Pendidikan dapat ditinjau dari dua segi. Pertama pendidikan dari sudut pandangan masyrakat dimana pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda yang bertujuan agar hidup masyarakat tetap berlanjut, atau dengan kata lain agar suatu masyarakat mempunyai nilai-nilai budaya yang senantiasa tersalurkan dari generasi ke generasi dan senantiasa terpelihara dan tetap eksis dari zaman ke zaman. Kedua pendidikan dari sudut pandang individu dimana pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi dalam diri setipa individu sebab individu bagaikan lautan yang penuh dengan keindahan yang tidak tampak, itu dikarenakan terpendam di dasar laut yang paling dalam. Keindahan-keindahan yang terpendam tersebut perlu untuk ditampakkan kepermukaan laut sehingga dapat dirasakan keberadaannya. Dalam diri setiap manusia memiliki pelbagai bakat dan kemampuan yang apabila dapat dipergunakan dengan baik, maka akan berubah menjadi intan dan permata yang keindahannya dapat dinikmati oleh banyak orang dengan kata lain bahwa setiap individu yang terdidik akan bermanfaat bagi manusia lainnya.
Dari kedua sudut pandang pendidikan di atas kemudian datanglah Islam yang secara komprehensif memadukan kedua sisi bentuk pendidikan yang berlandasakn al-Qur’an dan as-Sunnah, dimana Islam mendidik individu menjadi manusia yang beriman, berakhlak yang mulia dan beradab yang kemudian melahirkan masyarakat yang bermartabat, teori ini didasarkan pada firman Allah:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Terjemahnnya:
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Ayat di atas menunjukkan bahwa tidaklah sepantasnya seluruh individu orang-orang yang beriman (muslim) berangkat kemedan perang untuk memerangi kaum Kuffar dengan menggunakan senjata, akan tetapi hendaknya terdapat salah seorang diantar setiap golongan mencari pendidikan yang layak agar kembali kepada masyarakatnya dan mendidik mereka agar senantiasa menjaga diri mereka dan keluarga mereka dari jilatan api Neraka
Selain itu Rasulullah Saw juga menegaskan bahwa setiap individu muslim baik pria maupun wanita berkewajiban mengenyam pendidikan yang layak dan baik, sebagaiman yang disabdakan oleh beliau Saw:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِم
Terjemahannya:
Dari Anas bin Malik beliau berkata: Rasulullah Saw bersabda: Menuntut ilmu adalah kewjiban bagi setiap individu muslim. (H.R Ibnu Majah)
Berdasarkan tinjauan di atas, maka penulis dalam makalah ini berusaha untuk mengupas secara tah}li>ly kandungan matan suatu hadis yang berhubungan dengan tujuan pendidikan yakni, Sabda Rasulullah Saw:
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
Terjemahannya:
Barang siapa yang meniti jalan untuk mencaari ilmu, maka Allah memudahkan baginya jalan menuju surga.
Dari uaraian di atas, terdapat beberapa problematika yang selanjutnya akan penulis bahas pada makalah ini, yaitu; Bagaimanakah kualitas sanad dan matan dari hadis tersebut ?; apa tujuan pendidikan yang terkandung pada hadis tersebut?.
B. Takhrij, Susunan Sanad dan Matan Hadits
Berdasarkan hasil penelusuran dengan menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahrath li Alfadh al-Hadith al-Nabawiy melalui lafal سَلَكَ dan لَمَسَ ditemukan petunjuk bahwa hadis tersebut terdapat dalam beberapa kitab hadis diantaranya:
- Al-Bukhary dalam Shahih al-Jami’ Kitab; ‘Ilm Bab. Al-‘Ilmu Qabla al-Qauli wa al-‘Amali.
- Muslim dalam Shahih, Kitab; al-Dhikr Bab; Fad}l al-Ijtima’ ‘Ala Tilawat al-Qur-an wa ‘Ala al-Dhikr, No. Hadis; 38 (2699).
