pilihan : mana jalan yang benar dan mana jalan yang salah, mana tindakan yang baik dan mana tindakan yang buruk, serta mana yang dikatakan indah dan mana yang dikatakan jelek. Nah, dalam menghadapi pilihan ini, manusia berpaling kepada pengetahuan (bukan berpaling dari pengetahuan).

Seperti yang pernah dikatakan Taufiq Ismail dalam Sadjak Ladang Djagung“Bagaimana kalau dulu bukan buah khuldi yang dimakan Adam, tetapi buah alpukat….?!”. (Taufiq Ismail dalam Sadjak Ladang Djagung).

Manusia, adalah satu-satunya makhluk Tuhan yang mampu mengembangkan pengetahuan ini dengan sungguh-sungguh. Bukankah hanya manusia satu-satunya makhluk Tuhan yang dianugerahi akal dan nafsu ? Makhluk lainnya hanyalah : ada yang hanya dianugerahi akal saja, dan ada yang hanya dianugerahi nafsu saja; jadi selain manusia, tidak dianugerahi kedua-duanya. Apapun alasannya, hanya manusia yang mampu “mengembangkan” pengetahuan tersebut. Binatang juga sebenarnya mempunyai pengetahuan, namun pengetahuannya hanya “terbatas” pada kelangsungan hidupnya saja (survival).

Seekor kera, misalnya, dia tahu mana buah jambu yang enak dan mana yang tidak, dia tahu mana buah pisang  yang segar dan mana yang tidak. Atau seperti anak tikus, dia tahu mana kucing yang ganas dan mana yang tidak. Anak tikus ini tentu saja diajari oleh induknya untuk sampai pada pengetahuan bahwa kucing itu berbahaya bagi dirinya. Jadi anak tikus juga sebenarnya pernah ditatar oleh induknya masing-masing.

Tetapi juga dalam hal ini, berbeda dengan tujuan pendidikan manusia, anak tikus hanya ditatar dan diajari mengenai hal-hal yang menyangkut kelangsungan hidupnya saja. Sedangkan manusia, dia mampu mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi “berjuta kebutuhan” demi kelangsungan hidupnya. Manusia memikirkan hal-hal baru, menjelajah ufuk baru, karena manusia hidup bukan cuma sekedar untuk kelangsungan hidupnya saja, namun lebih dari itu. Makan untuk hidup, atau hidup untuk makan ?

Manusia mampu mengembangkan kebudayaan; manusia mampu memberi makna kepada kehidupan; manusia mampu ‘memanusiakan” diri dalam hidupnya; dan masih banyak lagi pernyataan semacam ini, semua itu hakikatnya menyimpulkan bahwa manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan tertentu yang lebih tinggi dari sekedar kelangsungan hidupnya. Inilah salah satu yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuannya; dan pengetahuan ini jugalah yang “mendorong” manusia menjadi makhluk yang bersifat khas di muka bumi ini.

Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia disebabkan 2 hal utama, yakni :

1. Manusia mempunyai bahasa

Sebab pertama yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuannya, adalah karena manusia mempunyai bahasa yang mampu “mengkomunikasikan” informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut.

Seekor beruk, misalnya, dia bisa saja memberikan informasi kepada teman-temannya (kelompoknya) bahwa ada segerombolan gorila datang menyerang. Namun bagaimana berkembang bahasanya, dia tidak mampu mengkomunikasikan kepada beruk-beruk lainnya, jalan pikiran yang analitis mengenai gejala tersebut. (Ya, meskipun pada hakikatnya binatang juga bisa berbicara).

Bahkan Bertrand Arthur William Russell alias BERTRAND RUSSELL (1872-1970) pernah mengatakan : “Tak ada seekor anjing pun yang berkata kepada temannya : “Ayahku miskin namun jujur”….”. Kalau tidak salah kalimat ini berasal dari drama Shakespeare yang terkenal itu.

