Syiah adalah salah satu cabang agama Islam yang menganggap Imam Ali bin Abi Thalib sebagai Teladan mereka dibanidngkan 3 Khalifah Sebelumnya. Hal ini juga membuat Syiah sering dianggap sebagai anti tesis dari Sunni yang mengakui ke 4 Khalifah sebagai Tauladan umat Islam.
Syi’ah adalah aliran islam yang dianggap antitesis dan Sunni. Syiah kemudian tumbuh menjadi Mazhab yang memiliki banyak perbedaan pandangan terhadap Sunni mulai dari keyakinan, tata cara beribadah hingga menjadi dasar yang mempengaruhi pandangan politik. Selain itu hal lain yang paling dikenal sebagai Pembeda antara Syiah dan Sunni adalah Nikah Kontrak atau Muttah. Syiah sering dikaitkan dengan praktik nikah muttah atau kawin kontrak bahkan dengan pasangan orang lain.
Di antara pemikiran itu ada yang menyimpang, dan ada pula yang lurus. Ketika keturunan Ali yang sekaligus keturunan Rasulullah mendapat perlakuan zalim yang semakin hebat dan banyak mengalami penyiksaan pada masa bani Umayyah, rasa cinta mereka terhadap keturunan Ali semakin mendalam. Mereka memandang Ahlulbait ini sebagai Syuhada dan korban kedzaliman. Dengan demikian, semakin meluaslah daerah madzhab Syiah dan pendukungnya semakin banyak. Golongan Syiah beranggapan bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan anak keturunannya lebih berhak menjadi khalifahdaripada orang lain, berdasarkan wasiat Nabi. Masalah khalifah ini adalah soal politik yang dalam perkembangan selanjutnya mewarnai pandangan mereka di bidang agama.
Daftar isi
Asal-Usul Kemunculan Syiah
Syi’ah dilihat dari bahasa berarti pengikut, pendukung, partai, atau kelompok, sedangkan secara terminologis adalah sebagian kaum muslim yang dalam bidang spiritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad SAW. Poin penting dalam doktrin Syi’ah adalah pernyataan bahwa segala petunjuk agama itu bersumber dari ahl al-bait. Mereka menolak petunjuk-petunjuk keagamaan dari para sahabat yang bukan ahl al-bait atau para pengikutnya.
Menurut Thabathbai, istilah Syi’ah untuk pertama kalinya ditujukan pada para pengikut Ali (Syi’ah Ali), pemimpin pertama ahl al-bait pada masa Nabi Muhammad SAW. Para pengikut Ali yang disebut Syi’ah itu diantaranya adalah Abu Dzar Al-Ghiffari, Miqad bin Al-aswad, dan Ammar bin Yasir.
Pengertian bahasa dan terminologis diatas hanya merupakan dasar yang membedakan Syi’ah dengan kelompok islam lainnya. Di dalamnya belum ada penjelasan yang memadai mengenai Syi’ah berikut doktrin-doktrinnya. Meskipun demikian, pengertian diatas merupakan titik tolak penting bagi mazhab Syi’ah dalam mengembangkan dan membangun doktrin-doktrinnya yang meliputi segala aspek kehidupan, seperti imamah, taqiyah, mut’ah, dan sebagainya.
Mengenai kemunculan Syi’ah dalam sejarah, terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ahli. Menurut Abu Zahrah, Syi’ah mulai muncul pada masa akhir pemerintahan Usman bin Affan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Adapun menurut Watt, Syi’ah baru benar-benar muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Mu’awiyah yang dikenal dengan Perang Siffin. Dalam peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap arbitrase yang ditawarkan Muawiyah, pasukan Ali diceritakan terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung sikap Ali-kelak disebut Syi’ah, dan kelompok lain menolak sikap Ali, kelak disebut Khawarij.
Kalangan Syi’ah sendiri berpendapat bahwa kemunculan Syi’ah berkaitan dengan masalah pengganti (khilafah) Nabi SAW. Mereka menolak kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Usman bin Affan karena dalam pandangan mereka hanya Ali bin Abi Thaliblah yang berhak menggntikan Nabi. Kepemimpinan Ali dalam pandangan Syi’ah tersebut sejalan dengan isyarat-isyarat yang diberikan oleh Nabi SAW pada masa hidupnya. Pada awal kenabian, ketika Muhammad SAW diperintahkan menyampaikan dakwah kepada kerabatnya, yang pertama-tama menerima adalah Ali bin Abi Thalib. Diceritakan bahwa Nabi pada saat itu mengatakan bahwa orang yang pertama-tama memenuhi ajakannya akan menjadi penerus dan pewarisnya. Selain itu, sepanjang kenabian Muhammad, Ali merupakan orang yang menunujukkan perjuangan dan pengabdian yang luar biasa besar.
Bukti utama tentang sahnya Ali sebagai penerus Nabi adalah peristiwa Ghadir Khumm.Diceritakan bahwa ketika kembali dari haji terakhir, dalam perjalanan dari Mekkah ke Madinah, di suatu padang pasir yang bernama Ghadir Khumm. Nabi memilih Ali sebagai penggantinya dihadapan masa yang penuh sesak yang menyertai beliau. Pada peristiwa itu, Nabi tidak hanya menetapkan Ali sebagai pemimpin umum umat (walyat-i ‘ammali) mereka. Namun realitas berkata lain.