- Abu Dawud, dalam Sunan Abu Dawud, Kitab; al-‘Ilm, Bab; al-Hatstsu ‘Ala Talab al-‘Ilm, No. Hadis; 3643.
- Al-Tirmidhy dalam Sunan, Kitab; al-‘Ilm, Bab; Ma Ja-a fi Fadhl al-Fiqh ‘Ala al-‘Ibadah, No. Hadis; 2682, dan Kitab; al-Qira-at, Bab; Ma Ja-a Anna al-Qur-an Unzila ‘Ala Sab’at Ahruf, Bab Minhu, No. Hadis; 2945.
- Ibn Majah, Sunan, Muqaddimah, Bab; Fad}l al-‘Ilm wa al-Hatstsu ‘Ala Thalab al-‘Ilm. No. Hadis; 223, dan 225
Berdasarkan hasil temuan di atas, berikutnya penulis akan menyusun sanad dan matan hadis sesuai dengan urutan mukharrij, hal ini dilakukan untuk mempermudah proses studi terhadap sanad dan kandungan matan (redaksi) hadis. Pada bagian lain matan hadis yang akan ditampilkan pada susunan sanad dan matan hadis hanyalah matan hadis yang sesuai dan semakna dengan matan hadis yang telah disebutkan pada bagian pendahuluan mengingat bahwa diantara redaksi hadis tersebut merupakan bagian dari hadis yang panjang (ahadits al-thiwal). Berikut susunan sanad dan redaksi hadis;
1. Redaksi dari Shahih al-Jami’ karya al-Bukhary
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ بِهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّة
Terjemahannya:
Dan barangsiapa yang meniti jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah Swt akan memudhkan baginya jalan menuju surga.
2. Redaksi dari Shahih Muslim
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ الْهَمْدَانِيُّ وَاللَّفْظُ لِيَحْيَى قَالَ يَحْيَى أَخْبَرَنَا و قَالَ الْآخَرَانِ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّة…
Terjemahannya:
Telah disampaikan kepada kami oleh Yahya bin Yahya al-Tamimy dan Abu Bakar bin Aby Shaibah dan Muhammad bin al-‘Ala al-Hamadany dan lafadh milik Yahya, Yahya berkata telah diberitahukan kepada kami, dan dua lainnya (Ibn Aby Shaibah dan al-Hamadany) berkata telah disampaikan kepada kami oleh Mu’awiyah dari al-A’masy dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah Saw bersabda: ….Barangsiapa yang meniti jalan untuk mendapatkan ilmu, Allah akan memudahan baginya jalan menuju surga…
3. Redaksi dari Sunan Abu Dawud
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا زَائِدَةُ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ رَجُلٍ يَسْلُكُ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا إِلَّا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقَ الْجَنَّةِ
Terjemahannya:
Telah disampaikan kepada kami oleh Ahmad bin Yunus, telah disampaikan kepada kami oleh Zaidah dari al-A’mash dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah dia berkata: Tidak sesorang yang meniti jalan untuk menuntut ilmu kecuali Allah Swt akan memudahkan baginya jalan menuju surga…
4. Redaksi dari Sunan al-Tirmidhy
No. Hadis; 2945
حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: …وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّة…[9]
Terjemahannya:
Telah disampaikan kepada kami oleh Mahmud bin Ghaylan, Telah disampaikan kepada kami oleh Abu Usamah, Telah disampaikan kepada kami oleh al-A’mash dari Abu Salih, dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah Saw bersabda: ….Barangsiapa yang meniti jalan untuk mendapatkan ilmu, Allah akan memudahan baginya jalan menuju surga…
No. Hadis; 2682.
حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ:قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ.قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ.[10]
Terjemahannya:
Telah disampaikan kepada kami oleh Mahmud bin Ghaylan, Telah disampaikan kepada kami oleh Abu Usamah, Telah disampaikan kepada kami oleh al-A’mash dari Abu Salih, dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa yang meniti jalan untuk mendapatkan ilmu, Allah akan memudahan baginya jalan menuju surga.
