Islam Nusantara

7 min read

Latar Belakang

Peradaban Islam secara harfiah “kebudayaan” berasal dari kata “budi” dan “daya” ditambahkan awalan “ke” dan akhiran “an”. Budi berarti akal dan daya berarti kekuatan. Dengan demikian kebudayaan Islam berarti segala sesuatu yang dihasilkan oleh kekuatan akal manusia muslim. Sedangkan peradaban berasal dari kata Arab “adab” berarti nilai tinggi. Dengan demikian peradaban Islam adalah kebudayaan Islam yang bernilai tinggi (Musyrifah Sunanto, 2015, Hal 3). Peradaban Islam di dunia telah memberikan pengaruh besar bagi perkembangan suatu negara, begitupun Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Sejak zaman pra sejarah penduduk kepulauan Indonesia di kenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di Asia Tenggara. Pelabuhan penting di Sumatera dan Jawa antara abad ke-1 – ke-7 M  sering di singgahi pedagang Asing. Pedagang-pedagang muslim dari Arab, Persia dan India juga ada sampai ke kepulauan Indonesia untuk berdagang pada abad ke-7 ketika Islam pertama kali berkembang di Timur Tengah.

Malaka merupakan pusat lalu – lintas perdagangan dan pelayaran karena hasil hutan dan rempah-rempah dari seluruh pelosok nusantara di bawah di Cina dan India. Dari berita Cina dapat diketahui bahwa pada masa dinasti Tang orang-orang sudah ada di kantong dan Sumatra. Perkembangan pelayaran dan perdagangan antara Asia bagian barat dan timur disebabkan  oleh kerajaan Islam di bawah Bani Umayyah dan kerajaan Cina zaman Dinasti Tang.

Penduduk kepulauan Indonesia masuk Islam bermula dari penduduk pribumi di koloni pedagang muslim itu. Menjelang abad ke-13, masyarakat muslim sudah ada di samudra Pasai, Perlak, Palembang di Sumatra. Di Jawa makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik 475 H, sampai berdirinya kerajaan-kerajaan Islam.

Di negara Indonesia mengikhtisarkan asal kedatangan Islam menjadi tiga teori besar. Pertama, teori Gujarat, India. Islam dipercayai datang dari wilayah Gujarat, India melalui peran para pedagang india muslim pada sekitar abad ke-13 M. kedua, teori Makkah yaitu Islam dipercaya tiba di Indonesia langsung dari timur tengah melalui jasa para pedagang arab muslim sekitar abad ke-7 M. Ketiga, teori Persia yakni Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke nusantara sekitar abad ke-13 M. Melalui kesultanan Tidore yang juga menguasai tanah Papua sejak abad ke-17. Jangkauan terjauh penyebaran Islam sudah mencapai semenanjung Onin di Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Hamka berpendapat bahwa pada tahun 625 M sebuah naskah tiongkok mengkabarkan bahwa menemukan kelompok bangsa Arab yang telah bermukim di pantai barat Sumatra.

Dari ketiga teori besar masuknya Islam di Indonesia membuat adanya akulturasi atau pencampuran budaya antar satu dengan yang lain sehingga menimbulkan sebuah identitas tersendiri bagi sebuah Negara yang tidak menghilangkan budaya aslinya yang kita sebut sebagi Islam Nusantara.

A.    Islam Nusantara

Istilah Islam Nusantara akhir-akhir ini mengundang banyak perdebatan sejumlah pakar ilmu-ilmu keislaman. Sebagian menerima dan sebagian menolak. Alasan penolakan mungkin adalah karena istilah itu tidak sejalan dengan dengan keyakinan bahwa Islam itu satu dan merujuk pada yang satu (sama) yaitu Al-Qur’an dan As-Sunah.

Munculnya istilah Islam Nusantara merupakan istilah yang sering dipakai untuk mengacu kepada Islam ala Indonesia yang otentik langgamnya Nusantara, tapi isi dan liriknya adalah Islam, bajunya adalah Indonesia. Ide Islam Nusantara ini berkaitan dengan gagasan “pribumisasi Islam” yang pernah dipopulerkan almarhum KH Abdurrahman Wahid.