Berlawanan dengan harapan mereka, justru ketika Nabi wafat dan jasadnya belum dikuburkan, sedangkan anggota keluarganya dan beberapa orang sahabat sibuk dengan persiapan dan upacara pemakamannya, teman dan pengikut Ali mendengar kabar adanya kelompok lain yang telah pergi ke masjid, tempat umat berkumpul menghadapi hilangnya pemimpin yang tiba-tiba. Kelompok ini, yang kemudian menjadi mayoritas, bertindak lebih jauh, dan dengan sangat tergesa-gesa memilih pimpinan kaum muslimin dengan maksud menjaga kesejahteraan umat dan memecahkan masalah mereka saat itu. Mereka melakukan hal itu tanpa berunding denganahlul bait, keluarga, ataupun para sahabat yang sedang sibuk dengan upacara pemakaman, dan sedikit pun tidak memberitahukan mereka. Dengan demikian, kawan-kawan Ali dihadapkan kepada suatu keadaan yang sudah tak dapat berubah lagi (faith accompli).
Berdasarkan realitas itulah, muncul sikap di kalangan sebagian kaum muslimin yang menentang kekhalifahan dan menolak kaum mayoritas dalam masalah-masalah kepercayaan tertentu. Mereka tetap berpendapat bahwa pengganti Nabi dan penguasa keagamaan yang sah adalah Ali. Mereka berkeyakinan bahwa semua persoalan kerohanian dan agama harus merujuk kepadanya serta mengajak masyarakat utuk mengikutinya. Inilah yang kemudian disebut sebagai Syi’ah. Namun lebih dari itu, seperti dikatakan Nasr, sebab utama munculnya Syi’ah terletak pada kenyataan bahwa kemungkinan ini ada dalam wahyu islam sendiri, sehingga mesti diwujudkan.
Perbedaan pendapat di kalangan para ahli mengenai kalangan Syi’ah merupakan sesuatu yang wajar. Para ahli berpegang teguh pada fakta sejarah ‘perpecahan’ dalam islam yang memang mulai mencolok pada pemerintahan Utsman bin Affan dan memperoleh momentumnya yang paling kuat pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, tepatnya setelah perang Shiffin. Adapun kaum Syi’ah, berdasarkan hadist-hadist yang mereka terima dari ahl al-bait, berpendapat bahwa perpecahan itu sudah mulai ketika Nabi SAW. Wafat dan kekhalifahan jatuh ke tangan Abu Bakar. Segera setelah itu terbentuklah Syi’ah. Bagi mereka, pada masa kepemimpinan Al-Khulafa Ar-rasyidiun sekalipun, kelompok Syi’ah sudah ada. Mereka bergerak di bawah permukaan untuk mengajarkan dan menyebarkan doktrin-doktrin Syi’ah kepada masyarakat. Tampaknya, Syi’ah sebagai salah satu faksi politik islam yang bergerak secara terang-terangan, memang baru muncul pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, sedangkan Syi’ah sebagai doktrin yang diajarkan secara diam-diam oleh ahl al-bait muncul segera setelah wafatnya Nabi.
Syi’ah mendapatkan pengikut yang besar terutama pada masa dinasti Amawiyyah. Hal ini menurut Abu Zahrah merupakan akibat dari perlakuan kasar dan kejam dinasti ini terhadap ahl al-bait. Diantara bentuk kekerasan itu adalah yang dilakukan penguasa Bani Umayyah. Yazid bin Mu’awiyah, umpamanya pernah memerintahkan pasukannya yang dipimpin oleh Ibnu Ziyad untuk memenggal kepala Husein bin Ali di Karbala. Diceritakan bahwa setelah dipenggal, kepala Husein dibawa ke hadapan Yazid dan dengan tongkatnya Yazid memukul kepala cucu Nabi Muhammad SAW yang pada waktu kecilnya sering dicium Nabi. Kekejaman seperti ini menyebabkan sebagian kaum muslimin tertarik dan mengikuti madzhab Syi’ah, atau paling tidak menaruh simpati mendalam terhadap tragedi yang menimpa ahl al-bait.
Dalam perkembangannya, selain memperjuangkan hak kekhalifahan ahl al-bait di hadapan dinasti Ammawiyah dan Abbasiyah, Syi’ah juga mengembangkan doktrin-doktrinnya sendiri. Berkaitan dengan teologi, mereka mempunyai lima rukun iman, yakni tauhid (kepercayaan kepada keesaan Allah); nubuwwah (kepercayaan kepada kenabian); ma’ad (kepercayaan akan adanya hidup di akhirat); imamah (kepercayaan terhadap adanya imamah yang merupakan hak ahl al-bait); dan adl (keadilan Ilahi). Dalam Ensiklopedia Islam Indonesia ditulis bahwa perbedaan antara Sunni dan Syi’ah terletak pada doktrin imamah. Meskipun mempunyai landasan keimanan yang sama, Syi’ah tidak dapat mempertahankan kesatuannya. Dalam perjalanan sejarah, kelompok ini akhirnya terpecah menjadi beberapa sekte. Perpecahan ini terutama dipicu oleh masalah doktrin imamah.