Dan John Adam Smith alias ADAM SMITH (1723-1790) yang juga dikenal sebagai bapak ilmu ekonomi, mengatakan : “Tidak ada seekor anjing pun yang secara sadar tukar-menukar tulang dengan temannya….”. Adam Smith dalam hal ini berbicara tentang prinsip ekonomi, yakni proses pertukaran yang dilakukan oleh Homo Oeconomicus, yang mengembangkan pengetahuan berupa ilmu ekonomi.

2. Manusia mempunyai kemampuan berpikir
Sebab kedua yang menjadikan manusia mampu mengembangkan pengetahuannya dengan “cepat” dan “mantap” adalah karena manusia mempunyai kemampuan berpikir menurut suatu alur (plot) kerangka berpikir tertentu. Setting pola pikir, atau istilah kerennya mindset. Nah, secara garis besar, cara berpikir semacam ini disebut penalaran.

Binatang juga sebenarnya mampu berpikir, namun tidak mampu berpikir nalar. Perbedaan utama antara seorang “professor nuklir” dengan seorang “anak kecil” yang menciptakan bom atom dari pasir di play-groupnya tempat dia melakukan riset, adalah terletak pada “kemampuannya” dalam menalar.

Instink binatang itu kan jauh lebih peka dari instink seorang insinyur geologi. Mereka (binatang) sudah jauh-jauh hari berlindung ke tempat yang mereka anggap lebih aman sebelum gunung api mengeluarkan Wedhus Gembelnya (kecuali yang berada di dalam kandang, mungkin…!!!). Namun pun demikian,. binatang tak bisa menalar tentang gejala-gajala tersebut : mengapa gunung meletus, faktor apa saja yang menyebabkan gunung meletus, apa saja yang harus dilakukan untuk mencegah/menghindari semua itu terjadi; apakah berstatus waspadasiaga, maupun sudah awasnya pun binatang “nggak” sampai ke situ. Bagi mereka, yang penting : lariberlindungaman.

Jadi, berdasarkan 2 kelebihan inilah yang “memungkinkan” manusia mampu mengembangkan pengetahuannya, yakni bahasa yang bersifat komunikatif, dan pikiran yang mampu menalar. Tentu saja tidak semua pengetahuan berasal dari proses penalaran, sebab berpikir pun “tidak” semuanya berdasarkan penalaran. Jadi, tidak semua kegiatan berpikir menyandarkan diri pada penalaran.

Manusia juga bukan hanya semata-mata makhluk yang berpikir, bukan cuma sekedar Homo Sapiens yang steril. Manusia adalah makhluk yang berpikir sempurna (kamilul qorihah), merasa, mengindera, dsb. Dan totalitas pengetahuannya berasal dari ketiga sumber tersebut; disamping wahyu : yang merupakan komunikasi Sang Pencipta dengan makhluk-Nya.

“….Memang, penalaran otak manusia itu luar biasa, meskipun penelitian kami menunjukkan bahwa secara kimia dan fisika, otak kerbau mirip otak manusia….”. (Taufiq Ismail, “Kisah Felis, Capra dan Boss”, (Felis Catus adalah kucing; Capra Aegagrus adalah kambing; Boss Bubalus adalah kerbau) dalam Taufiq Ismail Membaca Puisi, Taman Ismail Marzuki, 1980), hlm. 10.

Laporan Praktikum Efek Fotolistrik

Efek Fotolistrik Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang Efek fotolistrik adalah fenomena terlepasnya elektron logam akibat disinari cahaya. Ditinjau dari perspektif sejarah, penemuan efek...
Ananda Dwi Putri
9 min read

Laporan Praktikum Tetes Minyak Milikan

Tetes Minyak Milikan Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang Elektron merupakan suatu dasar penyusun atom. Inti atom terdiri dari elektron (bermuatan negatif) dan proton...
Ahmad Dahlan
7 min read

Makalah Sifat Fantasi Dalam Tinjauan Psikologi

Sifat Fantasi Bab I. Pendahuluan Pada dasarnya psikologi mempersoalkan masalah aktivitas manusia. Baik yang dapat diamati maupun tidak secara umum aktivitas-aktivitas (dan penghayatan) itu...
Wahidah Rahmah
4 min read

Leave a Reply