Respon terhadap globalisasi dalam bentuk “Islam Nusantara” adalah pilihan terbaik dibandingkan dengan penolakan total atau penerimaan total. Dalam merespon terhadap globalisasi, terutama yang datang dari Barat, beberapa kelompok agama justru mencari perlindungan dalam homogenitas dan eksklusivitas kelompoknya. Sepertinya kedamaian itu bisa terjadi dengan menolak keragaman atau sesuatu yang asing. Di tengah globalisasi, banyak orang yang mencoba menutup diri dan menghalangi orang yang berbeda hadir di tengah masyarakat. Fenomena munculnya perumahan atau cluster perumahan eksklusif untuk komunitas agama tertentu adalah sebagai contoh kecil. Bahkan kuburan/ pemakaman dan rumah kos pun kadang dibuat untuk pengikut agama tertentu. Respon terhadap globalisasi yang lebih buruk lagi tentu saja seperti dalam bentuk redikalisme dan terorisme. Islam Nusantara bisa menjadi respon yang sangat baik terhadap globalisasi jika ia tidak mengarah kepada parokhialisme dan sektarianisme.

Islam Nusantara adalah Islam yang  khas ala Indonesia, gabungan nilai Islam teologis dengan nilai-nilai tradisi lokal, budaya, dan adat istiadat di Tanah Air. Karakter Islam Nusantara menunjukkan adanya kearifan lokal di Nusantara yang tidak melanggar ajaran Islam, namun justru menyinergikan ajaran Islam dengan adat istiadat lokal yang banyak tersebar di wilayah Indonesia. Kehadiran Islam tidak untuk merusak atau menantang tradisi yang ada. Sebaliknya, Islam datang untuk memperkaya dan mengislamkan tradisi dan budaya yang ada secara tadriji (bertahap). Bisa jadi butuh waktu puluhan tahun atau beberapa generasi. Pertemuan Islam dengan adat dan tradisi Nusantara itu kemudian membentuk sistem sosial, lembaga pendidikan (seperti pesantren) serta sistem Kesultanan. Tradisi itulah yang kemudian disebut dengan Islam Nusantara, yakni Islam yang telah melebur dengan tradisi dan budaya Nusantara.

Pemahaman tentang formulasi Islam Nusantara menjadi penting untuk memetakan identitas Islam di negeri ini. Islam Nusantara dimaksudkan sebuah pemahaman keislaman yang bergumul, berdialog dan menyatu dengan kebudayaan Nusantara, dengan melalui proses seleksi, akulturasi dan adaptasi. Islam nusantara tidak hanya terbatas pada sejarah atau lokalitas Islam di tanah Jawa. Lebih dari itu, Islam Nusantara sebagai manhaj atau model beragama yang harus senantiasa diperjuangkan untuk masa depan peradaban Indonesia dan dunia. Islam Nusantara adalah Islam yang ramah, terbuka, inklusif dan mampu memberi solusi terhadap masalah-masalah besar bangsa dan negara. Islam yang dinamis dan bersahabat dengan lingkungan kultur, sub-kultur, dan agama yang beragam. Islam bukan hanya cocok diterima orang Nusantara, tetapi juga pantas mewarnai budaya Nusantara untuk mewujudkan sifat akomodatifnya yakni rahmatan lil ‘alamin.

Menyimak wajah Islam di dunia saat ini, Islam Nusantara sangat dibutuhkan, karena ciri khasnya mengedepankan jalan tengah karena bersifat tawasut (moderat), tidak ekstrim kanan dan kiri, selalu seimbang, inklusif, toleran dan bisa hidup berdampingan secara damai dengan penganut agama lain, serta bisa menerima demokrasi dengan baik. Model Islam Nusantara itu bisa dilacak dari sejarah kedatangan ajaran Islam ke wilayah Nusantara yang disebutnya melalui proses vernakularisasidan diikuti proses pribumisasi, sehingga Islam menjadi embedded (tertanam) dalam budaya Indonesia. Oleh karena itu, sudah selayaknya Islam Nusantara dijadikan alternatif untuk membangun peradaban dunia Islam yang damai dan penuh harmoni di negeri mana pun, namun tidak harus bernama dan berbentuk seperti Islam Nusantara karena dalam Islam Nusantara tidak mengenal menusantarakan Islam atau nusantarasasi budaya lain.

Islam nusantara hadir dalam artian memberikan sebuah pemahaman bahwa Islam nusantara adalah islam yang mengajak bukan menginjak, islam yang merangkul bukan memukul, islam yang membina bukan menghina, islam yang memakai hati bukan memaki maki, islam yang mengajak taubat bukan untuk saling menghujat, dan islam yang memberikan pemahaman bukan islam yang memaksa pemahaman. Inilah yang menjadi sebuah identitas bagi Islam di Indonesia (Islam Nusantara),

B.    Tradisi Islam di Nusantara

“Islam datang bukan untuk menghubah budaya leluhur kita jadi budaya Arab, bukan untuk “Aku” menjadi “Ana”, “Sampean” jadi “Antum”, “Sedulur” jadi “Akhi”….kita pertahankan milik kita, kita, serap ajarannya, bukan budaya Arabnya”(K.H. Abdurrahman Wahid).