A. Sekte Syiah
a. Syi’ah Itsna Asy’ariyah (Syi’ah Dua Belas/Syi’ah Imaimyah)
b. Asal-usul Pengambutan Imamiyah dan Syi’ah Itsna Asyariah
Dinamakan Syi’ah Imamiyah karena dasar yang terjadi dasar akidahnya adalah persoalan imam dalam arti pemimpin religio politik,yakni ali berhak menjadi khalifah bukan hanya karena kecakapannya atau kemulianan akhlahnya, tetapi juga karena ia telah ditunjuk nas dan pantasmenjadi kholifah pewaris pemimpinan Nabi Muhammad SAW. Ide tentaqng hak alidan keturunannya untuk menduduki jabatan kholifah telah adasejak nabi wafat,yaitu dlam perbincangan politik di Saqifah Bani Sa’idah.
Syi’ah Itsna Asyariyah sepakat bahwa ali adalah penerima wasiat Nabi Muhammad seprti yang di tunjukkan nas. Adapun Al-ausiya (penerima wasiat) setelah ali bin abi tholib adalah keturunan dari garisfatimah, yaitu Hasan bin Ali kemudian Husen bin Ali sebagaimana yang disepakati. Setelah Husen adalah Ali Zainal Abidin, kemudian secara berturut-turut;Muhammad Al-Baqir,Abdullah ja’far Ash-Shadiq,Musa Al-kahzim,Ali Ar-Rida,Muhammad Al-Jawwad,Ali Al-Hadi, Hasan Al-Askari dan Muhammad Al-Mahdi sebgai imam kedua belas. Demikian lah, karena berbaiat di bawah imamah dua belas imam, mereka di kenal dengan sebutasyiah Itsna Asyariyah.
Nama dua belas (Itsna Asyariyah) ini mengandung pesan penting dalam tinjauan sejarah, yaitu golongan ini terbentuk setelah lahirnya kedua belas iman yaitu kira-kira pada tahun 260 H/878 M. Pengikut sekte ini menganggap bahwa iman ke buabelas, Muhammad Al-Mahdi, dinyatakan gaibah (occultation). Muhammad Al-Mahdi bersembunyi diruang bawah tanah rumah ayahnya di samarra dan tidak kembali. Itulah sebabnya kembalinya Imam Al-Mhdi ini selalu ditunggu-tunggu pengikut sekte Syi’ah Itsna Asyariyah. Ciri khas kehadirannya adalah sebangai Ratu Adil yang akan turun di akhir zaman. Oleh karena inilah, Muhammad Al-Mahdi dijuluki sebagai Imam Mahdi Al-Muntazhar (yang ditunggu).
B. Doktrin-doktrin Syi’ah Itsna Asyariyah
Di dalam sekte Syi’ah Itsna Asyariyah dikenal konsep UsulAd-Din. Konsep ini terjadiakar atau fondasi pragmatisme agama. Konsep usuluddin mempunyai lima akar.
a. Tauhid (The Devine Unity)
Tuhan adalah Esa baik esensi maupun eksistensi-Nya. Keesaan Tuhan adalah mutlak. Ia bereksistensi dengan sendirinyasebelum ada ruang dan waktu. Ruang dan waktu diciptakan oleh tuhan. Tuhan maha tahu,maha mendengar,selalu hidup,mengerti tidak murakkab (tersusun). Tuhan tidak membutuhkan sesuatu. Ia berdiri sendiri,tidak dibatasioleh ciptaan-Nya. Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata biasa.
b. Keadilan (The Devine Justice)
Tuhan menciptakan kebaikan di dalam semesta ini merupakan keadilan. Ia tidak pernah menghiasi ciptaan-Nya dengan ketidakadailan. Karena ketidakadilan dan kelaliman terhadap yang lain merupakan tanda kebodohan dan ketidak mampuandan sifat ini jauh dari keabsolutan dan kehendak tuhan.Tuhan memberikan akal kepada manusia untuk mengetahui pekara yang benar atau salah melalui perasaan. Manusia dsapat menggunakan penglihatan, pendengaran, dan indra lainya untuk melakukan perbuatan, baik perbuatan baiak maupun perbuatan buruk.jadi, manuasia dapat mamanfatkan potensi berkehandak sebagaianugrah tuhan untuk mewujudkan dan bertangguang jawab atas perbuatannya.
c. Nubuwwah (Apostleship)
Setiap makhluk sekalipun telah diberi insting, masih membutuhkan petunjuk, baik petunjuk dari tuhan maupun dari manuasia. Rosul merupakan petunjuk hakiki utusan Tuhan yang secara transenden diutus untuk membrikan acuan dalam membedakan antara yang baiak dan yang buruk di alam semesta. Dalam keyakinan Syi’ah itsna Asyariyah, tuhan telah mengutus 124.000 rasul untuk memberikan petunjuk kepada manusia. Syi’ahn Itsna Asyariyah percaya mutlak tentang ajaran tauhid dengan kerasulan sejak adam hingga Muhammad. Mereka percaya adanya kiamat. Kemurnian dan keaslian Al-Qur’an jauh dari tahrif perubahan, atau tambahan.