5. Redaksi dari Sunan Ibn Majah
No. Hadis; 223.
حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دَاوُدَ عَنْ عَاصِمِ بْنِ رَجَاءِ بْنِ حَيْوَةَ عَنْ دَاوُدَ بْنِ جَمِيلٍ عَنْ كَثِيرِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ:كُنْتُ جَالِسًا عِنْدَ أَبِي الدَّرْدَاءِ فِي مَسْجِدِ دِمَشْقَ فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا أَبَا الدَّرْدَاءِ أَتَيْتُكَ مِنْ الْمَدِينَةِ مَدِينَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِحَدِيثٍ بَلَغَنِي أَنَّكَ تُحَدِّثُ بِهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: فَمَا جَاءَ بِكَ تِجَارَةٌ ؟ قَالَ: لَا قَالَ: وَلَا جَاءَ بِكَ غَيْرُهُ ؟ قَالَ: لَا، قَالَ: فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّة…[11]
Terjemahannya:
Telah disampaikan kepada kami oleh Nas}r bin ‘Aly al-Jahd}amy, Telah disampaikan kepada kami oleh ‘Abd Allah bin Dawud, dari ‘Asim bin Raja’ bin Haywah, dari Dawud bin Jamil, dari Kathir bin Qays, dia berkata suatu ketika aku duduk bersama Abu al-Darda’ di Masjid Damaskus, Sesorang datang kepadanya dan berkata: ‘wahai Abu al-Darda’ aku datang kepadamu dari Madinah kota Nabi Saw untuk (mendaptkan) sebuah hadis yang kamu dengarkan dari Rasulullah Saw’, Abu al-Darada’ berkata : Jadi kamu datang bukan untuk berdagang? Orang itu menjawab: Bukan, Abu al-Darda berkata: dan bukan pula selain itu ?, orang itu menjawab: bukan, Abu al-Darda’ berkata: Sesungguhnya kau pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa yang meniti jalan untuk mendapatkan ilmu, Allah akan memudahan baginya jalan menuju surga…
No. Hadis; 225.
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: … وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّة…[12]
Terjemahannya:
Telah disampaikan kepada kami oleh Abu Bakar bin Aby Shaibah dan ‘Aly bin Muhammad keduanya berkata, Telah disampaikan kepada kami oleh Abu Mu’awiyah, Telah disampaikan kepada kami oleh al-A’mash dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah Saw bersabda: ….Barangsiapa yang meniti jalan untuk mendapatkan ilmu, Allah akan memudahan baginya jalan menuju surga…
C. Studi Sanad dan Matan Hadits
Dari seluruh riwayat yang telah disebutkan terdahulu, tampak bahwa hadis yang dikaji mayoritasnya bermuara pada satu sahabat yakni Abu Hurairah dan satu kepada Abu al-Darda’, sementara riwayat al-Bukhary merupakan bagian dari riwayat yang mu’allaq (yakni riwayat tanpa sanad) dari al-Bukhary. Adapun sanad yang akan diteliti adalah sanad Ibn Majah denga No. Hadis 223. Sebagai berikut:
1. Ibn Majah: dia bernama lengkap Muhammad bin Yazid al-Rub’y Abu ‘Abd Allah bin Majah al-Qazwiny al-Hafidh, pemilik karya al-Sunan dan memiliki banyak karya tulis dia mendengarkan dan mengambil hadis dari banyak guru di berbagai kota seperti Khurasan, ‘Iraq, Hijaz, Mesir, Sham dan sebagainya diantara salah satu gurunya yang banyak tersebut adalah Nashr bin ‘Aly al-Jahdamy, dia lahir pada tahun 209 H.[13] dan wafat pada tahun 273 H pada umur 97 tahun.[14]