Bagi sebahagian orang mengatakan ungkapan dari K.H Abdurrahman Wahid diatas adalah sebuah kritik atas Arabisasi yang terjadi di Indonesia. Islam bagi pemahaman orang-orang NU (Nahdatul Ulama) sebagai pencetus Islam Nusantara memiliki alasan tersendiri mengapa sampai muncul istilah demikian. Keyakinan tiap muslim terhadap Islam memang sama tetapi kepercayaan Islamnya yang berbeda, perbedaan mazhab hingga perbedaan cara pandang (Fiqih) dalam melihat suatu permasalahan menjadi hal yang paling mendasar dalam menentukan sikap dan sifat guna mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut yang sesuai dengan pemahaman dan kapasitas keilmuan dari para ulama-ulama.

Islam Nusantara sendiri memiliki corak dan kekhasan tersendiri yang mungkin tidak dimiliki oleh Islam di negara lain seperti Tahlilan dan Yasinan ketika ada keluarga atau kerabat yang meninggal sehingga dibacakan ayat-ayat suci yang diperuntukkan untuk almarhum hingga tradisi yang berbau seni seperti gambus.

Tradisi adalah sesuatu yang terjadi berulang-ulang dengan disengaja dan bukan secara kebetulan. Melanggar tradisi masyarakat merupakan hal yang tidak baik selama tradisi tersebut tidak melanggar dari syariat agama (Aep Saifuddin Chalim, dkk, 2012 Hal. 177-178). Berikut akan dijelaskan bebrapa tradisi atau kebiasaan Islam di Nusantara :

1.       Ziarah Ke Makam

Ziarah adalah kegiatan mengunjungi makam. Ziarah berkembang bersama dengan tradisi lain. Di Jawa, misalnya pengunjung di sebuah makam melaksankan ziarah dengan cara melakukan berbagai kegiatan. Kegiatan tersebut adalah membaca Al Quran atau kalimat syahadat dan berdoa.

2.       Tahlilan

Tahlilan adalah upacara kenduri atau selamatan untuk berdoa kepada Allah dengan membaca surat Yasin dan beberapa surat dan ayat pilihan lainnya, diikuti kalimat-kalimat tahlil (laailaaha illallah), tahmid (alhamdulillah) dan tasbih (subhanallah). Biasanya diselenggarakan sebagai ucapan syukur kepada Allah SWT (tasyakuran) dan mendoakan seseorang yang telah meninggal dunia pada hari ke 3, 7, 40, 100, 1000 dan khaul (tahunan). Tradisi ini berasal dari kebiasaan orang-orang Hindu dan Budha yaitu kenduri, selamatan dan sesaji. Dalam agama islam tradisi ini tidak dapat dibenarkan karena mengandung unsur kemusyrikan. Dalam tahlilan sesaji digantikan dengan berkat atau laut pauk yang bisa dibawa pulang oleh para peserta. Ulama yang mengubah tradisi ini adalah Sunan Kalijaga dengan maksud agar orang yang baru masuk Islam tidak terkejut karena harus meninggalkan tradisi mereka sehingga mereka kembali ke agamanya.

3.       Maulid Nabi SAW

Setiap bulan Rabiul Awal tiba mayoritas kaum muslimin di nusantara mengadakan perayaan maulid Nabi. Dalam acara tersebut biasanya dibacakan sirah dan biografi kehidupan nabi Muhammad SAW mulai kelahiran hingga wafatnya.

Sebuah kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Cikoang Kab. Takalar Provinsi Sulawesi Selatan ada yang di sebut dengan maudu lompoa yang merupakan perpaduan dari unsur atraksi budaya dengan ritual-ritual keagamaan yang digelar setiap tahun di Bulan Rabiul Awal berdasarkan Kalender Hijriyah. Pada hari H masyarakat Cikoang yang berpakaian adat berjalan beriringan sambil membawakan anyaman dan memikul julung-julung terhias indah dengan kertas male. Julung-julung diperebutkan berisi telur hias, ayam, beras dimasak setengah matang, beras ketan, mukena, kain khas Sulawesi serta aksesoris lainnya. Agar lebih indah, julung-julung dilengkapi dengan kibaran kain khas Sulawesi warna-warni bak bendera terpasang di atas perahu. Julung-julung diletakkan di depan semua orang.

Sebenarnya masih banyak lagi tradisi-tradisi Islam yang berada di Nusantara hanya saja karena keterbatasan yang tidak bisa kami jelaskan satu persatu. Tetapi dengan adanya beberapa contoh diatas dapat membuktikan dan dapat menjadi bahan nalaran kita untuk melihat secara nyata tentang tradisi-tradisi Islam yang terjadi di Nusantara.