d. Ma’ad (The Last Day)
Ma’ad adalah hari akhir (kiamat) untuk menghadap pengadilan atuhan di akhirat. Seriap muslim harus yakin akan keberadaan kiamat dan kehidupan suci setelah dinyatakan bersih dan lurus dalam pengadilan Tuhan. Mati adalah periode transit dari kehidipan dunia nemuju ke akhirat.
e. Imamah (The Devine Guidance)
Imamah adalah institusi yang di inagurasikan tuhan untuk memberikan petunjuk manusia yang di pilih dari keturunan ibrahim dan di delegasikan kepada keturunan muhammad sebagai nabi dan rosul terakhir.
Selanjutnya, dalam sisi yang yang bersifat mahdah, Syi’ah isna asyariyah berpijak kepada delapan cabang agama yang di sebut dengan furu ad-din delapan cabang tersebut terdiri atas shalat, puasa, haji, zakat, khumus, atau pajak sebesar seperlima dari penghasilan, jihad al-amri bi al-ma’ruf dan an-nahyu an-munkar.
B. Syi’ah Sab’iyah (Syi’ah Tujuh)
Asal Usul Penyebutan Syi’ah Sab’iyah
Istilah Syi’ah sab’iyah (syiah tujuh) di analogikan dengan Syi’ah Itsna asyariyah . Istilah itu memberikan pengertian bahwa sekte Syi’ah Sabi’yah hanya mengakui tujuh Imam, yaitu Ali, Hasan, husein, Ali Zainal Abidin, Muhammad Al-Baqir, ja’far As-Shodiq, dan Ismail bin ja’far. Karena dinisbatkan pada ismail bin Ja’far As-Shadiq, syiah sab’iyah disebut juga Syiah Ismailiyah.
Berbeda dengan Syi’ah Itsna Asyariyah, Syi’ah istna asyariyah membatalkan ismail bin ja’far sebagai imam ketujuh karena memiliki kebiasaan tak terpuji dan dia wafat mendahului bapaknya,ja’far. Sebagai penggantinya adalah Musa Al-Kadzim, adik Ismail. Syiah sab’iyah menolak pembatalan tersebut berdasarkan sistem pengangkatan imam dalam syi’ah dan menganggap Ismail sebagai Imam ketujuh, dan sepeninggalnya diganti oleh putranya yang tertua yang bernama Muhammad bin Ismail.
1. Doktrin Imamah dalam Syi’ah Sab’iyah
Para pengikut Syi’ah sab’iyah percaya bahwa islam dibangun oleh tujuh pilar seperti dijelaskan Al-Qadhi Anu’man dalam Da’im Al Islam. Tujuh pilar tersebut adalah Iman, Thoharah, Salat, zakat, saum, haji, dan jihad.Berkaitan deengan pilar pertama, yaitu Iman Qadhi An-nu’man merincinya sebagai berikut:
Iman kepada Allah, tiada tuhan selain Allah dan Muhammadutusan Allah, iman kepada surga, iman kepada neraka, iman kepada hari kebangkitan, iman kepada hari pengadilan, iman kepada nabi dan rasul Allah,iman kepada imam, percaya, mengetahui, dan membenarkan para imam zaman.
Tentang imam zaman, Syi’ah Sabi’yah mendasarkan pada sebuah hadits Nabi SAW yang terjemahan bahasa inggrisnya sebagai berikut ini, “ he who dies without knowing of time when still alive dies in ignorance “ (Ia telah wafat dan waktu kewafatannya masih belum diketahui sampai kini). Hadits seperti ini juga terdapat dalam sekte sunni dan Syiah itsna Asyariyah, Tetapi dalm hadis kedua sekte ini tidak dicantumkan imam zaman.
Dalam pandngan Syi’ah Sabi’yah, Keimanan hanya bisa diterima apabila sesuai dengan keyakinan mereka, yakni melalui wilayah (kesetiaan) kepada imam zaman. Imam adalah seseorang yang yang menuntun umatnya kepada pengetahuan (ma’rifat).
Syarat – syarat imam dalam pandangan Syi’ah Sab’iyah adalah sebagai berikut :
a. Imam harus berasal dari keturunan Ali melalui perkawinannya dengan Fatimah yang kemudian dikenal dengan Ahlul bait.
b. Berbeda dengan aliran Kasaniah, pengikut Mukhtar Ats-tsaqafi, mempropagandakan bahwa keimanan harus dari keturunan Ali melalui pernikahannya dengan seorang wanita dari bani hanifah dan mempunyai anak yang bernama Muhammad bin Al-hHanafiiyah.
c. Imam harus berdasrkan penunjukan atau nas. Syi’ah sab’iyah meyakini bahwa setelah Nabi wafat, Ali menjadi Imam berdasarkan penunjukan khusus dari Nabi sebelum beliau wafat. Suksesi keimanan menurut doktrin dan tradisi syi’ah harus berdasarkan nas oleh imam terdahulu.