2. Nashr bin ‘Aly al-Jahdhamy: dia bernama lengkap Nashr bin ‘Aly bin Shubhan al-Azdy al-Jahdhamy Abu ‘Amr al-Bashry. Wafat tahun 250 H. Para kritikus hadis menilainya sebaggai periwayat yang tsiqah.[15]
3. ‘Abd Allah bin Dawud: dia bernama lengkap ‘Abd Allah bin Dawud bin ‘Amir al-Hamadany Abu ‘Abd al-Rahman al-Khariby al-Kufy. Wafat tahun 213 H pada umur . par kritikus hadis menilainya sebagai periwayat yang tsiqah dan seorang ‘abid (ahli ibadah), dia berhenti meriwayatkan hadis pada sisa umurnya. Imam al-Bukhary tidak pernah menerima hadis darinya, menurut Ibn Hajar, al-Bukhary pernah mendengarkan darinya ketika berada di kota Wasith.[16]
4. ‘Ashim bin Raja’ bin Haywah al-Falasthiny. Para kritikus hadis menilainya sebagai periwayat yang shaduq, al-Daruqutny menilainya sebagai periwayat yang dha’if karena selalu meriwayatkan riwayat yang wahm (yang tidak jelas).[17]
5. Dawud bin Jamil dia bernama Asli al-Walid, Ibn Hajar dan al-Daruquthny menilainya menilainya sebagai periwayat hadis yang dha’if karena ke-majhul-annya(tidak dikenali kapasitas intelektualnya).[18]
6. Kathir bin Qays al-Syamy, ada yang mengatakan bahwa namanya adalah Qays bin Katsir, tetapi Katsir bin Qays adalah yang lebih benar, Ibn Qani’ telah melakukan kesalahan dengan menempatkannya dalam deretan sahabat, Ibn Hajar dan al-Daruqthny menilainya sebagai periwayat yang dha’if meskipun Ibn Hibban menyebutkannya dalam deretan periwayat yang tsiqah (al-Tsiqat).[19]
7. Abu al-Darda’: dia bernama lengkap ‘Uwaimir bin Zaid bin Qays al-Anshary, para ulama berbeda pendapat tentang nama ayahnya, sementara dia lebih dikenal dengan kunyah-nya yakni Abu al-Darda’, ada yang bependapat bahwa nama aslinya adalah ‘Amir, sementara ‘Umair adalah laqab (panggilan). Dia adalah salah seorang sahabat Nabi Saw yang ikut pertama kali dalam perang Uh}ud, dia juga dikenal sebagai salah seorang ssahabat yang ‘abid (ahli ibadah). Wafat pada tahun 32 H tepatnya pada akhir masa pemerintahan khalifah ‘Utsman bin ‘Affan dan hidup terakhir di kota Syam.[20]
Setelah melakukan studi terhadap seluruh individu periwayat hadis sebagaimana yang terdapat dalam sanad Ibn Majah sebagaiman yang termaktub dalam sunan-nya dengan No. Hadis; 223 baik dari sisi ‘adalah (keadilan) maupun dhabth (kapasitas intelektual), tampak bahwa terdapat tiga orang periwayat dengan predikat dha’if (lemah) mereka adalah; ‘Ashim bin Raja’ (periwayat 4), Dawud bin Jamil (periwayat 5), dan Katsir bin Qays (periwayat 6). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sanad Ibn Majah tersebut adalah sanad yang dha’if disebabkan karena ke-dha’if-an tiga periwayat dalam sanadnnya. Tetapi apabila seluruh sanad hadis dikumpulkan, maka sanad Ibn Majah dapat naik tingkatan derajatnya menjadi hasan li ghairihi karena adanya syahid dari riwayat Abu Hurairah dan adanya mutabi’ dari jalur sanad lainnya, terlebih lagi hadis tersebut diriwayatkan oleh Muslim dari para periwayat dengan derajat periwayatan tertinggi yakni tsiqat tsabt. Karena sanad hadis yang diteliti terangkat derajatnya dari da’if menjadi hasan li ghairihi, maka dapat dilakukan studi terhadap matan (redaksi) hadis.