C.   Kesimpulan

Kemunculan istilah Islam Nusantara memang menjadikan sebuah persepsi bahwa Islam Nusantara adalah model Islam ala Indonesia sebagai penolakan atas Arabisasi yang terjadi bukan hanya di Indonesia secara umum tetapi mencakup hampir di seluruh belahan dunia ini. Namun bukan hanya sekedar penolakan Arabisasi atau ingin menunjukkan eksistensi Islam di negara ini tetapi bagaimana Islam dimata dunia memiliki pengaruh yang besar untuk membuat sebuah peradaban yang besar yang dimulai dari diri sendiri (Nusantara).

Kita ketahui bahwa terdapat 3 (tiga) teori besar yang mengikhtisarkan masuknya Islam di Nusantra yaitu teori Gujarat (India), Teori Makkah dan Teori Persia. Dari ketiga teori tersebut membuat proses akulturasi terjadi di Indonesia dengan perlahan namun pasti, ini terbukti masuknya Islam di Nusantara yang melalui jalur perdagangan, jalur perkawinan, jalur pendidikan hingga sampai kepada jalur kesenian yang masing-masing memiliki cara dan karakteristik yang berbeda dalam menyebarkan sekaligus mesyiarkan Islam di Nusantara sejak awal abad masehi.

Dari beberapa proses masuknya Islam di Nusantara, proses perdagangan dan proses perkawinan adalah hal yang dianggap paling berpengaruh dalam penyebaran agama Islam. Kita ketahui bahwa para pedagang yang datang ke Nusantara bukan hanya sekedar berdagang menawarkan barang dagangannya tetapi ada misi yang dijalankan yakni menyebaran agama Islam yang kemudian para pedagang ini telah lama berdagang dan akhirnya menikah dengan orang pribumi dan menghasilakan keturunan yang secara otomatis akan mengikut kepada kedua orang tuanya yang juga beragama Islam, bukan sekedar sebagai sebuah identitas yang melekat pada anak tersebut tetapi bagaimana menanamkan aqidah yang mantap serta dapat diamalkan yang berguna bagi dirinya, keluarganya, dan bangsanya sendiri. Islam Nusantara dimaksudkan sebuah pemahaman keislaman yang bergumul, berdialog dan menyatu dengan kebudayaan Nusantara, dengan melalui proses seleksi, akulturasi dan adaptasi. Islam nusantara tidak hanya terbatas pada sejarah atau lokalitas Islam di Nusantara tetapi bagaimana menjalin sebuah tali ukhuwah islamiah antar umat Islam secara khusus dan Non Muslin secara umum. Dibalik itu semua terdapat juga beberapa tradisi-tradisi yang dapat menjadi ciri khas Islam di Nusantara yang tentunya tidak terlepas dari proses akulturasi antara Budaya Arab, Hindu, Budha dan Islam itu sendiri yang terjadi di Nusantara seperti berziarah ke makam, tahlinan, maulitan Nabi SAW sampai kepada hal-hal yang berbau seni seperti gambus dan wayang. Semoga dengan hadinya Islam Nusantara ini akan membuat pemahaman Islam di masyarakat dapat diterima dan dijadikan sebagai sebuah identitas tetapi juga diamalkan sesuai dengan syariat agama yang berlaku, tidak menantang apalagi mau mengubah-ubah dengan sesuka hati apa yang telah ada dalam Al-Qur’an dan Hadits tanpa ada alasan yang memuat. Islam, Kristen Hindu, Budha, Konghucu dan agama lokal lainnya sama-sama mengajarkan kebaikan, jika ada agama yang mengajarkan kemungkaran dan kemunafikan itu bukanlah agama tetapi itu adalah setan.

Laporan Praktikum Efek Fotolistrik

Efek Fotolistrik Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang Efek fotolistrik adalah fenomena terlepasnya elektron logam akibat disinari cahaya. Ditinjau dari perspektif sejarah, penemuan efek...
Ananda Dwi Putri
9 min read

Laporan Praktikum Tetes Minyak Milikan

Tetes Minyak Milikan Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang Elektron merupakan suatu dasar penyusun atom. Inti atom terdiri dari elektron (bermuatan negatif) dan proton...
Ahmad Dahlan
7 min read

Makalah Sifat Fantasi Dalam Tinjauan Psikologi

Sifat Fantasi Bab I. Pendahuluan Pada dasarnya psikologi mempersoalkan masalah aktivitas manusia. Baik yang dapat diamati maupun tidak secara umum aktivitas-aktivitas (dan penghayatan) itu...
Wahidah Rahmah
4 min read

Leave a Reply