d. Keimanan jatuh pada anak tertua .Syi’ah sab’iyah menggariskan bahwa seorang beriman memperoleh keimanan dengan jalan wiratsah (heredity). Jadi, ayahnya yang menjadi iman menunjuk anak nya yang paling tua.
e. Imam harus maksum (immunity fromm sin an error). Sebagaimana sekte Syi’ah lainnya, Syi’ah sab’iyah menggariskan bahwa seorang iman harus terjaga dari salah satu dosa. Bahkan lebih dari itu, Syi’ah Sab’iyah berpendapat bahwa meskipun iman berbuat salah, perbuatannyatidak salah.
f. Imam harus dijabat oleh seorang yang paling baik (best of man). Berbeda dengan Zaidah, Syi’ah Sab’iyah dan Syi’ah Dua belas tidak membolehkan imam mafdul, dalam pandangan Syi’ah Sab’iyah,perbuatan dan ucapan iman tidak boleh bartentangan dengan syari’at. Sifat dan kekuasaan seorang sama dengan nabi, perbedaan nya terletak pada kenyataan nya bahwa nabi mendapatkan wahyu, sedangkan imam tidak mendapatkannya.
2. Ajaran Syi’ah Sab’iyah Lainnya
Ajaran Sab’iyah lainnya pada dasarnya sama dengan ajaran sekte-sekte Syi’ah lainnya. Perbedaan nya terletak pada konsep kemaksuman iman, adanya aspek batin pada setiap yang lahir, dan penolakannya terhadap Al-Mahdi Al-Muntadzar bila dibandingkan dengan sekta Syi’ah lainnya, sab’iyah sangat ekstrim dalam menjelaskan kemaksuman iamm.Sebagaiman telah daijelaskan, kelompok ini menjelaskan bahwa imam walaupun melakukan kesalahan dan menyimpang dari syariat, ia tidaklah menyimpangkarena menpunyai pengetahuan yang tidak dimiliki manusia biasa. Konsep kemaksuman imam seperi itu merupakan konsekuensi logis dari dotrin Sab’iyah tentang pengetahuan imam akan ilmu batin.
Ada satu sekte dalam Sab’iyah yang berpendapat bahwa tuhan mengambil tempat dalam diri imam. Oleh karena itu, imam harus disembah. Salah seorang khalifah Dinasti Fatimiyah, Al-hakim bin Amrillah, berkeyakinan bahwa dalam dirinya terdapat tuhan sehingga ia memaksa rakyat untuk menyembahnya.
Menurut Sab’iyah, Al-qur’an memiliki nmakna batin selain makna lahir. Dikatakan bahwa segi-segi lahir atau tersurat dari syariat itu diperuntukan bagi orang awam yang kecerdasannya terbatas dan tidak memiliki kesempurnaan rohani. Bagi orang-orang tertentu, mungkin saja terjadi perubahan dan peralihan dan bahkan penolakan terhadappelaksanaan syariat tersebut karena mendasarkan pada yang batin tadi. Yang dimaksud dengan orang-orang tertentu ialah para imam yang memilki ilmu zahirdan ilmu batin.
Dengan prinsip ta’wil. Sab’iyah menawilkan, misalnya, ayat Al-Qur’an tentang puasa dengan menahan diri dari menyiarkan rahasia-rahasia imam; dan ayat Al-Qur’an tentang haji ditakwilkan dengan mengunjungi imam bahkan , diantara mereka ada yang menggugurkan kewajiban ibadah. Mereka itu adalah orang-orang yang telah mengenal imam dan telah mengetahui ta’wil (melalui imam).Mengenai sifat Allah, sebagaimana hanya Mu’tazilah- Sab’iyah meniadakan sifat dari dzat allah. Menurut mereka penetapan sifat merupakan penyerupaan dengan makhluk.
C. Syi’ah Zaidiyah
Asal-usul Penamaan Zaidiyah
Disebut Zaidiyah karena sekte ini mengakui Zaid bin Ali sebagai imam kelima, putra imam keempat , Ali Zainal Abidin. Sekte ini berbeda dengam Syi’ah lain yang menganggap Muhammad Al-Baqir, putra Zainal Abidin yang lain, sebagai imam kelima. Syi’ah Zaidiyah ini sangatlah moderat. Abu Zahrah menyatakan bahwa sekte ini merupakan yang paling dekat dengan Sunni.
1. Doktrin Imamah menurut Syiah Zaidiyah
Imamah, sebagaimana telah disebutkan, merupakan doktrin fundamental dalam Syiah secara umum. Berbeda dengan pengembangan imamah dengan syiah lain, Zaidiyyah lebih tipikal, mereka menolak seorang imam pewaris Nabi SAW. telahditentukan nama dan orangnya oleh nabi, tetapi hanya sifat-sifatnya saja. Ini jelas berbeda dengan syiah lain yang menunjuk Ali sebagai imam yang pantas setelah Nabi wafat jarena Ali memiliki sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh orang lain, seperti keturunan Bani Hasyim, wara(saleh, menjauhkan diri dari segala dosa), bertamwa, baik, dan membaur dengan rakyat untuk mengalak mereka hingga mengakuinya sebagai imam.