Bila studi terhadap hadis diarahkan kepada redaksinya, maka ditemukan adanya perbedaan lafadh dimana pada lafadh awal dari riwayat Abu Dawud termaktub lafadh مَا مِنْ رَجُلٍ يَسْلُكُ sementara pada lafadh dari riwayat lainnya termasuk pada lafadh dari redaksi Ibn Majah yang telah diteliti sanadnya menampilkan lafal مَنْ سَلَكَ, pada bagian lain dari lafadh awal redaksi hadis dijumpai bahwa mayoritas redaksi diawali dengan huruf و (wawu) huruf tersebut merupakan huruf antara (yakni huruf yang mengantarai dua kalimat atau kata), karena sesungguhnya redaksi hadis tersebut tergolong redaksi yang panjang. Adapun kelengkapan redaksi dari hadis tersebut adalah:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ.
Redaksi hadis yang lengkap tersebut terdapat dalam riwayat Muslim dengan No. Hadis; 38 (2699), al-Tirmidhy dengan No. Hadis; 2945, dan Ibn Majah dengan No. Hadis; 225. Kemudian al-Tirmidhy dengan No. Hadis; 2682 meringkasnya dengan mememulainya dari lafadh مَنْ سَلَكَ dengan jalur sanad yang sama dengan miliknya sebagaimana yang terdapat pada hadis No. 2945.
Adapun pada pertengahan lafal perbedaan terjadi antara lafadh dari riwayat selain Abu Dawud dengan lafadh dari riwayat Abu Dawud dimana pada lafadh dari riwayat lain tidak mencantumkan kata إِلاَّ (kecuali). Kata tersebut tercantum dalam lafadh pada redaksi riwayat Abu Dawud disebabkan kerena struktur redaskinya menggunakan lafadh al-nafyu (peniadaan) dan al-itsbat (penetapan).
Berdasarkan analisis redaksional di atas, penulis menyimpulkan bahwa dalam periwayatan redaksi dari hadis tentang tujuan pendidikan tersebut telah terjadi proses periwayatan secara makna dimana perkara tersebut tidak mempengaruhi ke-shahih-an redaksi hadis selama tidak keluar dari makna dan ide pokok (mine idea) dari redaksi dan kandungan hadis.
Dari hasil studi baik sanad maupun matan di atas penulis menyimpulkan bahwa hadis yang diteliti bila ditinjau dari sisi sanadnya adalah sanad dengan kualitas hasan li ghairihi,sementara dari sisi matan atau redaksinya adalah hadis dengan kualitas shahih baik lafadh maupun maknanya.
D. Pemahaman Hadits
Hadis yang dikaji dalam makalah ini merupakan salah satu daiantara sekian banyak hadis Rasulullah Saw. baik dalam bentuk qawliyyah, fi’liyyah, maupun taqririyyah dimana beliau Saw sebagai seorang yang ummy (buta baca tulis) memiliki perhatian yang sangat besar terhadap ilmu dan pendidikan. Beliau mengangkat derajat dan sangat memuliakan para pemilik ilmu, kemudian beliau menerapkan nilai-nilai etika yang harus dipedomani oleh orang yang berilmu. Ini menunjukkan begaimana sunnah Rasulullah Saw. telah terlebih dahulu menciptakan kaidah paling akurat dan nilai-nilai pendidikan paling agung, yang kebanyakan manusia –bahkan dari alangan kaum muslimin sendiri- beranggapan bahwa nilai-nilai pendidikan itu adalah hasil ciptaan alam modern -yang dalam istilah Nashr Hamid Abu Zaid “intaj al-tsaqafy“- yang tidak diketahui kecuali oleh Barat.[21]
Pada hadis tersebut terkandung anjuran dan pahala yang sangat besar bagi mereka yang meniti jalan untuk mencari ilmu melalui berbagai media pendidikan, bahkan Rasulullah Saw memberikan garansi kemudahan mencapai surga bagi mereka yang meniti jalan untuk mencari ilmu.