Menurut Zaidiyah, paling tidak seorang ima harus bercirikan. Pertama, ia merupakan keturunanahl- al-bait, baik keturunan Hasan maupun Husein, implikasi penolakan mereka terhadap sistem pewarisan dan nas kepemimpinan. Kedua, memiliki kemampuan mengangkat senjata sebagai pertahanan diri atau menyerang, implikasi penolakan Mahdiisme yang merupakan salah satu ciri sekte syiah lain, baik yang gaib maupun dibawah umur. Bagi mereka penegak kebenarandan keadilan adalah Mahdi. Ketiga, memiliki kecenderungan intelektualisme yang dapat dibuktikan melui ide dan karya dalam bidang keagamaan. Mereka menolak kemaksuman imam.
Dalam sejarahnya Syiah Zaidiyah, krisis keimaman dalam sekte ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, terdapat beberapa pemimpin yang memplokramirkan diri sebagai imam. Kedua, tidak seorangpun yang memplokmamirkan diri atau pantas sebagai imam. Dalam menghadapi pemecahannya, diantaranya dengan membagi tugas imam kepada dua individu, dalam bidang politik dan bidang ilmu serta keberagamaan. Syiah Zaidiyah mencita-citakan pemimpin yang aktif bukan pasif seperti Mahdi yang gaib, menurut mereka imam tidak hanya memiliki kekuatan rohani tetapi juga bersedia melakukan perlawanan demi cita-cita suci sehingga dihormati oleh umatnya.
2. Doktrin-doktrin Syiah Zaidiyah Lainnya
Syiah Zaidiyah berpandapat bahwa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar adalah sah menurut sudut pandang islam. mereka tidaklah merampas kekuasaan dari tangan Ali. Selain itu mereka tidak mengkafirkan seorang sahabatpun. Mengenai hal ini Zaid sebagaimana dikutip Abu zahrah mengatakan:
“Sesungguhnya Ali bin Abi Tholib adalah sahabat yang paling utama. Kekhalifahannya diserahkan kepada Abu Bakar karna mempertimbangkan kemaslahatan dan kaidah agama yang mereka pelihara, yaitu untuk meredam timbulnya fitnah dan memenangkan rakyat. Era peperangan yang terjadi pada masa kenabian baru saja berlalu, pedang Amirul Mukminin Ali masih basah dengan darah orang-orang kafir. Begitu pula kedengjian suku tertentu untuk memumtut balas belumlah surut. Sedikitpun hati kita tidaklah pantas untuk cenderung kesitu. Jangan lagi ada leher yang terputus karena masalah itu. Inilah yang dinamakan krmaslahatan bagi orang-orang yang mengenal dengan kelemah lembutan dan kasih sayang, juga bagi orang yang lebih tua dan lebih dahulu memeluk Islam, serta yang dekat dengan Rasulullah”.
Prinsip inilah yang menurut Abu Zahrah menyebabkan banyak orang keluar dari Syiah Zaidiyah, implikasinya berkurangnya pendukung saat peperangan melawan Hisyam bin Abdul Malik.Sekte ini percaya bahwa orang yang melakukan dosa besar, akan abadi di neraka kecuali orang yang bertobat dengan sebenar-benar tobat. Dikarenakan Zaid mempunyai hubungan dengan Washil bin Atha’, bahkan Abu Zahra dan moojan momen mengatakan bahwa hampir sepenuhnya mengikuti Mu’tazilah dan secara etis bisa dikatakan mereka anti-Murjiah juga puritan dalam menyikapi tarekat.
Berbeda dengan aliran syiah lain mereka menolak praktek Nikah Mut’ah dan juga menolak doktrin taqiyah. Meskipun demikian, dalam bidang ibadah mereka tetap cenderung mengamalkan amalan Syiah pada umumnya, seperti memberi selingan hayya ala khair al-amal dalam adzan, takbir sebanyak lima kali dalam sholat jenazah, menolak sahnya mask al-Khuffain,menolak imam sholat yang tidak sholeh dan menolak binayang sembelihan bukan muslim.
D. Syi’ah Ghulat
Asal-usul Penamaan Syiah Ghulat
Istlah Ghulat berasal dari kata ghala-yaghlu-ghuluw artinya bertambah dan naik.Ghala bi ad-dinartinya memperkuat dan menjadi ekstrim sehingga melampaui batas. Syiah ghulat adalah klompok pendukung Ali yang memiliki sikap berlebih-lebihan atau ekstrim. Lebih jauh menurut Abu Zahra adalah kelompok yang menempatkan Ali pada derjat ketuhanan atau kenabian bahkan lebih dari nabi Muhammad SAW.
Gelar Ghuluw diberikan karena pendapat yang janggal, yakni ada beberapa orang yang dianggap tuhan dan juga ada yang dianggap Rasul setelah Nabi SAW, dan ada jga doktrin ekstrim lainnya seperti tanasukh, hulul, tasbih,dan ibaha.Pada dasarnya sekte yang dibawa oleh Abdullah bin Saba’ ini terdapat banyak sekte karena perbedaan prinsip yang mendasar bagi pengikut, namun prinsip faham ini pada dasarnya dipengaruhi oleh sistem agama Babilonia Kuno yang ada di Irak, seperti Zoroaster, Yahudi, Manikam, Mazdakisme.
1. Doktrin-doktrin Syiah Ghulat
Mnurut Syahrastani, ada empat doktrin yang membuat mereka ekstrim, yaitu tanasukh, bada’, raj’ah,dan tasbih. Moojan momen menambahkannya dengan hulul dan ghayba. Tanasukhadalah keluarnya roh dari satu jasad dn mengambil tempat pada jasad yang lain, faham ini diambil dari falsafah Hindu. Bada’ adalah keyakinan bahwa Allah mengubah kehendaknya dengan perubahan ilmu-NYA, serta dapat memerintahkan suatu perbuatan kemudian memerintah yang sebaliknya. Raj’ah ada hubungannya dengan Mahdiyah. Syiah Ghulat mempercayai bahwa imam Mahdi Al-Muntazhar akan datang kebumi, faham ini merupakan ajaran seluruh Syiah. Namun, mereka berbeda pendapat siapa yang akan kembali, sebagian meyakini bahwa yang akan kembali adalah Ali, sedangkan sebagaian lainnya menyatakan Ja’far As-Shadiq, Muhammad bin Al-Hanafi, bahkan ada yang menyatakan Mukhtar Ats Tsaqafi.Tasbih artinyamenyerupakan atau mempersamakan. Syiah Ghulat menyerupakan salah seorang imam mereka dengan tuhan , atau tuhan dengan makhluk. Hulul artinya Tuhan berada pada setiap tempat, berbicara dengan semua bahasa, dan ada pada setiap individu manusia. Hululbagi Ghukat berarti tuhan menjelma dalam diri imam sehingga imam harus disembah. Ghayba (occultation) artinya menghilangnya Imam mahdi. Ghayba merupakan kepercayaan Syiah bahwa imam mahdi itu ada dalam negeri inidan tidak dapat dilihat dengan mata biasa. Konsep Ghaybapertama kali dikenalkan oleh Mukhtar Ats Tsaqafi ketika mempropagandakan Muhammad bin Al-Hanafi sebagai Imam Mahdi di Kuffah pada tahun 66H/686M.
2. Syi’ah dan Perkembangannya
Berbicara mengenai syiah ataupun aliran syiah, kita tidak akan terlepas dengan mengaitkan hal tersebut dengan agama islam. Di kalangan awam masyarakat islam menganggap syiah adalah eksistensi yang tidak jelas, tidak diketahui apa hakikatnya, bagaimana berkembang, tidak melihat bagaimana sejarahnya, dan tidak dapat diprediksi bagaimana di kemudian hari. Mereka selalu mengaitkan bahwa syiah adalah islam. Padahal islam dan syiah sangat berbeda sekali, terutama dalam hal aqidahnya. bagaikan minyak dan air yang tidak mungkin dapat di satukan lagi.
Aliran ini timbul pada masa pemerintahan khalifah Usman Bin Affan yang di pimpin oleh Abdullah bin Saba’ Al-Himyari. Abdullah bin Saba’ Al-Himyari dalam memuliakan Ali sangat berlebihan diamenanamkan doktrin kepada pengikut aliran syiah dengan suatu slogan bahwa Ali yang berhak menjadi imam (khalifah) dan ia adalah seorang yang ma’shum (terjaga dari segala dosa). Bahkan dia sampai menuhankan Ali. Hal ini terdengar oleh Khalifah Ali, akhirnya Khalifah Ali memeranginya dengan membakar para pengikut aliran syiah, kemudian sebagiannya lari ke Madain.
Pada periode awal hijriah, aliran syiah belum menjelma menjadi aliran yang solid, namun pada abad ke dua hijriah syiah mengalami perkembangan yang sangat pesat bahkan mulai menjadi mainstrem tersendiri. Dan pada periode-periode berikutnya aliran Syiah menjadi semacam keyakinan yang menjadi trend di kalangan generasi pemuda islam yaitu Syiah mengklaim menjadi tokoh pembaharu Islam, namun banyak dari pemikiran dan prinsip dasar keyakinan ini yang tidak sejalan dengan Islam itu sendiri.
Gerakan Syiah pertama kali berkembang di iran, rumah dan kiblat utama Syiah. Namun sejak tahun 1979, persis ketika revolusi Iran meletus dan negeri ini dipimpin oleh Ayatullah Khomeini dengan cara menumbangkan rejim Syah Reza Pahlevi, Syiah merembes ke berbagai penjuru dunia. Kelompok-kelompok yang mengarah kepada gerakan Syi’ah seperti yang terjadi di Iran, marak dan muncul di mana-mana.