Perintah meniti jalan-jalan pendidikan untuk mendapat ilmu juga disinggung oleh al-Qur’an salah satunya adalah firman Allah Swt:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Terjemahnnya:
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.[22]
Pada ayat di atas Allah Swt memberikan penjelasan secara eksplisit tentang tujuan pendidikan Islam yakni agar dapat mengajarkan kepada kelompok masyarakat tempat mereka hidup dan bersosialisasi, nilai tujuan tersebut agar masyarakat dapat menjaga diri mereka baik secara individual maupun kelompok.
Tujuan pendidikan secara filosofis berdasarkan pehaman dari ayat di atas maupun hadis Rasulullah Saw yang sedang dikaji memberikan penjelaskan bahwa manusia sejatinya adalah makhluk yang disempurnakan dengan akal oleh Allah Swt yang merupakan potensi dasar manusia, dengan potensi dasar tersebut manusia diharuskkan untuk menuntut ilmu melalui proses pendidikan. Oleh karena itu tujuan meninti jalan ilmu pada hakikatnya adalah agar manusia dapat lebih mengenal dirinya dalam artian memanusiakan manusia, agar ia benar-benar mampu menjadi khalifah di muka bumi.[23]
Nilai penting lainnya dari memahami hadis di atas adalah bahwa dalam meniti jalan menuntut ilmu terdapat proses pendewasaan jasmani dan rohani[24] yakni bahwa selain tujuan filosofis terdapat pula tujuan insidental yaitu meningkatkan kecerdasan motorik, emosional, intelektual dan spiritual,[25] sebab dalam meniti jalan menuntut ilmu dibutuhkan ketenangan dan kesabaran dalam menghadapi berbagai kesulitan-kesulitan dalam belajar, Sebab kesuksesan seorang penuntut ilmu terletak dalam kesabarannya menghadapi berbagai bentuk kesulitan, kesusahan, dan keletihan dalam mengarungi proses pendidikan. Seluruh bentuk kesulitan yang dihadapi oleh penuntut ilmu merupakan proses pendewasaan jasmani dan rohani. Dalam al-Qur’an Allah Swt mengisahkan tentang perjalanan Nabi Musa –‘alaihi al-salam– bersama dengan pembantunya untuk mendapatkan ilmu dari Nabi Khidhr –‘alaihi al-salam– sebagaimana yang Allah firmankan:
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا
Terjemahannya:
Dan (Ingatlah) ketika Musa Berkata kepada muridnya: “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau Aku akan berjalan sampai bertahun-tahun”.[26]
Pada ayat di atas menjelaskan betapa seorang Nabi Allah Swt Musa –‘alihi al-salam– yang bergelar kalim al-rahman (teman dialog bagi Allah Swt) terus berusaha meniti jalan dengan kesabaran menuju ilmu hingga sampai ke tempat penididikan –pertemuan dua buah lautan – dimana beliau akan mendapatkan proses pendidikan lanjutan dari Allah Swt. melalui gurunya yang bernama Khidhr –‘alaihi al-salam-.
Adapun tentang gambaran dimudahkannya seorang peniti jalan dalam menuntut ilmu menuju ke surga, al-Nawawy menjelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan hal itu adalah hendaknya seseorang menyibukkan dirinya menuntut ilmu-ilmu yang disyari’atkan (al-‘ulum al-syar’iyyah) dengan syarat dia menuntut ilmu hanya mengharap rida Allah Swt, para ulama mempersyaratkan adanya niat yang ikhlas karena Allah Swt dalam menempuh proses pendidikan yang melelahkan sebab mayortitas manusia meremehkan keikhlasan dalam belajar utamanya para pemula.[27] Sebab kemudahan meniti jalan ke surga bagi para peniti jalan menuntut ilmu diukur berdasarkan kadar keihlasannya dalam menjalani proses pendidikan yang melelahkan tersebut.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa makna dari kata thariqan dan ‘ilman dalam hadis tersebut adalah bahwa setiap manusia hendaknya memanfaatkan seluruh media pendidikan yang dapat membantu untuk mendapatkan ilmu utamanya ilmu agama secara bertahap dan berkesinambungan dengan tetap mengedepankan keikhlasan dan kesabaran dalam meniti proses pendidikan baik formal maupun non-formal, dan kemudahan meniti jalan menuju surga dapat dipahami bahwa ilmu dapat membantu memberika kemudahan dalam mengamalkan amal-amal saleh yang dapat dengan mudah pula menghantarkan menuju surga Allah Swt.