Dalam menyebarkan paham keagamaannya, Syiah menggunakan beberapa cara. Diantaranya adalah dengan mengatasnamakan dirinya dengan Madhzab Ahlul Bait. Dengan tampilan ini, aliran Syiah lebih leluasa dalam menggait dan menyebarkan pahamnya terhadap masyarakat luas yang pada umumnya adalah masyarakat awam. Cara yang kedua yaitu aliran syiah membuat doktrin dan ajaran yang disebut dengan “TAQIYA”.Taqiyah adalah konsep Syiah dimana mereka diperbolehkan memutarbalikkan fakta (berbohong) untuk menutupi kesesatannya dan mengutarakan sesuatu yang tidak diyakininya. Seorang Syi’ah wajib bertaqiyah di depan siapa saja, baik orang mukmin yang bukan alirannya maupun orang kafir atau ketika kalah beradu argumentasi, terancam keselamatannya serta di saat dalam kondisi minoritas. Dalam keadaan minoritas dan terpojok, para tokoh Syi’ah memerintahkan untuk meningkatkan taqiyah kepada pengikutnya agar menyatu dengan kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, berangkat Jum’at di masjidnya dan tidak menampakkan permusuhan. Inilah kecanggihan dan kemujaraban konsep taqiyah, sehingga sangat sulit untuk melacak apalagi membendung gerakan mereka.
Para ulama Ahli Sunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa melakukan Taqiyah adalah hukumnya mubah(boleh) sesuai yang terdapat dalam al-Quran dan as-Sunnah. Mubah disini dapat dikategorikan apabila dalam keadaan terpaksa dan mengancam keselamatan jiwa. Seperti ketika menghadapi kaum musrikin demi menjaga keselamatan jiwanya dari siksaan yang akan menimpanya, atau dipaksa untuk kafir dan taqiyah ini merupakan pilihan terakhir karena tidak ada jalan lain. Demikianlah doktrin taqiyah yang ditanamkan syiah kepada para pengikutnya yang telah menyalahi dan menyimpang dari ajaran Allah yang bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah.
1. Kesesatan-kesesatan Syiah
Di kalangan Syiah, terkenal klaim 12 Imam atau sering pula disebut “Ahlul Bait” Rasulullah Muhammad saw; penganutnya mendakwa hanya dirinya atau golongannya yang mencintai dan mengikuti Ahlul Bait. Klaim ini tentu saja ampuh dalam mengelabui kaum Ahli Sunnah, yang dalam ajaran agamanya, diperintahkan untuk mencintai dan menjungjung tinggi Ahlul Bait. Padahal para imam Ahlul Bait berlepas diri dari tuduhan dan anggapan mereka. Tokoh-tokoh Ahlul Bait (Alawiyyin) bahkan sangat gigih dalam memerangi faham Syi’ah, seperti mantan Mufti Kerajaan Johor Bahru, Sayyid Alwi bin Thahir Al-Haddad, dalam bukunya “Uqud Al-Almas.”
Adapun beberapa kesesatan Syiah yang telah nyata adalah:
a. Keyakinan bahwa Imam sesudah Rasulullah saw. Adalah Ali bin Abi Thalib, sesuai dengan sabda Nabi saw. Karena itu para Khalifah dituduh merampok kepemimpinan dari tangan Ali bin Abi Thalib r.a.
- Keyakinan bahwa Imam mereka maksum (terjaga dari salah dan dosa).
- Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam yang telah wafat akan hidup kembali sebelum hari kiamat untuk membalas dendam kepada lawan-lawannya, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dll.
- Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam mengetahui rahasia ghaib, baik yang lalu maupun yang akan datang. Ini berarti sama dengan menuhankan Ali dan Imam.
e. Keyakinan tentang ketuhanan Ali bin Abi Thalib yang dideklarasikan oleh para pengikut Abdullah bin Saba’ dan akhirnya mereka dihukum bakar oleh Ali bin Abi Thalib sendiri karena keyakinan tersebut.
f. Keyakinan mengutamakan Ali bin Abi Thalib atas Abu Bakar dan Umar bin Khatab. Padahal Ali sendiri mengambil tindakan hukum cambuk 80 kali terhadap orang yang meyakini kebohongan tersebut.
- Keyakinan mencaci maki ara sahabat atau sebagian sahabat seperti Utsman bin Affan (lihat Dirasat fil Ahwaa’ wal Firaq wal Bida’ wa Mauqifus Salaf minhaa, Dr. Nashir bin Abd. Karim Al Aql, hal.237).
- Pada abad kedua Hijriah perkembangan keyakinan Syi’ah semakin menjadi-jadi sebagai aliran yang mempunyai berbagai perangkat keyakinan baku dan terus berkembang sampai berdirinya dinasti Fathimiyyah di Mesir dan dinasti Sofawiyyah di Iran. Terakhir aliran tersebut terangkat kembali dengan revolusi Khomaeni dan dijadikan sebagai aliran resmi negara Iran sejak 1979.
Saat ini figur-figur Syiah begitu terkenal dan banyak dikagumi oleh generasi muda Islam, karena pemikiran-pemikiran yang lebih banyak mengutamakan kajian logika dan filsafat. Namun, semua jamaah Sunnah wal Jamaah di seluruh dunia, sudah bersepakat adanya bahwa Syiah adalah salah satu gerakan sesat.