Penutup
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan sebagaimana dibalik pemahaman hadis Nabi Saw yang dikaji secara filosofis adalah agar manusia dapat lebih mengenal dirinya dalam artian memanusiakan manusia, agar ia benar-benar mampu menjadi khalifah di muka bumi.
Adapun tujuan insidentalnya adalah untuk dapat meningkatkan kecerdasan motorik, emosional, intelektual dan spiritual yang diitandai dengan kedewasaan jasmani dan rohani.
Dalam pendidikaan terjadi proses tahapan yang menuntut kesabaran dalam menghadapinya sehingga keikhlasan menjadi tuntutan utama sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para ulama Islam.
Dengan ilmu seseorang dapat beramal saleh dengan mudah yang dapat dengan mudah pula menghantarkannya menuju surga Allah Swt.
Wa Allah A’lam
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur-a>n al-Kari>m.
Abu> Da>wud, Sulaima<n bin al-Ash’ath al-Sijista>ny al-Azdy. Sunan Abu> Da>wud. Beiru>t: Da>r Ibn H{azm, 1418 H / 1997 M.
al-‘Asqala>ny, Ah}mad bin ‘Aly bin H}ajar. Taqri>b al-Tahdhi>b. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1415 H /1994 M.
al-‘Ikry, Abu> al-Fala>h} ‘Abd al-H}ayyi bin Ah}mad bin Muh}ammad. Shadhara>t al-Dhahab fi> Akhba>r man Dhahab. Beiru>t: Da>r Ibn Kathi>r, 1408 H / 1988 M.
al-Bukha<ry, Muh}ammad bin Isma>’il. S}ah}i>h} al-Ja>mi’. Kairo: Maktabah al-Salafiyyah, 1400 H.
Barnadib, Sutari Imam. Pengantar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset, 1993.
Ibn Ma>jah, Abu> ‘Abd Alla>h Muh}ammad bin Yazi>d al-Qazwi>ny. Sunan Ibn Ma>jah. Riyad: Maktabah al-Ma’a>rif, T.Th.
________, Sunan Ibn Ma>jah. Bandung: Maktabah Dakhlan, T.Th.
Langgulung, Hasan. Asas-asa Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1987.
Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Abad 21. Yogyakarta: Safiria Insani Press, 2003.
al-Mizzy, Jama>l al-Di>n Abu> al-H}ajja>j Yu>suf (654-742 H). Tahz}i>b al-Kama>l fi> Asma>’ al-Rija>l. Beiru>t: Muassasah al-Risa>lah, 1413 H / 1992 H.
al-Nawawiy, Yah}ya bin Sharaf. al-Minha>j Sharh} S}ah}i>h} Muslim bin al-H{ajja>j. Kaoro: Mat}ba’ah al-Mis}riyyah, 1349 H / 1930 M.
al-Qard}a>wy, Yu>suf. Sunnah, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban. terj. Abad Badruzzaman. Yogya karta:Tiara Wacana, 2001.
al-Qushairy, Muslim bin H{ajja>j bin Muslim al-Naisa>bu>ty. S}ah}i>h Muslim. Kairo: Da>r al-H{adi>th, 1412 H / 1991 M.
Suharsono. Melejitkan IQ, IE & IS. Jakarta: Insani Press, 2001.
al-Tirmidhy, Abu> ‘I<sa> Muh}ammad bin ‘I<sa>. Sunan al-Tirmidhy. Riyad: Maktabat al-Ma’a>rif, T.Th.
Wensink, A. J. al-Mu’jam al-Mufahrath li Al-fa>z} al-H{adi>th al-Nabawiy. Leiden: E. J. Brill, 1967.